Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

1. Permasalahan

Peneliti akan membahas tentang jasa travel umrah dan haji yang saat

ini sedang berada pada puncak. Masyarakat Indonesia sebagian besar

beragama muslim dan sangat membutuhkan jenis jasa tersebut, dengan

lamanya antrian pemberangkatan ibadah haji membuat masyarakat

berbondong-bondong untuk melakukan ibadah umrah terlebih dahulu. Hal ini

menyebabkan banyak jasa travel umrah dan haji memberikan penawaran

harga yang menarik untuk masyarakat, sehingga mereka mendaftarkan

dirinya dengan harga promo yang terkadang dapat dikatakan tidak wajar.

First Travel adalah perusahaan yang tengah menjadi polemik di

Indonesia, terindikasi gagal memberangkatkan ribuan jamaah haji dan umrah

dari seluruh Indonesia. Nama besar First Travel yang selama ini dikenal baik

oleh masyarakat Indonesia tidak lantas membuat First Travel bebas dari

masalah.

Direktur utama First Travel Andhika Surachman dan istrinya Anniesa

Desvitasari Hasibuan tengah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan

penipuan. Izin operasional First Travel telah dicabut oleh Kementrian Agama

pada Agustus 2017 (Prasetyo, 2017).

Bisnis Jual Rugi, begitulah First Travel disebut, memberikan harga

umrah serendah-rendahnya dalam harga 14,3 juta rupiah dengan sistem

1
2

subsidi. Tidak begitu jelas bagaimana manajemen keuangan First Travel

karena pihaknya sendiri enggan terbuka untuk memberikan komentar atas

kasus ini dan keterangan hanya didapatkan dari berbagai pihak luar yang

terkait (Prasetyo, 2017).

Masalah ini menjadi pelik ketika First Travel memberikan jadwal

pemberangkatan kepada para jamaah, namun hingga batas waktu tersebut,

para calon jamaah tidak diberangkatkan. Sejumlah korban mengaku diminta

menyerahkan biaya tambahan agar bisa berangkat dan dijanjikan

mendapatkan fasilitas VIP meski membayar murah (Ambranie, 2017).

Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polisi Republik

Indonesia, jumlah korban yang belum diberangkatkan First Travel sebanyak

58.682 orang. Mereka adalah calon jamaah yang sudah membayar paket

promo Rp 14,3 juta per orang dalam periode Desember 2016 hingga Mei

2017. Kerugian untuk program paket promo mencapai Rp 839 miliar. Selain

itu, sejumlah calon jamaah ada yang masih diminta membayar carter pesawat

sebesar Rp 2,5 juta, sehingga jumlah penambahan itu sebesar Rp 9 miliar.

Jika ditotal, kerugian yang diakibatkan First Travel mencapai Rp 848 miliar.

Jumlah tersebut belum termasuk hutang-hutang yang belum dibayar First

Travel ke sejumlah pihak, diantaranya provider tiket penerbangan sebesar Rp

85 miliar, tiga hotel di Mekkah dan Madinah dengan total Rp 24 miliar,

hutang pada provider visa untuk menyiapkan visa jamaah sebesar Rp 9,7

miliar (Ambranie, 2017).


3

Kasus di atas merupakan satu dari banyaknya kasus yang terjadi

dalam bisnis tour travel umrah dan haji di Indonesia, jika kita telisik

sebenarnya masih ada beberapa jasa travel umrah dan haji yang melakukan

pelanggaran namun tidak tersorot. Hal yang menjadi penting dan krusial

adalah ketika terjadinya permasalahan perusahaan dengan masyarakat atau

konsumen, sehingga peneliti merasa penting untuk mengambil sikap dan

menjadikan etika bisnis sebagai bahan untuk menentukan standar moralitas

didalamnya. Etika bisnis merupakan suatu disiplin dalam menerapkan

prinsip-prinsip etika guna mengkaji dan mengatasi masalah-masalah yang

rumit dalam dunia bisnis. Bisnis sendiri memiliki etika yang disebabkan oleh

bisnis tidak sama dengan judi, bisnis merupakan bagian yang penting dalam

masyarakat dan bisnis yang berhasil merupakan bisnis yang bermoral

sehingga mampu mendapatkan kepercayaan masyarakat (Rindjin, 2004:69).

Peneliti akan membahas secara detail kasus First Travel, kemudian

memberikan analisis kritis dari sudut pandang etika bisnis, hingga akhirnya

akan didapatkan kesimpulan tentang kesesuaian kasus First Travel dengan

prinsip-prinsip dalam etika bisnis. Peneliti merasa perlunya perspektif baru

tentang kasus-kasus dalam bisnis yang ditarik dengan pertimbangan moralitas

khususnya etika bisnis.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana hubungan First Travel dengan pemerintah dan masyarakat ?

b. Bagaimana diskursus etika bisnis ?


4

c. Apa analisis etika bisnis terhadap travel and tour First Travel ?

3. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran yang dilakukan peneliti terhadap jurnal,

penelitian, tesis, skripsi, maupun buku, peneliti belum pernah menemukan

karya yang sama tentang objek material Jasa travel Umrah dan Haji First

Travel.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberikan

pemahaman baru dari perspektif Etika Bisnis terhadap problem aktual.

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan keluasan wawasan dan

manfaat di dalam ilmu filsafat khususnya bidang etika terapan. Melalui

hasil ini peneliti berusaha menghadirkan objek kajian baru tentang etika

bisnis. Peneliti akan mengulas travel and tour umrah First Travel.

b. Bagi Ilmu Filsafat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kajian tentang

masalah aktual dalam bidang filsafat dan memberikan posisi bagi ilmu

filsafat dalam mengkaji bisnis etis.

c. Bagi Masyarakat dan Bangsa Indonesia

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pengertian baru dalam

masyarakat bahwa segala bisnis pasti menghasilkan konsekuensi atas

sistem yang diterapkannya, maka etika diperlukan sebagai pertimbangan.


5

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Merumuskan secara deskriptif problema yang muncul dari kasus jasa travel

umrah dan haji First Travel.

2. Memaparkan inti dari teori etika bisnis.

3. Merumuskan secara analitis tinjauan pemikiran teori etika bisnis terhadap

jasa travel umrah dan haji First Travel.

C. Tinjauan Pustaka

Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh

satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

mengakibatkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin

berkaitan dengan produk fisik atau tidak (Kotler, 2014:7).

Zethaml & Bitner (1996) berpendapat bahwa jasa merupakan semua

aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk produk fisik atau konstruksi,

yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan serta memberikan

nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan)

konsumen.

First Travel mengawali usahanya dari sebuah bisnis biro perjalanan

wisata, di bawah bendera CV First Karya Utama yang didirikan pada tanggal 1

Juli 2009. Biro perjalanan First Travel pada awalnya hanya menawarkan layanan

perjalanan wisata domestik dan internasional untuk klien perorangan maupun

perusahaan. Setelah 6 tahun berjalan, gelagat aneh dari First Travel mulai

tercium. Kementrian Agama yang pertama kali memantau bahwa ada yang aneh
6

dari model bisnis First Travel. First Travel mendapat perhatian Kementrian

Agama setelah First Travel gagal memberangkatkan jamaah umrah pada 28

Maret 2017 lalu (Prasetyo, 2017).

Kementrian Agama melakukan upaya klarifikasi untuk pertama

kalinya. Banyak diantaranya jamaah umrah yang dirugikan hingga 3 kali gagal

berangkat umrah, maka perlu diadakan klarifikasi, investigasi, advokasi dan

mediasi jamaah. Namun, manajemen First Travel selalu berkelit saat dimintai

kejelasan.

Anniesa Desvitasari Hasibuan dan Andhika Surachman akhirnya

ditangkap polisi pada 8 Agustus 2017. Keduanya ditangkap usai menggelar

jumpa pers di Kementrian Agama. Dua pekan sebelum ditangkap polisi, Bos

First Travel Anniesa Desvitasari Hasibuan Hasibuan sempat mengumpulkan

agen-agen First Travel. Di depan para agen, Anniesa Desvitasari Hasibuan

mengakui keuangan perusahaan berantakan (Putri, 2017).

Ketua Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (HIMPUH) Baluki

Ahmad mensinyalir, manajemen PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel)

melakukan praktik ponzi dalam pengelolaan bisnis penyelenggaraan haji dan

umrah. Ponzi merupakan skema investasi palsu. Ciri-ciri praktik ini adalah

tawaran imbal hasil tinggi yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari

keuntungan hasil dana yang dikelola pemilik atau perusahaan. Dugaan praktik

ponzi dalam pengelolaan bisnis First Travel terlihat dari tarif yang tidak masuk

akal. Praktik ini menemukan jalan buntu ketika jumlah jamaah yang mendaftar

di perseroan terus menyusut (Sugiharto, 2017).


7

Direktur Utama First Travel Andhika Surachman mengatakan,

“pencabutan izin ini sangat meresahkan, kita berharap agar pemerintah bisa

mengkaji ulang dan memutuskan kembali atas sanggahan ini agar First Travel

bisa beroperasional kembali, karena dibelakang kita ini masih banyak jamaah

yang tertib dan setia dengan First Travel. Jamaah InsyaAllah kita berangkatkan

lagi 25 ribu jamaah kurang lebih dimulai setelah musim haji atau ketika

dibukanya musim umrah. Dengan catatan harus dicabut kembali,

pemberangkatan rencana bulan November sampai selesai” (Facebook First

Travel, 2017).

Polisi menaksir, kerugian akibat dugaan penipuan ini mencapai Rp

Rp 848 juta. Polisi masih menyelidiki apakah masih ada skema lain yang

diterapkan oleh First Travel. Saat ini aliran dana dan aset-aset First Travel

sedang ditelusuri. Menurut Herry selaku perwakilan pihak kepolisian, pihak

First Travel membantah melakukan penipuan. Sebab mereka mengaku masih

memberangkatkan calon jamaah umrah secara bertahap. First Travel

menawarkan opsi dengan memberangkatkan jamaah dengan menggunakan

pesawat carter. Masing-masing jamaah dimintai tambahan biaya Rp 2,5 juta.

First Travel hanya mampu memberangkatkan 10 persen. Alternatif lainnya, pada

bulan Ramadhan yang lalu, First Travel menawarkan paket baru, dengan syarat

para calon jamaah umrah harus menambah biaya Rp 3-8 juta per orang. Namun

kenyataannya program tersebut tidak dijalankan. Saat ini, kedua pemilik First

Travel, Andhika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan Hasibuan dijerat


8

Pasal 378 dan 372 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tentang

penipuan dan penggelapan (Prasetyo, 2017).

D. Landasan Teori

Etika bisnis dapat dilihat sebagai salah satu bidang peminatan dari

etika terapan. Etika bisnis dapat dijalankan pada tiga taraf, yaitu makro, meso

dan mikro. Taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem

ekonomi sebagai keseluruhan. Taraf meso, etika bisnis menyelidiki masalah-

masalah etis di bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan,

tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-

lain. Taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan

ekonomi atau bisnis. Di sini dipelajari tanggungjawab etis dari karyawan dan

majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor

(Bertens, 2006:35).

Richard T.de George menyebutkan bahwa etika bisnis menyangkut

empat kegiatan sebagai berikut (Keraf, 1993:67-68). Pertama, penerapan

prinsip-prinsip etika umum dan praktik bisnis. Berdasarkan penerapan prinsip-

prinsip etika umum itu pada akhirnya kita akan menemukan prinsip-prinsip etika

khusus untuk dunia bisnis. Berdasarkan prinsip-prinsip etika bisnis itu dapat

menyoroti dan menilai apakah suatu keputusan atau tindakan yang diambil

dalam dunia bisnis secara moral dapat dibenarkan atau tidak. Etika bisnis

membantu para pelaku bisnis untuk mencari cara guna mencegah tindakan yang

dinilai tidak etis.


9

Kedua, etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-

prinsip etika pada dunia bisnis, tetapi juga metaetika. Hubungan menunjukkan

bahwa etika bisnis mengkaji apakah perilaku yang dinilai etis pada individu juga

dapat berlaku pada oganisasi atau perusahaan bisnis. Selanjutnya, etika bisnis

menyoroti apakah perusahaan mempunyai tanggungjawab sosial atau tidak.

Ketiga, bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan-pandangan mengenai

bisnis. Dalam hal ini etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada

umumnya sistem ekonomi milik dan persaingan. Keempat, etika bisnis juga

menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi perusahaan multinasional

dan jaringan konglomerat internasional (Keraf, 1993:67-68).

Etika bisnis membantu para pelaku bisnis mendekati masalah-masalah

bisnis dengan sentuhan moral dalam aktivitas ekonomi. Tujuan etika bisnis

adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk menjalankan good

business dan tidak melakukan monkey business atau dirty business. Etika bisnis

mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang baik

(etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai

adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra citra

buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik dan penuh tipu muslihat.

Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis dan oleh karena itu membawa serta

tanggungjawab etis bagi para pelakunya. Etika bisnis tidak menyediakan resep

yang siap pakai untuk mengatasi masalah-masalah moral dalam dunia bisnis.

Etika bisnis hanya mengajak para pelaku bisnis untuk melakukan refleksi

tentang dunia bisnis dari sudut etis. Keberhasilan suatu bisnis tidak terutama dari
10

sudut keuntungan yang diraihnya, tetapi dari nilai-nilai luhur yang diletakkan

oleh pelakunya (Rindjin, 2004:70-71).

Prinsip-prinsip etika yang berlaku dalam kegiatan bisnis ada lima

yang pertama, prinsip otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia

untuk bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan adanya

tanggungjawab. Itulah sebabnya seseorang bisa diminta pertanggungjawaban

atas tindakan yang telah dilakukannya. Kedua, prinsip kejujuran. Kejujuran

mewujud dalam (1) pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak; (2) mutu

barang atau jasa yang ditawarkan; (3) hubungan kerja dalam perusahaan. Ketiga,

prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik

(beneficence). Prinsip ini mengarahkan kita agar secara aktif dan maksimal

berbuat baik atau menguntungkan orang lain dan kalau hal itu tidak bisa kita

lakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau

mitra bisnis. Keempat, prinsip keadilan. Prinsip ini menuntut agar kita

memberikan apa yang menjadi hak seseorang dimana prestasi dibalas dengan

kontra prestasi yang dianggap sama nilainya. Ini berarti tidak dikehendaki

adanya perlakuan yang diskriminatif . Keadilan seperti ini disebut justitia

commutativa. Kelima, prinsip hormat terhadap diri sendiri. Prinsip ini bukan

bersifat egois, melainkan didasarkan pada rasa hormat kepada manusia sebagai

pribadi yang bernilai bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia pantas diperlakukan

dan memperlakukan diri sendiri sebagai pribadi yang mempunyai nilai yang

sama dengan pribadi lainnya. Hormat pada manusia sebagai persona dapat

disejajarkan dengan aturan emas (golden rule). Ini berarti saya akan
11

memperlakukan orang lain sebagaimana saya ingin diperlakukan dan tidak akan

memperlakukan orang lain apa yang saya tidak ingin diperlakukan pada diri saya

(Keraf, 1994:71-75).

Etika bisnis memiliki kendala dalam implementasinya, diantaranya

adalah standar moral pelaku bisnis yang masih lemah, adanya konflik

kepentingan, situasi politik dan ekonomi yang belum stabil, lemahnya

penegakan hukum dan belum adanya organisasi profesi bisnis dan manajemen

yang mapan dan terpercaya (Rindjin, 2004:97).

Catatan penting dalam hal ini adalah dimana bisnis memerlukan

etika, maka etika bisnis sendiri dianggap mampu mengkaji dan mengatasi

masalah-masalah rumit dalam dunia bisnis dengan penerapan prinsip-prinsip

etika didalamnya. Hal inilah kemudian yang menjadi kekuatan tersendiri

hadirnya etika bisnis dalam dunia bisnis.

E. Metode Penelitian

1. Model penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian mengenai masalah

aktual. Penelitian ini adalah refleksi filosofis tentang salah satu fenomena atau

situasi aktual yang merupakan masalah kontroversial, entah struktur atau

normatif (Bakker & Achmad, 2015: 107). Objek material dari penelitian ini

adalah Travel and Tour Umrah First Travel sedangkan objek formalnya adalah

etika bisnis.
12

2. Bahan penelitian

Bahan penelitian dapat dikategorikan dalam dua kategori utama,

yaitu bahan yang bersumber dari data primer dan bahan yang bersumber dari

data sekunder.

Sumber primer terdiri dari buku, artikel, jurnal, skripsi dan karya

tulis ilmiah yang mempunyai keterkaitan langsung dengan pembahasan

penelitian.

a. Sumber Primer

1. Objek Formal

1) Bertens, Kess. 2009. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta.

Kanisius.

2) Keraf, Sonny. 1993. Etika Bisnis. Yogyakarta. Kanisius.

3) Rindjin, Ketut. 2004. Etika Bisnis dan Implementsinya.

Jakarta. Gramedia.

4) Steward, David. 1996. Business Ethics. The Mc Graw-Hill

Companies. United States.

2. Objek Material

1) Facebook First Travel.

https://www.facebook.com/F1rstTravel/

2) Pemberitaan media terkait First Travel, CNN Indonesia,

Official NET News, iNews TV, Kumparan, kompas.com,

VIVA.CO.ID, metrotvnews.
13

b. Sumber Sekunder

Pustaka sekunder terdiri dari buku, artikel, jurnal, skripsi dan

karya tulis ilmiah lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan

pembahasan penelitian.

1) CNN Indonesia

2) Kumparan

3) Tirto.id

4) Liputan 6

5) Tim Investigasi Kompas

3. Jalan penelitian

Penelitian ini akan dilakukan melalui beberapa tahapan yang

dijelaskan sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data, yaitu dengan mengumpulkan data-data

berupa buku, studi lapangan, artikel, wawancara, makalah,

laporan penelitian yang berkaitan dengan objek material

maupun objek formal penelitian, yaitu tentang First Travel

dan etika bisnis.

b. Melakukan sebuah klasifikasi data yang diperoleh untuk

ditetapkan sebagai data primer dan data sekunder.

c. Analisis hasil dari data primer dan data sekunder serta data

penunjang lainnya yang sudah diklasifikasi, sehingga akan

diperoleh pemahaman yang baik tentang arah penelitian.

d. Melakukan sebuah evaluasi kritis tentang data yang telah


14

diperoleh, sehingga diharapkan menghasilkan sebuah

pemaparan hasil penelitian yang objektif, berimbang, dan

kritis yang dituangkan dalam bentuk sebuah laporan ilmiah

yang yang sistematis.

4. Tekhnik analisis data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan

model kefilsafatan, yaitu model penelitian yang berupa kepustakaan

tentang masalah aktual. Analisis data pada penelitian bisa

dipaparkan sebagai berikut:

a. Interpretasi

Interpretasi digunakan untuk mendapatkan gambaran yang

lebih luas mengenai apa yang terjadi dalam kasus First

Travel (Bakker & Achmad, 2015: 110).

b. Heuristika

Peneliti berusaha menemukan gagasan atau pemahaman

baru , sehingga akan memberikan evaluasi kritis terhadap

kasus First Travel (Bakker & Achmad, 2015: 112).

c. Kesinambungan Historis

Peneliti berusaha menjelajahi asal mula dan perkembangan

historis kronologis terhadap kasus First Travel (Bakker &

Achmad, 2015: 111).

d. Komparasi
15

Peneliti berusaha membandingkan secara sistematis

argumen pro kontra kasus First Travel (Bakker & Achmad,

2015: 111).

5. Sistematika penelitian

Penelitian ini disusun dalam lima bab dengan rincian sebagai

berikut:

BAB I pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode

penelitian, hasil yang akan dicapai dan sistematika penelitian.

BAB II sejarah, konteks dan problem utama First Travel, hubungan

First Travel dan konsumen, pertanggungjawaban First Travel.

BAB III pengertian, sejarah, konteks etika bisnis, hubungan

perusahaan dan konsumen, dan tanggungjawab moral perusahaan.

BAB IV analisis etika bisnis terhadap kasus First Travel.

Bab V kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai