Referat Parotitis Epidemika
Referat Parotitis Epidemika
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Definisi
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang
disebabkan virus (Paramyxovirus). Virus ini menyerang kelenjar air liur di mulut,
terutama kelenjar parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di
depan telinga sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah.2
Mumps atau parotitis epidemika merupakan self limiting disease yang
disebabkan oleh infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan
remaja. Gambaran klasik mumps adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa nyeri
kelenjar ludah. Infeksi ini biasanya bersifat jinak, dan banyak kasus yang subklinis.3
Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf
pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko
besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan
atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan
mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.
Penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui:
Kontak langsung
Muntahan
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-
40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa
tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
II. 2. Epidemiologi
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur <
2
15 tahun adalah 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah
ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di
negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000 kasus
per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada anak besar dan dewasa
muda serta menyebabkan kejadian luar biasa ditempat kuliah atau tempat kerja. Di
Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai insidens terjadinya parotitis
epidemika.4
Jika dibandingkan dengan campak atau cacar air, gondongan tidak terlalu
menular. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara
endemik atau epidemik. Parotitis Epidemika merupakan penyakit infeksi pada anak
yang mana pada kasusnya terjadi sekitar 30 – 40% yang kasusnya merupakan
penyakit asimptomatik. Epidemi terjadi pada semua musim tetapi sedikit lebih sering
pada musim dingin akhir dan musim semi. Sumber infeksi mungkin sukar dilacak
karena 30-40% infeksi adalah subklinis. Kebanyakan penyakit ini menyerang anak-
anak yang berumur 2-15 tahun, namun pada orang dewasa justru lebih berat. Jarang
ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun.5
II. 3. Etiologi
3
subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2
glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga
memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat
larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari
hemaglutinin permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4
ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus
masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran
napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfa local dan diikuti viremia umum
setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya
lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal,
jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus choroideus lewat
infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui
dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus
dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah
munculnya pembengkakan pada kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum
pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.
II. 4. Anatomi
4
submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu
papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah terlihat,
bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar.
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam.
Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut
antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah
kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda
di sekitar frenulum lingualis.
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis,
kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis terdapat bilateral
dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di
permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar
mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior
berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat
murni mukus.
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini
bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada
palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar
glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu
murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal.
5
II. 5. Patogenesis
Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari
percikan ludah, kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urin.
Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya
kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens.
Masa inkubasi 14 sampai 24 hari kemudian virus bereplikasi di dalam traktus
respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi
proliferasi di parotis / epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikutnya
virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar / saraf
yang kemudian akan menginfeksi glandula parotis. Keadaan ini disebut parotitis.6
Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel
epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan
nekrosis jaringan.
II. 6. Klasifikasi
Klasifikasi dari parotitis epidemika berupa:
1. Parotitis Kambuhan
Sudah pernah terinfeksi sebelumnya kemudian kambuh. Anak-anak
mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan
hingga akhir masa kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya anak telah
terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
6
2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah
yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut,
khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan
dehidrasi.5
7
Gambar 2. Gambaran mumps pada anak
II. 8. Diagnosis
Penegakkan diagnosis dari parotitis epidemika yaitu:
1. Anamnesis
a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau menelan,
terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk.
b. Demam, biasanya suhu mencapai 38,9-40o Celcius
c. Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Menggigil
f. Sakit kepala
2. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu meningkat mencapai 38,9-40o Celcius
b. Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan rahang)
c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak
3. Pemeriksaan Penunjang
Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan,
sebab dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun jika
gejala tidak jelas diagnosis didasarkan pada :
8
a. Darah rutin
b. Amilase serum
c. Pemeriksaan serologis
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan
serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen
4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
2. Neutralization (NT) test
9
lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada. Peningkatan
4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan infeksi
yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering mencapai
maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai
12 minggu.
d. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan
dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau
darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang
diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.
10
a. Istirahat yang cukup
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa (simtomatik) :
1) Antalgin (Metampiron) adalah derivat metansulfonat dan amidopirina
yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas
reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga
efek utama adalah sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi.
Antalgin mudah larut dalam air dan mudah diabsorpsi ke dalam jaringan
tubuh.
Dosis antalgin yang digunakan :
1. Meningioensefalitis
11
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa anak. Insiden
yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis system saraf sentral,
seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari
65% penderita dengan parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10%
penderita. Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10% dari
kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka mortalitas adaah sekitar
2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita.
Parotitis merupakan salah satu dari penyebab meningitis aseptik yang paling sering.
Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan sebabagai (1) infeksi
primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi dengan demielinasi. Pada tipe pertama
parotitis sering muncul bersamaan atau menyertai ensefalitis. Pada tipe ke dua,
ensefalitis menyertai parotitis pada sekitar 10 hari. Parotitis mungkin pada beberapa
kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah dihubungkan dengan
infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis ke dalam tpai pada umur menyusui
telah menghasilkan lesi yang serupa.
Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dari
meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan neorologis lain
biasanya normal. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya berisi sel kurang dari 500
sel/mm3, walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. selnya hamper
selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus, dimana leukosit
polimorfonklear sering mendominasi pada awal penyakit. Virus parotitis dapat
diisolasi dari cairan serebrospinal pada awal penyakit.
2. Orkitis, Epididimitis
12
kepala, mual, dan nyeri perut bawah; bila testis kanan terlibat, appendisitis dapat
dikesankan sebagai kemungkinan diagnostik. Testis yang terkena menjadi nyeri dan
bengkak, dan kulit yang berdekatan edema dan merah. Rata-rata lamanya adalah hari.
Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar
13%, tetapi infertilitas absolut mungkin jarang.
3. Ooforitis
Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita
pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan fertilitas.10
4. Nefritis
Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang dewasa, kelainan
fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap penderita, dan virria terdeteksi pada
75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak belum diketahui. Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis, telah dilaporkan.
5. Pankreatitis
6. Miokarditis
7. Mastitis
8. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn insidennya rendah
(1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral. Kehilangan
13
pendengaran mungkin sementara atau permanen.
9. Komplikasi Okuler
10. Artritis
2. Aktif
14
atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan (Ngastiyah, 2007).
Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan
ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan
dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella (MMR yakni vaksin
Mumps, Morbili, Rubella). Pemberian vaksinasi dengan virus “mumps”,
sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi
“mumps” pada individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah
memberikan proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-
kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili,
rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal;
Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin;
demam akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan; limfoma; sedang
diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit; sedang mendapat
radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah
pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin
“Mumps” dalam situasi ini
DAFTAR PUSTAKA
1. Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi Mumps
Anak Sekolah Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3, Desember 2004.
p. 134-137
2. Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas; 2007. Jakarta: 2008. p.158
3. Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the United States.
15
The Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118, Issue; 2006.
p.938-941. Diakses dari http://www.jacionline.org /article/S0091-
6749(06)01582-X/fulltext pada bulan Mei 2014
4. Pudjiadi, Marissa Tania S., Sri Rejeki S. Hadinegoro. 2009. Orkitis pada
Infeksi Parotitis Epidemika : laporan kasus. Sari Pediatri. Vol. 11 (1) : 47-51.
5. Maharani, Laillyza A., Hadi Soenartyo. 2009. Mumps Unilateral Pada Pasien
Remaja. Oral Medicine Dental Journal. Vol. 1 (2) : 1-5.
6. Germaine L Defendi. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor: Medscape
Reference: 2012. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada bulan Mei
2014.
7. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC
8. Ray, C. G. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta : EGC.
9. Soedarmo, S. S. P., Garna H., Hadinegoro S. R. S., Satari H. I. 2008. Buku
Ajar Infeksi dan Pediatrik Tropis. Jakarta : IDAI.
10. Mumps, Pinkbook 2012, Epidemiology and Prevention of Vaccine
Preventable Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012
16