Anda di halaman 1dari 51

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Konsep dan Model Promosi Kesehatan


2.1.1 Definisi dan Tujuan Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka
dapat mandiri menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. (Depkes RI, 2007).
Tujuan promosi kesehatan dibagi menjadi tiga tingkatan, menurut (Ahmad, 2014),
yaitu berdasarkan program, pendidikan dan perilakunya. Tujuan program (jangka
panjang) meliputi refleksi dari fase sosial dan epidemiologi berupa pernyataan
mengenai hal-hal yang akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan
dengan status kesehatan. Tujuan pendidikan (jangka menengah) merupakan
pembelajaran yang harus dicapai agar perilaku yang diinginkan dalam mengatasi
masalah kesehatan dapat tercapai(Green dalam Ahmad, 2014). Sementara, tujuan
perilaku (jangka pendek) merupakan gambaran perilaku yang akan dicapai dalam
mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan
tindakan.
2.1.2 Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan memiliki visi dan misi tertentu.Visi promosi kesehatan
membahas mengenai pembangunan kesehatan Indonesia yang diatur dalam UU
Kesehatan No. 23 Tahun 1992.Isi dari visi tersebut yaitu meningkatnya
kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan,
baik fisik, mental dan sosial sehingga masyarakat dapat produktif secara ekonomi
maupun sosial (Notoatmodjo, 2012).Visi lainnya yaitu menerapkan pendidikan
kesehatan pada program-program kesehatan, baik pemberantasan penyakit
menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun
program kesehatan lainnya.
Sedangkan misi promosi kesehatan ialah terkait upaya pencapaian suatu
visi, di antaranya yaitu advokasi, mediasi dan kemampuan atau
keterampilan.Advokasi merupakan kegiatan terencana yang ditujukan kepada para
penentu kebijakan untuk mempengaruhi para pembuat keputusan bahwa program
kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui suatu keputusan
(Notoatmodjo, 2012).Mediasi (penghubung) berarti pelaksanaan promosi
kesehatan perlu menjalin kemitraan dengan berbagai program yang berkaitan
dengan kesehatan.Kemampuan (enable) berarti masyarakat diberikan suatu
keterampilan agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya secara
mandiri.
2.1.3 Sasaran Promosi Kesehatan
Pelaksanaan promosi kesehatan ditujukan kepada sasaran yang telah
disesuaikan. Sasaran dalam promosi kesehatan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu
(Kementerian Kesehatan, 2011):
1. Sasaran primer upaya promosi kesehatan adalah pasien, individu sehat dan
keluarga atau rumah tangga yang diharapkan dapat mengubah perilaku,
misalnya mengubah perilaku hidup tidak bersih dan tidak sehat menjadi
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2. Sasaran sekunder upaya promosi kesehatan yaitu para pemuka masyarakat
baik pemuka informal seperti pemuka adat dan pemuka agama, maupun
pemuka formal seperti petugas kesehatan dan pejabat pemerintahan, serta
organisasi kemasyarakatan dan media massa yang diharapkan dapat turut
serta dalam upaya peningkatan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga.
3. Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan, bidang lainnya yang berkaitan
dan pihak yang memfasilitasi sumber daya.
2.1.4 Ruang Lingkup dan Konsep Dasar Promosi Kesehatan
Ruang lingkup promosi kesehatan secara sederhana menurut
(Notoatmodjo, 2010) mencakup pendidikan kesehatan yang menekankan pada
perubahan perilaku, pemasaran sosial yang menekankan pada pengenalan produk
melalui kampanye, penyuluhan yang menekankan pada penyebaran informasi,
upaya promotif yang menekankan pada upaya pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan, upaya advokasi untuk mempengaruhi pihak lain dalam
mengembangkan kebijakan, pengorganisasian, pengembangan, pergerakan dan
pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan definisi promosi kesehatan yang merupakan proses yang
memungkinkan orang untuk meningkatkan kontrol atas status kesehatan mereka,
untuk itu kesehatan tidak hanya dipandang sebagai tujuan hidup melainkan juga
dipandang sebagai sumber daya bagi kehidupan sehari-hari karena kesehatan
merupakan konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta
kemampuan fisik.
2.1.5 Sejarah Promosi Kesehatan
Konferensi Promosi Kesehatan WHO secara global telah membentuk
konsep, prinsip, dan area aksi yang meletakkan promosi kesehatan dalam konteks
globalisasi yang lebih luas.(Ottawa 1986 dan Bangkok 2005).Konsep promosi
kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan kesehatan,
berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan masyarakat.
Konferensi tersebut telah meneliti pembuatan kebijakan publik (Adelaide 1988)
dan penciptaan lingkungan yang mendukung (Sundsvall 1991). Mereka telah
dianggap berperan penting dalam pembangunan kapasitas untuk promosi
kesehatan serta dalam mengatasi faktor-faktor penentu kesehatan (Jakarta 1997
dan Meksiko 2000).Mereka telah menyerukan tindakan untuk menutup
kesenjangan implementasi antara bukti dan aplikasi konkret dalam pembangunan
kesehatan (Nairobi 2009). Konferensi Global 8 dari Promosi Kesehatan (Helsinki
2013) meninjau pengalaman dalam terlibat dalam Kesehatan di Semua Kebijakan
pendekatan dan mendirikan bimbingan untuk tindakan nyata di negara-negara di
semua tingkat pembangunan (WHO, 2016).
Pada tahun 1986 di Ottawa, Kanada, berlangsung konfrensi internasional
promosi kesehatan yangmenghasilkan piagam Ottawa (Ottawa Charter).
Konferensi Internasional pertama pada Promosi Kesehatan, pertemuan di Ottawa
hari ke-21 ini November 1986, dengan ini menyajikan CHARTER ini untuk
tindakan untuk mencapai Kesehatan untuk Semua pada tahun 2000 dan seterusnya
(WHO, 2016)
Upaya promosi kesehatan awal difokuskan pada tanggung jawab individu
untuk kesehatan dan menekankan penentu perilaku dan pendekatan
pendidikan.Namun, bukti menunjukkan kesehatan yang program promosi juga
harus mengatasi lingkungan sosial dan fisik, karena ini juga berkontribusi
kesehatan yang buruk. Fokus pada promosi kesehatan sebagai suatu proses untuk
memungkinkan orang untuk mengatasi tantangan dan meningkatkan kontrol atas
lingkungan mereka untuk meningkatkan kesehatan mereka (WHO, 1986).
Dokumen ini meletakkan dasar untuk teori dan praktek promosi kesehatan dan
menekankan peran sumber daya sosial dan pribadi serta kemampuan fisik, dan
kebutuhanuntuk mencapai kesetaraan dalam kesehatan. Ottawa Charter juga
mendokumentasikan tanggung jawab nonpemerintahdan instansi pemerintah
dalam menciptakan lingkungan yang mendukung dan kebijakan publik kesehatan
(Pender;Murdaligh;Parson, 2015).
Konferensi ini terutama tanggapan terhadap harapan yang berkembang
untuk gerakan kesehatan masyarakat baru di seluruh dunia. Diskusi difokuskan
pada kebutuhan di negara-negara industri, tetapi memperhitungkan kepedulian
yang sama di semua wilayah lainnya. Ini dibangun di atas kemajuan yang dibuat
melalui Deklarasi Kesehatan Primer di Alma-Ata, Target Organisasi Kesehatan
Dunia untuk Kesehatan untuk semua dokumen, dan perdebatan baru-baru ini di
Majelis Kesehatan Dunia pada tindakan lintas sektoral untuk kesehatan.
Menurut Otawa Charter, kondisi fundamental dan sumber daya untuk
kesehatan adalah: perdamaian, berlindung, pendidikan, makanan, pendapatan,
eko-sistem yang stabil, sumber daya yang berkelanjutan, keadilan sosial, dan
keadilan. Peningkatan kesehatan memerlukan landasan prasyarat dasar,
yaituAdvocate, Enable, dan Mediate.Ottawa Charter adalah katalis yang
bergerakpromosi kesehatan di luar didefinisikan sebagai suatu kegiatan
pendidikan untuk konsep yang lebih luas yang jugaberfokus pada lingkungan
sosial dan politik (McQueen & De Salazar, 2011).Bangkok Charter
mengidentifikasi tindakan, komitmen dan janji yang diperlukan untuk mengatasi
faktor-faktor penentu kesehatan di dunia global melalui promosi
kesehatan.Bangkok Charter bertujuan membuat kebijakan dan kemitraan untuk
memberdayakan masyarakat, dan untuk meningkatkan kesehatan dan kesetaraan
kesehatan, harus menjadi pusat pembangunan global dan nasional(WHO, 2005).
Bangkok Charter ini mencakup penonton yang menjangkau orang,
kelompok dan organisasi yang sangat penting untuk pencapaian kesehatan,
termasuk: pemerintah dan politisi di semua tingkatan, masyarakat sipil, sektor
swasta, organisasi internasional, dan komunitas kesehatan masyarakat. Promosi
kesehatan PBB mengakui bahwa penikmatan standar kesehatan tertinggi adalah
salah satu hak dasar setiap manusia tanpa diskriminasi.promosi kesehatan
berdasarkan hak asasi manusia kritis dan menawarkan konsep positif dan inklusif
kesehatan sebagai penentu kualitas hidup dan meliputi mental dan spiritual
kesejahteraan. promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang untuk
meningkatkan kontrol atas kesehatan mereka dan penentunya, dan dengan
demikian meningkatkan kesehatan mereka. Ini adalah fungsi inti dari kesehatan
masyarakat dan berkontribusi terhadap pekerjaan menanggulangi penyakit
menular dan tidak menular dan ancaman lain terhadap kesehatan (WHO, 2005).

2.1.6 Tingkat Program Promosi Kesehatan


Program promosi kesehatan memiliki tiga tingkat, yaitu (Barker, 2007):
1. kesehatan primer cenderung berfokus pada orang-orang yang sehat dan
berfokus pada sekitar layanan seperti klinik untuk wanita, klinik bayi,
pesan seks yang aman, imunisasi anak (Barker, 2007). Tugas promosi
kesehatan tingkat ini seperti pencegahan yang bertujuan untuk mencegah
penyakit dan cedera, meningkatkan homeostasis biologis, dan self-
regulation tubuh dengan menyebarluaskan informasi kesehatan dengan
selektif yang berasal dari medis yang berkaitan dengan individu tentang
faktor risiko dan tindakan pencegahan yang terkait (Piper, 2009).
2. Promosi kesehatan sekunder berfokus pada orang-orang yang sudah
sakit dan perawat dalam situasi ini akan berusaha untuk membantu orang
kembali ke keadaan sehat (Barker, 2007). Tujuan dari manajemen diri
pasien yang memiliki cedera atau penyakit adalah untuk memaksimalkan
peluang pemulihan secara penuh, pemulihan fungsi dan untuk
meminimalkan risiko terjadinya komplikasi atau munculnya kembali
penyakit (Piper, 2009).
3. Promosi kesehatan pencegahan tersier berfokus pada situasi di mana
seorang pasien atau klien memiliki masalah kesehatan yang sedang
berlangsung atau cacat, misalnya pada orang yang memiliki kanker yang
agresif, mereka dapat ditawarkan perawatan paliatif untuk meningkatkan
kualitas hidup mereka dan menjadi sejahtera sebagai bentuk promosi
kesehatan (Piper, 2009; Barker, 2007).

2.1.7 Model Promosi Kesehatan


Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal
(fisik dan psikis) maupun faktor eksternal (sosial, budaya, lingkungan fisik,
politik, ekonomi seta pendidikan). Hal tersebut dapat menjadi latar belakang
dikembangkannya model-model kesehatan. Model-model promosi kesehatan
tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Health Belief Model (HBM), merupakan model kognitif, yang digunakan
untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan yang digunakan untuk
menjelaskan kegagalan partisipasi masyarakat secara luas dalam program
pencegahan atau deteksi penyakit. Menurut HBM, kemungkinan seseorang
melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi oleh keyakinan dan penilaian
kesehatan (Maulana, 2009) yang di pengaruhi oleh :
a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury
or illness). Hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang berpikir
bahwa penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi
dirinya. Oleh karena itu, jika ancaman yang dirasakan meningkat,
perilaku pencegahan juga akan meningkat.
b. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Pertimbangkan antara
keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan
tindakan pencegahan atau tidak.
c. Petunjuk berperilaku. Petunjuk berperilaku disebut sebagai keyakinan
terhadap posisi yang menonjol. Hal ini berupa berbagai informasi dari
luar atau nasihat mengenai permasalah kesehatan (misalnya media
massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga
yang lain atau teman).
HBM memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley &
Maddux; 1986 dalam Community Health Nursing, 2010). 6 komponen dari
HBM ini, yaitu :
1. Perceived Susceptibility (kerentanan yang dirasakan). Contohnya
seseorang percaya kalau semua orang berpotensi terkena kanker.
2. Perceived Severity (bahaya/kesakitan yang dirasakan). Contohnya
individu percaya kalau merokok dapat menyebabkan kanker.
3. Perceived Benefits (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang
diambil).Contohnya melakukan perilaku sehat seperti medical check
up rutin selain itu kalau tidak merokok, dia tidak akan terkena kanker.
4. Perceived Barriers (hambatan yang dirasakan akan tindakan yang
diambil).Contohnya kalau tidak merokok tidak enak, mulut terasa
asam.
5. Cues to Action (isyarat untuk melakukan tindakan).Saran dokter atau
rekomendasi menjadi cues to action untuk bertindak dalam konteks
berhenti merokok.
6. Self Efficacy. Merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang
dilakukan
2. Theory of Reasoned Action (TRA), digunakan dalam berbagai perilaku
manusia, khususnya berkaitan dengan masalah sosiopsikologis, kemudian
berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
berkaitan dengan perilaku kesehatan. (Maulana, 2009) Teori ini
menghubungkan antara keyakinan (beliefs),sikap (attitude), kehendak
(intention), dan perilaku.. TRA Merupakan model untuk meramalkan perilaku
preventif dan telah digunakan dalam berbagai jenis perilaku sehat yang
berlainan, seperti pengaturan penggunaan substanti terterntu (merokok,
alcohol, dan narkotik), perilaku makan dan pengaturan makan, pencegahan
AIDS dan penggunaan kondom dll. (Maulana, 2009)
 Keuntungan TRA. Teori TRA pegangan untuk menganalisis komponen
perilaku dalam item yang operasional. Fokus sasaran prediksi dan
pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan berada
dalam kendali seseorang, artinya perilaku sasaran harus diseleksi dan
diidentifikasi secara jelas.
 Kelemahan TRA. Kelemahan TRA adalah tidak mempertimbangkan
pengalaman sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat-akibat
jelas dari variable eksternal terhadap pemenuhan intensi perilaku.

3. Transteoritikal Model (TTM), adalah kerelaan individu untuk berubah,


yaitu merubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, dan yang sehat
menjadi lebih sehat lagi. Terbagi menjadi 5 tahap yaitu :
1) Pre-contemplation. Individu tidak mengetahui adanya masalah dan
tidak memikirkan adanya perubahan.
2) Contemplation.Individu berfikir tentang perubahan di masa yang akan
datang dengan cara memberi dukungan dan motivasi.
3) Decission/ determination. Membuat rencana perubahan namun butuh
bantuan dalam mengembangkan dan mengatur tujuan dan rencana
tindakan.
4) Action. Implementasi dari rencana dan tindakan spesifik dapat dibantu
dengan diberikannya umpan balik dan dukungan sosial.
5) Maintenance. Individu dapat menunjukan tindakan yang ideal dan
mampu mengulangi tindakan yang direkomendasikan secara berkala.

4. PRECEDE dan PROCEED Model. Model ini dikembangkan untuk diagnosis


mengenai pendidikan mulai dari kebutuhan pendidikan sampaipengembangan
program. PRECEDE merupakan kependekandari Predisposing, Reinforcing,
and Enable Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Terdapat tujuh
tahap dalam merumuskan diagnosis dalam model ini, yaitu: diagnosis sosial,
diagnosis epidemologi, diagnosis perilaku dan lingkungan, diagnosis
pendidikan. Perawat dapat mengembangkan pernyataan diagnosa yang
menggambarkan pendidikan apa yang dibutuhkan oleh klien (Ivanov &
Blue, 2008).
PROCEED yang merupakan kependekan dari Policy, Regulatory, and
Organizational Construct for Educational and Enviromental
Development digunakan untuk merencanakan, mengimplementasi, dan
mengevaluasi dalam program pendidikan kesehatan. Model ini terdiri dari
empat tahap implementasi, proses, dampak, dan evaluasi hasil dari proses
pendidikan (Ivanov & Blue, 2008).
Fokus model ini adalah mempengaruhi individu, kelompok dan masyarakat
untuk berperilaku sehat dalam diagnosa, pendidikan dan evaluasi. Green &
Kreuter (2005) dalam Saifah (2011) mendefinisikan bahwa terdapat tiga
faktor yang dapat digunakan dalam menginvestigasi perilaku yang
berkontribusi terhadap status kesehatan, yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposing factor)
b. Faktor pemungkin (enabling factor)
c. Faktor penguat (reinforcing factor)

2. 2 Kebijakan Promosi Kesehatan


2.2.1 Peran Kebijakan Nasional dalam Promosi Kesehatan
Di dalam promosi kesehatan, ada keterlibatan tiap-tiap sektor dalam
membuat hingga menjalankan kebijakan.Dinas kesehatan provinsi
mengembangkan, mengkoordinasi dan memfasilitasi promosi kesehatan,
kabupaten/kota memperkuat pemberdayaan masyarakat oleh kabupaten/kota bina
suasana dan advokasi tingkat provinsi. Pemerintah
membuat program kegiatan sesuai masalah kesehatan yang ada di dinas kesehatan
provinsi, sementara pemerintahan tingkat pusat mempromosikan kesehatan,
mengembangkan kebijakan nasional, menjadi pedoman dan standar fasilitas serta
koordinasi promosi kesehatan daerah bina suasana dan advokasi tingkat nasional.
Promosi kesehatan di daerah dikembangkan dari kebijakan nasional dan pedoman
standar promosi kesehatan yang didukung adanya fasilitas koordinasi promosi
kesehatan dari pemerintah pusat dan daerah dengan adanya bina suasana dan
advokasi.Kebijakan yang mengatur tentang promosi kesehatan adalah Permenkes
dan Kepmenkes.
2.2.1.1 Peran Tingkat Pusat

Ada 2 unit utama di tingkat Pusat yang terkait dalam Promosi Kesehatan, yaitu:
1. Pusat Promosi Kesehatan
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Pengelolaan promosi kesehatan khususnya terkait program Pamsimas di


tingkat Pusat perlu mengembangkan tugas dan juga tanggung jawabnya antara
lain :

1. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang


terkait dengan kegiatan promosi kesehatan secara nasional
2. Mengkaji metode dan teknik-teknik promosi kesehatan yang effektif untuk
pengembangan model promosi kesehatan di daerah
3. Mengkoordinasikan dan mengsinkronisasikan pengelolaan promosi kesehatan
di tingkat pusat
4. Menggalang kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan lain yang
terkait
5. Melaksanakan kampanye kesehatan terkait Pamsimas secara nasional
6. Bimbingan teknis, fasilitasi, monitoring dan evaluasi.
2.2.1.2 Peran Tingkat Propinsi

Sebagai unit yang berada dibawah naungan tingkat pusat, maka peran
tingkat Provinsi, khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi antara lain sebagai berikut:

1. Menjabarkan kebijakan promosi kesehatan nasional menjadi kebijakan


promosi kesehatan local (provinsi) untuk mendukung penyelenggaraan
promosi kesehatan dalam wilayah kerja Pamsimas
2. Meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan promosi
kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat
agar mampu ber-PHBS.
3. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat pada level provinsi
4. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta
mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program
dan lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS dalam level Provinsi
2.2.1.3 Peran Tingkat Kabupaten
Promosi Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten, khususnya
yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mencakup hal-hal
sebagai berikut :

1. Meningkatkan kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya dalam


penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
2. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan yang
bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
3. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
4. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta
mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program
dan lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS.

Kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa


Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuanhidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Wujud upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu :

1) Upaya kesehatan wajib, yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional,


regional, global, serta memiliki daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat meliputi :
 promosi kesehatan
 kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga
berencana
 perbaikan diri masyarakat, pencegaham dan pemberantasan penyakit
menular
 pengobatan
2) Upaya kesehatan pengembangan, adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan
dengan kemampuan sektor pelayanan kesehatanyang terkait.
Kebijakan sosial memberikan pengetahuan bagaimana melakukanhealthy
public policy dimana mengembangkan kebijakan untuk meningkatkan
kesehatan.Bidang kebijakan sosial dapat memberikan pengetahuan reflektif
penting pada asalmula promosi kesehatan itu sendiri dan pada kemunculannya
sebagai jenis kebijakan kesehatan yang lebih baru.Kebijakan sosial terdiri dari
perspektif yang bermacam-macam, hal itulah yang merefleksikan asumsi-asumsi
yang berbeda tentang dunia sosial.
Oleh karenanya, studi kebijakan sosial akan memberikan sumbangan besar
pada promosi kesehatan. Hal tersebut akan terus memberikan pemahaman
bagaimana ciri-ciri menonjol healthy public policy dalam lingkungan kebijakan
saat ini; peran negara, penduduk, dan masyarakat dalam pengembangan
kebijakan; proses dan kemungkinan pengembangan visi healthy public policy,
jangkauan kerjasama lintas sektoral; jangkauan koordinasi healthy public policy,
dan bagaimana “public good” dapat direkonsiliasikan dengan minat individu dan
minat lainnya dalam memelihara healthy public policy. Program-program di area
studi berkaitan dengan pengembangan ke kebijakan sosial seperti juga pada
healthy public policy, membawa kita untuk mempertimbangkan promosi
kesehatan sebagai kebijakan sosial.

2.2.2 Kebijakan Internasional Promosi Kesehatan


Dasar kebijakan internasional promosi kesehatan sudah terbentuk sejak
dilaksanakan konferensi pertama di kota ottawa canada pada tahun 1986 dengan
tema “menuju kesehatan masyarakat baru” dan menghasilkan dasar promosi
kesehatan yaitu Piagam Ottawa. Selanjutnya konferensi promosi kesehatan terus
dilakukan di tempat yang berbeda sampai terakhir yaitu konferensi ke tujuh di
kenya pada tahun 2009. Pada setiap dilakukan konferensi akan menghasilkan
strategi baru untuk menyelasaikan masalah yang muncul pada periode tersebut di
dunia.
Konferensi promosi kesehatan I dilakukan di kota Ottawa Canada tahun
1986 dengan tema “Menuju kesehatan masyarakat baru” mengahasilkan piagam
Ottawa. Piagam Ottawa menyebutkan ada sembilan faktor prasyarat untuk menuju
kesehatan: perdamaian, tempat tinggal, pendidikan, makanan, pendapatan,
ekosistem yang seimbang, sumberdaya yang berkesinambungan, keadaan sosial
sejahtera, dan pemerataan. Piagam Ottawa memiliki tujuan promosi kesehatan
yaitu: Advokasi (meyakinkan pembuat kebijakan aturan yang diajukan itu
penting), menjembatani (antara bidang kesehtan dan bidang lain), dan
memampukan (membuat masyarakat mandiri). Strategi promosi kesehatan dalam
Piagam Ottawa ada lima, yaitu mengembangkan kebijakan publik berkaitan
dengan kesehatan, membuat lingkungan yang sehat, membangun masyarakat yang
aktif, mengembangkan ketrampilan masyarakat, dan reorientasi sistem pelayanan
kesehatan.
Konferensi promosi kesehatan ke dua di Adelaide, Australia tahun 1988
dengan tema “Membangun kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”.Dalam
konferensi kedua strategi yang digunakan mengarah untuk mendukung terciptanya
masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang sehat dan berprilaku sehat. Untuk
mencapai tujuan tersebut menggunakan enam strategi, yaitu kebijakan publik
berwawasan kesehatan, mengupayakan revvitalisasi nilai-nilai asasi kesehatan,
pemerataan akses pelayanan kesehatan, akuntabilitas program kesehatan,
meningkatkan pelayanan, dan kemitraan.Dalam konfrensi ini juga membagi
prioritas kebijakan publik di bidang kesehatan, yaitu program perempuan, pangan
dan gizi, tembakau dan alkohol, dan lingkungan yang baik.
Konferensi promosi kesehatan ke tiga di Sundvall, Swedia tahun 1991
dengan tema “Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan”. Dalam
koferensi ini menghasilkan model yang dijalankan dengan praktis dalam promosi
kesehatan, yaitu Health promotion strategy analysis model (HELPSAME) berupa
analisis pengalaman dalam menciptakan lingkungan yang mendukung, Sundsvall
pyramid of supportive enviroment, dan Supportive enviroment action
model berupa fasilitator dalam kelompok.
Konferensi promosi kesehatan ke empat di Jakarta, Indonesia dengan tema
“Pemeran baru di era baru” tahun 1997.Konferensi ini menghasilkan Deklarasi
Jakarta yang berisi pendekatan baru promosi kesehatan. Deklarasi jakarta terdiri
dari empat pendekatan, yaitu pendekatan komprehensif berupa promosi kesehatan
dilakukan secara serentak, pendekatan melalui tatanan berupa ahli kesehatan ikut
dalam kursi pemerintahan, institusi pendidikan, dan institusi pelayanan kesehatan,
pendekatan peran serta masyarakat, dan pendekatan pembelajaran kesehatan.
Konferensi promosi kesehatan ke empat menghasilkan prioritas
peningkatan kesehatan.Pertam meningkatkan tanggung jawab sosial dalam
kesehatan yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan.Prioritas kedua
meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan.Prioritas ketiga yaitu
meningkatkan kemitraan untuk meningkatakan pelayanan kesehatan.Prioritas ke-
empat yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pemberdayaan
masyarakat, dan mengembangkan infrastruktur secara bertahap dan berkelanjutan
untuk meningkatkan intensitas promosi kesehatan.
Konferensi promosi kesehatan ke lima di Mexico, Mexico tahun 2000
dengan tema “menjembatani kesenjangan pemerataan”. Konferensi ini
menghasilkan program-program kementrian berupa delapan macam, yaitu
menghargai pencapaian standar kesehatan sebagai aset positif bagi kenyamanan
hidup dan pertumbuhan pembangunan sosial ekonomi dan pemerataan,
memahami promosi kesehatan sebagai tanggung jawab bersama, terjadi perbaikan
layanan kesehatan, menyadari banyak masalah belum teratasi, infeksi mengurangi
keberhasilan bidang kesehatan, pentinganya kolaborasi, promosi kesehatan
komponen dasar publik, dan strategi efektif.

2. 3 Konsep Perubahan, Kolaborasi, Kemitraan dan Motivasi dalam


Promosi Kesehatan.
2.3.1 Konsep Perubahan dalam Promosi Kesehatan

Menurut Pender (2006, dalam Potter & Perry, 2013) Perubahan perilaku
sehat merupakan suatu usaha untuk berubah yang dapat ditunjukkan dengan
penghentian tingkah laku yang memperburuk kesehatannya atau meningkatkan
tingkah laku sehat.Sedangkan yang dimaksud perilaku hidup sehat adalah
tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya
(Maulana, 2007).

Perubahan perilaku sehat menurut Prochaska, Redding, dan Evers (2009, dalam
Kozier et al, 2015) perubahan perilaku sehat antara lain:

1) Tahap Prakontemplasi
Tahap prakontemplasi ialah tahap dimana klien membantah bahwa ia memiliki
masalah, klien tidak tertarik dengan informasi kesehatan atau klien pernah
mengalami kegagalan dalam proses perubahan sehingga masalah yang dihadapi
klien dianggap sebagai takdir dan membiarkannya saja.

2) Tahap Kontemplasi

Pada tahap ini klien menyadari masalah yang dihadapinya itu serius dan perlu
perubahan perilaku maka dari itu klien mulai mencari-cari informasi dan
mengungkapkan rencana untuk mengubah perilakunya.

3) Tahap Persiapan

Klien pada tahap ini sudah mulai membuat rencana khusus yang akan dilakukan
hingga akhir perubahan. Klien menganggap keuntungan perubahan perilaku lebih
banyak daripada kerugiannya.

4) Tahap Tindakan

Pada tahap ini klien sudah melakukan rencana yang telah dibuat sebelumnya
maka dari itu klien membutuhkan motivasi agar semangat dalam menjalani
rencana ini berjalan dengan baik.

5) Tahap Pemeliharaan

Tahap ini menekankan pada perubahan perilaku yang terjadi diintegrasikan ke


dalam gaya hidup klien. Klien yang gagal dalam tahap ini akan mengalami relaps
dan kembali ke tahap awal. Relaps merupakan suatu kesempatan untuk belajar
dari pengalaman dan memperbarui usaha untuk berubah (Kozier et al, 2015).

6) Tahap Terminasi

Klien pada tahap ini sudah yakin bahwa masalah bukan lagi godaan atau ancaman
bagi kehidupan. Sebagai contoh, klien tadi sudah tidak takut beresiko diabetes
melitus lagi karena ia sudah yakin bahwa dengan menjaga pola makan sehat dan
bergizi akan menurunkan berat badannya.

2.3.2 Hambatan Proses Perubahan Perilaku dan Jenis Perubahan Perilaku


Perubahan tersebut dapat dilihat ketika seseorang tidak melakukan tingkah laku
yang dapat menurunkan status kesehatannya (Nursalam & Efendi, 2008).

Hambatan Proses Perubahan Perilaku, (Alhamda, 2015) yaitu:

1. Ancaman kepentingan pribadi.


2. Persepsi yang kurang tepat.
3. Reaksi psikologis.
4. Toleransi terhadap perubahan rendah.
5. Kebiasaan. Ketergantungan.
6. Perasaan tidak aman.
7. Norma.

Perubahan perilaku manusia diklasifikasikan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:

1. Perubahan alamiah merupakan suatu sikap atau perilaku yang terjadi


karena adanya perubahan alam atau lingkungan secara alamiah (Alhamda,
2015).
2. Perubahan terencana atau planned change adalah perubahan perilaku yang
terjadi karena memang direncanakan oleh orang yang bersangkutan.
3. Kesiapan berubah atau readiness to change adalah perubahan perilaku
yang terjadi karena terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang
bersangkutan, dimana proses internal ini berbeda pada setiap individu
(Alhamda, 2015).
4. Perubahan evolusioner adalah perubahan yang bertingkat, merupakan hasil
modifikasi perilaku sebelumnya, dan membutuhkan waktu yang tidak
singkat.
5. Perubahan revolusioner adalah perubahan yang cepat, drastis, dan
merupakan tipe perubahan yang mengancam yang mungkin secara komplit
keluar dari keseimbangan sistem. Perubahan revolusioner biasanya terjadi
pada situasi yang tidak aman, tidak dapat ditoleransi atau mengancam
nyawa seperti perubahan perilaku yang terjadi pada masyarakat dimana
terjadi wabah influenza serius, atau pada situasi banjir
2.3.3 Konsep Motivasi
Motivasi menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000)
menjelaskan bahwa motivasi sebagai kondisi internal yang membangkitkan
seseorang untuk bertindak, mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu,
dan membuat seseorang tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.
1. Teori Proses
a.) Pada teori penguatan yang dikemukakan oleh Skinner, dikatakan bahwa
pembelajaran timbul dari akibat perilaku individu atau modifikasi perilaku.
b.) Teori pengharapan yang dikemukakan oleh Victor H. Vroom, dikatakan bahwa
kekuatan kecenderungan seseorang dalam bertindak bergantung pada harapan
bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya
tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan.
c.) Teori keadilan yang dikemukankan oleh Adam, menyatakan bahwa puas atau
tidaknya seseorang terhadap apa yang dikerjakannya merupakan hasil dari
membandingkan antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan, dan jem
kerjanya dnegan output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut.
d.) Kemudian untuk teori selanjutanya yaitu teori penetapan tujuan yang
dikemukakan oleh Edwin Locke, yang menyatakan bahwa penetapan suatu tujuan
tidak hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi juga memengaruhi ornag
tersebut untuk mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya.
 FAKTOR/HAMBATAN MOTIVASI
Bastable (2002) menjelaskan bahwa faktor yang bersifat memfasilitasi
atau menghalangi untuk membentuk motivasi belajar terdiri atas 3 faktor, yakni
(1)atribut pribadi, yang terdiri atas komponen fisik, perkembangan, dan psikologis
peserta didik; (2)pengaruh lingkungan, yang mencakup kondisi fisik dan sikap
peserta didik; dan (3)system hubungan peserta didik, misalnya pihak lain yang
berkepentingan, komunitas, keluarga, dan pengaruh pengajar-peserta didik pada
motivasi.
 PENERAPAN KONSEP MOTIVASI DALAM PROMOSI KESEHATAN
Peran perawat sebagai instrument peningkatan motivasi kerja Peran
perawat sebagai instrument peningkatan motivasi kerja:
1.Model
2.Energizer
3.Investor
4.Teacher coach
5. Problem solver
6.Feedback giver
7.chalengger
1. Status ansietas optimal
Pada keadaan ini, kemampuan seseorang untuk mengobservasi,
memfokuskan perahtian, belajar, dan beradaptasi bersifat operatif (Peplau,
1989 dalam Bastable, 2002).Pada saat status ansietas individu ringan, hal
tersebut merupakan keadaan paling optimal untuk memberikan motivasi
kepada individu tersebut.Status ansietas ringan lebih mudah untuk diatur
dan memang diketahui dapat mempromosikan pembelajaran.
2. Kesiapan peserta didik
Sebagai fasilitator bagi peserta didik, seorang perawat sebagai pendidik
harus dapat memberikan dorongan dan perspektif yang positif, yang
membentuk perilaku yang diinginkan untuk mencapai tujuan.
3. Tujuan yang realistis
Tujuan yang tidak realistis serta banyaknya waktu yang hilang dapat
mengakibatkan peserta didik memasuki tahap “menyerah” untuk dapat
mencapai tujuan tersebut.Idealnya tujuan dibentuk bersama oleh peserta
didik serta pendidiknya agar mengurangi dampak negative dari maksud
tersembunyi maupun penyabotan rencana pendidikan.
4. Kepuasan/keberhasilan peserta didik
Ketika peserta didik merasa puas dengan tahap demi tahap pencapainnya,
maka hal ini mengakibatkan meningkatnya motivasi pada diri peserta
didik tersebut. Dengan fokus pada keberhasilan sebagai suatu cara untuk
memberikan kekuatan positif dapat meningkatkan kepuasan peserta didik
dan rasa pencapaiannya. Sebaliknya, jika berfokus pada kinerja klinis yang
buruk maka harga diri peserta didik dapat berkurang.
5. Berkurang atau bertahannya ketidakpastian
Mishel (1990) dalam Bastable (2002) melihat ketidakpastian sebagai
kebutuhan dan irama alami kehidupan lebih daripada pengalaman yang
merugikan.Ketidakpastian mempengaruhi pilihan.Hal ini dapat menjadi
yang utama dalam kesiapan untuk berubah dan mempengaruhi perilaku
sehat peserta didik.
2.3.4 Konsep Kolaborasi

Pada lingkup keperawatan komunitas, kolaborasi berarti interaksi yang memiliki


tujuan yang melibatkan perawat, profesi lain, klien serta anggota komunitas lain
berdasarkan kesamaan nilai, usaha dan partisipasi (Kozier, 2015). Sehingga,
kolaborasi memiliki dua kunci utama yakni adanya kesamaan tujuan dan
keterlibatan beberapa pihak. Terdapat penjelasan mengenai praktik kolaborasi,
menurut Murdaugh, C.L., dan Parsons, M.A., Pender, N.J. (2015) bahwa praktik
kolaborasi dapat terjadi saat penyedia layanan kesehatan bekerjasama dengan
orang-orang se-profesi, antar profesi dan pasien beserta keluarganya. Dalam
menjalankan praktik kolaborasi dibutuhkan rasa saling percaya diantara individu
yang terlibat.

Kolaborasi memiliki beberapa karakteristik, sehingga dapat dibedakan dari


interaksi lainnya. Karakteristik tersebut menurut DeLaune, S. C., dan Ladner, P.
K. (2011) yakni:

1. Kesamaan tujuan 4. Partisipasi yang saling menguntungkan

2. Tanggung jawab yang jelas 5. Ada batasan yang jelas yang telah ditentukan

3. Maksimalisasi penggunaan sumber daya

Selain karakteristik, kolaborasi juga memiliki strategi demi mencapai kolaborasi


yang efektif.Strategi menurut Murdaugh, C.L., dan Parsons, M.A., Pender, N.J.
(2015) adalah:

1. Menentukan tujuan serta kegunaan dari sebuah tim dengan jelas

2. Pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas

3. Berkomunikasi secara berkala


4. Saling mempercayai, menghormati, memahami dan mendukung satu sama lain

5. Memberikan pengakuan dan apresiasi terhadap segala kontribusi yang


dilakukan oleh seluruh anggota tim

6. Kepemimpinan yang efektif

7. Mengatur mekanisme serta strategi dalam menyelesaikan tugas

8. Mengadakan pertemuan secara rutin

Terdapat elemen kunci efektifitas dalam kolaborasi.Elemen tersebut menurut


Murdaugh, C.L., dan Parsons, M.A., Pender, N.J. (2015) yakni sebagai berikut:

1. Kerjasama 4. Komunikasi

2. Asertifitas 5. Otonomi

3. Tanggung jawab 6. Koordinasi

2.3.5 Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan upaya


menumbuhkan kemampuan masyarakat agar mereka mempunyai daya atau
kekuatan untuk hidup mandiri menjaga kesehatannya (Depkes RI, dalam
Maulana, 2009).Upaya tersebut dilakukan sesuai dengan keadaan, masalah, dan
potensi sepempat dan dilakukan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat. Hasil
output dari pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat di bidang kesehatan.
Pemberdayaan peran klien dalam promosi kesehatan berhubungan dengan sadar
sehat klien.Sadar sehat melibatkan kemampuan membaca, mengatahui,
memahami, dan bertindak berdasarkan informasi medis dan kesehatan.
Pemberdayaan klien penting bagi perawat, karena jika klien mempunyai
kesadaran sehat yang rendah akan berdampak pada ketidak mampuan klien dalam
membuat keputusan yang efektif ketika bekerja sama dengan tenaga kesehatan,
yang akan mengahasilkan kesehatan yang buruk.

Sasaran pemberdayaan masyarakat adalah perorangan, keluarga, dan masyarakat


umum.Sasaran primer pemberdayaan adalah masyarakat itu sendiri.Pemberdayaan
masyarakat dapat dilakukan melalui partisipasi aktif masyarakat.Menurut Kasmel
dan Andersen (2011), pemberdayaan melalui partisipasi memliki tiga komponen
esensial yaitu:

1. Partisipasi adalah proses aktif, dimana semua anggota masyarakat saling


menyuarakan pendapatnya.

2. Partisipasi adalah pilihan, dimana semua berhak untuk membuat keputusan


yang berpengaruh dalam kehidupan.

3. Partisipasi yang efektif

Menurut Maulana (2009) ada beberapa prinsip, model atau bentuk, dan langkah
kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:

Prinsip

1. Menumbuh- kembangkan potensi masyarakat.

2. Menumbuhkan kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan

3. Mengembangkan kegiatan kegotong- royongan di masyarakat

4. Bekerja sama dengan masyarakat

5. Promosi, pendidikan dan pelatihan dengan sebanyak mungkin menggunakan


dan memanfaatkan potensi setempat

6. Upaya dilakukan secaran kemitraan dengan berbagai pihak

7. Desentralisasi (sesuai dengan keadaan dan budaya setempat)

Model dan bentuk

1. Pemberdayaan pimpinan masyarakat

2. Pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

3. Pemberdayaan pendanaan masyarkat

4. Pemberdayaan sarana masyarakat

5. Peningkatan pengetahuan masyarakat

6. Peningkatan pengetahuan masyarakat


7. Pengembangan teknologi tepat guna

Langkah kegiatan di tingkat operasional

1. Pendekatan pada pimpinan masyarakat (ad vokasi)

2. Survei mawas diri, atau pengkajian masalah di masyarakat (community


diagnosis)

3. Perumusan masalah dan kesepakatan bersama dalam musyawarah masyarakat


desa (community prescription)

4. Pemecahan masalah bersama (community treatment)

5. Pembinaan dan pengembangan (development)

2.3.6 Konsep Kemitraan

Kemitraan adalah suatu hubungan atau sebuah kerja sama antara kedua
belah pihak atau lebih, didasarkan pada kesetaraan, keterbukaan, dan saling
menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2012). Victoria Health
Promotion Foundation (2011) mengemukakan tujuan dari kemitraan, yang dibagi
menjadi tujuan umum dan khusus.Tujuan umum dari kemitraan adalah untuk
meningkatkan percepatan, efektivitas, serta efisiensi terkait upaya kesehatan dan
upaya pembangunan pada umumnya. Tujuan khususnya adalah berhubungan
dengan aspek rasa di dalam sebuah kesepakatan kerja sama, terkait rasa saling
membutuhkan, percaya, memerlukan, membantu, dll. Hasil yang diharapkan
dengan bermitra berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan, yaitu terjadinya
percepatan, efektivitas, dan efisiensi dalam berbagai upaya termasuk
kesehatan.

Tingkatan kemitraan dalam promosi kesehatan menurut Victoria Health


Promotion Foundation (2011) adalah: (1) Jaringan/ Networking (melibatkan
pertukaran informasi dan memerlukan waktu serta kepercayaan; (2) Koordinasi/
Coordinating (informasi, dan menggubah kegiatan berdasarkan tujuan bersama);
(3) Kerjasama/ Cooperating (informasi, kegiatan, dan berbagi sumber daya); (4)
Kolaborasi/ Collaborating (sampai pada tahap peningkatab kapasitas mitra lain
untuk saling menguntungkan dengan berpegang pada tujuan bersama).
Sifat kemitraan bergantung pada kebutuhan, tujuan, serta kesediaan
dari lembaga, profesi, atau individu yang berpartisipasi untuk terlibat dalam
kemitraan. Menurut Kuswidanti (2008) sifat kemitraan terdiri dari:

1. Incidental (sifat kerja sesuai dengan kebutuan sesaat ex: peringatan hari anak
Indonesia)
2. Jangka pendek (proyek dalam kurun waktu tertentu)
3. Jangka panjang (pelaksanaan program tertentu, ex: pemberantasan TB paru)

Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe
kemitraan yaitu:
a) Potential Partnership (peduli tetapi belum bekerja bersama secara dekat)

b) Nascent Partnership (pelaku kemitraan adalah patner, tetapi belum efisien)

c) Complementary Partnership (antar mitra sudah mendapay keuntungan dan


telah saling berpengaruh)

d) Synergistic Partnership (Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan


dan pengaruh dengan masalah pengembangan sistemik melalui penambahan
ruang lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian)

Prinsip dalam kemitraan yang menjadi pondasi dalam penatalaksanaan


terhadap tujuan bersama yang telah ditetapkan, terdiri dari (Ditjen P2M & PL,
2004): (1) Prinsip Kesetaraan (Equality); (2) Prinsip Keterbukaan; (3) Prinsip
Azas Manfaat Bersama (Mutual Benefit). Keberhasilan dari suatu kemitraan dapat
diniai melalui indikator berikut (Kuswidanti, 2008):

1. Input (semua sumber daya yang dimiliki)

2. Proses (kegiatan yang membangun, frekuensi dan kualiatas pertemuan tim


atau secretariat sesuai kebutuhan ex: lokakarya, kesepakatan, dll)

3. Output (terbentuknya jaringan kerja, yang terdiri dari berbagai unsur, dan
jumlah kegiatan yang berhasil terrealisasi dari rencana yang dimiliki)

4. Outcome (dampak yang dihasilkan dari terbentuknya suatu kemitraan terhadap


kesehatan masyarakat. Outcome kemitraan adalah menurunnya angka atau
indikator kesehatan (negatif), misalnya menurunkan angka orang kesakitan
atau angka kematian. Atau meningkatnya indikator kesehatan (positif),
misalnya meningkatnya ststus gizi anak balita)

Langkah-langkah dalam penatalaksanaan suatu kemitraan (Kuswidanti, 2008):


1) Pengenalan masalah dan seleksi masalah;

2) Melakukan identifikasi calon mitra dan pelaku potensial

3) Melakukan identifikasi peran mitra/jaringan kerjasama mitra dalam upaya


mencapai tujuan

4) Membuat kesepakatan

5) Menyusun rencana kerja (jadwal kegiatan, pengaturan peran dan tanggung


jawab)

6) Melaksanakan kegiatan terpadu yaitu menerapkan kegiatan sesuai


kesepakatan, dan melaporkannya secara berkala.

7) Pemantauan dan evaluasi.

2. 4 Prinsip, Metode, Media, dan Strategi Promosi Kesehatan


2.4.1 Prinsip Umum Promosi Kesehatan serta PrinsipSpesifik Promosi
Kesehatan di Keluarga, Tempat Kerja, Sekolah, dan Tempat Umum.
Dalam dunia kesehatan, tenaga kesehatan memberikan layanannya tidak
hanya pada pengobatan penyakit namun juga pada pencegahan penyakit. Dalam
proses pencegahan penyakit tenaga kesehatan dapat memberikan promisi
kesehatan guna meningkatkan status kesehatan kliennya. Dalam melaksanakan
promosi kesehatan baiknya mengikut prinsip-prinsip promosi kesehatan yang
berguna sebagai dasar dari pelaksanaan program promosi kesehatan. Berikut
merupakan prinsip-prinsip umum promosi kesehatan menurut Green & Sputh,
2006 dan Potvin & McQueen, 2001):
1. Empowerment atau pemberdayaan
2. Partisipative atau partisipasi
3. Holistic atau menyeluruh
4. Equitable atau kesetaraan
5. Intersectoral atau antar sector
6. Sustainable atau berkelanjutan
7. Multi-strategy
Dalam memberikan promosi kesehatan, tenaga kesehatan seperti perawat
juga perlu memahami prinsip promosi kesehatan yang lebih spesifik dalam tiap
ruang lingkup, yaitu:
1. Prinsip promosi kesehatan di keluarga:
a. Promosi kesehatan yang dilakukan harus bisa lebih spesifik sebab keluarga
merupakan kelompok masyrakat yang paling kecil.
b. Keluarga terdiri atas beberapa orang yang sudah terikat hubungan satu
sama lain, yaitu ayah, ibu, dan anak. Ketika promosi kesehatan yang
dilakukan telah dijalankan dengan baik, maka hal tersebut akan
berpengaruh kepada perilaku keluarga tersebut.
c. Setiap keluarga memiliki keunikannya tersendiri. Keunikan yang
dimaksud yaitu aturan yang dimiliki pada keluarga tersebut. Dalam hal ini
pemberi promosi kesehatan harus mampu menyesuaikan diri dengan
aturan tersebut agar keluarga tersebut bisa lebih terbuka dalam menerima
segala bentuk promosi yang dilakukan.
2. Prinsip Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
a. Komprehensif
Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan kegiatan yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu guma memaksimalkan tujuan yang ingin dicapai.
b. Partisipasi
Para peserta atau sasaran promosi kesehatan hendaknya terlibat secara
aktif mengidentifikasi masalah kesehatan yang dibutuhkan untuk
pemecahannya dan meningkatkan kondisi lingkungan kondisi lingkungan
kerja yang sehat.
c. Keterlibatan berbagai sektor terkait
Kesehatan yang baik adalah hasil dari berbagai faktor yang
mendukung.Berbagai upaya untuk meningkatkan kesehatan pekerja
hendaknya harus melalui pendekatan yang integrasi yang mana
penekanannya pada berbagai faktor tersebut bila memungkinkan.
d. Kelompok organisasi masyarakat
Program pencegahan dan peningkatan kesehatan hendaknya melibatkan
semua anggota pekerja.
e. Berkesinambungan atau Berkelanjutan
Program promosi kesehatan dan pencegahan hendaknya terus menerus
dilakukan dan tujuannya jangka panjang.

3. Prinsip Promosi Kesehatan di Sekolah


a. Melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan
sekolah yaitu peserta didik, orangtua dan para tokoh masyarakat maupun
organisasi-organisasi di masyarakat.
b. Memberikan pendidikan kesehatan sekolah dengan kurikulum yang
mampu meningkatkan sikap dan perilaku peserta didik yang positif
terhadap kesehatan serta dapat mengembangkan berbagai keterampilan
hidup yang mendukung kesehatan fisik, mental, dan sosial.
c. Memperhatikan pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk guru maupun
orangtua.
d. Mengupayakan agar sekolah mempunyai akses untuk di laksanakannya
pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu :
‒ Penjaringan, diagnosa dini, imunisasi serta pengobatan sederhana.
‒ Kerjasama dengan Puskesmas setempat
‒ Adanyaprogram-program makanan bergizi dengan memperhatikan
keamanan-keamanan makanan.

4. Prinsip Promosi Kesehatan di Fasilitas Layanan Kesehatan, (Ayubi, 2006):


a. Ditujukan untuk individu yang memerlukan pengobatan dan atau
perawatan, pengunjung, keluarga pasien.
b. Memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga atas masalah
kesehatan yang diderita pasien.
c. Memberdayakan pasien dan keluarga dalam kesehatan.
d. Menerapkan proses belajar di fasilitas pelayanan kesehatan.

5. Prinsip Promosi Kesehatan di Tempat Umum


Bentuk pendekatan massa diberikan secara tidak langsung, biasanya
menggunakan atau melalui media massa.Tempat umum merupakan sarana
yang dilalui oleh banyak orang, dapat dikatakan sasaran dari tindakan promosi
kesehatan di tempat umum tidak menentu. Maka penerapan yang paling
efektif adalah dengan memanfaatkan media berupa poster, spanduk, dan
lainnya.

2.4.2 Metode dalam Promosi Kesehatan


Pelaksanaan promosi kesehatan agar dapat menarik perhatian masyarakat
untuk mengikutinya, perlu memperhatikan metode yang digunakan dalam
promosi kesehatan. Metode promosi kesehatan merupakan cara atau pendekatan
tertentu yang digunakan dengan tujuan tercapainya tujuan dari proses promosi
kesehatan (Effendi & Makhfudli, 2009). Pendidik harus dapat memilih dan
menggunakan metode (cara) mengajar yang cocok atau relevan, sesuai dengan
kondisi setempat. Meskipun berlaku pedoman umum bahwa tidak ada satu pun
metode belajar yang paling baik dan tidak ada satu pun metode belajar yang
berdiri sendiri (Maulana, 2009).
Secara garis besar metode dalam proses promosi kesehatan terdapat dua
jenis metode, yaitu metode didaktif dan metode sokratik (Maulana, 2009).

a. Metode didaktif, didasarkan atau dilakukan secara satu arah atau one way
method, misalnya ceramah, film, leaflet, buklet, poster, dan siaran radio).
b. Metode sokratik, dilakukan secara dua arah atau two way method.
Metode ini kemungkinan antara pendidik dan peserta didik bersikap aktif
dan kreatif, misalnya diskusi kelompok, debat, panel, forum, buzzfgroup,
seminar, bermain peran, sosiodrama, curah pendapat, demonstrasi, studi
kasus, lokakarya, dan penugasan perorangan).
Pemilihan metode promosi kesehatan harus dilakukan secara cermat dan
tepat agar menjadi metode belajar yang efektif dan efisien ini harus
mempertimbangkan hal-hal berikut.
1. Hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan
2. Bergantung pada kemampuan guru atau pendidiknya
3. Kemampuan pendidik
4. Bergantung pada besarnya kelompok sasaran atau kelas
5. Harus disesuaikan dengan waktu pemerian atau penyampaian pesan.
6. Hendaknya mempertimbangkan fasilitas-fasilitas yang ada.
Metode pembelajaran selain terdapat dua jenis, metode pun menurut
Notoatmodjo, 2007) ; Maulana (2009), diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu,
metode pendidikan individu, kelompok, dan massa. Memiliki pendapat yang sama
menurut Departemen Kesehatan RI menggolongkan metode promosi kesehatan
berdasarkan jumlah sasaran yang ingin dicapai yaitu, pendekatan perorangan,
pendekatan kelompok, dan pendekatan massal.
1. Metode pendidikan individu
a. Bimbingan berisi penyampaian inforasi yang berkenaan dengan masalah
pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang disajikan dalam
bentuk pelajaran.
b. Konseling adalah proses belajar yang bertujuan memungkinkan konseling
(peserta didik) mengenal dan menerima diri sendiri serta realistis dalam
proses penyelesaian dengan lingkungannya (Nurihsan, 2005)
dalam (Maulana, 2009).
2. Metode pendidikan kelompok
a. Ceramah, ialah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicaraa di
depan sekelompok pengunjung atau pendengar. Metode ini dipergunakan
sesuai kondisi–kondisi tertentu.
b. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu atau beberapa ahli
tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat
dimasyarakat.
c. Diskusi kelompok, percakapan yang direncakan atau dipersiapkan di
antara tuga orang atau lebih tentang topik tertentu dan salah seorang di
antaranya memimpin diskusi tersebut.
d. Bermain peran (role play), peserta diminta memainkan atau memerankan
bagian-bagian dari berbagai karakter dalam suatu kasus.
e. Simulasi, suatu cara peniruan karakteristik-karakteristik atau perilaku-
perilaku tertentu dari dunia rill sehingga para peserta latihan dapat
berekasi seperti pada keadaan sebenarnya.
3. Metode pendidikan massa
Metode pendidikan massa dilakukan untuk mengonsumsikan pesan-pesan
kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat. Pesan yang ingin disampaikan
perlu dirancang agar dapat ditangkap oleh massa.
Metode kesehatan pun dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi
dan indera penerima dari sasaran promosi kesehatan.
1. Berdasarkan teknik komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung.
b. Metode yang tidak langsung.
2. Berdasarkan indera penerima
a. Metode melihat/memperhatikan.
b. Metode pendengaran
c. Metode “kombinasi”
2.4.3 Media Promosi Kesehatan
Dalam melakukan promosi kesehatan perlu diperhatikan media yang
digunakan agar dapat menarik perhatian sasaran dalam mengikuti promosi
kesehatan.Menurut (Kholid, A., 2012) media pembelajaran adalah sarana fisik
untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti buku, film, video dan
sebagainya.Media merupakan alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran (Maulana, H. D., 2007).Tujuan
dari penggunaan media dalam pengajaran yaitu untuk memperjelas pesan,
mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga, daya indra, menimbulkan semangat
belajar, interaksi langsung antara peserta didik dan sumber belajar, serta
memungkinkan peserta belajar mandiri sesuai bakat(Simamora, 2009).
Media yang berupa alat peraga berfungsi untuk(Maulana, H. D., 2007):
a. menimbulkan minat sasaran
b. mencapai sasaran yang lebih banyak
c. membantu mengatasi hambatan dalam pemahaman
d. merangsang sasaran untuk meneruskan pesan pada orang lain
e. memudahkan penyampaian informasi
f. memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran
g. mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi oleh
orang banyak.
h. mendorong keinginan untuk mengetahui, mendalami, dan mendapat
pengertian yang lebih baik.
i. membantu menegakkan pengetahuan yang diterima agar bisa lebih
lama tersimpan dalam ingatan.
Pelaksanaan promosi kesehatan membutuhkan media yang dapat
memudahkan aktivitas promosi kesehatan terutama pada saat pendidik (sumber)
tidak dapat bertemu langsung dengan sasaran. Adapun jenis – jenis media
pembelajaran menurut (Kholid, A., 2012) yaitu:
1. Media visual seperti grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun dan
komik
2. Media auditif seperti radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan
sejenisnya
3. Projected still media seperti slide, over head projector, in focus dan
sejenisnya
4. Projected motion media seperti film, televise, video, computer dan
sejenisnya.
Sedangkan, menurut Sharon, S. E. (2005) terdapat enam jenis dasar dari
media pembelajaran, yaitu:
1. Teks, yaitu penyampaian informasi yang berupa tulisan.
2. Media audio, seperti suara latar, musik, atau rekaman suara yang dapat
meningkatkan daya tarik sasaran.
3. Media visual, yaitu media yang memberikan rangsangan - rangsangan visual
seperti gambar/photo, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun poster dan papan
bulletin.
4. Media proyeksi gerak, seperti film geral, film gelang, program TV, video
kaset (CD, VCD, atau DVD).
5. Benda-benda tiruan/miniatur, seperti benda-benda tiga dimensi yang dapat
disentuh dan diraba oleh penerima pesan.
6. Manusia, yang dapat berupa guru, siswa, atau pakar/ ahli dibidang/ materi
tertentu.

Adapun ciri – ciri media pembelajaran menurut (Gerlach & Ely, 1971)
yaitu:

1. Ciri fiksasif
2. Ciri manipulatif
3. Ciri distributif
Kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran
menurut (Kholid, A., 2012) yaitu:
1. Sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi yang ingin dicapai.
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip
dan generalisasi
3. Praktis, luwes dan bertahan
4. Memperhatikan pengelompokan sasaran.
5. Penyaji terampil dalam menggunakan media.

2.4.4 Strategi Promosi Kesehatan: Advokasi


a. Advokasi
Pada dasarnya promosi kesehatan bertujuan untuk mengenalkan kesehatan
kepada masyarkat, untuk mencapai hal ini perlu adanya pendekatan persuasif,
dan menggunakan cara yang komunikatif serta inovatif yang memerhatikan
sasaran promosi kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terkait kesehatan(Maulana, 2007).Advokasi merupakan strategi
dengan pendekatan pimpinan dengan tujuan untuk mengembangkan
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Efendi & Makhfudli,
2009).Advokasi berperan dalam mendukung kegiatan promosi kesehatan
yang dapat memfasilitasi adaptasi perilaku dan lingkungan untuk
memperbaiki kesehatan.Pelaku advokasi kesehatan ialah orang yang peduli
terhadap upaya kesehatan dan memandang perlu adanya mitra untuk
mendukung upaya tersebut (Maulana, 2007).
b. Tahap Advokasi
Komitmen yang didapat dari proses advokasi tentunya tidak
berjalan dengan cepat karena melewati beberapa tahapan. Pertama,
mengetahui atau menyadari adanya masalah.Kedua, tertarik untuk ikut
mengatasi masalah.Ketiga, peduli terhadap pemecahan masalah (dengan
mencari alternatif pemecahan masalah).Keempat, sepakat untuk
memecahkan masalah dengan memilih caranya.Kelima, memutuskan
tindak lanjut kesepakatan. Bahan-bahan advokasi pun perlu disiapkan
terlebih dahulu dan matang, diataranya ialah sesuai minat dan sasaran
advokasi, memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah,
memuat peran sasaran dalam pemecahan masalah, berdasarkan fakta dan
bukti (evidence-based), dikemas secara menarik dan jelas, serta sesuai
dengan waktu yang tersedia (Depkes, 2011).
c. Proses Pendekatan Advokasi
Proses pendekatan dalam advokasi kesehatan ialah pendekatan
persuasive, dewasa, dan bijak. Menurut UNFPA dan BKKBN (2002)
terdapat lima pendekatan utama yaitu, melibatkan para pemimpin, bekerja
sama dengan media massa, membangun kemitraan, memobilisasi massa,
dan membangun kapasitas (Maulana, 2007). Advokasi akan lebih efektif
jika dilaksanakan dengan prinsip kemitraan, dengan membentuk jejaring
advokasi atau forum kerjasama. Hal tersebut dapat mendukung proses
advokasi karena akan terjadinya proses kerja sama yang didalamnya
terdapat pembagian tugas dan saling mendukung, maka sasaran advokasi
akan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, metode dan
media advokasi perlu ditentukan secara cermat, sehingga dapat terjalin
kerjasama yang baik (Depkes, 2011).
d. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dengan menggunakan strategi ini berupa
kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukung untuk mempengaruhi
terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat serta adanya sumber dukungan
dari aspek lain.

2.4.5 Strategi Promosi Kesehatan: Social Support dan Enpowerment


Proses belajar akan terlaksana dengan baik jika klien mengalami
perubahan tingkat pengetahuan, kesadaran maupun perilaku. Strategi-strategi
yang dibahas biasanya meliputi belajar-mengajar, pemecahan masalah,
penggunaan diri secara terapeutik, kepedulian, manajemen stres, modifikasi
pelaku, membuat kontrak, proses kelompok dan prinsip-prinsip praktik
keperawatan.Terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan untuk melakukan
perubahan tersebut pada klien yaitu empiric-rational change, normative-
reeducative, dan power-coersive (Allender, Rector, & Warner, 2014). Selain itu,
menurut WHO (1994) dan DepKes RI (2007) terdapat beberapa strategi dalam
promosi kesehatan, yaitu:
a. Bina Suasana (Social Support). Strategi ini dilakukan untuk mencari
dukungan sosial melalui tokoh masyarakat, baik tokoh masyarakat formal
maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah para tokoh
masyarakat, dapat menjadi jembatan antara sektor kesehatan sebagai
pelaksana program kesehatan dengan masyarakat sebagai penerima
program kesehatan.
b. Pemberdayaanadalah kegiatan yang melibatkan masyarakat berupa
kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam mengenali masalah
kesehatan mereka sendiri serta bersedia untuk memelihara, meningkatkan,
dan melindungi kesehatannya masing-masing (Efendi & Makhfudli,
2009). Tujuan umum dalam gerakan pemberdayaan masyarakat ini adalah
masyarakat mampu mengenali, memelihara, melindungi dan
meningkatkan kualitas kesehatannya termasuk apabila mereka sakit,
mereka dapat memperoleh pelayanan kesehatan tanpa mengalami kesulitan
terutama dalam biaya. Sasaran dan pelaku dalam gerakan pemberdayaan
masyarakat ditujukan pada masyarakat langsung sebagai sasaran primer.
Prinsip dalam gerakan pemberdayaan masyarakat ini berupa
menumbuhkembangkan potensi masyarakat, menumbuhkan kontribusi
masyarakat dalam upaya kesehatan, mengembangkan kegiatan yang
melibatkan kebersamaan antar-masyarakat, kerjasama masyarakat,
promosi pendidikan dan pelatihan dengan pemanfaatan potensi setempat,
upaya yang dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak dan sesuai
dengan keadaan atau budaya setempat. Selain prinsip dalam gerakan
pemberdayaan masyarakat, adapula bentuk dari gerakan pemberdayaan
masyarakat, yaitu community leader, community organizations, community
fund, community material, community knowledge, community technology,
dan community decision making.Dalam gerakan pemberdayaan
masyarakat dibutuhkan peran dari dinas kesehatan dalam kota maupun
kabupaten yang berupa pengkajian dalam membantu memahami
permasalahan kesehatan di wilayah tersebut, pemberi arah terkait tujuan
dan sasaran dari kegiatan yang akan dilakukan, memberikan bimbingan
dan bantuan teknis yang sesuai dengan keperluan serta memberikan
dukungan moral, memberikan dukungan sumber daya manusia dan
memantau perkembangan masalah kesehatan yang dialami. Indikator
keberhasilan terhadap strategi gerakan pemberdayaan masyarakat terdiri
dari indikator input, indikator proses dan indikator output (Maulana,
2009).

2. 5 Tahapan dan Intervensi Promosi Kesehatan


Pemberian promosi kesehatan dapat dilakukan untuk berbagai macam
klien, seperti individu, keluarga, dan masyarakat.Terdapat beberapa tahapan yang
harus dilakukan perawat untuk memberikan promosi kesehatan kepada
klien.Tahapan promosi kesehatan adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan
oleh perawat untuk memberi edukasi kesehatan kepada klien mulai dari kegiatan
mengkaji beberapa aspek klien seperti identitas klien, kebutuhan belajar hingga
mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan (Potter & Perry,
2009).Tahapan pemberian promosi kesehatan dibagi menjadi 5 langkah, yaitu
tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Kozier,
2012).
1. Pengkajian
Tahap pertama dalam promosi kesehatan adalah mengkaji tentang apa
yang dibutuhkan oleh klien untuk mencapai tujuan hidup sehat. Pengkajian
bertujuan untuk menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan klien.Berikut
adalah beberapa hal yang harus dikaji sesuai dengan jenis klien.
a. Pengkajian pada klien: individu
1) Riwayat keperawatan
2) Identitas klien
3) Pemeriksaan fisik
4) Gaya hidup
5) Risiko kesehatan
6) Budaya dan spiritual klien
7) Tekanan hidup
b. Pengkajian pada klien: keuarga
1) Identitas anggota keluarga (jumlah anggota keluarga, agama, usia,
pekerjaan, tingkat pendidikan, penghasilan, dll)
2) Lingkungan tempat tinggal keluarga
3) Suku atau budaya klien
4) Nilai dan norma keluarga
5) Riwayat kesehatan anggota keluarga
6) Pengkajian fisik anggota keluarga
c. Pengkajian pada klien: masyarakat
Berikut adalah hal apa saja yang perlu dikaji dimasyakarakat sebelum
memberikan promosi kesehatan menurut E.T. Anderson dan J. McFarlane (2007)
dalam Kozier, B., Erb., A.J. & Snyder (2012):
Hal yang dikaji Keterangan

Lingkungan fisik Mempertimbangkan batas-batas alam dan kepadatan penduduk,


tempat tinggal, dan kejadian kejahatan yang terjadi

Pendidikan Pertimbangkan fasilitas pendidikan baik dari segi kualitas


maupun kuantitas

Keselamatan dan Pertimbangkan pelayanan keamanan seperti polisi,


tranportasi pertimbangkan sanitasi air dan sumber air, kualitas udara, layanan
pembungan sampah, dan ketersediaan dan kemanan transportasi
umum serta ketersediaan ambulan

Kesehatan dan jasa Pertimbangkan pelayanan kesehatan yang tersedia, jumlah


social kejadian sakit akibat berbagai penyakit, jumlah kematian, jumlah
ibu hamil, bayi, dan balita, cakupan upaya kesehatan, dan jumlah
kader kesehatan

Komunikasi Petimbangkan alat dan media komunikasi yang digunakan,


seperti Koran lokal, radio, TV, akses internet, forum public,
ataupun papan bulletin informal

Ekonomi Pertimbangkan presentase penduduk yang bekerja dan atau


bersekolah, tingkat pendapatan, program kesehatan kerja, dan
industry yang tersedia

Rekreasi Pertimbangkan fasilitas rekreasi di masyarakat

Informasi yang terkandung pada kegiatan pengkajian ini merupakan dasar


untuk menetapkan proses asuhan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya
(Kozier, 2012).
2. Diagnosis
Pada tahap ini, perawat menetapkan masalah keperawatan pada klien
berdasarkan hasil dari pengkaijan yang sudah dianalisa.Diagnosis
keperawatan yang berkaitan dengan promosi kesehatan adalah diagnosis
sejahtera.Tujuan dari diagnosis tersebut adalah meningkatkan kesejarhteraan
klien tanpa menunjukan adanya masalah.Contoh diagnosis sejahtera seperti,
keseiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual, kesiapan meningkatkan
koping, kesiapan meningkatkan pengetahuan.
3. Perencanaan
Tahap perencanaan penting untuk memastikan bahwa promosi kesehatan
yang dilakukan benar-benar terfokus pada kebutuhan belajar klien yang
sesuai dengan tujuan/goal yang ditetapkan. Hal-hal yang perlu diidentifikasi
pada proses perencanaan ialah: Menetapkan tujuan, kebutuhan dan prioritas
pembelajaran klien, menetapkan domain yang dituju pada klien,
metode/strategi yang akan digunakan, menyiapkan bahan/materi
pembelajaran, waktu dan tempat pemberian promosi kesehatan, serta media
dan alat yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran klien. Lalu, berikut
adalah langkah-langkah penyusunan perencanaan pada promosi kesehatan:
1) Mengidentifikasi tujuan kesehatan dan perubahan perilaku: klien memilih
prioritas kesehatannya
2) Mengidentifikasi perilaku klien terhadap kesehatan
3) Menyusun rencana perubahan perilaku: dikaji ketidakkonsistensian klien
terhadap perilaku
4) Mengulang pertanyaan tentang manfaat perubahan: untuk menjadikan
klien termotivasi dalam perubahan kesehatan
5) Membahas pendukung dan kendala lingkungan: meningkatkan motivasi
positif
6) Menentukan kerangka waktu untuk implementasi
7) Komitmen terhadap tujuan perubahan perilaku: secara verbal dengan
kontrak tertulis
4. Implementasi
Pada tahap ini, perawat menjalankan perencanaan yang telah
disusun.Dibutuhkan peran klien untuk mencapai tujuan dari promosi
kesehatan tersebut.Tanggung jawab klien harus diselesaikan untuk
mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan.Pada jenis klien
masyarakat, promosi kesehatan dilakukan dengan pemberdayaan keluarga
melalui dasawisma, yang didukung oleh bina suasana. Pemberdayaan ini
melalui individu yang datang berkunjung ke fasilitas kesehatan masyarakat
seperti posyandu ataupun kader yang berkunjung ke lingkungan RT.
Sedangkan bina suasana dapat dilakukan dengan memanfaatkan media masa
yang tepat untuk masyarakat, misalnya koran online, spanduk, dll (Kemenkes
RI, 2014).
5. Evaluasi
Tahap evaluasi pada kegiatan promosi kesehatan sama dengan tahap
evaluasi pada proses keperawatan pada umumnya. Hal yang harus
diperhatikan pada tahap ini ialah standar yang ditetapkan dari tujuan dan
hasil, yang kemudian dijadikan pedoman evaluasi pada kegiatan promosi
kesehatan.Evaluasi yang dilakukan meliputi tiga evalusi, yaitu evaluasi
proses, evaluasi dampak, dan evaluasi hasil. Pada evalusi proses dilihat faktor
yang mempengaruhi promosi kesehatan seperti faktor pedisposisi. Evaluasi
dampak melihat dampak yang ditimbulkan setelah dilaksanakan promosi
kesehatan baik dari perilaku dan kebiasaan masyarakat maupun lingkungan.
Terakhir, evaluasi hasil akan terlihat kulitas hidup pada klien (Maulana, H. D.
J. 2007).

2. 6 . Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan


Peran perawat dalam praktik profesi memiliki beberapa elemen diantaranya
adalah kordinator, kolaborator, pembaharu, peneliti, advokat, konsultan, pendidik,
pelaksana, konselor, komunikator dan fasilitator (Allender, Rector, & Warner,
2014).Tujuan dari elemen ini yaitu memandirikan klien seoptimal mungkin
dengan mencakup aspek fisik, psikologik, sosial – cultural dan spiritual.Upaya ini
tidak hanya tentang masyarakat luas, namun juga dapat dilakukan untuk
perorangan, keluarga kemudian komunitas.Pada bagian ini, secara spesifik,
perawat komunitaslah yang memegang peranan. Perawat komunitas
mengintegrasikan keterlibatan komunitas dan pengetahuan tentang keseluruhan
populasi dengan pengalaman personal dan klinis di dalam populasi tersebut.

a. Peran perawat sebagai koordinator

Perawat komunitas memiliki peran dalam mengatur pelayanan kesehatan.


Sebagai kordinator perawat mengkaji arah administrasi yang menuju pada
pencapaian tujuan spesifik dari hasil assessment kebutuhan klien, merencanakan
dan mengatur kebutuhan klien, mengarahkan dan memimpin agar tujuan tersebut
dapat tercapai, terakhir, mengontrol dan mengevaluasi progress untuk meyakini
bahwa target telah tercapai. Selain itu juga perawat berfungsi sebagai kordinator
ketika mengawasi perawatan klien, mengawasi tenaga kesehatan lain yang
mendukung kesembuhan klien, menjalankan praktik klinis atau melakukan
assessment untuk kebutuhan kesehatan masyarakat.

Dalam setiap contoh, perawat terlibat dalam empat fungsi dasar yang
membentuk proses manajemen. Proses manajemen, seperti proses keperawatan,
menggabungkan serangkaian kegiatan pemecahan masalah atau fungsi:
perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan dan
mengevaluasi. Kegiatan ini sekuensial, namun juga terjadi secara bersamaan
untuk mengelola tujuan layanan (Cherry & Jacob, 2011).Sambil melakukan
fungsi-fungsi ini, perawat kesehatan masyarakat paling sering adalah manajer
partisipatif; yaitu, mereka berpartisipasi dengan klien, profesional lain, atau
keduanya untuk merencanakan dan melaksanakan jasa.

Perawat komunitas jarang praktik sendirian. Mereka harus bekerja dengan


banyak orang, termasuk klien, perawat lainnya, dokter, guru, pendidik kesehatan,
pekerja sosial, terapis fisik, ahli gizi, terapis okupasi, psikolog, ahli epidemiologi,
biostatistik, pengacara, sekretaris, ahli kesehatan lingkungan , perencana kota, dan
anggota legislatif. Sebagai anggota tim kesehatan, perawat komunitas berperan
sebagai kolaborator, yang berarti bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam
usaha bersama, bekerja sama sebagai mitra. Praktik kesehatan masyarakat yang
sukses tergantung pada ini multidisiplin kolegialitas dan kepemimpinan (Clark-
McMullen, 2010; Powell, Gilliss, Hewitt, & Flint, 2010).

b. Peran perawat sebagai kolaborator

Semua orang di tim memiliki kontribusi penting dan unik untuk membuat
untuk upaya pelayanan kesehatan. Seperti pada tim sepak bola, semua anggota
memainkan posisi masing-masing dan bekerja sama dengan anggota lain. Hal ini
juga berlaku pada tim tenaga kesehatan. Perawat komunitas memerlukan
keterampilan dalam berkomunikasi, dalam menafsirkan kontribusi yang unik
perawat ke tim, dan dalam bertindak tegas sebagai mitra sejajar. Peran kolaborator
mungkin juga melibatkan berfungsi sebagai konsultan.Contoh berikut ini
menunjukkan seorang perawat komunitas berfungsi sebagai kolaborator.

Tiga keluarga diperlukan untuk menemukan rumah jompo yang baik bagi
kakek mereka. Perawat kesehatan masyarakat bertemu dengan keluarga, termasuk
anggota tua; membuat daftar fitur yang diinginkan, seperti mandi dan akses ke
berjalan jalan; dan kemudian bekerja dengan pekerja sosial untuk mencari dan
mengunjungi beberapa rumah. Dokter masing-kakek-nenek 'dihubungi untuk
konsultasi medis, dan dalam setiap kasus, anggota lansia dilakukan seleksi akhir.
Dalam situasi lain, perawat komunitas bekerja sama dengan dewan kota,
kepolisian, warga lingkungan, dan manajer gedung tinggi apartemen warga
senior’ untuk membantu sekelompok orang tua mengatur dan lobi untuk jalan-
jalan yang lebih aman. Dalam contoh ketiga, perawat sekolah melihat kenaikan
dalam kejadian penggunaan narkoba di sekolah nya.Dia memulai program
konseling setelah perencanaan bersama dengan siswa, orang tua, guru, psikolog
sekolah, dan satu rehabilitasi obat lokal.

c. Peran perawat sebagai edukator

Peran sebagai edukator merupakan salah satu peran penting yang dimiliki oleh
perawat komunitas (Allender, Rector, Warner, 2014).Perawat sebagai pendidik
memiliki tujuan untuk melakukan promosi kesehatan.Penggabungan konten yang
spesifik kedalam disiplin ilmu keperawatan, pengetahuan dari teori edukasi dan
model perilaku sehat dapat memungkinkan pendekatan yang terintegrasi untuk
membentuk perilaku sehat pada peserta didik (klien) (Bastable, 2008).Beberapa
peran perawat sebagai edukator mencakup fasilitator perubahan, kontraktor,
organisator, dan evaluator. Pada lembar tugas ini akan dibahas peran perawat
sebagai fasilitator serta evaluator.

Peran perawat komunitas sebagai fasilitator menyatukan berbagai macam


orang dan kelompok untuk membicarakan mengenai isu dan kebutuhan yang
dipelukan.Peran sebagai fasilitator yang paling signifikan melibatkan membantu
masyarakat dan kelompok dengan berbagi pandangan untuk mencapai suatu
kesepakatan agar mereka dapat menemukan titik tengah untuk menyelesaikan
permasalahan serta membawa perubahan positif dan meredakan permasalahan
kesehatan spesifik pada komunitas (Lundy & Janes, 2009).

Perawat sebagai edukator disaat yang bersamaan berperan juga sebagai


fasilitator perubahan.Ketika pembelajaran dipandang sebagai sebuah bentuk
intervensi, maka pembelajaran perlu dipertimbangkan seperti dalam konteks
intervensi keperawatan lainnya yang dapat mempengaruhi perubahan (Bastable,
2008). DeTornay dan Thompsn (1987) dalam Bastable (2008) mengemukakan
bahwa penjelasan, analisis, pembagian keterampilan yang kompleks, demonstrasi,
praktik, pengajuan pertanyaan, dan pemberian kesimpulan merupakan cara yang
efektif dalam memfasilitasi perubahan di dalam situasi pembelajaran.

Program pendidikan, layaknya proyek perawatan kesehatan lain harus


dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik maupun konsumen.
Pengetahuan yang menyeluruh akan persyaratan rumah sakit, tenaga profesional,
serta tenaga kesehatan dapat membantu untuk mengidentifikasi kemungkinan
kebutuhan belajar staff sebagai peserta didik. Perawat sebagai edukator perlu
memantau penatalaksaan peraturan baru yang diterapkan serta perubahan yang
terjadi di dalam maupun di luar institusi berkaitan dengan pemberian asuhan
keperawatan.Penerapan pembelajaran yang dapat meningkatkan kesehatan
seseorang, keluarga, kelompok, atau komunitas menjadi ukuran evaluatif dari
pembelajaran (Bastable, 2008).

d. Peran perawat sebagai edukator

Peran sebagai edukator merupakan salah satu peran penting yang dimiliki oleh
perawat komunitas (Allender, Rector, Warner, 2014).Perawat sebagai pendidik
memiliki tujuan untuk melakukan promosi kesehatan.Penggabungan konten yang
spesifik kedalam disiplin ilmu keperawatan, pengetahuan dari teori edukasi dan
model perilaku sehat dapat memungkinkan pendekatan yang terintegrasi untuk
membentuk perilaku sehat pada peserta didik (klien) (Bastable, 2008).Beberapa
peran perawat sebagai edukator mencakup fasilitator perubahan, kontraktor,
organisator, dan evaluator. Pada lembar tugas ini akan dibahas peran perawat
sebagai fasilitator serta evaluator.

Peran perawat komunitas sebagai fasilitator menyatukan berbagai macam


orang dan kelompok untuk membicarakan mengenai isu dan kebutuhan yang
dipelukan.Peran sebagai fasilitator yang paling signifikan melibatkan membantu
masyarakat dan kelompok dengan berbagi pandangan untuk mencapai suatu
kesepakatan agar mereka dapat menemukan titik tengah untuk menyelesaikan
permasalahan serta membawa perubahan positif dan meredakan permasalahan
kesehatan spesifik pada komunitas (Lundy & Janes, 2009).
Perawat sebagai edukator disaat yang bersamaan berperan juga sebagai
fasilitator perubahan.Ketika pembelajaran dipandang sebagai sebuah bentuk
intervensi, maka pembelajaran perlu dipertimbangkan seperti dalam konteks
intervensi keperawatan lainnya yang dapat mempengaruhi perubahan (Bastable,
2008). DeTornay dan Thompsn (1987) dalam Bastable (2008) mengemukakan
bahwa penjelasan, analisis, pembagian keterampilan yang kompleks, demonstrasi,
praktik, pengajuan pertanyaan, dan pemberian kesimpulan merupakan cara yang
efektif dalam memfasilitasi perubahan di dalam situasi pembelajaran.

Program pendidikan, layaknya proyek perawatan kesehatan lain harus


dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik maupun konsumen.
Pengetahuan yang menyeluruh akan persyaratan rumah sakit, tenaga profesional,
serta tenaga kesehatan dapat membantu untuk mengidentifikasi kemungkinan
kebutuhan belajar staff sebagai peserta didik. Perawat sebagai edukator perlu
memantau penatalaksaan peraturan baru yang diterapkan serta perubahan yang
terjadi di dalam maupun di luar institusi berkaitan dengan pemberian asuhan
keperawatan.Penerapan pembelajaran yang dapat meningkatkan kesehatan
seseorang, keluarga, kelompok, atau komunitas menjadi ukuran evaluatif dari
pembelajaran (Bastable, 2008).

E. Peran perawat sebagai konselor

Peran perawat konselor merupakan perawat sebagai tempat untuk


konsultasi bagi pasien, keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatan yang dialami klien.Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan
permintaan klien (Kusnanto, 2004). Perawat sebagai konselor mempunyai tujuan
membantu klien dalam memilih keputusan yang akan diambil terhadap penyakit
yang dideritanya atau segala permasalahan yang terkait dengan kesehatan
masyarakat. Cara untuk mempermudah didalam mengambil keputusan klien wajib
mempertanyakan langkah – langkah yang akan diambil terhadap dirinya.

Keperibadian serta sikap yang kondesif untuk terciptanya interaksi yang


adekuat antara konselor dengan klien sangat diperlukan didalam mempermudah
melakukan proses pelayanan keperawatan secara profesional. Perawat konselor
menurut Potter & Perry (2013) perlu memiliki dan memenuhi persyaratan antara
lain:

1. Mempunyai minat dan sikap positif terhadap penyakit yang diderita.

2. Memiliki pengetahuan teknis mengenai perjalanan suatu penyakit.

3. Menguasai dasar – dasar teknis konseling.

4. Memiliki keterampilan.

Sikap seorang konselor didalam melakukan pelayanan terhadap kilen


diwaktu terjadinya konseling anrata lain: sabar, ramah, empati dan terbuka,
menghargai pendapat klien, duduk sejajar dan memposisikan dirinya sejajar
dengan klien, menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti, tidak
menilai dan bisa menerima klien apa adanya, mempu membina hubungan antara
konselor dengan klien, dapat menemukan kepercayaan dari klien yang
dibantunya, memberikan informasi yang lengkap dan rasional kepada klien,
menghindari pemberian info yang berlebihan, hanya memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh klien, dan membantu klien untuk mengerti dan mengingat (Potter
& Perry, 2013).

Jadi, dalam promosi kesehatan banyak sekali peran perawat yang harus
dilakukan, diantaranya adalah sebagai edukator dan konselor.Kedua peran ini
sangatlah penting untuk digunakan.Peran perawat sebagai konselor dan edukator
memiliki tujuan dan hambatan masing-masing yang harus diselesaikan sehingga
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat sebagai upaya pencegahan
penyakit dapat tercapai.

F. Peran perawat sebagai caregiver

Peran perawat yang paling dikenal secara publik adalah pemberi asuhan
atau caregiver.Menjadi seorang caregiver dalam sebuah komunitas, berarti
perawat memastikan bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya tersedia secara
individual atau keluarga, tetapi juga dalam tingkat kelompok atau
populasi.Asuhan keperawatan tetap dirancang untuk memenuhi kebutuhan
spesifik setiap kliennya, namun, asuhan keperawatan dalam sebuah kelompok
atau populasi memiliki bentuk tersendiri. Dibutuhkan kemampuan yang berbeda
untuk menkaji kebutuhan massa secara kolektif dan menyalurkannya. Caregiver
dalam keperawatan komunitas memiliki penekanan khusus yang berbeda dari
keperawatan dasar.Terdapat 3 penekanan yaitu holism, promosi kesehatan, serta
keterampilan tambahan. Dalam LTM ini, akan difokuskan penjelasan mengenai
perawat komunitas dalam promosi kesehatan.

Seorang perawat menyediakan asuhan keperawatan dalam semua


tahapan fase kesehatan, namun terutama adalah dalam mempromosikan kesehatan
untuk mencegah penyakit.Pelayanan yang efektif seperti mencari tahu klien yang
berisiko memiliki kondisi kesehatan yang buruk bisa memberikan pelayanan yang
preventif.

Perawat dapat mengidentifikasi kelompok masyarakat yang tertarik


untuk memiliki tingkat kesehatan yang lebih tinggi dan bekerja sama dengan
mereka untuk mencapai tujuan yang dinginkan serta memiliki perubahan perilaku
(Pender, Murdaugh, & Parsons, 2011). Contoh dari hal tersebut adalah, perawat
dapat membantu para karyawan sebuah perkantoran untuk hhidup lebih sehat
dengan berhenti merokok.Contoh-contoh lainnya adalah mengadakan seminar,
imunisasi, program perencanaan keliarga, dan lain-lain.

g. Peran perawat sebagai advokator

Isu mengenai hak klien sangat penting dalam pelayanan


kesehatan.Setiap klien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bijak,
adil, dan manusiawi.Banyak klien terutama yang berasal dari kalangan ekonomi
rendah, klien yang tidak memiliki asuransi kesehatan, klien dengan keterbatasan
bahasa, tidak terpenuhi haknya secara benar dalam pelayanan kesehatan.Hal ini
membuat klien menjadi frustasi, bingung, dan tak mampu koping dengan sistem
yang ada.Peran perawat adalah sebagai advokator hak klien yang mewakili klien
agar hak mereka dapat terpenuhi.

Klien membutuhkan seseorang untuk menjelaskan tentang pelayanan


yang akan mereka terima, menerima arahan yang tepat, serta untuk diwakili di
depan agen-agen penyedia kesehatan. Mereka membutuhkan seseorang untuk
memandu mereka dalam sistem pelayanan yang kompleks agar terpastikan bahwa
kebutuhan mereka terpenuhi. Hal ini sangat ditekankan terutama bagi minoritas
serta orang-orang yang kurang beruntung (Traeger, Thompson, Dickson, &
Prvencio, 2006)

Terdapat dua tujuan utama dalam advokasi klien.Yang pertama adalah


agar klien memiliki kuasa atas kebutuhan pelayanan kesehatan dirinya. Sampai
klien dapat mencari informasi yang ia butuhkan dan mengakses pelayanan
kesehatan dan sosial yang tepat, perawat harus berperan sebagai advokator kepada
klien dengan menunjukkan kepada mereka pelayanan apa yang tersedia, untuk
siapa pelayanan tersebut tersedia, dan bagaimana agar dapat mengakses pelayanan
tersebut. Tujuan kedua adalah agar sistem pelayanan kesehatan bisa lebih
responsif serta relevan dalam menunjang kebutuhan klien.Hal ini bisa dicapai
dengan membuat perubahan dalam pelayanan kesehatan yang buruk, sulit diakses,
serta tidak adil.

h. Peran perawat sebagai pembawa perubahan

Marriner torney (2009) mendiskripsi bahwa pembawa perubahan adalah


seseorang yang mengidentifikasikan masalah, mengkaji motifasi dan kemampuan
klien untuk berubah menunjukkan alternatif, menggali kemungkinan hasil dari
alternatif, mengkaji sumber daya menunjukkan peran pembantu, membina dan
mempertahankan hubungan membantu selama fase dari proses perubahan
membina dan mempertahankan hubungan pembantu, membantu selama proses
perubahan serta membimbing klien melalui fase-fase ini. Peningkatan dan
perubahan adalah komponen inti dari keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan perawat membantu klien untuk merencanakan melaksanakan, dan
menjaga perubahan seperti pengetahuan keterampilan, perasaan, dan perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatan klien tersebut.
Istilah pembaharuan juga dapat diartikan sama dengan kata inovasi
(innovation) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia memgartikan istilah inovasi
sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal baru atau sebagai penemuan baru
yang berbeda dari yang sudah ada yang sudah dikenal sebelumnya gagasan,
metode, atau alat.
Dari penjelasan yang terdapat dalam kamus diatas, secara harfiah istilah
pembaharuan dapat diartikan dalam dua pengertian. Pertama, pembaharuan
diartikan sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk memperbaharui sesuatu.
Kedua, pembaharuan (inovasi) dapat diartikan sebagai sesuatu penemuan hal baru
gagasan, metode, alat, atau yang lainnya yang berbeda dari yang sudah ada atau
sudah dikenal sebelumnya.
Selain peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan, terdapat
pembagian peran perawat menurut hasil lokakarya keperawatan Tahun 1983 yang
membagi menjadi empat peran diantaranya peran perawat sebagai pelaksana
pelayanan keperawatan, peran perawat sebagai pengelola pelayanan dan institusi
keperawatan, peran perawat sebagai pendidik dalam keperawatan serta peran
peran perawat sebagai peneliti dan pengembang pelayanan keperawatan
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama pembaharu yang sistematis, dan terarah sesuai dengan
metode pemperian pelayanan keperawatan Seorang perawat di harapkan dapat
menjadi pembaharu dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas,
inisiatif, dan cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkungannya. Kegiatan ini
dapat di peroleh melalui kegiatan riset atau penelitian.
Penelitian pada hakekatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur
kemampuan menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektivitas tindakan
yang telah di berikan. Kebutuhan dasar manusia terdiri dari kenutuhan biologis,
fisikologis sosial dan spritual pada masa yang akan datang, di harapkan seluruh
perawat memiliki pemahaman yang sama tentang hakikat keperawatan makna
keperwatan sebagai profesi praktik keperawatan profesional serta peran dan
fungsi perawat profesional.
Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan. Biasanya dilakukan oleh perawat dalam level struktural.
Peran perawat sebagai pembaharu sangat diperlukan, karena perawat
sebagai pembaharu merupakan jalan agar perawat membuat pembaharuan dalam
pelayanan kesehatan keperawatan karena syarat yang harus di miliki perawat
sebagai pembaharu ialah harus memiliki kreativitas, inisiatif, dan cepat tanggap
terhadap rangsangan dari lingkungannya. Kegiatan ini dapat di peroleh melalui
kegiatan riset atau penelitian.Penelitian pada hakekatnya adalah melakukan
evaluasi, mengukur kemampuan menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana
evektivitas tindakan yang telah di berikan. Kebutuhan dasar manusia terdiri dari
kenutuhan biologis, fisikologis sosial dan spritual pada masa yang akan datang, di
harapkan seluruh perawat memiliki pemahaman yang sama tentang hakikat
keperawatan makna keperwatan sebagai profesi praktik keperawatan profesional
serta peran dan fungsi perawat profesional dapat berjalan dengan baik.

Daftar Pustaka
Ahmad, Kholid. (2014). Promosi kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo.
Alhamda, S. (2015).Buku Ajar Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.

ANA. (2010). Nursing’s social policy statement: the essence of the profession.
Washington: Nursesbooks.org.

Ayubi, D.(2006). Universitas Indonesia. Retrieved from Universitas


Indonesia:staff.ui.ac.id/system/files/users/dian.../05promkespadatatanan.pp
t
Black, J., M., & Hawks, J., K. (2009) .Keperawatan medical bedah.(Terj. Rizal
Ashari). Jakarta: Salemba Medika.

Barker, S. (2007).Vital notes for nurses: psychology. Hoboken: Blackwell


Publishing Ltd.
Beryl, L., & Mulroy, J. (2004).A Partnership Model for Public Health: Five
Variables for Productive Collaboration.Retrieved from
http://www.coregroup.org/about/Partnership_model.pdf on October 31,
2016.

Buse, Kent, Mays, Nicholas, and Walt, Gill. (2005). Making health policy 2nd
edition. USA: McGraw-Hill
Canadian Public Health Association.(2010). Public Health - Community Health
Nursing Practice in Canda, Roles and Activities. Ottawa: Canadian Public
Health Association.
Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (1996). Nursing process: Application of
conceptual models. USA: Mosby-Year Book, Inc.
DeLaune, S. C., dan Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of nursing: Standards
and practices, 4th ed. Delmar Cengage Learning.

Daniel Mengistu, Equlinet Misganaw . (2006). Community Health Nursing .


Ethiopia: Ethiopia Public Health Training Initiative, The Carter Center, the
Ethiopia Ministry of Health, and the Ethiopia Ministry of Education.
Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, (2008). Panduan pelatihan
komunikasi perubahan perilaku, untuk KIBBLA, Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI, (2008). Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman
Pengelolaan Promosi Kesehatan, dalam Pencapaian PHB. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2012). Kemitraan Pemerintah dan Swasta Dalam
Pengendalian Kesehatan.Depkes RI.

Depkes. (2011, Oktober). Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan.


Retrieved from Departemen Kesehatan RI:
http://www.depkes.go.id/resources/download/promosi-kesehatan/panduan-
promkes-dbk.pdf
Ditjen P2M & PL. (2004).Pelatihan Manajemen P2L & PL Terpadu Berbasis
Wilayah Kabupaten/Kota Membina Kemitraan Berbasis Institusi. Depkes
RI.

Dixey, R. (2013). Health Promotion: Global Principles and


Practice. Pondicherry: Gutenberg press.
Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fertman, C. I., & Allensworth, D. D. (Ed.). (2016). Health promotion programs:
from theory to practice. San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc.
Fleming, M. L., & Parker, E. (2001). Introduction to Public Health. Australia:
Elsevier.
Gafar.(2014). Promosi kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia.
Hidayat,A.Aziz Alimul.2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :
Trans Info Media.

Ivanove, Louise. (2008). Public Health Nursing: Leadership, Policy &


Practice. USA: Delmar Cengage Learning, Inc. All Rights Reserved.
Kasmel, A & Andersen, PT. (2011).Measurement of Community Empowerment
in Three Community Programs. http://www.mdpi.com/1660-4601/8/3/799

Khalid, A. (2012). Promosi Kesehatan : Dengan Pendekatan Teori Perilaku,


Media dan Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan. Jakarta
:Raja Grafindo.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2014). Pusat Promosi
Kesehatan.Jakarta. Diakses dari http://promkes.depkes.go.id/

KEMENKES RI Nomor: 585/MENKES/SK/V/2007 tentang Pedoman


Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas
Kozier, B., Erb., Berman, A. & Snyder, J.S. (2015). Fundamental of nursing: vol
1 / Berman (and 10 others). Third edition. Australia: Pearson Education, Inc.

Kuswidanti.(2008). Gambaran Kemitraan Lintas Sektor dan Organisasi di Bidang


Kesehatan Dalam Upaya Penanganan Flu Burung di Bidang Komunikasi
Komite Nasional Flu Burung dan Pandemi Influenza (Komnas
Fbpi).Depok: Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia

Maulana, H. D. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : Penerbiit Buku Kedokteran


EGC.
Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2014). Leadership Roles and Management
Functions in Nursing: Theory and Application 8th edition. Philadelphia: Wolters

McQueen, D. &Salazar , L.(2011). Health Promotion, The Ottawa Charter of 25


years, Health Promotion International.
Murdaugh, C.L., Parsons, M.A., Pender, N.J. (2015). Health promotion in nursing
practice. 7th ed. New Jersey: Pearson Education Inc.

Nnakwe, N. E. (2013). Community Nutrition: Planning Health Promotion and


Diesease Prevention. Burlington: Jones & Bartlet Learning.
Notoatmodjo, S. (2012).Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta:
Rineka cipta.
Nursalam, & Efendi, F. (2008).Pendidikan dalam Keperawatan.Jakarta : Salemba
Medika.

Pender, N., Murdaugh, C., Parsons, M. (2015).Health promotion in nursing


practice.3th edition. USA: Pearson.

PERMENKES RI Nomor 4 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi


Kesehatan
Piper, S. (2009).Health promotion for nurses: theory and practice. New York:
Taylor & Francis Group
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2013). Fundamentals of nursing: concepts, process,
and practice. (8ed). St. Louis, MI: Elsevier Mosby
Prabana, Y. (2010). Teori Perilaku Individu. Retrieved from
http://hpm.fk.ugm.ac.id/wp/wp-content/uploads/HPM-Ilmu-Perilaku-1-
Teori-Perilaku-Individual-Yayi-2015-1.pdf

Sandiman, Arief S dkk.(2006). Media pendidikan pengertian, pengembangan, dan


pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo.

Sharon, S. E., James, D. R., Robert, H., & Michael, M. (2005).Instructional


Technology and Media for Learning. New Jersey: Merrill Prentice Hall.

Simamora, R. H. (2009). Buku ajar pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: EGC


Sudarma, M. (2008).Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Swarjana, I. K. (2016). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Yogyakarta: Penerbit


Andi.
Victorian Health Promotion Fundatuon. (2011) Health Promotion and
Sustainability: Transitionong Toward Healthy and Sustainable Futures,
Victoria.Retrieved from
http://www.deakin.edu.au/health/hsd/research/niche/hns/document/ENV05
4_ Health_Promotion_Report_Final_Report_11062_sg.pdf on October 31,
2016.

WHO . (2005).6th Global Conference on Health Promotion, Bangkok, Thailand,


August 2005, and does not necessarily represent thedecisions or the stated
policy of the World Health Organization.retrived from
http://www.who.int/healthpromotion/conferences/6gchp/hpr_050829_%20
BCHP.pdf.
WHO.(2016).Global Health Promotion Confrences . Retrived From
http://www.who.int/healthpromotion/conferences/en/

WHO . (2016). Retrived from:


http://www.who.int/healthpromotion/conferences/previous/ottawa/en/

Anda mungkin juga menyukai