NAMA KELOMPOK :
1. BAIQ WIDI
3. DEVIA RIZKI
4. MARIATUN KIBTIA
5. DHIPA ADYATMA
6. ILHAM MANZIS
7. MUHAMMAD DAFFA
KELAS : X IIS 3
MAN 1 MATARAM
2019
Soerjono Soekanto
Soerjono Soekanto, adalah Lektor Kepala Sosiologi dan Hukum Adat di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia.[1] Soerjono Soekanto Pernah menjadi Kepala Bagian
Kurikulum Lembaga Pertahanan Nasional (1965-1969).[1] Ia juga pernah menjadi
Pembantu Dekan Bidang Administrasi pendidikan Fakultas ilmu-ilmu sosial, Universitas
Indonesia (1970-1973), dan kini menjadi pembantu Dekan bidang Penelitian dan
Pengabdian masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia (sejak tahun 1978)
yang bersangkutan tercatat sebagai Southeast Asian Specialist pada Ohio University
dan menjadi Founding Member dari World Association of Lawyers. [1] Ia mendapat
gelar SarjanaHukum dari Fakultas Universitas Indonesia (1965), sertifikat metode
penelitian ilmu-ilmu sosial dari Universitas Indonesia (1969), Master of Arts dari
University of California, Betkeley (1970), Sertifikat dari Academy of American and
International Law, Dallas (19972) dan gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas
Indonesia (1977).[1] Diangkat sebagai Guru besar sosiologi hukum Universitas
Indonesia (1983).[1]
Prof. DR. Soerjono Soekanto, S.H., M.A[2]. adalah anak tunggal keluarga Prof.Dr.
Soekanto, S.H. yang memegang teguh pesan ayahnya. "Tidak boleh mencampuri
urusan orang lain, peri laku harus nyata, kalau membantu orang jangan mengharap
imbalan," kata Soerjono Soekanto, mengulangi pesan sang ayah. Pesan itu dibawanya
dalam mendidik ketiga anaknya. Ia tidak memaksa anak-anaknya memilih jurusan di
perguruan tinggi. Juga tidak memanjakannya. "Dulu saya juga tidak dimanja," katanya.
Soerjono Soekanto, yang dibesarkan di Jakarta, mengaku lahir dari keluarga "setengah
seniman". Ayahnya yang guru besar sejarah dan hukum adat FS UI itu suka main biola.
Ibunya, Sri Suliyah, gemar bermain piano. Ia sendiri pada masa mudanya pernah ikut
Orkes Keroncong Tetap Segar.
Ketika berusia 19 tahun, Soerjono diminta menjadi asisten Prof. Soeyono Hadinoto
dalam kuliah sosiologi. "Kebetulan ada mahasiswi yang gua taksir, tapi gua ditolaknya.
Gua mikir, 'gimana kalau ujian gua lulusin apa enggak," katanya dalam dialek Betawi.
Soerjono memang suka berseloroh.
Tetapi, sebagai dosen, ia sangat memegang disiplin. Terlambat satu menit saja,
mahasiswanya tidak diizinkan mengikuti kuliahnya. Kini ia tidak saja mengajar di FH UI,
melainkan juga di Perguruan Tinggi Hukum Militer, Universitas Sriwijaya, dan beberapa
universitas swasta di Jakarta.
Banyak menulis tentang masalah hukum di beberapa media, doktor lulusan UI, 1977 --
disertasinya: Kesadaran Hukum dan Keputusan Hukum -- ini melihat bahwa kesadaran
hukum warga masyarakat dan pejabat masih rendah. "Mereka hanya tahu dan
mengerti. Tetapi, peri laku nyata belum sesuai," katanya.
Pendidik yang senang musik klasik dan jazz ini selalu berbicara terbuka. Ia sangat
prihatin karena banyak sarjana yang malas menulis. Ia mengharapkan agar kebiasaan
menulis digalakkan di kalangan mahasiswa. Namun, ia juga melihat, ada beberapa
dosen muda yang berhenti menulis hanya karena dosen seniornya tidak ingin
dilangkahi. Celakanya, dosen senior itu pun jarang menulis. Soerjono sendiri mengaku
memegang disiplin dalam menulis. "Paling tidak sehari satu halaman," katanya. Bila
mengantar istrinya ke dokter, ia menunggu di mobil untuk membaca atau menulis.
Soerjono, yang sudah ditinggalkan ibunya sejak berusia 5 tahun, hampir tidak
mengenali wajah Almarhumah. Sebagai anak tunggal ia ditempa untuk berdisiplin dan
teratur, tanpa kehilangan kebebasan. Didikan sang ayah menyebabkannya juga ingin
mengimbangi ayahnya, dengan meraih beberapa gelar. Tahun 1983, Soerjono pun
berhasil mengimbangi ayahnya setelah dikukuhkan menjadi guru besar di UI.
Soerjono Soekanto, adalah Lektor Kepala Sosiologi dan Hukum Adat di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia.
Ia juga pernah menjadi Pembantu Dekan Bidang Administrasi pendidikan Fakultas ilmu-
ilmu sosial, Universitas Indonesia (1970-1973), dan kini menjadi pembantu Dekan
bidang Penelitian dan Pengabdian masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia
(sejak tahun 1978) yang bersangkutan tercatat sebagai Southeast Asian Specialist
pada Ohio Univercity dan menjadi Founding Member dari World Association of
Lawyers.
Ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Universitas Indonesia (1965), sertifikat
metode penelitian ilmu-ilmu sosial dari Universitas Indonesia (1969), Master of Arts dari
University of California, Betkeley (1970), Sertifikat dari Academy of American and
International Law, Dallas (19972) dan gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas
Indonesia (1977).
Cabang-Cabang Sosiologi
1. Sosiologi Agama
Agama merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang
perlu dipelajari oleh antropolog ataupun para ilmuwan social lainnya. Di dalam
kehidupan masyarakat, agama muncul karena sifat ketauhidan masyarakat tersebut.
Oleh karena itu agama perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia karena kebutuhan
manusia terhadap sang maha pencipta.
Di dalam agama dijumpai ungkapan materi dan budaya dalam tabiat manusia
serta dalam sistem nilai, moral, etika, kajian agama, khususnya agama Islam
merupakan kebutuhan hidup bagi masyarakat Indonesia, khususnya mayoritas.
Oleh karena itu, kajian agama seperti Islam, Budha, Hindu tidak hanya sebatas
konsep saja, teori dan aspek-aspek kehidupan manusia beserta hukumnya, tapi
harus dihayati dan direnunggi untuk diamalkan dalam kehidupan manusia.
Ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal
yang bersifat fisik tapi bersifat rohani. Karenanya agama merupakan suatu institusi
ajaran yang menyajikan lapangan ekspresi dan implikasi yang begitu halus yang
berbeda dengan suatu konsep hukum ataupun undang-undang yang dibuat oleh
masyarakat.
2. Sosiologi Pendidikan
Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum
dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara
umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu
menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya:
sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog
hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan
salah satu sosiologi khusus.
d. Menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang
membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang
mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman.
Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk
mengontrolnya.
e. Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang
segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
Sejarah perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern dimulai pada abad
19 di Eropa Barat pasca Revolusi Politik di Perancis dan Revolusi Industri di Inggris.
Namun sebelum menelisik sejarah perkembangan sosiologi lebih jauh, perlu ditegaskan
terlebih dahulu bahwa ilmu pengetahuan tentang masyarakat telah ada berabad-
abad lamanya sebelum istilah ’sosiologi’ itu sendiri ditemukan.
Filsuf besar era Yunani Kuno, Plato dan Arostoteles telah menulis buku tentang
bagaimana mendesain masyarakat yang adil dan bahagia. Ilmuwan dari Timur Ibnu
Khaldun menulis tentang integrasi sosial (Asabiyah) dan peradaban manusia pada
abad 14, sebelum Eropa memasuki era Renaisans. Pada periode awal era Pencerahan
di Eropa Barat, Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jacques Rouseau telah
menulis tentang bagaimana mengorganisir masyarakat agar hidup harmonis dalam satu
sistem pemerintahan melalui istilah yang dikenal dengan ’kontrak sosial’. Dengan
demikian, jika sosiologi dipahami sebagai studi tentang masyarakat, maka sosiologi
sudah ada sejak zaman Yunani Kuno. Artinya, ’sosiologi’ sudah ada sebelum istilah
sosiologi ada.
Sebagai ilmu pengetahuan sosial yang rasional dan empiris, sosiologi berusia
relatif lebih muda ketibang ilmu sosial lainnya. Auguste Comte, tokoh intelektual
Perancis dalam bukunya ”Course de philosophie positive” (1838) mencetuskan istilah
sosiologi yang saat itu memiliki konotasi fisika sosial. Hukum tiga tahap yang
dielaborasikan Comte menegaskan bahwa sosiologi atau fisika sosial adalah ilmu yang
berada pada tahap positif. Positif artinya rasional, empiris, dan bisa diteliti dengan
hukum-hukum ilmiah seperti pada ilmu alam. Berada di tahap positif artinya
meninggalkan unsur teologis dan metafisis. Dengan demikiran sejarah perkembangan
sosiologi modern pada awal mula ditemukannya adalah ilmu pengetahuan yang positif.
Metodologinya mengikuti hukum-hukum dalam ilmu alam oleh karena itu dinamakan
fisika sosial.
Pada tahun 1876, intelektual Inggris Herbert Spencer menulis buku pertama
yang menggunakan istilah ’sosiologi’ di judulnya ”Principle of Sociology”. Spencer
adalah orang yang percaya pada teori evolusi Darwin. Ia menerapkan hukum evolusi
biologi pada sosiologi. Spencer mengenalkan teori besar tentang evolusi sosial yang
diterima secara luas beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1883, intelektual Amerika
Lester F. Ward menulis buku berjudul ”Dynamic Sociology”. Buku tersebut dianggap
sebagai buku pertama tentang desain tindakan sosial yang harus dilakukan masyarakat
untuk menuju kemajuan. Berikutnya, pada 1895, Email Durkheim menerangkan secara
detail metodologi ilmiah sosiologi dalam bukunya ”The Rules of Sociological Mehod”.
Memasuki abad 20, terjadi ’migrasi tradisi ilmiah’ sosiologi dari Eropa Barat ke Amerika
Serikat. Sosiologi pada abad 20 berkembang pesat di Amerika Serikat. Perlu
diperhatikan pula konteks Amerika Serikat pada abad awal 20. Saat itu, industrialisasi
dan urbanisasi terjadi secara besar-besaran di perkotaan di Amerika Serikat. Akibat dari
industrialisasi ini adalah perubahan sosial dengan ekskalasi yang besar. Masyarakat
desa dan kota terlihat mencolok perbedaannya. Kondisi demikian memantik kaum
intelektual Amerika untuk mengkaji gejala-gejala sosial yang timbul akibat perubahan
sosial. Sosiologi menjadi salah satu studi ilmu sosial yang paling diminati.
Perlu ditegaskan pula di sini, migrasi tradisi ilmiah sosiologi ke Amerika Serikat tidak
lantas membuat sejarah perkembangan sosiologi di Eropa Barat berhenti. Intelektual
Jerman Max Weber mengkritik metode ilmiah sosiologi yang muncul pada abad 19.
Weber berpendapat, metode ilmu alam tidak relevan diterapkan pada ilmu sosial. Ilmu
sosial menjadikan manusia sebagai subjeknya, sehingga terkandung unsur subjektivitas
dalam ilmu sosial. Hal ini berbeda dengan ilmu alam yang mengedepankan unsur
objektivitas. Weber mengusulkan, alih-alih menjadikan masyarakat sebagai objek
penelitian, sosiologi seharusnya meneliti tindakan-tindakan sosial yang bersifat
subjektif.
Secara kontras, unsur objektivitas sosiologi justru berkembang di Amerika Serikat
melalui karya tokoh besar Talcott Parsons. Pada 1937 Parsons menerbitkan buku ”The
Structure of Social Action” yang secara signifikan berpengaruh pada perkembangan
teori sosiologi. Parsons banyak dipengaruhi oleh Dukheim dan Weber, tanpa menaruh
perhatian sama sekali pada Marx. Interpretasinya terhadap masyarakat Amerika Serikat
mempengaruhi perkembangan teori sosiologi Amerika beberapa tahun kemudian.
Implikasinya, teori Marxisme terkekslusi dari legitimasi ilmiah sosiologi Amerika.
Parsons banyak mengelaborasikan teori fungsionalisme struktural dalam menganalisis
sistem sosial. Sosiologi yang berkembang di Amerika pada periode Parsonian adalah
sosiologi makro.
Menjelang abad 21, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern mendapat serangan
bertubi-tubi dari aliran-aliran sosiologi yang menyandang label post-, seperti
postmodernisme, poststrukturalisme, postpositivisme, postkolonialisme, dan lain
sebagainya. Memasuki abad 21, sejarah perkembangan sosiologi menuju variasi aliran
pemikiran dan disiplin yang semakin banyak. George Ritzer telah memformulasikan
sebelumnya sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berparadigma multiple. Artinya,
cara pandang sosiologi tidak tunggal sehingga sosiologi secara historis adalah ilmu
pengetahuan yang luas cakupannya. Abad millenium menandai sosiologi sebagai ilmu
yang sangat cair dan luas. Objek kajian tidak sebatas pada perubahan struktur sosial
dalam konteks industrialisasi, urbanisasi, perdesaan dan perkotaan, melainkan juga
sampai pada aspek dinamika masyarakat yang sifatnya kekinian. Seperti misalnya,
sosiologi pada masyarakat informasi. Sosiologi abad 21 adalah sosiologi kontemporer.
Indikasi semakin meluasnya ruang lingkup sosiologi bisa dilihat dari berkembang
biaknya subdisiplin yang menjadi cabang sosiologi. Beberapa diantaranya yang bisa
disebutkan adalah Sosiologi Digital, Sosiologi Turisme, Sosiologi Pemuda, Sosiologi
Kesehatan, Sosiologi Olah Raga, Sosiologi Sastra, Sosiologi Hukum, Sosiologi
Ekonomi, Sosiologi Gender, dan Sosiologi kontemporer lainnya. Kecenderungan lain
yang bisa diidentifikasi adalah semakin menjauhnya sosiologi dari tradisi positivisme.
Sejarah perkembangan sosiologi di era kontemporer cenderung menolak relevansi
hukum-hukum alam pada ilmu sosial. Saat ini, fakultas-fakultas ilmu sosial di seluruh
dunia mulai mengajarkan sosiologi terlepas dari bapak pendirinya. Tak heran, tokoh-
tokoh seperti Michel Foucault, Pierre Bourdieu dan Slavoj Zizek lebih diminati
ketimbang Auguste Comte dan Emile Durkheim yang memang makin usang.