DISUSUN OLEH :
1. CHEZIA MAHARANY NIS
2. NABILA RAHMA P. NIS
KELAS : IX-C
1
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun
1. Chezia Maharany
2. Nabila Rahma P
Guru Pembimbing
Samah,M.pd
NIP 197103092008012015
2
KATA PENGANTAR
3
DAFTAR ISI
Halaman judul.......................................................................................................... 1
Lembar pengasahan ............................................................................................... 2
Kata pengantar .......................................................................................................3
Dafatr isi .................................................................................................................. 4
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini marak terjadi pernikahan dini pada kalangan remaja. Hal itu terjadi
pada umur kira-kira 15-19 tahun, Itulah sepenggal realitas sosial yang dihadapi masyarakat saat
ini. Dorongan seksual remaja yang tinggi karena didorong oleh lingkungan yang mulai permisif
dan nyaris tanpa batas. Pada akhirnya, secara fisik anak bisa lebih cepat matang dan dewasa,
namun psikis, ekonomi, agama, sosial, maupun bentuk kemandirian lainnya belum tentu
mampu membangun komunitas baru bernama keluarga.
Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena ini akan beruntut pada masalah sosial
lainnya. Sebut saja kehamilan yang tidak diinginkan/ ketidaksiapan pasutri untuk membentuk
keluarga baru yang ujungnya berakhir dengan perceraian, tindak kriminal aborsi, risiko PMS
(penyakit menular seks), serta perilaku a-sosial lainnya. Tidak menutup kemungkinan pekerja
seksual juga muncul dari ”budaya kebablasan” ini.
Sederet pertanyaan dan kekhawatiran pun muncul dari realitas sosial tersebut.
Nikah di usia remaja, mungkinkah? Siapkah mental dan materinya? Bagai-mana respon
masya-rakat? Apa tidak meng-ganggu sekolah? Dan masih banyak sederet pertanyaan lainnya.
Pada kalangan remaja pernikahan dini dianggap sebagai jalan keluar untuk
menghindari dosa, yaitu seks bebas. Ada juga yang melakukannya karena terpaksa, dan karena
hamil di luar nikah. Fenomena tersebut cukup sering kita dengar.
Pendapat tersebut mungkin ada benarnya. Namun bukankah pernikahan itu tidak
hanya sekadar ijab qabul, dan menghalalkan yang haram. Melainkan kesiapan moril dan
materil untuk mengarungi dan berbagi apapun kepada pasangan tercinta. Jadi bagaimana akan
menikah di usia muda bila bekal (moril maupun materil) belum cukup?
Dari latar belakang tersebutlah, penulis membuat artikel yang berjudul "Pernikahan
Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 tahun)". Pada artikel ini, penulis akan menjabarkan tentang
apa itu pernikahan dini, penyebabnya, dampak, dan perspektif psikologi dan agama terhadap
pernikahan dini. Penulis juga akan memberi pandangan terhadap pernikahan dini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat kita kaji dari latar belakang tersebut antara lain :
C. Tujuan Penulisan
5. Memberi motivasi remaja agar bisa mengontrol diri guna meminimalisasi pernikahan dini
D. Manfaat Penulisan
1. Memberi informasi kepada pembaca khususnya remaja tentang dampak pernikahan dini
2. Memberi informasi kepada para pembaca bahwa penelitian ini dapat digunakan untuk
menyikapi, menanggulangi, dan menyadarkan para remaja
4. . Memberikan rasa percaya diri dan keberanian bagi para remaja untuk tidak melakukan
pernikahan dini terkait dengan konsep diri
5. . Memberikan rasa lebih berhati-hati dan lebih peduli dengan lingkungan pergaulannya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Pernikahan Dini adalah adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau
kedua pasangan berusia di bawah 20 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah
menengah atas. Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini, jika kedua atau salah satu
pasangan masuk berusia di bawah 20 tahun (masih berusia remaja).
Pernikahan dini juga diartikan sebagai instituisi agung untuk mengikat dua insan
lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Yang kedua yaitu menurut Prof.
Dr. Sarlito Wirawan Sarwono. Beliau mengartikan pernikahan dini adalah sebuah nama yang
lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternatif.
Menikah dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan oleh mereka yang
masih muda dan segar, seperti para pelajar, mahasiswa atau mahasiswi yang masih kuliah.
Maka dari itu hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara umum harus ada pada
semua pernikahan, namun ada pula hukum yang memang khusus yang bertolak dari kondisi
khusus, seperti kondisi pelajar yang masih sekolah, bergantung pada orang tua dan belum
mempunyai penghasilan sendiri, mahasiswa yang masih kuliah yang mungkin belum mampu
memberi nafkah.
B. Faktor Penyebab
1. Faktor Keluarga
Kian maraknya seks bebas di kalangan remaja dan dewasa muda, maupun
meningkatnya angka aborsi setidaknya menjadi indikator tingkat pergaulan bebas sudah berada
pada tahap mengkhawatirkan dan harus segera dipikirkan solusinya.
Salah satu jalan, walaupun bukan yang mutlak adalah menikahkan pasangan remaja
di usia dini. Artinya, bagi mereka yang telah mantap dengan pasangannya, dianjurkan untuk
segera meresmikannya dalam sebuah ikatan pernikahan. Sekalipun keduanya masih menempuh
pendidikan atau di bawah usia ideal. Hal ini untuk menghindari dampak buruk dari keintiman
hubungan lawan jenis.
Ada juga penyebabnya karena terpaksa. Hal itu terjadi pada orang tua yang masih
belum paham pentingnya pendidikan. Para orang tua memaksa anak mereka untuk segera
menikah. Hal itu biasanya terjadi setelah remaja lulus SMP atau bahkan belum. Mereka
menganggap, pendidikan tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus SD saja sudah cukup,
seperti halnya yang sering kami amati khusunya di daerah Lombok bahkan ada salah satu
daerah di bagian timur pulau Lombok yang menjadikan pernikahan dini sebagai tradisi yang
7
sering disebut “Merarik Kodeq” dimana para orang tua akan menikahkan anaknya ketika
anaknya beranjak remaja, dan seperti halnya sekarang banyak terjadi pernikahan dini di
berbagai daerah terutama sekolah-sekolah,sebagian besar menganggap itu biasa.
2. Faktor Pribadi
Keluarga tidak hanya faktor penyebab pernikahan dini tapi semua itu datang
dari diri sendiri karena meskipun orang tua telah berupaya untuk menanamkan dan
mengajarkan tentang norma-norma , tetapi tidak adanya kesadaran yang timbul dari diri sendiri
itu percuma . satu penyebabnya dari faktor pribadi adalah karena seks bebas yang
mengakibatkan hamil duluar nikah. Sehingga akhirnya mereka melakukan pernikahan dini
untuk menutupi dosa tersebut.
Adapun penyebab dari faktor pribadi yang lain yaitu, dikarenakan corak
pergaulan remaja telah banyak menyimpang dari norma-norma yang ada, terutama norma
agama. remaja menganggap pernikahan dini sebagai jalan keluar untuk menghindari dosa,
yaitu seks bebas. sehingga tanpa disadari pernikahan hanya sebagai alasan melegalkan
dorongan seksual, tanpa memikirkan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan
tersebut.
Di samping itu, ambisi menjadi salah satu faktor adanya pernikahan dini yang
berhubungan dengan pribadi individu tersebut. Keinginan mereka untuk segera merasakan
kehidupan berumah tangga membuat mereka mengambil keputusan yang terkadang tanpa
dibarengi dengan pertimbangan yang bijak, terkadang orientasi remaja bukanlah orientasi
berumah tangga, namun lebih cenderung pada tendensi seksualnya saja. Inilah yang
memunculkan dampak negatif yang sering kita temui.
3. Faktor Ekonomi
8
Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah saja atau
bahkan tidak bisa mengenyam sedikitpun kenikmatan pendidikan, sehingga menikah
merupakan sebuah solusi dari kesulitan yang mereka hadapi. Terutama bagi perempuan,
dimana kondisi ekonomi yang sulit, para orangtua lebih memilih mengantarkan putri mereka
untuk menikah, karena paling tidak sedikit banyak beban mereka akan berkurang. Tetapi
berbeda bagi anak laki-laki yang mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga sangatlah
besar, sehingga bagi kaum adam minimal harus mempunyai ketrampilan terlebih dahulu
sebagai modal awal membangun rumah tangga mereka. Bagai sebuah keluarga yang miskin,
pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial ekonomi keluarga.
4. Faktor Lingkungan
5. Faktor Media
Faktor media adalah salah satu factor yang berpengaruh cukup besar, sebut saja internet. Dalam
dunia internet para remaja rentan menemukan hal-hal yang berbau negative. Dalam internet
informasi yang benar-benar dapat langsung diterima tetapi harus melalui proses selektif. Selain
itu berbagai macam tayangan televisi saat ini, khususnya tentang drama, sinetron dan kisah-
kisah percintaan ala remaja lainnya, yang tanpa sadar membuat para remaja terpengaruh oleh
tayangan tersebut.
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan akan tersesat pada perilaku “nakal”.
Namun apabila tidak bisa mengembangkan control diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuanya.
Menurut hukum agama pernikahan adalah suatu perbuatan yang suci atau perikatan
antara dua belah pihak yaitu pihak pria dan pihak wanita dalam memenuhi perintah dan anjuran
Yang Maha Esa, agar kehidupan keluarga serta berkerabat bisa berjalan dengan baik sesuai
dengan anjuran agamanya.
sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga secara sah dimana
didalamnya terdapat Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan penyatuan
hubungan antara seorang pria dan wanita pemenuhan kebutuhan biologis, kebutuhan afeksional
dan adanya pembagian peran sebagai pasangan yang telah menikah
Menurut Diane E. Papalia dan Sally Wendkos dalam bukunya Human Development
1995, mengemukakan bahwa usia terbaik untuk melakukan pernikahan bagi perempuan adalah
19 sampai dengan 25 tahun, sedangkan untuk laki-laki usia 25 sampai 28 tahun diharapkan
sudah menikah. Karena ini adalah usia terbaik untuk menikah baik untuk memulai kehidupan
rumah tangga maupun untuk mengasuh anak pertama.
Dalam hukum islam batas umur untuk melaksanakan pernikahan tidak disebutkan
dengan pasti, hanya disebutkan bahwa baik pria maupun wanita supaya sah melaksanakan
akad-nikah harus sudah “baliq” (dewasa) dan mempunyai kecakapan sempurna.
Sementara menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono (Guru Besar Psikologi yang
mendalami bidang Psikologi Sosial), dalam usia kurang dari 21 tahun seorang anak, jika mau
menikah harus seizin orang tua, dan KUA (Kantor Urusan Agama) tidak akan menikahkan
mereka sebelum ada izin dari orang tua. Suatu pernikahan tanpa seizin orang tua, dimana salah
satu dari mereka berusia kurang dari 21 tahun, maka pernikahannya tidak sah. Kecuali mereka
telah mendapat izin dari pengadilan berupa dispensasi pengadilan yang mereka ajukan sendiri.
(pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974).
1) Dampak Biologis
Karena belum matang secara utuh dalam melakukan reproduksi, remaja yang melakukan
pernikahan dini rentan terserang penyakit, antara lain :
10
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 th beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia
remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV
pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.
Gejala awal perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal serta perdarahan setelah senggama.
Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker leher rahim bisa diatasi secara
total. Untuk itu perempuan yang aktif secara seksual dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3
tahun sekali.
a. Dampak psikologis. Labilnya mental remaja memicu berbagai macam problema psikis,
antara lain :
1) Neoritis Deperesi
Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi
kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik
diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang
schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat
pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk
melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata
lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.
Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang
biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada
situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik diberi prevensi daripada mereka
diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau
dia punya anak. Begitu punya anak, berubah 100 persen. Kalau berdua tanpa anak, mereka
masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih
bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan.
Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mungkin
mengatas namakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi
Married By Accident (MBA) atau menikah karena "kecelakaan", kehidupan pernikahan pasti
berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan
dilepas begitu saja.
Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap
menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang
dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut
perceraian. Mampukah remaja itu bertahan?
Ada apa dengan cinta? Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa
berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja?
11
Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai
memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan
pada usia 20 - 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead
edolesen. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa
yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja
masih ingin bertualang menemukan jati dirinya.
Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami
tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa
depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi
perceraian, dan pisah rumah.
Tentunya yang menjadi penekanan solusi di sini adalah bagaimana remaja benar-benar
memahami konsep diri. Cara yang dapat di tempuh untuk hal tersebut antar lain :
Dengan mengikuti kegiatan ekstra ,remaja cendrung memiliki etika yang baik dan sopan,
pemikiran jauh lebih maju dan kritis, serta bisa mengkontrol emosi hal ini dikarenakan karena
remaja yang ikut kegiatan akan sibuk dengan pendidikan non formal yang ia ikuti, mereka di
didik untuk disipli, trampil, dan mampu bertanggung jawab sehingga dengan itu dapat
meningkatkan kesadaran diri dan membuat mereka mampu bertindak dengan penuh
perhitungan/pemikiran yang matang.
Remaja yang menyibukan dirinya dengan belajar cendrung menutup diri dari halhal yang akan
menjerumuskan dirinya kepada hal-hal yang berbau negatif, waktunya tidak untuk hal-hal yang
tidak berguna atau sia-sia.
Remaja adalah mahluk sosial yang tak lepas dari peran orang lain dalam kehidupannya, salah
satunya dalam hal ini adalah teman sepermainan yang baik , Remaja pandai memilih teman
dan lingkungan yang baik serta orang tua member arahan dengan siapa dan di komunitas mana
remaja harus bergaul.
1. Peran orang tua yang aktif namun tidak over agar remaja merasa masih diberi kepercayaan
dan tidak merasa terintimidasi
2. Perlu di masukkan dan di galakkan nya peran guru BK, misalnya dalam berbagai macam
sosialisasi yang berkala demi menumbuhkan konsep diri yang baik bagi remaja.
12
3. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya control diri dicegah atau diatasi dengan
prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figure orang-orang
dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil
memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
4. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
5. Kemauan orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang
harmonis, kominikatif, dan nyaman bagi remaja.
6. Remaja bisa membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman
sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
Dari tahun ke tahun rupanya statistik remaja yang terjerumus kedalam pergaulan bebas
semakin meningkat, jika hal ini tidak ditanggapi dengan serius ini semua bisa menjadi bom
waktu untuk indonesia.Cara Mengatasi Pergaulan bebas yaitu:
1. Mengisi Waktu Kosong Dengan Kegiatan Positif ( Buat Anak Remaja ) remaja yang
membuang waktu kalian dengan malas - malasan atau keluyuran tidak jelas yang nantinya bisa
terjerumus kedalam pergaulan bebas lebih baik gunakan waktu kegiatan positif seperti belajar,
sembahyang, belajar ke agamaan atau membuat kegiatan sosial lainnya yang berguna seperti
mengumpulkan bantuan untuk korban bencana alam.
2. Cara Bergaul
Dengan bergaul atau punya banyak teman memang akan memberikan kemudahan bagi anda
untuk menjalani hidup, tapi jangan sampai salah bergaul. Oleh karena itu sebelum anda
memutuskan berteman dengan orang cari tahu dulu apakah orang yang akan menjadi teman
anda itu akan membawa pengaruh atau dampak baik buat hidup anda kedepannya.
Jika menurut anda baik untuk hidup anda kedepannya, silakan berteman dengan orang tersebut.
orang tua juga harus selalu memantau perkembangan anaknya terutama dalam hal pergaulan,
seperti kata saya diatas jika sampai sedikit saja anak salah bergaul maka akibatnya akan fatal.
Jika orang tua sudah bisa akrab dengan anak layak seorang sahabat secara tidak langsung akan
mengetahui kegiatan dan pergaulan anak sehari - hari.
Karena biasanya jika anak sudah dekat dengan orang tuanya jika anak tersebut ada masalah
atau ada hal baru pasti akan di ceritakan kepada orang tuanya.
Nah disinilah kesempatan orang tua untuk mengarahkan anak untuk menjadi anak yang baik,
karena jika anak sudah dirasa mau bersikap tidak benar berilah anak masukan - masukan yang
positif secara lembut, ini bertujuan agar si anak tidak menolak sugesti atau masukan positif
yang anda berikan.
13
Karena bagaimanapun juga anak yang masih remaja itu keingin tahuannya masih sangat besar,
dan semakin dilarang akan semakin berniat mencoba.
4. Lingkungan
jika anak anda di tempatkan atau tinggal di lingkungan yang tidak baik maka kemungkinan
anak anda menjadi tidak baik juga sangat besar, karena bagaimanapun selain keluarga yang
mempengaruhi perkembangan anak adalah lingkungan.
Karena biasanya di lingkungan tempat tinggalnyalah si anak akan menemukan sesuatu yang
baru, yaw kalau sesuatu yang bru nantinya akan berdampak baik, bagaimana jika berdampak
buruk?
Jawabannya pasti sudah anda tau jika lingkungan tempat tinggal anak anda memberi pengaruh
yang tidak baik pastinya anak anda juga akan menjadi tidak baik juga.
Dengan membatasi waktu anak keluar rumah di harapkan kesempatan anak menemukan
sesuatu hal yang baru itu semakin sedikit, karena jika di lingkungan atau pergaulannya si anak
lebih banyak mendapatkan sesuatu hal baru yang memberi pengaruh negatif maka anak anda
akan menjadi tidak baik.
Peran orang tua, teman, guru, dan masyarakat sangatlah dibutuhkan bagi remaja dalam bentuk
contoh dan nasihat untuk menghadapi masalah pergaulan remaja. Timbulnya rasa peduli
terhadap lingkungan dan pergaulan remaja, setelah melakukan perbuatan yang baik dan
berguna.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada berbagai penyebab pernikahan dini. Contohnya adalah karena hamil di luar
nikah (kecelakaan), ingin menghindari dosa (seks bebas), dan ada juga karena paksaan orang
tua. Pernikahan dini diperbolehkan dalam agama. Hal itu karena apabila si remaja tidak bisa
menahan nafsu, jadi lebih baik dia menikah.
Ada berbagai dampak yang disebabkan oleh pernikahan dini, yaitu kanker leher
rahim, neoritis depresi, dan konflik yang berujung pisah rumah bahkan perceraian. Kanker
leher rahim yang menyerang remaja putri setelah pernikahan dini karena pada usia remaja, sel-
sel leher rahim belum matang.
Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan
pertemuan dua pribadi berbeda. Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia remaja..
Hal tersebut memacu terjadinya konflik yang bisa berakibat pisah rumah, atau bahkan
perceraian. Itu semua karena emosi remaja masih labil. Terkadang masalah-maalah rumah
tangga juga bisa menyebabkan neoritis depresi. Si remaja bingung memikirkan tentang
kehidupan keluarga. Ia tidak bisa membagi waktu antara sekolah dan keluarga, sehingga
menjadi depresi berat.
B.SARAN
1. Pernikahan dini bisa menyebabkan kanker leher rahim. Untuk itu perempuan yang aktif
secara seksual dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali.
2. Sebelum melakukan pernikahan dini, hendaknya kita memikirkan apa resiko yang akan
terjadi. Dan juga melakukan persiapan yang akan dibutuhkan dalam pernikahan tersebut.
3. Apabila ada masalah dalam keluarga pernikahan dini, hendaknya diselesaikan baik-baik
atau minta tolong dan saran pada orang yang lebih tahu dan berpengalama
15
DAFTAR PUSTAKA
16
17