Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

KEPERAWATAN PALIATIF

DOSEN PENGAMPU

SEPTI MACHELIA CHAMPACA N. S.KEP.NERS.M.KEP

OLEH

ALPIN PIRDAUS 113063C117002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2019
1. Pada pasien dngan penyakit terminal dan kronis permasalahan fisik yang sering muncul
adalah rasa nyeri. Namun, apakah ada permasalahan fisik selain rasa nyeri, jelaskan dan
perkuat dengan jurnal penelitian ( 1 atau2 jurnal penelitian ) !
2. Jelaskan peran perawat dalam menghadapi pasien yang mengalami kecemasan ( ansietas /
gangguan psikologis ) akibat penyakit terminal dan kronis. Sebutkan contoh kasusnya dan
jelaskan serta perkuat dengan jurnal penelitian ( 1 atau 2 jurnal penelitian) !
Jawab
1. Selain permasalahan fisik rasa nyeri, ada beberapa problem juga yang lazim muncul pada
pasien dengan penyakit terminal dan kronis yaitu
a. Problem Oksigenisasi
Respirasi irregular, cepat atau lambat, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental;
agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
b. Problem Eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet serat dan
asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi.
c. Problem Nutrisi dan Cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual,
muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan menyebabkan harus memakai selimut.
e. Problem Sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
f. Problem Kulit dan Mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
g. Masalah Psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu
lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi/
barrier komunikasi.
h. Perubahan Sosial-Spiritual

Pasien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan.

Pokok-pokok perawatan pasien terminal terdiri dari:

a. Peningkatan Kenyamanan

Kenyamanan bagi pasien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress
psikobiologis.Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan
penenangan bagi pasien sakit terminal.Kontrol nyeri penting karena mengganggu tidur, nafsu
makan, mobilitas, dan fungsi psikologis.Pemberian kenyamanan bagi pasien terminal juga
mencakup pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan
bergantung pada perawat dan keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga
perawat bisa memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara
memberikan kenyamanan pada klien.

b.Pemeliharan Kemandirian

Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan
lain adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah.
Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dan pasien.Sebagian
besar pasien terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk
melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan meningkatkan
martabat pasien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi pasien terutama jika
ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit.Perawat bisa
memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkan pasien membuat keputusan.

c.Pencegahan Kesepian dan Isolasi

Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif


terhadap pasien menjelang ajal.Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori,
perawatmeningkatkan kualitas lingkungan.Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik,
keterlibatan anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian.Keluarga atau
penjenguk harus diperbolehkan bersama pasien menjelang ajal sepanjang waktu.Perawat
memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien menjelang ajal,
terutama saat-saat terakhir hidupnya.
d.Peningkatan Ketenangan Spiritual

Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta
rohaniawan.Ketika kematian mendekat, pasien sering mencari ketenangan.Perawat dan
keluarga dapat membantu pasien mengekspresikan nilai dan keyakinannya. pasien menjelang
ajal mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri
kepada kematian. Pasien mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari
anggota keluarga.Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan
menggunakan keterampilan komunikasi, empati, berdoa dengan pasien, membaca kitab suci,
atau mendengarkan musik.

e.Dukungan untuk keluarga yang berduka

Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari
orang yang mereka cintai.Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada pasien harus
diberikan penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu jantung.Kemungkinan yang terjadi
selama fase kritis pasien terminal harus dijelaskan pada keluarga.
2.1.5 Manajemen Kecemasan
Intervensi yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami kecemasan dapat berupa
terapi individu seperti terapi kognitif, terapi perilaku, thought stopping, relaksasi. Terapi
kelompok berupa terapi suportif dan logoterapi dan terapi keluarga berupa psikoedukasi keluarga
(Stuart, 2009). Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind body therapy dalam Coplementary
and Alternatif Therapy (Moyand & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan
tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi medis yang
pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Tzu, 2010).
Menurut Townsand (2009), terapi spesialis untuk mengatasi cemas adalah:
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang didasarkan pada keyakinan pasien dalam kesalahan
berfikir, penilaian negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Terapi membantu pasien
mengidentifikasi pikiran negatif yang menyebabkan kecemasan. Menciptakan suatu realita
dan membangun hal-hal yang positif.

Universitas Sumatera Utara


b. Terapi perilaku: merupakan terapi yang diberikan untuk merubah perilaku pasien yang
menyimpang sehingga menjadi perilaku yang adaptif. Terapi tersebut digunakan sebagai
pembelajaran dan praktik secara langsung dalam upaya menurunkan kecemasan.
c. Logoterapi: merupakan sebuah aliran psikologis yang berfokus pada memaknai hidup. 2.1.6
Kecemasan pada pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa

Pasien penyakit ginjual kronis akan mengalami ketergantungan pada mesin dialisa
seumur hidupnya hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien.
Perubahan tersebut antara lain: perubahan fisik yang mengakibatkan penyakit jantung, gangguan
tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan, konstipasi dan keinginan seksual yang menurun
(Kimel, 2001). Tindakan dialisis merupakan terapi pengganti utama pada pasien penyakit ginjal
kronis yang dilakukan sepanjang usia mereka. Tindakan dialisis dapat dilakukan untuk mencegah
komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti: hiperkalemia, perikarditis, dan kejang.
Pasien penyakit ginjal kronis menjalani hemodialisa membutuhkan waktu 12-15 jam
untuk dialisis setiap minggunya, atau paling sedikit mejalani 3-4 jam setiap kali melakukan terapi
hemodialisa. Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
kehidupan pasien baik kondisi fisik maupun kondisi psikososialnya (Brunner & Suddart, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Perubahan sosial yang dirasakan oleh individu terjadi karena rangkaian perawatan medis
yang harus dijalani sehingga individu merasa kehilangan kebebasan pribadi dan merasa
terasingkan dalam kehidupan sosial sehingga menimbulkan perubahan perilaku yang mengarah
pada interaksi negatif (Cahyaningsih, 2009).
Perubahan psikologis yang dirasakan dapat dilihat dari kondisi fisik dan perubahan
perilaku diantaranya: pasien selalu merasa bingung, merasa tidak aman, ketergantungan dan
menjadi individu yang pasif. Dua pertiga dari pasien yang menjalani terapi dialisis tidak pernah
kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sebelum dia menjalani hemodialisa. Pasien sering
mengalami masalah seperti: kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, usia harapan hidup
yang menurun dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan kemarahan dan akan mengarah
pada suatu kondisi kecemasan sebagai akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya (Fatayi,
2008).
Kecemasan merupakan kondisi gangguan psikologis dan fisiologis yang di tandai dengan
gangguan kognitif, somatik, emosional dan komponen dari rangkaian tingkah laku. Kecemasan
merupakan salah satu dampak psikologis yang dialami oleh pasien penyakit ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa. Pasien tidak mampu menerima kondisi bahwa harus menjalani terapi
hemodialisa seumur hidup, sehingga pasien menganggap dirinya sudah cacat dan menderita
sepanjang hidupnya. Pasien menganggap tidak ada lagi cita-cita, harapan dan tidak lagi mampu
melakukan kegiatan seperti biasanya (Caninsti, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Kecemasan yang dirasakan oleh pasien hemodialisa dapat terlihat dari beberapa gejala
menurut Jeffrey, Spencter & Beverley (2005), yaitu;
a. Gejala fisik: otot terasa tegang, gelisah, anggota tubuh bergetar, berkeringat, sulit bernafas,
jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah dan tersinggung.

Penelitian Daria (2009) 50 – 80% pasien mengalami kondisi anoreksia, susah tidur,
kelemahan dan perubahan berat badan.
b. Gejala behavioral/psikososial: perilaku menghindar, terguncang, melekat dan dependen.

Penelitian Daria (2009) pasien mengalami kondisi yang mudah marah, sedih, pesimis,
merasa tidak puas, dan mengalami gangguan dalam interaksi sosial. Sedangkan Kimel
(2001) menyebutkan pasien yang menjalani hemodialisa akan mengalami kegelisahan,
kecemasan, harga diri rendah yang akan mengarah pada tindakan bunuh diri.
c. Gejala kognitif: khawatir tentang efek hemodialisa, perasaan terganggu akan ketakutan
sesatu yang akan terjadi di masa depan, ketakutan akan ketidakmampuan mengatasi
masalah, bingung dan sulit berkonsentrasi.

Penelitian Daria (2009), pasien mengalami kesulitan berkonsentrasi, produktivitas


menurun, sering merasa bersalah dan terganggunya suasana hati.
Kecemasan yang tidak teratasi dapat menyebabkan individu mengalami depresi (Wicks,
Bolden, Mynatt, Rice & Acchiardo, 2007). Kecemasan dan depresi merupakan kondisi gangguan
psikologis yang sering terjadi pada pasien
Universitas Sumatera Utara
penyakit ginjal kronis dan sangat sering terkait dengan angka kematian yang tinggi, angka
kesakitan dan hospitalisasi yang tinggi (Kojima, 2012). Tindakan bunuh diri saat menjalani
hemodialisa berkepanjangan 15 kali lebih tinggi dari populasi umum dan lebih tinggi dari pasien
dengan kondisi kanker (McQuillan & Jassal, 2010).
Kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisa secara rutin akan
menyebabkan penurunan kualitas hidup (Lysaght & Mason, 2000). Kualitas hidup merupakan
satu hal yang sangat penting yang harus dipantau dari pasien penyakit ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa. Kualitas hidup yang baik dapat dicapai dengan menjaga kesehatan tubuh,
pikiran dan jiwa, sehingga seseorang dapat melakukan segala aktivitas tanpa ada gangguan.
Kecemasan merupakan salah satu dampak psikologi yang dihadapi oleh pasien penyakit ginjal
kronis yang menjalani hemodialisa. Sehingga kondisi cemas pasien harus dikontrol agar dapat
mempertahankan kualitas hidup yang baik pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa (Ventegodt, Merrick & Anderson, 2003). Daria (2009) melakukan penelitian untuk
mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa dan menemukan bahwa kecemasan, depresi dan persepsi terhadap
kesehatan yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien. Kulitas hidup
pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa adalah sesuatu yang penting
untuk kita jaga karena agar mencapai kondisi kesehatan individu yang optimal (Prince & Wilson,
2006).
2.1.7 Peran perawat hemodialisa

Universitas Sumatera Utara


Perawat hemodialisa adalah perawat yang bersertifikat perawat dialisis yang bertanggung
jawab melaksanakan perawatan dan bekerja secara tim di unit hemodialisa. Perawat hemodialisa
mempunyai peranan penting sebagai pemberi asuhan, advokasi, konsultan pemberi edukasi untuk
membantu pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa agar mendapatkan
adekuasi hemodialisa yang baik sehingga pasien akan memiliki kualitas hidup yang baik (Depkes,
1999). Kallenbech, et al (2005) menyebutkan peran perawat dialisis adalah sebagai care provider
(pemberi asuhan keperawatan), educator (pendidik), conselor, administrator, advocatte,
researcher dan collaborator.
Tindakan dialisis merupakan terapi pengganti utama pada pasien penyakit ginjal kronis
yang dilakukan sepanjang usia mereka. Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan
terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien baik kondisi fisik maupun kondisi psikososialnya
(Brunner & Suddart, 2008). Perubahan psikologis yang dirasakan dapat dilihat dari kondisi fisik
dan perubahan perilaku diantaranya: pasien selalu merasa bingung, merasa tidak aman,
ketergantungan dan menjadi individu yang pasif. Pasien sering mengalami masalah seperti:
kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, usia harapan hidup yang menurun dan fungsi
seksual sehingga dapat menimbulkan kemarahan dan akan mengarah pada suatu kondisi
kecemasan sebagai akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya (Fatayi, 2008).
Kecemasan merupakan kondisi gangguan psikologis dan fisiologis yang di tandai dengan
gangguan kognitif, somatik, emosional dan komponen dari rangkaian tingkah laku
(Cahyaningsih, 2009). Kondisi tersebut merupakan
gangguan pada komponen pemenuhan kebutuhan keperawatan individu sesuai dengan teori
keperawatan yang dijelaskan oleh Hildegard E. Peplau (Tomey, A., M & Alligod, M., A, 2006).
Kecemasan yang terjadi akibat kondisi penyakit kronis pada pasien akan
menyebabkan pasien mengalami gangguan dalam menjalankan proses interpesonal
sehingga akan mempengaruhi kondisi fisik individu. Oleh karena itu perawat memiliki
peranan penting dalam mengatasi kondisi kecemasan yang dialami oleh individu melalui
intervensi keperawatan secara berkesinambungan.

Referensi :

Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.

Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and
Values.

California : Addison WesleyPotter, P (1998). Fundamental of Nursing.Philadelphia :


Lippincott.

Anda mungkin juga menyukai