Anda di halaman 1dari 12

TUGAS FARMASI

KAPTOPRIL

Oleh :

Afdal Rosihan Hasbi,S.Ked

I1A004082

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARBARU
Oktober, 2009

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………...…………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………...…………………………ii

A. Pendahuluan………………………………………………….………………………1

B. Mekanisme Kerja…………………………………………….………………………2

C. Indikasi……………………………………………………….…………….……......4

D. Farmakologi……………………………………………………………….………...5

E. Efek Samping……………………………………………………….……………….8

F. Kontraindikasi………………………………….……………………………………9

Daftar Pustaka

2
KAPTOPRIL

A. Pendahuluan

Kaptopril adalah 1 [(2S)-3-merkapto-2-metilpropionil]-L-prolina, berupa

hablur putih atau hampir putih, bau khas seperti sulfida, melebur pada suhu 104°C

sampai 110°C. Kaptopril merupakan obat anti hipertensi yang bekerja secara

langsung dengan menghambat enzim konversi angiotensin. Diabsorbsi secara

cepat 60-65%, absorbsi berkurang 30-40% bila diberikan bersama makanan, maka

harus diberikan 1 jam sebelum makan, dieksresi melalui ginjal. Kaptopril

mengurangi kadar angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan

tekanan darah (1).

Kaptopril efektif untuk hipertensi ringan, sedang maupun berat.

Monoterapi efektif sebagai antihipertensi pada sekitar 70% penderita. Pada

hipertensi berat dapat ditambah sebagai vasodilator pada diuretika dan β-bloker.

Kaptopril lebih efektif pada penderita yang lebih muda bila digunakan sendiri.

Obat ini terpilih untuk penderita hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Dosis

awal 3x25 mg/hari, setelah satu atau dua minggu jika perlu bisa ditingkatkan

menjadi 3x50 mg/hari. Efek samping yang sering terjadi adalah batuk kering (10-

20%), lebih sering pada wanita dan pada malam hari. Efek samping lainnya kulit

merah, gangguan pengecap, udem. Untuk mengurangi efek samping dosis dimulai

serendah mungkin dan dinaikkan perlahan-lahan (1).

3
B. Mekanisme Kerja

Renin dieksresi oleh sel jukstadlomerular di dinding arteriol aferen dan

glomerulus ke dalam darah bila perfusi darah ke ginjal menurun (akibat

menurunnya tekanan darah atau adanya stenosis pada arteri ginjal). Bila terdapat

deplesi natrium (penurunan kadar natrium dalam tubul ginjal ) dan atau bila

terdapat stimulasi adrenergic (melalui reseptor β1) (2).

Renin yang merupakan enzim proteolitik, akan mencegah

angiotensinogen, suatu α-globulin yang disintesis dalam hati dan beredar dalam

darah, menjadi angiotensinogen (A1). AI yang relatif tidak aktif akan dikonversi

cepat sekali oleh ACE yang terikat pada membran endotel yang menghadap ke

lumen seluruh system vaskuler, menjadi angotensin II (AII) yang sangat aktif. AII

akan bekerja pada reseptor di otot polos vaskuler, korteks adrenal, jantung, dan

SSP untuk menumbulkan konstriksi arteriol dan venula (efek pada arteriol lebih

kuat), stimulasi sintesis dan sekresi aldosteron,stimulasi jantung dan sistem

simpatis dan efek di SSP berupa stimulasi konsumsi air dan peningkatan sekresi

ADH. Akibatnya akan terjadi peningkatan resistensi perifer, reabsorpsi natrium

dan air, serta peningkatan denyut jantung dan curah jantung. Peningkatan tekanan

darah ini mengaktifkan mekanisme umpan balik yang mengurangi sekresi

renin(2).

ACE juga adalah enzim kinisase II yang menginaktifkan bradikinin.

Bradikinin merupakan vasodilator arteriol sistemik yang poten, kerjannya melalui

produksi EDRF (endothelial derived relaxing factor) dan prostaglandin oleh sel-

sel endotel vaskuler (2).

4
Sistem RAA tidak berperan aktif dalam mempertahankan homestasis TD

pada subjek dengan volume darah yang normal, tetapi berperan penting dalam

mempertahankan tekanan darah dan volume intravaskuler sewaktu terdapat

deplesi natrium dan cairan (2).

ACEI (Penghambat enzim konversi angiotensin) dianggap sebagai terapi

lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien dengan hipertensi. Studi

ALLHAT menunjukkan kejadian gagal jantung dan stroke lebih sedikit dengan

klortalidon dibanding dengan lisinopril. Perbedaan untuk stroke konsisten dengan

hasil trial lainnya, the Captopril Prevention Project (CAPP). Pada studi dengan

lansia, ACEI sama efektifnya dengan diuretik dan penyekat beta, dan pada studi

yang lain ACEI malah lebih efektif. Lagi pula, ACEI mempunyai peranan lain

pada pasien dengan hipertensi plus kondisi lainnya. Kebanyakan klinisi setuju bila

ACEI bukan merupakan terapi lini pertama pada kebanyakan pasien hipertensi,

tetapi sangat mendekati diuretik. ACEI menghambat perubahan angiotensin I

menjadi angiotensin II, dimana angiotensin II adalah vasokonstriktor poten yang

juga merangsang sekresi aldosteron (3).

ACEI juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat

yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.

Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI,

tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping batuk kering yang sering

dijumpai pada penggunaan ACEI. ACEI secara efektif mencegah dan meregresi

hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi perangsangan langsung oleh

angiotensin II pada sel miokardial (3).

5
C. Indikasi

JNC 7 mencantumkan 6 indikasi khusus dari ACEI, menunjukkan banyak

kegunaan yang berdasarkan bukti (evidence-based) dari kelas obat ini. Beberapa

studi menunjukkan kalau ACEI mungkin lebih efektif dalam menurunkan resiko

kardiovaskular dari pada obat antihipertensi lainnya. Pada DM tipe 2, dua studi

menunjukkan kalau ACEI superior daripada CCB. Tetapi pada UKPDS, captopril

ekivalen dengan atenolol dalam mencegah kejadian kardiovaskular pada pasien

dengan DM tipe 2 (3-7).

ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gagal

jantung dan memperlambat proses penyakit ginjal kronis. Golongan ACEI harus

digunakan sebagai pengobatan lini pertama dalam terapi pada pasien-pasien ini,

kecuali terdapat kontraindikasi absolut. Selain terapi dengan penyekat beta, bukti

menunjukkan kalau ACEI lebih jauh menurunkan resiko kardiovaskular pada

angina stabil kronis (EUROPA) dan pada pasien-pasien pasca infark miokard

(HOPE). Akhirnya, data dari PROGRESS menunjukkan berkurangnya resiko

stroke yang kedua kali dengan kombiasi ACEI dan diuretik tiazid (3-7).

Kaptopril dapat efektif baik tunggal maupun dikombinasikan dengan

sediaan antihipertensi lainnya, khususnya diuretik tipe thiazide. Efek penurunan

tekanan darah dari Kaptoprildan thiazide kurang lebih merupakan tambahan (8).

Kaptopril dapat digunakan sebagai pengobatan awal pada pasien dengan

fungsi ginjal normal. Pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal, terutama

dengan penyakit pembuluh kolagen, sebaliknya Kaptopriluntuk pasien hipertensi

6
yang mempunyai perkembangan efek samping yang tidak diharapkan dari obat

lain, atau dengan respon yang tidak memuaskan pada obat kombinasi (8).

Kaptopril untuk pengobatan gagal jantung kongestif biasanya dalam

kombinasi dengan diuretik dan Digitalis. Efek yang bermanfaat dari Kaptopril

dalam gagal jantung tidak diperlukan pada saat pemakaian Digitalis (8).

Untuk perbaikan penyelamatan IM pada pasien disfungsi ventrikular kiri

yang secara klinis stabil menunjukkan penyemburan fraksi < 40 % dan untuk

mengurangi bahaya pada gagal jantung dan perawatan selanjutnya gagal jantung

kongestif pada pasien tersebut(8).

Kaptopril untuk pengobatan diabetes nephropati (proteinuria > 500 mg /

hari) pada pasien dengan diabetes melitus tipe I - diabetes melitus dependent dan

retinopati(8).

D. Farmakologi

Kebanyakan ACEI dapat diberikan 1 kali/hari kecuali kaptopril, waktu

paruhnya pendek, biasanya dua sampai tiga kali/hari. Kaptopril, enalapril, dan

lisinopril diekskresi lewat urin, jadi penyesuaian dosis diperlukan pada pasien

dengan penyakit ginjal kronis yang parah. Penyerapan kaptopril berkurang 30 –

40 % bila diberikan bersama makanan (3).

Jika memungkinkan, hentikan pemakaian obat antihipertensi yang

sebelumnya 1 minggu sebelum memulai kaptopril. Bila setelah 1-2 minggu belum

diperoleh penurunan tekanan darah yang memuaskan dosis dapat ditingkatkan

secara perlahan-lahan sampai 25 - 50 mg 2 - 3 kali sehari. Dosis Kaptopril untuk

7
hipertensi tidak boleh melebihi 150 mg sehari. Apabila belum ada penurunan

tekanan darah yang memuaskan setelah 1-2 minggu pada dosis ini (dan pada

pasien yang belum mendapat pengobatan diuretik), harus ditambahkan diuretik

tipe thiazide misal Hidroklorthiazide 25 mg sehari. Dosis diuretik dapat dinaikkan

dengan interval waktu 1 - 2 minggu sampai dosis antihipertensi tertinggi tercapai.

Pembatasan Natrium dapat bermanfaat saat Kaptopril digunakan secara tunggal.

Jika diperlukan penurunan tekanan darah lebih lanjut, dosis Kaptopril dapat

dinaikkan sampai 100 mg 2 atau 3 kali sehari dan jika perlu dapat ditingkatkan

sampai 150 mg 2 atau 3 kali sehari (saat melanjutkan diuretik) (8).

Dosis maksimal sehari Kaptopril tidak boleh melebihi 450 mg.

Untuk pengobatan pada gagal jantung, pengobatan awal disarankan menggunakan

diuretik. Pada pasien dengan tekanan darah normal atau rendah yang telah

diberikan diuretik dan kemungkinan menjadi hiponatremik dan / atau

hipovolemik, dimulai dengan dosis 6,25 atau 12,5 mg 3 kali sehari, dapat

meminimalkan besar atau durasi dari efek hipotensi; untuk pasien tersebut,

kenaikan sedikit demi sedikit terhadap dosis umum harian dapat terjadi sampai

beberapa hari kemudian. Pada umumnya dosis awal untuk semua pasien adalah 25

mg 3 kali sehari. Sesudah dosis 50 mg 3 kali sehari tercapai, tunda kenaikan

berikutnya, jika memungkinkan, untuk paling tidak 2 minggu diamati jika terdapat

respon yang memuaskan. Kebanyakan pasien yang diamati mendapat perbaikan

secara klinis dengan dosis 50 atau 100 mg 3 kali sehari. Jangan melebihi dosis

maksimal Kaptopril 450 mg sehari. Kaptopril secara umum harus digunakan

bersamaan dengan diuretik dan Digitalis (8).

8
Untuk pasien dengan infark miokard pengobatan dapat dimulai secepatnya

3 hari sesudah infark miokardial. Setelah pemberian dosis awal kaptopril 6,25 mg,

naikkan menjadi 12,5 mg 3 kali sehari. Kemudian naikkan kaptopril menjadi 25

mg 3 kali sehari selama beberapa hari kemudian dan hingga target dosis terakhir

50 mg 3 kali sehari selama lebih dari beberapa minggu. Kaptopril dapat digunakan

untuk pasien yang mendapat pengobatan dengan post-myocardial infarction

lainnya seperti trombolitik, Asetosal, beta bloker (8).

Untuk pasien dengan diabetes nefropati, dosis kaptopril yang

direkomendasikan untuk pemakaian jangka panjang adalah 25 mg 3 kali sehari.

Antihipertensi lainnya seperti diuretik, beta bloker, atau vasodilator dapat

digunakan secara bersamaan dengan kaptopril jika pengobatan tambahan

dibutuhkan untuk tekanan darah yang lebih rendah lagi (8).

Karena kaptopril secara utama diekskresikan melalui ginjal, kecepatan

ekskresi menurun pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pasien tersebut

akan lebih lama untuk mencapai kadar kaptopril pada keadaan puncak dan akan

mencapai kadar lebih tinggi keadaan puncak untuk pemberian dosis harian

daripada pasien dengan fungsi ginjal normal. Oleh karena itu, pasien tersebut

dapat merespon pada frekuensi dosis yang lebih kecil atau kurang. Maka untuk

pasien dengan kerusakan ginjal yang signifikan, dosis awal harian. Kaptopril

harus diturunkan, dan naikkan sedikit demi sedikit, yang harus lebih pelan

(interval 1 - 2 minggu). Setelah efek terapetik yang diinginkan tercapai, dosis

harus secara perlahan diturunkan sedikit demi sedikit untuk diamati dosis minimal

yang efektif. Pada pasien dengan kerusakan ginjal yang parah, jika dibutuhkan

9
kombinasi dengan diuretik maka lebih baik digunakan diuretik Furosemide

daripada thiazide(8).

E. Efek Samping

ACEI dapat di toleransi dengan baik oleh kebanyakan pasien tetapi tetap

mempunyai efek samping. ACEI mengurangi aldosteron dan dapat menaikkan

kosentrasi kalium serum. Biasanya kenaikkannya sedikit, tetapi hiperkalemia dapat

terjadi. Terlihat terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, atau diabetes

melitus dan pada pasien yang juga mendapat ARB, NSAID, supplemen kalium, atau

diuretik penahan kalium. Monitoring serum kalium dan kreatinin dalam waktu 4

minggu dari awal pemberian atau setelah menaikkan dosis ACEI sering dapat

mengidentifikasi kelainan ini sebelum dapat terjadi komplikasi yang serius(2,3).

Angiedema adalah komplikasi yang serius dari terapi dengan ACEI. Sering

ditemui pada African-Amerian dan perokok. Gejala berupa bengkak pada bibir dan

lidah dan kemungkinan susah bernafas. Hentikan pemberian ACEI untuk semua

pasien dengan angioedema, tetapi edema laring dan gejala pulmonal kadanag-kadang

terjadi dan memerlukan terapi dengan epinefrin, kortikosteroid, antihistamin, dan/atau

intubasi emergensi untuk membantu respirasi(2,3).

Batuk kering yang persisten terlihat pada 20% pasien; dapat dijelaskan secara

farmakologi karena ACEI menghambat penguraian dari bradikinin. Batuk yang

disebabkan tidak menimbulkan penyakit tetapi sangat menganggu ke pasien. Bila

ACEI diindikasikan untuk indikasi khusus gagal jantung, diabetes, atau penyakit

ginjal kronis; pada pasien-pasien dengan batuk kering, ACEI diganti dengan

ARB(2,3).

10
F. Kontraindikasi

ACEI merupakan kontraindikasi absolut untuk perempuan hamil dan pasien

dengan riwayat angioedema. ACEI juga tidak boleh diberikan pada pasien dengan

stenosis arteri pada ginjal(2,3).

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Lastari P, Murad J, Mutiatikum D, Alegantina S. Penelitian disolusi dan


penetapan kadar kaptopril dalam sediaan generik dan sediaan inovator.
CDK 2001; 132.

2. Setiawati A, Bustami Z. Antihipertensi, dalam : farmakologi dan terapi.


edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 1995.

3. Anonymous. Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes mellitus.


Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2005 ;
(online), (http://ebooks.lib.unair.ac.id, diakses 15 oktober 2009).

4. Anonymous. Efficacy of atenolol and captopril in reducing risk of


macrovascular and microvascular complications in type 2
diabetes:UKPDS 39. Br Med J 1998;317:713-720

5. Hunt SA et al.ACC/AHA guideline update for the diagnosis and


management of chronic heart failure in the adult. a report of the american
college of cardiology/ american heart association task force on practice
guidelines. American College of Cardiology Foundation (ACCF) 2005.

6. Bakris GL et al. Preserving renal function in adults with hypertension and


diabetes: a consensus approach. national kidney foundation hypertension
and diabetes executive committees working group. Am J Kidney Di
2000;36:646-661

7. Saseen JJ et al. Treatment of uncomplicated hypertension. are ace


inhibitors and calcium channel blockers as effective as diuretics and beta-
blockers ?.J Am Board Fam Pract 2003;16:156-164

8. Anonymous. Acepress. Bernofarm Pharmaceutical Company 2007 :


(online), (http:// bernofarm.com, diakses 15 oktober 2009).

12

Anda mungkin juga menyukai