Anda di halaman 1dari 30

REHABILITASI MEDIS DASAR DAN SOSIAL DI LAYANAN PRIMER

Oleh:
Adrian Reza Saputra
Reni Agustin
Siti Nurkomala Sari
Brian Rocky Ramadhan

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Rehabilitasi Medis Dasar dan Sosial di
Layanan Primer” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan makalah ini
adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas di Puskesmas Kampung Sawah.

Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para dokter pembimbing dan
pengampu ilmu kedokteran komunitas di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang telah meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari banyak sekali kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bukan hanya
untuk kami, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................... ......
1.2 Tujuan ................................................................................................ ......

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................


2.1.Definisi Rehabilitasi........................................................................... ......
2.2.TujuanRehabilitasi....................................................................................
2.3.Sasaran Rehabilitasi..................................................................................
2.4. Fungsi Rehabilitasi..................................................................................
2.5.Ruang Lingkup Rehabilitasi.....................................................................
2.6. Bidang/Aspek Pelayanan Rehabilitasi....................................................
2.7. Tahapan Layanan Rehabilitasi................................................................
2.8. Pelaksanaan Rehabilitasi ........................................................................
2.9. Pelayanan Rehabilitasi Medik.................................................................
2.10 . Pelayanan Rehabilitasi di Puskesmas Kampung Sawah.......................

BAB III TELAAH KRITIS JURNAL..............................................................


3.1 Analisis PICO........................................................................................
3.2 Analisis VIA..........................................................................................

BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan

rakyat. Halini berpengaruh pada demografi dan transisi epidemiologi

dimana pola penyakit yang semula berupa penyakit infeksi menjadi

penyakit kronik degeneratif. Upaya pembangunan di bidang kesehatan

tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif,

kuratif, maupun rehabilitatif. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu

upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Kemenkes,

2015)

Pelayanan rehabilitatif ini sifatnya komprehensif mulai dari promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Paradigma pelayanan rehabilitasi medik

yang dianut saat ini dititik beratkan pada strategi rehabilitasi pencegahan,

artinya pencegahan ketidakmampuan harus dilakukan sejak dini. Apabila

tidak dapat dicegah, tetap diupayakan mencapai tingkat seoptimal mungkin,

sesuai dengan potensi yang dimiliki (Depkes, 2007).

Bidang/aspek pelayanan rehabilitasi dapat digolongkan menjadi beberapa

bidang, yaitu: bidang kesehatan/ medik, bidang sosial, psikologis, dan

bidang kekaryaan/ pekerjaan/ keterampilan. Namun di puskesmas, upaya


pelayanan rehabilitasi hanyalah sebatas rehabilitasi dasar yaitu bidang sosial

dan kekaryaan. (Kemenkes, 2015)

2.2 Tujuan

Adapun tujuan penulisan ini berupa:

1. Memahami dan mempelajari mengenai rehabilitasi medis secara umum.

2. Memahami dan mempelajari rehabilitasi medis di Puskesmas Kampung

Sawah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian


diri secara maksimal atau usaha mempersiapkan penderita cacat secara fisik,
mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai
dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes 2007) Rehabilitasi berasal
dari dua kata, yaitu re yang berarti kembali dan habilitasi yang berarti
kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti mengembalikan
kemampuan. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada
penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki seoptimal
mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. (Yunus,
2010)

Pelayanan rehabilitasi medis adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan


fisik dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau
cedera melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik dana tau
rehabilitative untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal. (Kemenkes,
2015). Arah kegiatan rehabilitasi adalah refungsionalisasi dan
pengembangan. Refungsionalisasi dimaksudkan bahwa rehabilitasi lebih
diarahkan pada pengembalian fungsi dari kemampuan pasien, sedangkan
pengembangan diarahkan untuk menggali/menemukan dan memanfaatkan
kemampuan pasien yang masih ada serta potensi yang dimiliki untuk
memenuhi fungsi diri dan fungsi sosial dimana ia hidup dan berada. (Depkes,
2007)
2.2 Tujuan Rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi medik menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 378 Tahun 2008 di Rumah Sakit yaitu :
1. Mengatasi keadaan/kondisi sakit melalui paduan intervensi medik,
keterapian fisik, keteknisian medik, dan tenaga lain yang terkait.
2. Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau peyakitnya yang
mungkin membawa dampak kecacatan.
3. Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningktkan aktivitas, dan
partipasi pada difabel.
4. Mempertahankan kualitas hidup atau mengupayakan kehidupan yang
berkualitas.

Namun secara umum, tujuan utama rehabilitasi adalah membantu dalam


mencapai kemandirian optimal secara fisik, mental, sosial, dan ekonomi
sesuai dengan kemampuannya. Ini berarti membantu individu tersebut
mencapai kapasitas maksimalnya untuk memperoleh kepuasan hidup dengan
tetap mengakui adanya kendala-kendala teknis yang terkait dengan
keterbatasan teknologi dan sumber-sumber keuangan serta sumber-sumber
lainnya.

Pelayanan Rehabilitasi Medik dilakukan dengan menjunjung filosofi-filosofi


berikut:
1. Rehabilitasi merupakan ‘jembatan’ yang menjangkau perbedaan antara
kondisi tidak berguna-berguna, kehilangan harapan-berpengharapan
(Rehabilitation is a bridge spanning the gap between uselessness-
usefulness, hopelessness – hopefulness).
2. Rehabilitasi tidak hanya memperpanjang usia tetapi juga menambah
makna/kualitas dalam hidup (rehabilitation is not only to add years to
life but also add life to years).
Dalam kata lain, tujuan rehabilitasi adalah terwujudnya penderita berkelainan
yang berguna (usefull). Pengertian berguna tersebut mengandung dua makna,
yaitu:
1. Pasien mampu mengatasi masalah dari kecacatannya, dapat
menyesuaikan diri terhadap kekurangan-kekurangannya, serta
mempunyai kecekatan-kecekatan sosial dan vokasional.
2. Pengertian berguna juga mengandung makna bahwa pasien memiliki
kekurangan-kekurangan. Artinya kondisi pencapaian maksimal mungkin
tidak sama dengan orang normal, dan dalam kondisi minimal pasien
cacat tidak bergantung pada orang lain dalam mengurus dan menghidupi
dirinya.

2.3 Sasaran Rehabilitasi

Sasaran rehabilitasi tidak hanya memfokuskan kepada penderita namun juga


memenuhi keluarga penderita, tenaga kesehatan, lembaga pemerintah dan
swasta serta serta organisasi sosial yang terkait.

Berdasarkan Kemenkes 2008, sasaran rehabilitasi medik yaitu :


1. Bagian/Departemen/Instalasi rehabilitasi medik
2. Dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (SpRM)
3. Perawat Rehabilitasi Medik
4. Tenaga keterapian fisik (fisioterapts, terapis wicara, okupasi terapis)
5. Tenaga keteknisian medis (ortortis prostetis)
6. Tenaga terkait lain (psikolog, pedagog, petugas social medik, rohaniawan)
7. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota

Berdasarkan Qoleman (1988:663) mengemukakan sasaran rehabilitasi adalah


sebagai berikut:
a. Meningkatkan insight individu terhadap problem yang dihadapi,
kesulitannya dan tingkah lakunya.
b. Membentuk sosok self identity yang lebih baik pada individu.
c. Memecahkan konflik yang menghambat dan mengganggu.
d. Merubah dan memperbaiki pola kebiasaan dan pola reaksi tingkah laku
yang tidak diinginkan.
e. Meningkatkan kemampuan melakukan relasi interpersonal maupun
kemampuan-kemampuan lainnya.
f. Modifikasi asumsi-asumsi individu yang tidak tepat tentang dirinya sendiri
dan dunia lingkungannya.
g. Membuka jalan bagi eksistensi individu yang lebih berarti dan bermakna
atau berguna. (Depkes, 2007)

2.4 Fungsi Rehabilitasi

Rehabilitasi yang diberikan kepada pasien berkelainan berfungsi untuk


pencegahan(preventif), penyembuhan (kuratif) atau pemulihan/pengembalian
(rehabilitatif), dan pemeliharaan/penjagaan (promotif).
1. Fungsi pencegahan, melalui program dan pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi pasien dapat menghindari hal-hal yang dapat menambah
kecacatan yang lebih berat/ lebih parah/ timbulnya kecacatan ganda.
Melalui kegiatan terapi, bagian-bagian tubuh yang tidak cacat dapat
ditambah kekuatan dan ketahanannya, sehingga kelemahan pada bagian
tertentu tidak dapat menjalar ke bagian lain yang telah cukup terlatih.
2. Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi pasien
dapat sembuh dari sakit, organ tubuh yang semula tidak kuat menjadi
kuat, yang tadinya tidak berfungsi menjadi berfungsi, yang tadinya
tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mampu menjadi mampu.
3. Fungsi pemeliharaan/penjagaan, bagi pasien yang pernah memperoleh
layanan rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medik, sosial, dan
keterampilan organ gerak/keterampilan vokasional tertentu yang sudah
dimiliki dapat tetap terpelihara/tetap terjadi melalui kegiatan-kegiatan
rehabilitasi yang dilakukan.
2.5 Ruang Lingkup Rehabilitasi

Dalam rehabilitasi medik sebagaimana ilmu kedokteran lainnya, meliputi :


1. Pemeriksaan fisik ; disini difokuskan kepada mencari tingkat
kemampuan fisik dari yang sakit atau fungsi secara keseluruhannya.
Misalnya pasien yang mengalami patah tulang kita evaluasi ototnya,
pergerakan sendinya dan fungsi tangannya, pemeriksaan ini diperlukan
untuk menjadi dasar-dasar pengobatan dan tindakan selanjutnya.
2. Diagnosis dan pengobatan : diagnosis dan pengobatan didasarkan pada
pemeriksaan yang meliputi aspek medis dan rehabilitasi termasuk disini
apakah terdapat atrofi otot, kontraktur sendi, kelumpuhan kemampuan
mobilisasi, aktifitas sehari-hari, komunikasi masalah sosial, pendidikan,
psikologi, dan pekerjaannya. Dalam pengobatan disini dapat diartikan
koreksi kondisi cacat yang ada.
3. Pencegahan : pencegahan terutama dilakukan untuk menghindari
timbulnya kecacatan sekunder yang menyertai kecacatan primer sebagai
akibat komplikasi istirahat lama selama perawatan atau pengobatan.
Berdasarkan hal tersebut maka upaya rehabilitasi harus diberikan sedini
mungkin.

2.6 Bidang/Aspek Pelayanan Rehabilitasi

Pelayanan Rehabilitasi medik di Indonesia dibuat dengan strategi berjenjang


sehingga pelayanan akan merata. Pelayanan dimulai dari rumah sakit, pusk
esmas serta di masyarakat dengan program, rehabilitasi bersumberdaya
masyarakat (RBM). Strategi ini dikembangkan sesuai dengan kebijakan,
standarm pedoman dan SOP yang tersedia. Pelayanan rehabilitasi medik di
puskesmas ditujukan untuk memberikan pelayanan rehabilitasi medik dasar.
Selain itu juga untuk memberikan pembinaan kepada masyarakat melalui
program RBM (termasuk individu difabel) serta melaksanakan rujukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. (Kemenkes, 2015)
Rehabilitasi bersumberdaya/berbasis masyarakat merupakan strategi dalam
pembangunan masyarakat agar lebih berperan aktif dalam upaya mengatasi
masalah kecacaran melalui rehabilitasi, persamaan kesempatan, integrase
social dari semua individu difabel dalam aspek kehidupan dan penghidupan.
Secara operasional, RBM adalah upaya rehabilitasi sederhana dan
pencegahan kecacatan yang dilaksanakan di dalam keluarga dan masyarakat
agar lebih berperan aktif secara optimal dalam memandirikan individu difabel
dengan menggunakan sumber daya dan sumber dana yang ada di masyarakat.
(Depkes, 2007)

Bidang/aspek pelayanan rehabilitasi dapat digolongkan menjadi tiga bidang,


yaitu: bidang kesehatan/medik, bidang sosial, psikologis, dan bidang
kekaryaan/pekerjaan/keterampilan.
1. Rehabilitasi Kesehatan/ Medik
Rehabilitasi kesehatan/ medik merupakan lapangan spesialisasi ilmu
kedokteran baru, yang berhubungan dengan penanganan secara
menyeluruh dari penderita yang mengalami gangguan fungsi/ cidera
(impairment), kehilangan fungsi/cacat (disability) yang berasal dari
susunan otot tulang (musculoskeletal), susunan otot syaraf
(neuromuscular), susunan jantung dan paru-paru (cardiovascular and
respiratory system), serta gangguan mental sosial dan kekaryaan yang
menyertai kecacatannya. Pelayanan yang diberikan meliputi :
a. Pelayanan Fisioterapi
Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan
dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi dan
komunikasi.
b. Pelayanan Terapi Wicara
Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
dan atau kelompok untuk memulihkan dan mengupayakan
kompensasi atau adaptasi fungsi komunikasi, bicara dan menelan
dengan melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi (fisik,
elektroterapeutis, dan mekanis).
c. Pelayanan Terapi Okupasi
Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan
fungsi dan atau mengupayakan kompensasi/adaptasi untuk aktifitas
seharti-hari (Activity Day Life), produktifitas dan waktu luang
melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi.
d. Pelayanan Ortotis-Prostetis
Adalah salah satu bentuk pelayanan keteknisian medik yang ditujukan
kepada individu untuk merancang, membuat dan mengepas alat bantu
guna pemeliharaan dan pemulihan fungsi, atau pengganti anggota
gerak.

2. Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah suatu rangkaian kegiatan professional dalam
upaya mengembalikan dan meningkatkan kemampuan warga masyarakat
baik perorangan, keluarga maupun kelompok penyandang masalah
kesejahteraan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara
wajar, dan dapat menempuh kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaannya (Depsos, 2002). Penegertian menurut The National
Council on Rehabilitation, rehbilitasi social adalah perbaikan atau
pemulihan menuju penyempurnaan ketidakberfungsian fisik, mental,
social, dan ekonomi sesuai kapasitas potensi mereka.

Tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan kembali rasa harga


diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan
diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya, dan
memulihkan kembali kemauan dan kemampuan agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar dengan berbagai cara sebagai berikut:
a. Pencegahan
Pencegahan bertujuan untuk mencegah timbulnya masalah sosial
penyandang cacat, baik masalah yang datang dari pasien itu sendiri
maupun masalah dari lingkungannya.
b. Tahap Rehabilitasi
1) Pemberian rehabilitasi melalui bimbingan sosial dan pembinaan
mental, bimbingan keterampilan.
2) Bimbingan sosial diberikan baik secara individu maupun
kelompok. Usaha rehabilitasi ini untuk meningkatkan kesadaran
individu terhadap fungsi sosialnya dan menggali potensi positif
seperti bakat, minat, hobi, sehingga timbul kesadaran akan harga
diri serta tanggung jawab sosial secara mantap.
3) Bimbingan keterampilan diberikan agar individu mampu
menyadari akan keterampilan yang dimiliki dan jenis-jenis
keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Lebih lanjut
agar individu dapat mandiri dalam hidup bermasyarakat dan
berguna bagi nusa dan bangsa.
4) Bimbingan dan penyuluhan diberikan terhadap keluarga dan
lingkungan sosial dimana penderita berada. Bimbingan dan
penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab sosial keluarga dan lingkungan sosial, agar benar-
benar memahami akan tujuan program rehabilitasi dan kondisi
klien sehingga mampu berpartisipasi dalam memecahkan
permasalahan.
c. Resoliasisasi
Resosialisasi adalah segala upaya yang bertujuan untuk menyiapkan
penderita agar mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat.
Resosialisasi merupakan proses penyaluran dan merupakan usaha
penempatan para penderita setelah mendapat bimbingan dan
penyuluhan sesuai dengan situasi dan kondisi individu yang
bersangkutan. Resosialisasi merupakan penentuan apakah individu
penderita betul-betul sudah siap baik fisik, mental, emosi, dan
sosialnya dalam berintegrasi dengan masyarakat, dan dari kegiatan
resosialisasi akan dapat diketahui apakah masyarakat sudah siap
menerima kehadiran dari penderita.
d. Pembinaan Tindak Lanjut (after care)
Pembinaan tindak lanjut diberikan agar keberhasilan penderita
dalam proses rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih
dimantapkan, dari pembinaan tindak lanjut juga akan diketahui
apakah penderita dapat menyesuaikan diri dan dapat diterima di
masyarakat. Tujuan dari pembinaan tindak lanjut adalah
memelihara, memantapkan, dan meningkatkan kemampuan sosial
ekonomi dan mengembangkan rasa tanggung jawab serta kesadaran
hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, kegiatan tindak lanjut sangat
penting, karena di samping penderita termonitoring kegiatannya juga
dapat diketahui keberhasilan dari program rehabilitasi yang telah
diberikan.

3. Rehabilitasi Psikologis
Rehabilitasi psikologis merupakan bagian dari proses rehabilitasi penca
yang berusaha untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi
semaksimal mungkin pengaruh negatif yang disebabkan oleh kecacatan
terhadap mental penca serta melatih mempersiapkan mental mereka agar
siap dan mampu menyesuaikan diri di masyarakat.

Proses pelaksanaan rehabilitasi psikologis berjalan bersamaan dengan


proses rehabilitasi medis, pendidikan, dan keterampilan, dimana prosesnya
bertujuan untuk:
a. Menghilangkan atau mengurangi semaksimal mungkin akibat
psikologis yang disebabkan oleh kecacatan. Misalnya timbul perasaan
putus asa, perasaan rendah diri, harga diri yang rendah, mudah
tersinggung, mudah marah, malas, suka minta bantuan, suka
mengisolasi diri, dsb.
b. Memupuk rasa harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri,
semangat juang, semangat kerja dalam kehidupan, rasa tanggung
jawab pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan Negara.
c. Mempersiapkan pasien cacat secara mental psikologis agar mereka
tidak canggung bila berada di tengah masyarakat.

4. Rehabilitasi Karya (Vocational Rehabilitation)


Istilah rehabilitasi vokasional berarti bagian dari suatu proses rehabilitasi
secara berkesinambungan dan terkoordinasikan yang menyangkut
pengadaan pelayanan-pelayanan di bidang jabatan seperti bimbingan
jabatan (vocational guidance), latihan kerja (vocational training),
penempatan yang selektif (selective placement), adalah diadakan guna
memungkinkan para penderita cacat memperoleh kepastian dan
mendapatkan pekerjaan yang layak.

Tujuannya agar pasien dapat memiliki kesiapan dasar dan keterampilan


kerja tertentu yang dapat untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun
keluarganya. Sedangkan sasaran pokoknya adalah menumbuhkan
kepercayaan diri, disiplin mendorong semangat pasien agar mau bekerja.

2.7 Tahapan Layanan Rehabilitasi

Proses pekerjaan rehabilitasi secara umum terdiri dari 3 tahapan, yaitu: tahap
pra rehabilitasi, tahap pelaksanaan rehabilitasi, dan tahap evaluasi serta tindak
lanjut. Tahap-tahap tersebut satu dengan yang lainnya berurutan dan
dilaksanakan secara berkelanjutan.
1. Tahap Pra Rehabilitasi/tahap Persiapan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi: pengumpulan data,
penelaahan data dan pengungkapan masalah, penyusunan program
layanan rehabilitasi, dan konferensi kasus (case conference).
2. Tahap Pelaksanaan Rehabilitasi
Dalam tahap pelaksanaan rehabilitasi terdiri dari dua bentuk layanan,
yaitu:
a. Bentuk layanan rehabilitasi yang bersifat umum dan berlaku bagi semua
penderita cacat. Misalnya: pelayanan pengobatan umum, layanan
rehabilitasi mental keagamaan, rehabilitasi aspek budi pekerti,
pencegahan penyakit menular, dan sebagainya.
b. Bentuk layanan rehabilitasi yang bersifat khusus. Misalnya: pemberian
bantuan kacamata bagi pasien tunanetra yang tajam penglihatannya
kurang, bantuan alat bantu dengar, fisio terapi, terapi bicara, terapi
okupasi, latihan ADL (activity of daily living), terapi prilaku
menyimpang, dsb.
3. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
Pada tahap ini yang menjadi sasaran adalah:
a. Pasien yang telah memperoleh hasil-hasil rehabilitasi yang
maksimal agar tetap mampu menjaga kondisinya.
b. Pasien yang telah memiliki keterampilan khusus tertentu untuk
disalurkan ke tempat kerja
c. Pasien yang pernah memperoleh layanan rehabilitasi dan telah
kembali ke lingkungan keluarga untuk mengetahui dan membantu
pemecahan kesulitan yang dihadapi.
d. Pasien cacat yang pernah menjadi peserta didik yang kemudian
tinggal di suatu sanggar keterampilan/kelompok usaha produktif
(Depkes, 2007).

2.8 Pelaksanaan Rehabilitasi

Kegiatan rehabilitasi dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak dan tempat. Para
petugasnya pun dapat dari bagian medik dan nonmedik, para petugas yang
tergabung dalam tim dan pembagian tugasnya adalah sebagai berikut:
1. Kepala instansi Rehabilitasi Medik
Penanggung jawab, pengatur pelayanan, dan melakukan koordinasi
dengan instalasi terkait.
2. Staf medis fungsional
Melakukan pemeriksaan, penegakkan diagnosis medis dan fungsional
serta melakukan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.
3. Perawat rehabilitasi medis
Membantu dokter melakukan asuhan keperawatan umum.
4. Tenaga keterapian fisik (Fisioterapis, Terapi Okupasi, Terapis Wicara)
Melakukan asesmen dan terapi menurut kompetensi masing-masing dan
seseuai arahan dokter.
5. Tenaga keteknisian medis (Ortotis-Prostetis)
Merancang, membuat, dan mengepas alat bantu atau alat pengganti
anggota gerak sesuai arahan dokter.
6. Tenaga non medis (Psikolog, Petugas Sosial Medik, Rohaniawan,
Pedagog)
Melakukan asesmen dan terapi menurut kompetensi masing-masing dan
seseuai arahan dokter.
7. Penanggung jawab administrasi dan keuangan
Membantu kepala instansi dalam membuat laporan hasil kegiatan
berkala, membuat catatan keuangan, dan bertanggung jawab terhadap
hasil pekerjaannya.
8. Penanggung jawab pelayanan
Pengawasan pelaksanaan pelayanan setiap hari dan mengatasi
permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan.
9. Penanggung jawab logsitik

Pemeliharaan sarana, memuat laporan berkala, mencatat semua barang di


gudang dan mengawasinya. Beberapa tenaga kesehatan dalam rehabilitasi
berfungsi sebagai berikut :
1. Dokter
Dokter terdiri dari para spesialis rehabilitasi medik yang melakukan
pemeriksaan, menegakkan diagnosis dan menentkan program
rehabilitasi.
2. Fisioterapis
Fisioterapis mempunyai keahlian dalam bidang terapi fisik untuk
pengobatan sesuai program yang ditentukan.
3. Terapi okupasi
Terapi okupasi mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi
fungsi tangan serta memberikan latihan pengembaliannya.
4. Ortotis prostetis
Ortotis prostetis mempunyai keahlian sebagai teknisi dalam
mengukur, membuat dan mengepas komponen tubuh palsu dan atau
alat penunjang anggota tubuh yang sakit.
5. Pekerja sosial medik
Pekerja sosial medik mempunyai keahlian dalam
menyelesaikan/memecahkan masalah sosial yang berkaitan dengan
penyakit/kecacatannya. Masalah dapat berasal dari keluarga,
lingkungan serta material. Penanganannya mulai dari saat penderita
dirawat sampai penderita dipulangkan dan kembali ke lingkungan
semula/khusus bekerja sama dengan Dinas Sosial/Organisasi
khusus.
6. Psikolog
Psikolog mengadakan evaluasi dan mengobati gangguan mental
akibat cacat untuk meningkatkan motivasi barusaha mengatasi
kecacatan serta akibatnya.
7. Ahli bina wicara
Ahli bina wicara mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi
serta melatih gangguan komunikasi.

8. Perawat rehabilitasi
Perawat rehabilitasi mempunyai tugas dan keahlian dalam
perawatan khusus selain perawatan umum, terutama dalam
mencegah komplikasi istirahat/tirah baring lama. Meskipun ahli-ahli
tersebut sudah ada, belum menjamin berhasilnya usaha rehabilitasi,
bila tidak mengikuti konsep rehabilitasi medik sedini mungkin

Gambar 1. Ketenagaan Minimal Rehabilitasi Medik


2.9 Pelayanan Rehabilitasi Medik

Pelayanan rehabilitasi medic dibagi dalam beberapa strata pelayanan. Jenis


tenaga dan kelengkapan pelayanan menentukan strata pelayanan di rumah
sakit tersebut atau sebaliknya
1. Strata I: Pelayanan Primer
Pelayanan rehabilitasi medic Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik
dan subspesialistik (RS kelas C/kelas D dan puskesmas). Tenaga yang
tersedia: Dokter umum terlatih dan terapis.
Pelayanan mencakup layanan rehabilitasi medik dasar

2. Strata II: Pelayanan Sekunder


Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik (RS kelas
B non pendidikan/kelas C). Tenaga yang tersedia: Dokter SpRM,
perawat rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi okupasi, ortotik-prostetik.

Pelayanan mencakup:
a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik
b. Layanan fisioterapi dengan peralatan dasar
c. Layanan okupasi terapi dengan alat dasar
d. Layanan ortotik-prostetik, tidak punya bengkel sendiri
e. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik

3. Strata IIIA: Pelayanan Tersier


Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik (RS kelas
B pendidikan/kelas A). Tenaga yang tersedia: Dokter SpRM, perawat
rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, ortotik-
prostetik, psikolog, petugas social medik.
Pelayanan mencakup:
a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik
(musculoskeletal, neuromuscular, pediatric, kardiorespirasi,
geriatric)
b. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik
c. Layanan fisioterapi dengan alat lengkap
d. Layanan okupasi terapi dengan alat lengkap
e. Layanan terapi wicara dengan alat lengkap
f. Layanan ortotik-prostetik dengan bengkel sederhana
g. Layanan psikologi
h. Layanan social medic

4. Strata IIIB: Pusat Rujukan Nasional


Pelayanan rehabilitasi medic rujukan tertinggi. Tenaga yang tersedia:
Dokter SpRM, perawat rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi okupasi,
terapi wicara, ortotik-prostetik, psikolog, petugas social medik.

Pelayanan mencakup:
a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik
(musculoskeletal, neuromuscular, pediatric, kardiorespirasi,
geriatric, dan subspesialistik lain sesuai kebutuhan)
b. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik
c. Layanan fisioterapi dengan alat canggih
d. Layanan okupasi terapi dengan alat canggih
e. Layanan terapi wicara dengan alat canggih
f. Layanan ortotik-prostetik dengan bengkel lengkap dan atau bengkel
kursi roda
g. Layanan psikologi
h. Layanan social medic
i. Layanan konseling persiapan vokasional
Intervensi keterapian fisik dan rehabilitasi terhadap pasien dilakukan
melalui layanan individu atau kelompok. Kegiatan pelayanan ini merupaka
pelayanan tersendiri baik rawat jalan atau rawat inap RS, maupun layanan
terpadu. Pada beberapa kasus yang spesifik, misalnya cedera medulla
spinalis, trauma kepala, diperlukan rawat inap khusus yang berada di bagian
rehabilitasi medis. Adapun kriteria rawat inapnya berupa:
1. Pasien kandidat rehabilitasi medic yaitu yang akibat
penyakit/trauma/cedera mengalami gangguan fungsi serta aktifitas
sehari-hari.
2. Pasein yang dinyatakan tidak lagi membutuhkan perawatan dari segi
penyakitnya, tapi memerlukan pelayanan rehabilitasi medic secara
terpadu.

Kegiatan yang dilakukan berupa:


1. Diagnosis medik dan fungsional oleh SpRM/Dokter Umum terlatih
Rehabilitas Medik
2. Pemeriksaan/penilaian/asesmen tim
3. Paket program terapi: Layanan rehabilitas rawat jalan atau inap
4. Keluar atau dikembalikan ke dokter pengirim dalam keadaan: sembuh,
pulih dengan gejala sisa, atau meninggal
5. Kembali ke masyarakat.

2.10 Pelayanan Rehabilitasi Di Puskesmas Kampung Sawah

Puskesmas Kampung Sawah sudah melakukan pelayanan rehabilitasi.


Pelayanan rehabilitasi medik yang dilakukan yaitu berupa pelayanan home
care. Menurut Departemen Kesehatan (2002) home care adalah pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada
individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk
meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit.
Pelayanan home care ini merupakan salah satu upaya kesehatan perorangan
tingkat pertama seperti yang tercantum dalam permenkes 75 tahun 2014 pasal
37 ayat 1. Di puskesmas Kampung Sawah, home care dilakukan pada pasien
pasca perawatan (home care followed patient), dimana pasien yang
membutuhkan home care seperti pasien penderita TB, kusta, pasienn pasca
stroke, pasien dengan lanjut usia atau pasien dengan keterbatasan mobilisasi.
Pasien yang membutuhkan pelayanan home care ini biasanya diketahui lewat
program posbindu. Namun prosedur pelayanan home care ini belum terencana
dengan baik karena beberapa kasus tertentu masih membutuhkan rujukan karena
sarana dan prasarana yang belum memadai dan juga belum tersedianya tenaga
kesehatan seperti perawat rehabilitasi atau fisioterapis.
BAB III
TELAAH KRITIS JURNAL

Judul

Faktor yang berhubungan dengan minat home care pada lansia penderita
diabetes melitus di puskesmas sudiang raya.

Telaah jurnal PICO

1. Problem
Kurang nya minat serta peran keluarga terhadap penggunaan pelayanan
home care.
2. Intervention
Pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi pada subjek penelitian.
3. Comparison
Berdasarkan hasil uji statisik dengan chi-squeare test di peroleh nilai ρ =
0,004. Karena nilai α < 0,05, maka Hα diterima. Jadi ada hubungan antara
pengetahuan dengan minat home care pada lansia penderita diabetes
melitus di Puskesmas Sudiang Raya.

Penelitian ini sesuai Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdurrahim


senuk (2013) dengan judul penelitian “Hubungan Pengetahuan dan
Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Diet Diabetes Melitus di
Poliklinik RSUD Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara” dimana
mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan
kepatuhan menjalani diet diabetes melitus.

Berdasarkan hasil uji statisik dengan chi-squeare test di peroleh nilai ρ =


0,000. Karena nilai α < 0,05, maka Hα diterima. Jadi ada hubungan antara
dukungan keluarga dengan minat home care pada lansia penderita diabetes
melitus di Puskesmas Sudiang Raya.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh ayuningtyas
(2012) dimana dukungan dari keluarga merupakan support system utama
bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya.

Berdasarkan hasil uji statisik dengan chi-squeare test di peroleh nilai ρ =


0,000. Karena nilai α < 0,05, maka Hα diterima. Jadi ada hubungan antara
status ekonomi dengan minat home care pada lansia penderita diabetes
melitus di Puskesmas Sudiang Raya.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh mohamad judha
(2016) dimana responden dengan status ekonomi tinggi taat dalam
melakukan kontrol gula darah pada penderita diabetes melitus.
4. Outcome
a. Ada hubungan antara Pengetahuan dengan minat home care pada lansia
penderita diabetes melitus.
b. Ada hubungan antara Dukungan keluarga dengan minat home care pada
lansia penderita diabetes melitus.
c. Ada hubungan antara Status ekonomi dengan minat home care pada
lansia penderita diabetes melitus

Telaah Jurnal VIA


Pada kegiatan jurnal reading, penulis telah mendapatkan jurnal yang akan ditelaah
yaitu: Faktor yang berhubungan dengan minat Home Care pada lansia penderita
Diabetes Melitus di puskesmas sudiang raya. Jurnal ini telah menjawab pertanyaan
dasar telaah jurnal, yaitu:

1. Validity
a. Penulisan Judul: “Faktor yang berhubungan dengan minat Home Care
pada lansia penderita Diabetes Melitus di puskesmas sudiang raya”.
Judul pada penelitian terdiri dari 16 kata. Judul singkat, jelas, dan
menarik serta memudahkan pembaca untuk mendapatkan gambaran
mengenai isi jurnal.
b. Nama Penulis: Faisal, Muzakkir, Wahyuni Maria.
Penulisan nama penulis sesuai dengan peraturan jurnal karena tidak
disertai dengan gelar dan menggunakan nama belakang sebagai sitasi.
c. Alamat Penelitian dan Asal Institusi
Pada jurnal ini dicantumkan alamat korespondensi dan Asal institusi.

Abstrak:
Penulisan abstrak terstruktur, terdiri atas latar belakang, metode, hasil,
kesimpulan dan kata kunci. Jumlah kata dalam abstrak adalah 217 kata
sedangkan penulisan abstrak yang baik memiliki jumlah kata antara 200-
250. Oleh karena itu, abstrak jurnal ini memenuhi syarat abstrak yang
baik. Secara keseluruhan abstrak memiliki nilai informatif memberikan
informasi tersendiri yang dirangkum secara ringkas dan mudah
dimengerti.

Latar Belakang:
Home care lanjut usia merupakan pelayanan pendampingan dan
perawatan lanjut usia di lingkungan keluarga atau di rumah. Lanjut usia
merupakan individu yang berada dalam tahapan usia late adulthood atau
yang dimaksud dengan tahapan usia dewasa akhir, dengan kisaran usia
dimulai dari 60 tahun keatas.
Masih banyak keluarga yang belum memahami kebutuhan lanjut usia,
mengingat bahwa kebutuhan dari lanjut usia bukan hanya sebatas
tercukupi dengan makan, minum, dan menjaga kesehatan fisik saja, tetapi
lebih dari itu diperlukan juga kepedulian keluarga dalam memenuhi
kebutuhan kesehariannya. Maka dari itu lanjut usia perlu mendapatkan
perhatian khusus dari keluarga agar mereka tidak merasa kesepian dan
hendaknya kebutuhan lanjut usia tersebut dapat di penuhi, sehingga
lanjut usia dapat hidup dengan bahagia dan merasa masih berguna bagi
masyarakat.

Metode:
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sudiang Raya pada tanggal 09
juni-09 juli tahun 2017. Jenis penelitian ini merupakan penelitian
Kuantitatif dengan metode yang digunakan adalah metode survei analitik
dengan rancangan Cross sectional yaitu dalam penelitian seksional
silang, variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada
objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia penderita diabetes melitus
yang berkunjung di Puskesmas Sudiang Raya sebanyak 57 orang
sedangkan Jumlah sampel dalam penelitian yaitu 37 responden.

Hasil:
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari total 37 responden
(100%) didapatkan 19 responden (51.3%) dengan pengetahuan baik
untuk melakukan home care, diantaranya terdapat 15 responden (40.5%)
yang memiliki minat home care tinggi hal ini karena adanya informasi
dan penjelasan yang didapatkan dari petugas pelayanan kesehatan serta
manfaat dan kelebihan yang didapatkan menggunakan jasa pelayanan
home care. Dan terdapat 4 responden (10.8%) yang memiliki minat home
care kurang, hal ini karena jarak tempuh dari rumah ke tempat
pemeriksaan kesehatan dekat sehingga responden lebih memilih untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas.

Kesimpulan:
berdasarkan hasil Penelitian menyimpulkan bahwa status ekonomi
berpengaruh terhadap minat home care. Seseorang yang status sosial
ekonomi yang cukup baik, maka akan mengurangi beban dalam
memenuhi kebutuhan kesehariannya sedangkan seseorang yang
memiliki status sosial ekonomi yang kurang juga akan berdampak dalam
memenuhi kebutuhan kesehariannya, maksudnya dalam memenuhi
kebutuhan keseharian seseorang dibutuhkan biaya, termasuk untuk
penggunaan jasa pelayanan home care pasti dibutuhkan juga finansial.

2. Importance
Penelitian ini penting karena untuk mengetahui penilaian Faktor yang
berhubungan dengan minat Home Care pada lansia penderita Diabetes Melitus
di puskesmas sudiang raya. Dengan adanya penelitian ini, maka pemegang
program puskesmas dan kader posyandu dapat mengevaluasi berbagai Faktor
yang berhubungan dengan minat Home Care pada lansia penderita Diabetes
Melitus di puskesmas sudiang raya.

3. Applicability
Hasil penelitian ini baik dan dapat diterapkan di Puskesmas Kampung Sawah
sebagai salah satu pusat pelayanan kesehatan primer di Indonesia. Pelayanan
kesehatan primer di Indonesia harus mengedepankan peran aktif dalam
memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat melalui program-program
puskesmas yang ada didalamnya. Posyandu lansia merupakan salah satu
program puskesmas yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada
lansia.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian


diri secara maksimal atau usaha mempersiapkan penderita cacat secara fisik,
mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan
kemampuan yang ada padanya
2. Arah kegiatan rehabilitasi adalah refungsionalisasi dan pengembangan.
3. Puskesmas Kampung Sawah sudah melakukan pelayanan rehabilitasi medik
yaitu berupa pelayanan home care. Namun belum terencana dengan baik
karena sarana dan prasarana yang belum memadai dan belum tersedianya
tenaga kesehatan seperti perawat rehabilitasi atau fisioterapis.
4. Home-based rehabilitation service (HBRS) memiliki dampak positif bagi
peningkatan kesehatan pasien jangka pendek dan mengurangi pemakaian
layanan rumah sakit pasien tersebut.
5. Rumah sakit dapat menjadi fasilitator kader HBRS terlatih di lingkungan kerja
puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi


Medik di Rumah sakit kelas A, B, C dan D. Edisi ke-3. 2007. Jakarta:
Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:EGC

Keputusan menteri kesehatan No: 378/Menkes:/SK/IV/2008 tentang


Pedoman Pelayanan Rehabilitasi medik di Rumah Sakit

Keputusan menteri kesehatan No: 585/Menkes:/SK/IV/2007 tentang


Pedoman Pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas

Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia. 2015. Jakarta: kementrian kesehatan


RI

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Promosi kesehatan di daerah masalah


kesehatan. Jakarta: Kementrian kesehatan RI.

Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia. 2015. Jakarta: kementrian kesehatan


RI

Anda mungkin juga menyukai