Panduan Sedasi 2014
Panduan Sedasi 2014
SEDASI
RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014
RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO - BATU
DAFTAR ISI
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.
Jumlah prosedur non invasif dan invasif minimal di lakukan di luar ruang operasi telah
berkembang pesat selama beberapa dekade.Sedasi, analgesia atau keduanya mungkin
diperlukan untuk banyak prosedur intervensi dan diagnostik. Perawatan individual penting
ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi analgesia prosedural (PSA). Pasien
mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.Manajemen sedasi dapat berkisar
dari sedasi minimal, sejauh anestesi minimal.
Berbagai prosedur yang memerlukan sedasi prosedural dilayani lebih baik dengan
mempertimbangkan tujuan sedasi prosedural dan menentukan apakah pasien tertentu
memerlukan intervensi farmakologis untuk memenuhi tujuan selama prosedur.
2. TUJUAN
2.1. Tujuan Umum :
Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur di
IGD, radiologi, kedokteran gigi.
2.2. Tujuan Khusus :
Ada beberapa tujuan daripada sedasi :
- Keselamatan pasien
- Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur
- Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur
- Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali
sadar secepat mungkin
Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien berdasarkan
tingkat kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur.Perawatan individual penting
ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi prosedural.Pasien mungkin perlu obat
anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.
Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :
(1) Sedasi Minimal (anxiolysis). Dalam keadaan ini pasien dapat merespon
perintah verbal dan mungkin memiliki beberapa gangguan kognitif, tetapi
tidak ada efek pada status kardiopulmoner.
1
(2) Sedasi Moderat. Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan in dapat
merespons dengan tepat perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan
stimulasi taktil cahaya. Pasien mampu mempertahankan jalan nafas secara
independen, ventilasi yang cukup dan fungsi jantung biasanya terpengaruh
oleh obat yang diberikan.
(3) Sedasi Dalam. Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi
merespon dengan sengaja (tidak hanya menarik) setelah stimulasi berulang
atau menyakitkan. Pasien mungkin memerlukan bantuan menjaga jalan nafas
dan ventilasi yang cukup, tetapi status kardiovaskuler normal dipertahankan
selama ventilasi.
SEDASI
SEDASI SEDASI ANESTESI
TINGKATAN RINGAN/MINIMAL
SEDANG BERAT/DALAM UMUM
(ANXIOLYSIS )
Tidak sadar,
Merespons Merespons setelah
Respons normal meskipun
terhadap diberikan stimulus
RESPONS terhadap stimulus dengan
stimulus berulang/stimulus
verbal stimulus
sentuhan nyeri
nyeri
Sering
Tidak perlu Mungkin perlu
JALAN NAPAS Tidak terpengaruh memerlukan
intervensi intervensi
intervensi
VENTILASI Dapat tidak Sering tidak
Tidak terpengaruh Adekuat
SPONTAN adekuat adekuat
Biasanya
Biasanya dapat
FUNGSI dapat Dapat
Tidak terpengaruh dipertahankan
KARDIOVASKULER dipertahankan terganggu
dengan baik
dengan baik
2
3. PENGERTIAN
Sedasi adalah anestesi mana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu
periode yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan
kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak nyaman.Sedasi
menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan sistem
saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari sistemsaraf
pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan, kontak verbal
dengan pasien harus tetap terjaga.Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan
kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat didefinisikan
sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkanpasien dapat dipertahankan jalan napas dan
refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep 'sedasi dalam', akan tetapi definisi terhadap
hal ini belum jelas.
Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi
pada anak memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang lama atau
menyakitkan. Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan regimen sedativa
pada bidang pediatri. Hal ini disebabkan karenakurang invansif
dibandingkan dengan anestesi umum serta lebih murah.Mungkin lebih sulit untukmenentukan
tingkat sedasipada anak serta kemungkinan bahaya teranestesi dapat terjadi.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And
Dentistry telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal
anestesi, sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi
umum.Jika pemilihan pasien dilakukan secara cermat, dan dengan prosedur
yang sesuai,penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.
3
BAB II
TATA LAKSANA
4
2. KONTRAINDIKASI.
Kontraindikasi untuk sedasi :
Pasien menolak / keluarga menolak.
Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi,
biasanya dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga
bayinya bisa tidur selama prosedur. Mereka tidak harus dibius.
Bayi exprematur < 56 minggu dari usia konsepsional,
karena berisiko terjadinyadepresi pernapasan serta sedasi berlebihan.
Gangguan perilaku berat.
Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea,
abnormalitas kraniofasial.
Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi oksigen.
Adanya ketidakstabilan jantung yang signifikan.
Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat
sedasi.
Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
Peningkatan tekanan intrakranial.
Epilepsi berat atau tidak terkontrol.
Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya
nitrogen oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
Prosedur lama atau menyakitkan.
3. PENGGUNAAN OBAT.
Obat yang digunakan untuk sedasi :
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak sementara
dalam keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan yang minimal.
Penggunaan anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting, dan terapi pengalihan
perhatian juga sangat berguna. Orang tua sering dihadirkan, dimana hal ini sangat membantu
dalam menjaga kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko
menghasilkan ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan hipoksia, hiperkapnia
dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi non-anestesi,
maka harus mempunyai margin of safety lebar.
5
Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama ahli
radiologi, gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi, semuanya
harus benar-benar terlatih untuk memberikan pelayanan yang aman dan efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat. Beberapa
pusat pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat spesialis (nurse-lead
sedation). Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan pengembangan idealnya harus
terletak pada departemen anestesi dengan konsultan yang membawahi layanan.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum.
Mereka harus:
Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan
tindakan.
Dipuasakan.
Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum terakhir, dan diidentifikasi faktor-faktor
risiko potensial seperti alergi atau kondisi medis lainnya.
6
Kotak 2. Agen sedasi oral
Dosis sedasi oral
Obat Detail
(mg/kg)
Chloral hydrate 100 Metabolit aktif = trichlorethanol
Dapat diberikan melalui rektal kadang - kadang
menimbulkan rasa malu
Triclofos 50-70 (max 1 g) Metabolit aktif = trichlorethanol
Trimeprazine 2 Dosis besar dapat meyebabkan “grey baby
syndrome”
Midazolam 0,5 – 1,0 Umum digunakan
Dosis berhubungan dengan efek samping (ataksia,
pandangan ganda, sedasi)
Dapat juga diberikan melalui nasal
Dosis rektal dapat bervariasi
Diazepam 200-500 mcg/kg Dapat diberikan melalui rektal
Ketamin 5-10 Dapat diberikan melalui nasal juga rektal
Halusinasi mungkin terjadi
Pada umumnya terjadi mual dan muntah
Apnue kemungkinan dapat terjadi
Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.
7
Efek potensiasi dengan obat sedasi lainnya
Ketamin 0,5 – 1,0 Dapat diberikan melalui IM, oral, IV
Sering digunakan dengan benzodiazepam
Propopol Dalam evaluasi Beresiko apnue
Beresiko menginduksi anestesi
Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa,
karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anestesia untuk orang
yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat
melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis
anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.
Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah
psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi.
Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa.
1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah jug alebih besar
2. Laring yang letaknya lebih anterior
3.Epiglottisyang lebih panjang
8
4.Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway
9
7. KUNJUNGAN PRA ANESTESI/PRA SEDASI
7.1. ANAMNESIS
Anamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui
keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
(1) Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll.
(2) Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anesthesia, antara lain :
Penyakit alergi.
Diabetes mellitus
Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis.
Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis)
Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
Penyakit hati.
Penyakit ginjal.
Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
(3) Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
menimbulkan intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat
anestetik. Misalnya, obat anti hipertensi , obat-obat antidiabetik,
antibiotik golongan aminoglikosida,obat penyakit jantung (seperti digitalis,
diuretika), monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator. Keputusan
untuk melanjutkan medikasi selama periode sebelum anestesi tergantung dari
beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap
diteruskan tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan
masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara waktu. Akan tetapi,
secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu
untuk dilakukan pembedahan.
(4) Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh
pasien dan kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan
yang memadai. Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik
yang mengancam kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya
karena intoleransi obat-obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh
reaksi obat dengan penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi
10
yang serius, termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika
respon alergi terlihat, obat penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes
imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin, atau kortikosteroid.
(5) Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa
kali dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu
seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.
(6) Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada
keluarga yang lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif
sebaiknya ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus yang
meragukan, pemeriksaan kehamilan preoperative merupakan suatu indikasi.
(7) Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi
anestesi karena merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak,
memicu atelektasis dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya
dihentikan minimal 24 jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO
dalam darah.
Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya
golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis hepatic.
Meminum obat-obat penenang atau narkotik.
(8) Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi).
8. PEMERIKSAAN FISIK.
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan
pemeriksaan neurologik .Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu
dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung.
Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :
(1) Keadaan umum : gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi, obesitas.
(2) Tanda-tanda vital
Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik
dan pengeluaran urine yang adekuat selama operasi .
Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai
(perbedaan bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai
penyakit aorta thoracic atau cabang-cabang besarnya).
11
Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan
jumlah denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan
pemberian beta blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi
aorta atau sepsis. Pasien yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai
denyut nadi yang cepat tetapi lemah.
Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya
dan pola pernapasannya selama istirahat.
Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
(3) Kepala dan leher
Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada
gigi, kelainan ortodontik lainnya
Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut … jari), Pergerakan
(baik/kurang baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil
Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan
leher (mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD,
trakea (deviasi), karotik bruit, kelenjar getah bening.
Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet,
Tongue, Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid
notch/TMD, Tumor, Trakea.
(4) Thoraks
a. Prekordium. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising
katup), irama gallop atau perikardial rub.
b. Paru-paru.
Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus
excavatum, kifosis, skoliosis) Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat
pernafasan ( torakal, torako abdominal/abdominal torako), irama
pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), Sputum (purulen,
pink frothy), Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma
pancoas)
12
Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial,
bronkovesikuler, amporik), bunyi nafas tambahan (ronchi kering/
wheezing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates
succussion)
Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup
(5) Abdomen.Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa
(teraba/tidak, batas, ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau
asites (dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).
(6) Urogenitalia.Kateter (terpasang/tidak), urin [volume : cukup (0,5-1
cc/jam), anuria (< 20 cc/24 jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam),
Poliuria (> 2500 cc/24 jam)], kwalitas (BJ, sedimen), tanda tanda
sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal).
(7) Muskulo Skletal - Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan
neurologik /kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi
otot), perfusi ke distal (perabaan hangat/dingin, cafilay refil time,
keringat) , Clubbing fingger, sianosis, anemia, dan deformitas, infeksi
kutaneus (terutama rencana canulasi vaskuler atau blok saraf regional)
13
Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau
kateterisasi jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga
persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih baik.
Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis
dalam membuat permintaan pemeriksaan laboratorium.
X
PT / E
Hb Lek PLT Elekt BUN/ Gula SGOT/ -
Kondisi preo APT K Preg T/S
osit / BT rolit Creat darah Al.Ph ra
perative T G
P W y
Operasi X X X
dengan
perdarahan
Operasi tanpa
perdarahan
Neonatus X X
Umur < 40 X
Umur40-49 X M
Umur50–64 X X
Umur > 65 X X X X + X
Peny. X X X
Kardiovaskul
ar
Penyakit paru X X
Keganasan X X * * X
Terapi radias X X X
i
Penyakit hati X X
Terpapar X
hepatitis
Penyakit X X X X
ginjal
Gangguan Pe X X
14
rdarahan
Diabetes X X X X
Merokok X X X
Kehamilan X
Pemakaian X X
diuretik
Pemakaian X X X
digoksin
Pemakaian X X
steroid
Pemak.antiko X X X
agulan
Penyakit X X X X X
SSP
Tidak semua penyakit termasuk dalam table ini. Simbol : + mungkin dilakukan; * hanya
untuk leukemia; X dilakukan; M dilakukan hanya untuk pria.
15
11. MENENTUKAN PROGNOSIS.
Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status fisik
menurut American Society of Anestesiologist (ASA).Hal ini merupakan ukuran umum
keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit
yang akan dioperasi.
ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau
hipertensi ringan
ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma
bronkial, hipertensi tak terkontrol
ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum
ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin
saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya
operasi pada pasien koma berat
ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D
(darurat), mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1 E
16
yang afasia, atau terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon
motorik.Dan untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan
terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif
memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat
penekanan atau cedera pada batang otak.
Penilaian GCS berdasarkan reaksi yang didapatkan sesuai dengan umur penderita.
Mata ≥ 1 tahun 0 – 1 tahun
4 Membuka mata spontan Membuka mata spontan
3 Membuka mata oleh perintah Membuka mata oleh teriakan
2 Membuka mata oleh nyeri Membuka mata oleh nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata
Motorik ≥ 1 tahun 0 – 1 tahun
6 Mengikuti perintah Belum dapat dinilai
5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri
4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri
3 Fleksi Abnormal (dekortikasi) Fleksi Abnormal (dekortikasi)
2 Ektensi abnormal (deserebrasi) Ektensi abnormal (deserebrasi)
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Verbal >5 tahun 2-5 tahun 0-2 tahun
5 Orientasi baik dan mampu ber- Menyebutkan kata yang Menagis kuat
komunikasi sesuai
4 Disorientasi tapi mampu ber- Menyebutkan kata Menagis lemah
komunikasi yang tidak sesuai
3 Menyebutkan kata-kata yang Menagis dan menjerit Kadang menagis /
tidak sesuai menjerit lemah
2 Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara lemah Mengeluarkan suara
lemah
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon
17
13. INFORMED CONSENT.
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah
dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat
untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut
mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat
terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan
kognitif pasien harus dipertimbangkan dan didokumentasikan.
14. PERALATAN.
14.1. ALAT-ALAT ANESTHESIA.
- Mesin anestesi
- Circuit/breathing anestesi
- Ventilator anestesi
- Monitor
14.3. MONITOR.
1. Blood pressure (noninvasive or invasive)
2. ECG (electrocardiograf)
3. Pulse oxymeter
4. Caphinograf
18
3. Flowmeter (rotameter)
- Measure gas flow --> FGF
- Have safety systems (FGF, 25%)
4. Vaporizer
a. High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP
b. Temperatur compensated VAP
19
BAB III
DOKUMENTASI
20
BAB IV
PENUTUP
Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu
pengetahuan dan tehnologi dibidang kesehatan.
Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan – tindakan ini membutuhkan
asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi,
monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan
berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan pasien.
Oleh karena itu diperlukan panduan sedasi untuk memberikan acuan dalam
pengelolaan dan pelayanan sedasi, anestesi di rumah sakit.
21