Anda di halaman 1dari 8

I.

Judul : Struktur Sel dan Hemolisis Eritrosit


II. Tujuan Praktikum:
1. Mengetahui struktur normal dari eritrosit pada berbagai spesies vertebrata
2. Memahami dinamika osmolaritas eritrosit pada berbagai konsentrasi cairan
ekstraseluer
3. Mengetahui efek hemolisis beberapa senyawa kimia terhadap eritrosit
III. Dasar Teori
Eritrosit merupakan salah satu komponen seluler darah yang sangat esensial
terutama terkait dengan perannya dalam transportasi oksigen (dengan adanya
hemoglobin). Secara struktural, eritrosit vertebrata bervariasi berdasarkan kelasnya
masing-masing. Perbedaan tersebut meliputi ukuran, bentuk, keberadaan nukleus dan
ketegaran selnya. Mammalia merupakan vertebrata yang memiliki eritrosit relatif
kecil dan tidak berinti setelah menjadi eritrosit dewasa dalam sistem peredaran.
Sedangkan sebagai salah satu jenis sel pada hewan, eritrosit memiliki dinamika
osmolaritas yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan gradien konsentrasi di
sitoplasma dan di luar sel. Secara umum, konsentrasi osmolaritas dalam sitoplasma
sel hewan adalah 0.9% (diukur berdasarkan persentase NaCl). Jika larutan
ekstraseluer memiliki konsentrasi lebih tinggi maka sitoplasma bersifat hipotonik
sehingga air dari sitoplasma akan berosmosis keluar sel dan sel akan mengkerut.
Dalam kondisi normal eritrosit Pisces, Amphibia, Reptilia, dan Aves berukuran relatif
lebih besar dari Mammalia dan memiliki nukleus. Sebaliknya, jika larutan di luar sel
lebih rendah konsentrasinya maka sitoplasma bersifat hipertonis sehingga air dari luar
sel akan berosmosis ke dalam sel dan sel akan membesar. Kondisi dimana konsentrasi
di dalam sel dan di luar sel berada dalam kesetimbangan disebut dengan isotonis yang
biasanya selalu dipertahankan dalam kondisi fisiologis. Beberapa senyawa kimia
seperti formaldehid, alkohol, dan asam asetat dapat menyebabkan perubahan-
perubahan pada struktur membran sel sehingga menyebabkan pecahnya sel
(hemolisis). Hemolisis eritrosit ditandai dengan keluarnya hemoglobin dari dalam
eritrosit sehingga larutan akan menjadi lebih merah. Hemolisis dapat terjadi karena
perbedaan tekanan osmosis yang terlalu besar (hemolisis osmotik) misalnya karena
perbedaan konsentrasi larutan intra dan ekstraseluer. Hemolisis juga terjadi karena
larutnya membran yang tersusun dari lipid oleh senyawa-senyawa kimia yang dapat
melarutkan lipid (hemolisis kimia) (Riawan, 2016).
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh penambahan larutan
hipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran
erotrosit, zat atau unsur kimia tertentu pemanasan atau pendinginan. Apabila medium
di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis)
medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui
membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung
dan apabila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit
itu sendiri, maka sel akan pecah (hemolisis), akibatnya hemoglobin akan bebas ke
dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium
yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit,
akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara
menambahkan cairan isotonis atau hipotonis ke dalam medium luar eritrosit (Sahid,
2001). Pada peristiwa hemolisis, semakin tinggi konsentrasi lingkungan maka
semakin lambat proses hemolisis terjadi dan sebaliknya apabila konsentrasinya
rendah maka proses hemolisis akan semakin cepat (Jonathan, 2006).

IV. Alat dan Bahan


Praktikum 1. Struktur Eritrosit Vertebrata
Alat:
a. Alat bedah
b. Jarum suntik
c. Mikroskop
d. Pipet tetes
e. Kaca objek
f. Cover glass
g. Botol sampel darah
Bahan:
a. EDTA 10%
b. NaCl 0.9%
c. beberapa spesies vertebrata (Clarias sp. Rana sp., Maboya sp., Gallus
gallus, Mus musculus).
Praktikum 2. Dinamika Osmolaritas Eritosit
Alat:
a. Mikroskop
b. Pipet tetes
c. Objek glass
d. Cover glass
e. Botol sampel darah
Bahan:
a. Sampel darah yang telah dikoleksi pada praktikum sebelumnya
b. NaCl dengan beberapa konsentrasi (0.3%, 0.6%, 0.9%, 1.2%, 2%)
Praktikum 3. Hemolisis Darah
Alat:
a. Tabung reaksi
b. Pipet tetes
c. Gelas ukur
Bahan:
a. Sampel darah
b. Kloroform
c. Formalin
d. Etanol
e. NaCl 0.9%.

V. Prosedur kerja
Praktikum 1. Struktur Eritrosit Vertebrata
a. Melakukan koleksi sampel darah dari hewan percobaan sesuai dengan objek
yang digunakan
b. Mengambil sampel darah dengan menggunakan jarum suntik yang telah dibilas
dengan EDTA 10% dan ditampung dalam botol sampel yang juga telah dibilas
dengan EDTA.
c. Meneteskan setetes darah pada kaca objek dan tetesi dengan 3 tetes NaCl 0.9%,
tutup dengan cover glass lalu amati strukturnya pada mikroskop hingga
perbesaran optimal.
d. Membandingkan dengan spesies-spesies vertebrata lainnya.
Praktikum 2. Dinamika Osmolaritas Eritrosit
a. Menyediakan lima kaca objek yang berbeda lalu teteskan setetes sampel darah
pada masingmasing kaca objek tersebut.
b. Meneteskan 3 tetes NaCl dengan konsentrasi berbeda untuk kaca objek yang
berbeda.
c. Menutup dengan cover glass dan biarkan beberapa menit
d. Mengaamati struktur eritrosit pada mikroskop dengan perbesaran optimal.
e. Memerhatikan perubahan yang terjadi pada eritrosit terutama ukurannya lalu
gambarkan pada lembar kerja praktikum dan interpretasikan peristiwa fisiologis
apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana mekanismenya.
Praktikum 3. Hemolisis Darah
a. Menyediakan 5 tabung reaksi berbeda dan beri label I sampai V.
b. Memasukkan masing-masing 2.5 ml NaCl 0.9% ke dalam tabung tersebut dan
teteskan 2 tetes suspensi darah dari hewan percobaan.
c. Memasukkan 2.5 ml senyawa berikut ini pada masing-masing tabung yang
berbeda yaitu etanol pada tabung II, kloroform pada tabung III, formalin pada
tabung IV dan eter pada tabung V.
d. Membiarkan selama 30 menit lalu amati proses yang terjadi dan bandingkan
efek hemolisis yang disebabkan oleh masing-masing senyawa tersebut.
e. Mencatat hasil pengamatan anda di lembar kerja dan interpretasikan.

VI. Hasil dan Pembahasan


a. Hasil
Praktikum 1. Struktur Eritrosit Vertebrata
Superkelas/Kelas Gambar
Pisces
Amphibia

Reptilia

Aves

Mamalia

KELOMPOK VERTEBRATA
Pisces Amphibia Reptilia Aves Mamalia
Cukup Cukup
Besar Sedang Kecil
Praktikum 1

besar besar
Bulat Bulat Bulat
Bulat Bulat
panjang panjang panjang
Bikonveks bikonveks bikonveks bikonveks Bikonkaf

Berinti Berinti Berinti Berinti Tidak berinti


Praktikum 2. Dinamika Osmolaritas Eritosit

Perubahan akibat konsentrasi


Vertebrata NaCl NaCl NaCl NaCl NaCl
0,3% 0,6% 0,9% 1,2% 2%
Superklass Pisces + + - ++ ++
Kelas Amphibia + + - ++ ++
Kelas Reptilia + + - ++ ++
Kelas Aves + + - ++ ++
Kelas Mamalia + + - ++ ++

Ket : + (mengembung/membesar), - (tidak ada perubahan), ++ (mengkerut)

Praktikum 3. Hemolisis Darah

Superkelas/Kelas Senyawa Kimia


pada Vertebrata Etanol Kloroform Formalin NaCl 0,9%
Pisces + + + -
Amphibia + + + -
Reptilia + + + -
Aves + + + -
Mammalia + + + -

b. Pembahasan

Bedasarkan praktikum mengenai struktur sel dan hemolisis eritrosit yang bertujuan
untuk mengetahui struktur normal dari eritrosit pada berbagai spesies vertebrata, memahami
dinamika osmolaritas eritrosit pada berbagai konsentrasi cairan ekstraseluler, mengetahui
efek hemolisis beberapa senyawa kimia terhadap eritrosit. Bahan yang digunakan dalam
praktikum satu sampai tiga yaitu Clarias sp. Bufo sp., Maboya sp., Gallus gallus, Mus
musculus). Adapun hasil dari praktikum pertama yaitu tentang struktur eritrosit, Superkelas
Pisces memiliki struktur eritrosit yang cukup besar dan berbentuk bulat bikonveks, pada
Kelas Amphibia memiliki struktur eritrosit yang paling besar dibandingkan kelas lain, hal ini
mungkin disebabkan karena bentuk dari eritrosit pada Amphibia bulat panjang bikonveks
sehingga untuk memperluas bidang permukaan agar lebih efektif membawa zat-zat tertentu
terutama oksigen, begitupula dengan Kelas Reptilia yang memiliki struktur eritrosit yang
sedang dibandingkan kelas lain serta berbentuk bulat panjang bikonveks, pada Kelas Aves
memiliki struktur eritrosit yang cukup besar dan memiliki bentuk bulat panjang bikonveks
sedangkan pada Kelas Mammalia struktur eritrositnya lebih kecil dari kelas lain sehingga
untuk meningkatkan luas permukaan dalam rangka difusi gas maka bentuknya menjadi
bikonkaf akibat tidak adanya inti.
Pengamatan pada praktikum kedua menggunakan NaCl yang berbeda-beda yakni
0.3%, 0.6%, 0.9%, 1.2%, dan 2%; yang bertujuan untuk mengetahui dinamika osmolaritas
eritrosit pada masing-masing kelas pada vertebrata. Dari pengamatan yang dilakukan
didapatkan hasil bahwa pada Pisces sampai Mammalia dengan kosentrasi 0,3 % mengalami
perubahan yaitu mengembang. Pada kosentrasi larutan 0,6% pada Pisces sampai Mammalia,
mengalami perubahan yakni mengembang atau membesar. Pada larutan NaCl 0,3% dan 0,6%
sel darah mengalami penambahan ukuran atau mengembung karena konsentrasi NaCl
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi NaCl di dalam sel darah sehingga
cairan medium dikatakan hipotonik. Pada kondisi ini air akan menembus membran sel dan
sehingga akibatnya sel akan menggembung atau plasmolisis apabila berlebihan. Pada
konsentrasi NaCl 0,9% sel darah merah tetap pada ukuran aslinya atau tidak terjadi
perubahan karena konsentrasi pada eritrosit hampir sama dengan konsentrasi larutan NaCl
0,9%. Kondisi seperti ini disebut isotonis, dimana tidak terjadi perbedaan konsentrasi zat
terlarut di dalam maupun di luar sel. Oleh karena itu, larutan NaCl 0,9% disebut sebagai
larutan fisiologis. Pada kosentrasi 1,2% dan 2% pada Pisces sampai Mammalia mengalami
krenasi atau pengkerutan pada sel eritrositnya. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi cairan
medium di luar sel lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi NaCl di dalam sel darah
sehingga dikatakan hipertonik. Pada kondisi ini air dari dalam sel akan keluar menembus
membran sel dan akibatnya sel akan mengkerut atau krenasi. Keluarnya air ini disebabkan
karena perbedaan gradien konsentrasi zat terlarut di dalam sel dan di luar sel.
Praktikum ketiga mengenai hemolisis eritrosit menggunakan larutan etanol,
klorofrom, formalin, dan NaCl 0,9% didapatkan hasil yaitu dari semua senyawa kimia yang
digunakan kecuali NaCl 0,9% dari Pisces sampai Mammalia mengalami hemolisis yaitu
perubahan-perubahan pada struktur membran sel sehingga menyebabkan pecahnya sel
(hemolisis kimiawi). Sedangkan pada NaCl 0,9% tidak terjadi perubahan, ini mungkin
disebabkan karena NaCl tidak bersifat merusak membran sel dan juga konsentrasi yang
digunakan adalah isotonis dengan sel darah.
VII. Simpulan
Bedasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum ini dapat disimpulkan :
1. Struktur eritrosit dari Superkelas Pisces sampai pada Kelas Aves memiliki bentuk
bikonveks bulat panjang dengan ukuran yang berbeda-beda serta memiliki inti
sedangkan pada Mammalia memiliki ukuran yang lebih kecil berbetuk bikonkaf
dan tidak berinti.
2. Pada kosentrasi NaCl 0,3% dan 0,6% sel mengembung karena larutan diluar sel
bersifat hipotonis, pada konsentrasi NaCl 0,9% sel tidak mengalami perubahan
karena larutan diluar sel bersifat isotonis dengan sel, sedangkan konsentrasi 1,2%
dan 2% menyebabkan sel mengkerut karena larutan di luar sel bersifat hipertonik.
3. Pada larutan etanol, klorofrom, dan formalin mengalami hemolisis kimiawi
sedangkan pada NaCl 0,9% tidak mengalami hemolisis karena isotonis dan tidak
bersifat merusak membran sel.
VIII. Jawaban pertanyaan
1. Berdasarkan hasil praktikum larutan yang paling baik sebagai larutan paling
fiksatif yaitu larutan NaCl 0,9% karena larutan tersebut bersifat istonis sehingga
tidak menyebabkan cairan dalam sel eritrosit keluar menuju medium atau cairan
dalam medium atau cairan dalam medium masuk kedalam eritrosit. Larutan
fiksatif merupakan larutan yangmempertahankan morfologi jaringan atau sel
tubuh dalam keadaan hidup.
2. Pada larutan etanol, klorofrom, dan formalin; proses hemolisis yang terjadi adalah
hemolisis kimiawi yakni larutnya membran yang tersusun dari lipid oleh senyawa-
senyawa kimia yang dapat melarutkan lipid sedangkan pada NaCl 0,9% tidak
mengalami hemolisis karena isotonis dan tidak bersifat merusak membran sel.
IX. Daftar Pustaka
Riawan, Oka., Citrawathi, Desak Made., Sutajaya, I. M. 2016. Penuntun Praktikum
Fisiologi Hewan. Singaraja: Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA,
Undiksha.
Jelantik, Ida Bagus, Ni Made Citrawathi, dan I Made Sutajaya. 2002. Buku Ajar
Fisiologi Hewan. Jurusan Pendidikan Biologi.
Sahid. 2003. Pato Fisiologi. Jakarta : EGC
Jonathan. 2006. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai