Anda di halaman 1dari 24

Genetika Ekspresi Kelamin

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika II


yang diampu oleh Prof, Dr Siti Zubaidah, S.Pd, M.Pd dan Deny Setiawan, S.Pd, M.Pd

Oleh:
Kelompok 16
Offering B 2017

Karin Anindita Widya Pitaloka 170341615097


Septirika Widyasari 170341615114

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
September 2019
BAB I
KAJIAN GENETIK EKSPRESI KELAMIN
A. Ekspresi Kelamin pada Makhluk Hidup Prokariotik ( Escherichia coli )
1) Ciri-ciri
Siklus kelamin E. coli mempunyai ciri yang berbeda, dimana memiliki sel
kelamin jantan dan betina tetapi tidak berfungsi sempurna yang memungkinkan
kedua perangkat kromosom berbaur dan membentuk genom diploid utuh
(Watson, dkk: 1987). Transfer Kromosom (materi gentik) selalu berlangsung
satu arah (materi genetik jantan ke sel-sel betina). Sel-sel kelamin jantan dan
betina E. coli dikenal atas dasar ada atau tidak adanya “suatu kromosom
kelamin tidak lazim” yang disebut “faktor F” (F = fertility = kesuburan). Faktor
F dapat berupa suatu badan terpisah dan dapat pula dalam keadaan
terintegrasi dengan kromosom utama sel. Faktor F berupa untai ganda
sirkuler; dalam tiap sel terdapat satu kopi faktor F dengan 94 x 103 bp (1/40
dari jumlah informasi genetic yang terkandung pada kromosom utama). Sekitar
1/3 DNA faktor F mengandung 19 gen transfer (tra)
2) Sel-sel Escherichia coli Jantan (F+)
Sel berkelamin jantan jika dalam sel terkandung faktor F (F+) berupa bada
terpisah dari kromosom utama dan berkelamin betina jika tidak terkandung
faktor F (F-). Sel berkelamin jantan (F+) mampu mentransfer gen-gen ke dalam
sel-sel berkelamin betina (F-) dengan didahului oleh terbentuknya pasangan
konjugasi antara ke dua sel. Pasangan konjugasi terbentuk melalui pelekatan
suatu pilus kelamin jantan pada permukaan suatu sel kelamin betina.
Dinyatakan lebih lanjut bahwa akibat transfer materi genetik faktor F semacam
itu seluruh sel berkelamin betina (F-) di sekitarnya, akhirnya segera berubah
menjadi sel berkelamin jantan (F+).
3) Sel-sel Escherichia coli Berkelamin Jantan (Hfr)
Faktor F dapat terintegrasi ke dalam kromosom utama sel dengan cara peristiwa
pindah silang. Sel-sel E.coli berkelamin jantan (F+) yang faktor F nya
terintegrasi ke dalam kromosom utama sel, akan berubah menjadi Hfr (high
frequency recombination). Transfer materi genetic utuh jarang terjadi sebab
konjugasi sel jantan dan sel betina mudah rapuh dan terpisah sehingga sel betina
(F-) biasanya tidak berubah menjadi sel jantan (F+).
B. Ekspresi Kelamin pada Makhluk Hidup Eukariotik
1) Ekspresi Kelamin pada Tumbuhan Eukariotik
a) Chlamydomonas Biasanya haploid, dan dapat bereproduksi secara
vegetatif dengan pembelahan. Pada beberapa jenis, tiap sel berpotensi
sebagai gamet; dan reproduksi seksual terjadi di kala sel-sel motil yang
berkelamin berlawanan saling bersatu membentuk zigot yang diploid.
Setelah terbentuknya zigot, terjadilah meiosis yang menghasilkan empat
sel haploid yang dapat menghasilkan lebih banyak lagi sel
Chlamydomonas. Individu haploid yang memiliki alela kelamin (mating
type) yang sama biasanya tidak dapat bergabung satu sama lain
membentuk zigot; sel-sel haploid yang memiliki konstitusi alela yang
yang berlawanan (komplementer) dapat bergabung berlawanan
(komplementer) dapat bergabung.
b) Saccharomyces dan Neurospora
Dibedakan menjadi kelamin atau mating type (+) dan (-), yang secara
morfologis tidak dapat dibedakan. Keduanya memiliki individu haploid
yang memiliki alela kelamin sama dan biasanya tidak bergabung satu
sama lain yang membentuk zigot; sel-sel haploid yang memiliki
konstitusi alela yang berlawanan dapat bergabung.
c) Kelas Jamur Basidiomycetes
Sekitar 90% spesies jamur dalam kelas Basidiomycetes tergolong
heterotalik. Pada sekitar 37% spesies heterotalik tersebut kompatibilitas
kelamin dipengaruhi oleh 1 pasang faktor Aa yang berperilaku seperti
halnya pada Mucorales heterotalik atau semacam Ascomycetes.
d) Lumut Hati
Kromosom terdiri dari 7 pasang kromosom setangkup dan pasangan ke-
8 salah satunya lebih besar dari yang lainnya. Pasangan ke-8 ini
merupakan kromosom kelamin X dan Y (lebih kecil). Di saat meiosis,
kromosom X dan Y memisah dari ke empat meiospora yang dihasilkan
tiap meiocyte, dua di antaranya menerima kromosom Y. Dalam hal ini
genotip gametofit betina adalah X dan genotip gametofit jantan adalah
Y; sedangkan genotip sporofit adalah XY.
e) Tumbuhan Berumah Satu dan Berumah Dua
Umumnya Spermatophyta, kedua macam sel kelamin pada tumbuhan
berumah satu dihasilkan oleh satu genotip. Adanya perubahan sifat, dari
yang berumah satu menjadi yang berumah dua. Pada jagung dapat
dijumpai gen mutan ba (barren stalk) dan ts (tassel seed). Apabila dalam
keadaan homozigot baba, maka tanaman jagung akan hanya berbunga
jantan, dan dalam keadaan homozigot tsts tanaman jagung akan hanya
berbunga betina, dan kelainan tersebut dikendalikan oleh dua gen pada
lokus yang berbeda. Pada tumbuhan berumah dua, secara genetik
dikendalikan oleh gen pada satu lokus saja. Pada Ecballium elaterium,
jenis kelaminnya ditentukan oleh kombinasi pasangan dari tiga alela aD,
a+, ad. Dikatakan bahwa aDdominan terhadap kedua jenis alel lainnya.
Pada kombinasi pasangan aD aD, aD a+, dan aD ad, individu yang
bersangkutan berkelamin jantan. Pada kombinasi pasangan a+a+ dan
a+ad individu itu tergolong berumah satu; sedangkan pada kombinasi
pasangan adad, individu itu berkelamin betina. Hal ini menunjukkan
bahwa Ecballium elaterium dapat berupa berumah satu, maupun
berumah dua, dan jenis kelaminnya ditentukan oleh gen pada satu lokus.
f) Marga Melandrium
Caryophyllaceae adalah tanaman yang tergolong berumah dua, yang
mempunyai kromosom kelamin X (betina) dan Y (jantan), namun
kromosom Y lebih besar dari kromosom X. M. album ekspresi kelamin
ditentukan oleh perimbangan antara gen-gen penentu kelamin jantan
pada kromosom Y dan gen-gen penentu kelami betina pada kromosom
X maupun pada kromosom autosom.
2) Ekspresi Kelamin pada Hewan Avertebrata
a) Paramecium bursaria
Delapan kelamin (mating type), yang secara fisiologis tidak dapat
berkonjugasi dengan tipenya sendiri; tetapi dapat berkonjugasi dengan
satu dari ke 7 tipe lain.
b) Ophryotrocha
Mempunyai kelamin terpisah, ada jantan dan ada betina. Tipe kelamin
ditentukan oleh ukuran tubuh; jika berukuran kecil hewan itu
menghasilkan sperma; jika tumbuh menjadi lebih besar menghasilkan
telur.
c) Cacing tanah
Oligochaeta: hewan hermaphrodit. Dua gonad terpisah; satu gonad
menghasilkan gamet jantan dan yang lainnya merupakan betina.
d) Helix
Keong: hewan hermaphrodit. Telur dan sperma dihasilkan oleh sel-sel
yang kadang-kadang sangat dekat satu sama lain pada satu gonad.
e) Crepidula
Marga Crepidula dalam Mollusca mengalami urutan perkembangan,
mulai dari tahap aseksual, tahap jantan, tahap perantara dan akhirnya
tahap betina. Perubahan ini sangat kuat dipengaruhi oleh lingkungan.
f) Lygaeus turcicus
Serangga kutu tanaman, ditemukan kromosom kelamin X dan Y
(kromosom X lebih kecil). Zigot kromosom kelamin XX: individu
betina sedangkan yang mempunyai kromosom kelamin XY: individu
jantan.
g) Hymenoptera
Lebah, semut, tawon (wasps) dan “sawlies”, telur yang tidak dibuahi
akan berkembang menjadi individu berkelamin jantan yang haploid;
sebaliknya telur-telur yang dibuahi biasnaya berkembang menjadi
individu betina yang diploid. Kromosom kelamin tidak berperan dalam
ekspresi kelamin (ciri khas bangsa Hymenoptera); dan jumlah maupun
mutu makanan yang dimakan larva yang diploid, akan menentukannya
tumbuh dan berkembang menjadi individu betina pekerja yang steril,
atau ratu yang fertil.
h) Drosophila melanogaster
Terdapat kromosom kelamin X dan Y. Diploid normal ditemukan
pasangan kromosom kelamin XX dan XY, atau pasangan kromosom
secara lengkap sebagai AAXX dan AAXY (jumlah autosom 3 pasang).
Mekanisme ekspresi kelamin dikenal sebagai suatu mekanisme
perimbangan antara X dan A (X/A) (keseimbangan gen), ada
perimbangan antara jumlah X pada kromosom kelamin, dan jumlah A
(autosom) pada tiap pasangan A. Kromosom kelamin X: perangkat gen
untuk kelamin betina; sedangkan perangkat gen untuk kelamin jantan:
pasangan autosom. Hipotesis oleh Stansfield bahwa tiap perangkat
autosom yang haploid memiliki determinan jantan sebesar 1, sedangkan
tiap kromosm X memiliki determinan sebesar 1.5. Beberapa gen mulai
terungkap, yaitu gen Sx1 (sex-lethal) yang terdapat pada kromosom X,
serta beberapa gen lain pada kromosom X maupun autosom. Gen ini
memiliki dua macam keadaan aktivitas, yaitu “keadaan sedang bekerja”
dan “keadaan tidak sedang bekerja”. Saat sedang bekerja, gen Sx1
bertanggung jawab atas perkembangan betina, tetapi jika tidak, maka
yang berkembang adalah jantan. Selain gen Sx1, juga ditemukan
informasi tentang peranan gen dsx (doublesex) dan gen tra (transformer)
terhadap fenotip kelamin, yang berupa gen resesif autosomal. Gen dsx
mengubah individu jantan maupun betina menjadi individu intersex,
sedangkan gen tra mengubah individu betina menjadi individu jantan
steril. Kromosom kelamin Y sama sekali tidak ada peranannya terhadap
ekspresi kelamin, tapi mengandung gen-gen untuk spermatogenesis.
Pada D. melanogaster (XO) sperma berkembang, tetapi nonmotil.
Artinya, sekalipun dihasilkan sperma, tetapi karena nonmotil, maka
individu jantan D. melanogaster bersifat steril.
i) Caddies Flies, Kupu Siang (Butterflies), dan Kupu Malam (Moths),
serta Ulat Sutera
Individu yang berkelamin jantan memiliki genotip XX. Namun, ada
juga, kromosom kelamin pada hewan-hewan itu disimbolkan sebagai
ZZ (jantan) dan ZW atau ZO untuk betina.
j) Boneilla
Cacing berbelalai yang tergolong kedalam filum Echiura dan hidup
diperarian laut. Individu jantan hidup parasit pada saluran reproduksi
individu betina. Telur-telur yang dibuahi yang tumbuh pada keadaan
tanpa individu betina akan berkembang menjadi betina. Namun dapat
tumbuh menjadi jantan jika ada individu betina dewasa atau sekurang-
kurangnya ada ekstrak dari belalai betina diferensiasi secara keseluruhan
dan khususnya diferensiasi kelamin, diatur oleh ada atau tidaknya
senyawa kimia tertentu dalam lingkungan eksternal yang dihasilkan oleh
betina. Ekspresi kelamin pada Boniella sebagai contoh fenomena
perkelaminan yang non genetik, dan tergantung pada faktor genetic
lingkungan.
3) Ekspresi Kelamin pada Hewan Vertebrata
a) Pisces
Kebanyakan ikan budidaya memiliki tipe perkelaminan
“gonochoristik”. Ikan yang memiliki gonad ada 2, yaitu memiliki
gonad yang belum berdiferensiasi dan yang sudah berdiferensiasi.
Spesies yang gonadnya belum berdiferensiasi, gonad berkembang
menjadi satu gonad serupa ovarium kemudian menjadi individu jantan
dan separuhnya betina. Sedangkan yang sudah berdiferensiasi langsung
menjadi testis atau ovarium. Pada sinkronous, telur dan sperma masak
bersama. sebaliknya protogynous pertama kali berfungsi sebagai
individu betina kemudian beralih menjadi jantan pada tahap
pertumbuhan tertentu. Pada protandrous ovarium menggantikan testis
dengan pembalikan kelamin secara alami melalui suatu tahapan
perantara kelamin. Terdapat mekanisme ekspresi kelamin kromosomal
ZZ-ZW, dimana komposisi kromosom telur menentukan kelamin
turunan
b) Amphibia
Tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin dan sudah ada kromosom
kelamin (tipe XY-XX maupun ZZ-ZW), ada juga yang tidak memiliki.
Heterogami jantan (XY/XX) ditemukan pada 3 kelopok Anura,
beberapa salamander - 5 spesies Necturus, Triturus dll. Heterogami
betina (ZZ/ZW) pada suatu kelompok Anura, dll.
c) Reptilia
Individu heterogametik betina bersimbol ZW,dan jantan ZZ. Suhu
pengeraman telur berpengaruh pada ekspresi kelamin turunan. Suhu
pengeraman tinggi (penyu) menghasilkan turunan betina, sebaliknya
kadal menghasilkan jantan. Bonillea, potensi genetik kejantanan dan
kebetinaan ada pada zigot. Demikian faktor spesifik lingkungan
merangsang ekspresi gen-gen yang menghasilkan fenotip jantan
maupun betina.
d) Aves
Kromosom kelamin pada burung disimbolkan XX atau ZZ untuk yang
jantan dan XO, ZW atau ZO untuk betina. Keadaan ini pun sama pada
hewan reptile
e) Mammalia: Tikus dan Manusia
Konstitusi kromosom dalam inti, pertama kali menentukan diferensiasi
kelamin dari gonad awal (yang belum berdiferensiasi). Apabila
kemudian terbentuk testis, maka akan disekresikan hormon testosteron
yang disirkulasikan keseluruh embrio dan menginduksi sel somatik
untuk berkembang dalam jalur jantan. Namun jika ovarium terbentuk,
maka tidak adanya testosteron ini memungkinkan sel-sel somatik untuk
berkembang dalam jalur betina. Pada kromosom Y tikus ditemukan
gen/perangkat gen yang mengendalikan suatu ciri dominan (sex-
reversed (zxr) trait), gen/perangkat gen menyebabkan zigot tikus
berfenotip AAXX tumbuh dan berkembang menjadi individu jantan
lengkap dengan testis, sekalipun tidak memiliki spermatogenesis. Tikus
bergenotip AAXX berfenotip jantan, artinya selama spermatogenesis
(induk jantan tikus AAXX) bagian ujung kromosom Y termaksud,
karena suatu kejadian berpindah dan bergabung dengan Y termaksud
bergabung dengan X dan kejadian yang memungkinkan perpindahan itu
sudah diketahui “Pindah Silang Nonresiprokal” antara kromosom X
dan Y pada metafase meiosis dari spermatogenesis. Padakromosom Y
manusia terdapat gen TDF (Testis Determining Factor).
Bertanggungjawab terhadap perkembangan testis. Gen ini menyebabkan
kromosom Y dominan.. Ada gen lain yang ikut bertanggungjawab, gen
H-Y yang terpaut kromosom Y. Protein antigen H-Y yang
pembentukanya dikontrol oleh gen H-Y dinyatakan berperan besar pada
diferensiasi testis dan dibutuhkan untuk berlangsungnya proses
spermatogenesis yang normal. Perkembangan dalam jalur jantan juga
dipengaruhi oleh satu gen (Tfm+) yang satu-satunya terpaut pada
kromosom kelamin X (jantan). Gen Tfm+ mengendalikan pembentukan
protein pengikat testosteron pada sitoplasma dari semua sel
jantan/betina. Pada umur 1 bulan, untuk perkembangan ke arah jantan
(pria) mulai berlangsung proses diferensiasi; gonad menjadi testis.
Tahap pertama diferensiasi kelamin bergantung terutama pada protein
antigen H-Y, kemudian bergantung pada produk testis yang
mensekresikan hormon pengontrol yaitu substansi penghambat saluran
muller dan testosteron. Tesosteron menginduksi ”virilisasi” atau
diferensiasi jaringan embrional menjadi struktur jantan (maskulin). Ini
berakibat saluran wolff berubah menjadi epididimis, vasa deferentia dan
vesicula seminalis; dan sel primordial membentuk kelenjar prostat dan
cowper. Lipatan genital memanjang dan membentuk penis dan jaringan
angmengelilingi mebentuk scrotum. Diferensiasi kelamin betina
berlangsung tampak jelas pada 2 bulan. Karena tidak ada protein H-Y
gonad primitif berkembang menjadi ovarium. Karena tidak ada saluran
muller dan testosteron, saluran wolff mengalami degenerasi. Saluran
muller menjadi tuba fallopii, rahim (uterus) dan sebagian vagina.
Tonjolan genital, menjadi glans penis pada jantan, berkembang menjadi
klitoris, lipatan genital yang menjadi pembungkus penis pada jantan
menjadi labia minora dan jaringa yang menjadi scrotum menjadi labia
majora. Prostat menjadi skene dan cowper jantan menjadi kelenjar
Bartholini.
BAB II
KROMOSOM KELAMIN
A. SEJARAH PENEMUAN KROMOSOM KELAMIN
H. Henking (1891), menemukan struktur inti tertentu dapat ditemukan selama
spermatogenesis serangga tertentu. Separuhnya sperma menerima struktur tersebut dan
separuhnya tidak. Henking mengidentifikasi sebagai “X body” dan menyatakan bahwa sperma
dipilih berdasarkan ada atau tidak adanya struktur itu. Pada 1902 C.E. Mc.Clung membenarkan
observasi Henking atas dasar observasi sitologis terhadap berbagai belalang, ditemukan bahwa
sel soma individu betina memiliki jumlah kromosom yang berbeda dengan jantan. Mc.Clung
mengaitkan X body dengan determinasi kelamin tetapi secara salah menyatakan spesifik untuk
jantan. Awal abad 20 E.B Wilson dkk, X body adalah suatu kromosom yang membentuk
kelamin. Selain itu juga ditemukan kromosom homolog dari X lebih kecil ukuranya dan disebut
kromosom Y. Lebih lanjut dinyatakan zigot XX akan menjadi betina dan XY jantan. Kemudian
fenomena ini dinatakan dalamhubungan dengan mekanisme determinasi kelamin XX-XY.
B. EVOLUSI KROMOSOM KELAMIN
Kromosom kelamin dapat ditemukan pada takson tingkat tinggi.
a) Evolusi Kromosom X dan Y Pemula
Pola transisi paling sederhana dari keadaaan kelamin tegabung menuju kepada
suatu keadaan kelamin terpisah sempurna, melalui kejadian mutasi pada 2 lokus.
Lokus f, yang mengontrol fungsi betina dan m jantan. Mekanisme mutasi pada
lokus diikuti oleh proses seleksi dan pengurangan rekombinasi akan memunculkan
kromosom proto x maupun y, masih terjadi seleksi lebih lanjut yang berkenaan
dengan seleksi alela yang menguntungkan pada jantan, namun merugikan pada
betina yang mengarah pada diferensiasi genetik selanjutnya antar kedua kromosom.
b) Erosi Kromosom Y
Erosi kromosom proto Y terjadi melalui pola yang masih hipotesis (pola
evolusioner kromosom proto Y yang utama) pertama melibatkan “Muller’s Rachet”
pola kedua fiksasi mutan terpaut Y yang merugikan melalui “Hitchhiking” dengan
mutasi yang menguntungkan secara selektif. “Muller’s Rachet” bersangkut paut
dengan hilangnya kelompok kromosom yang membawahi mutan merugikan dalam
jumlah paling kecil, dari populasi terbatas akibat ”genetic drift”. Ini berakibat
peningkatan proresif rata-rata alela merugikan perindividu. Fiksasi ini terjadi
karena ada mutasi menguntungkan pada bagian kromosom proto Y yang tidak
mengalami rekombinasi.
c) Evolusi Determinasi Kelamin X/A dan Sistem Kromosom Kelamin X
Sistem determinasi kelamin didasarkan pada keseimbangan X/A ditemukan pada
Drosophila, C.elegans dan Rumex. Spesies yang punya satu gen mF yang
dibutuhkan untuk perkembangan kearah kelamin jantan, terpaksa mempertahankan
pola Y determinasi kelamin berupa kromosom Y sebagai penentu kelamin jantan.
Diduga ekspresi f f dibutuhkan untuk perkembangan kelamin betina. Dan tidak
adanya produk f f misal karena kehadiran alel f s sterilisasi betina yang
dominanmengarah pada perkembangan determinasi parsial atau lengkap kelamin
jantan. Ada analogi antara fungsi f f yang diduga dan sifat Sx1 pada Drosophila.
Ekspresi produkgen Sx1 dibutuhkan untuk perkembangan carrier betina,dapat
bersifat dominan penuh atau sebagian tergantung pada latar belakang genetik yang
konsisten dengan prilaku f s yang diduga.
C. KEBAKAAN YANG TERPAUT KELAMIN
a) Penemuan Mogan tentang Pautan Kelamin pada Drosophila
Morgan merupakan peneliti pertama yang melaporkan fenomena kebakaan yang
terpaut kelom. Pada tahun 1910, beliau menyilangkan D. melanogaster strain
wildtype dengan mata putih. Strain mata putih sendiri disebabkan mutasi pada lokus
w dan lokus tersebut berada di kromosom X. Hasil F1 yang didapat Morgan adalah
seluruhnya bermata merah. Ketika Morgan melanjutkan persilangan sesama F1,
maka beliau mendapatkan data F2 yang nampak 75% F2 bermata merah, sedangkan
25% sisanya bermata putih yang kelamin ke25% tersebut jantan. Terlihat pula 50%
F2 bermata merah dan 50% lainnya bermata putih. Akhirnya, dari persilangan
tersebut Morgan menyimpulkan bahwa gen warna mata terdapat pada kromosom
X.
b) Pola-pola Kebakaan dari Gen-gen yang terpaut Kelamin
Sebagian besar gen yang terpaut kelamin pada hewan jantan heterogamet terletak
pada kromosom X nya. Namun, ada pula sebagian kecil gen yang terpaut kormosom
Y. Kebakaan yang terpaut kromosom kelamin tidak hanya ditemukan pada
organisme XX-XY, melainkan juga dapat ditemukan pada organisme ZZ-ZW. Pada
organisme dengan sistem XX-XY, gen-gen yang terdapat pada kromosom X
sebagian tidak ditemukan sama sekali pada kromosom Y. Hal tersebut dikenal
dengan terpaut kelamin lengkap. {ada kromsoom Y pun ditemukan gen-gen yang
tidak terdapat pada kromosom X. Gen-gen tersebut dikenal sebagai gen-gen yang
terpaut seluruhnya pada kromosom Y. Crisscross pattern of inheritance merupakan
istilah yang menggambarkan pola pewarisan sifat yang terpaut kromosom X. Pola
pewarisan ini memperlihatkan bahwa suatu sifat yang ada pada induk betina
diwariskan dan terekspresi pada turunan jantan dan kemudian diwariskan ke
individu betinan F2. Demikian pula pada individu jantanya, sifat-sifat yanga ada
pada individu jantan tersebut diwariskan melalui turunan betinanya kepada turunan
jantan generasi berikutnya. Di lain sisi, sifat-sifat yang terpaut kromosom Y induk
jantan D. melanogaster biasanya langsung diwariskan kepada turunan jantan. Sifat-
sifat tersebut dapat juga diwariskan langsung kepada turunan betina sebagai akibat
dari peristiwa gagal berpisah saat oogenesis.
c) Gen-gen yang Terpaut Kelamin pada D. melanogaster
Yellow, white, vermilion, miniature, dan rudimentary merupakan beberapa contoh
gen-gen yang terpaut sempurna pada kromosom X D. melanogaster. Sedangkan
bobbed bristles merupakan contoh gen yang terdapat baik pada kromosom X
maupun Y sehingga dikatakan sebagai gen yang terpaut kelamin tidak sempurna.
Selain itu, pada kromosom Y D. melanogaster, terdapat tujuh gen holandrik yang
bersangkut paut dengan fertilitas jantan.
d) Gen-gen yang Terpaut Kelamin Z pada Unggas
Pola pewarisan terpatu kelamin pada sistem ZZ-ZW pada dasarnya sama dengan
yang ditemukan di lingkungan. Namun, yang perlu kita ingat adalah individu betina
lah yang bersifat hemozigot (ZW). Untuk mempelajari pola pewarisannya, mari kita
lihat kajian pada ayam. Ayam memiliki suatu alela dominan terpaut Z yang disebut
S. Ayam dengan alel tersebut memiliki bulu keperakan di saat menetas, sedangkan
individu dengan alela s berbulu keemasan. Alela S ini dapat digunakan untuk
membedakan kelamin segera setelah penetasasn. Dalam hal ini, misalnya dilakukan
persilangan antara betina bulu keperakan (SW) dengan jantan berbulu keemasan
(ss). Pola pewarisan yang nampak ternyata crisscross inheritance juga. Dari
persilangan tersebut diperoleh turunan betina berbulu keemasan, sedangkan turunan
jantan berbulu keperakan.
e) Sifat-sifat yang Terpaut Kromosom X pada Manusia
Tfm merupakan salah satu gen pada kromosom kelamin X yang telah kita singgung
di bagian awal resume ini. Dalam keadaan Tfm+, tubuh secara normal akan
membentuk protein testosteron bindingi. Namun, bila ada individu yang alelanya
menjadi Tfm, maka dia akan mengidap sindrom testicular feminization. Pada
sindrom ini, sel-sel embrio sama sekali tdaik peka terhadpa efek maskilinasiasi dari
testosteron. Tidak hanya gen ini yang ditemukan pada kromosom X manusia. Ada
lebih dari 200 sifat yang dikodekan oleh gen-gen yang terpaut kromosom X dan
mutasi pada alela gen-gen tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit, speperti
atrofi optik, glaucoma juvenil distichaisis, white occiptal lack of hair, mitral
stenoisis, dan bebeberapa bentuk keterbelakangan mental. Namun, ada pula yang
menyatakan bahwa beberapa dari gen-gen terpaut kromosom X tersebut sebenarnya
juga dikontrol oleh gen-gen yang terletak pada autosom. Ada empat hal yang dapat
kita jadikan dasar dalam mengidentifikasi sifat-sifat yang terpaut kromsoom X
berdasarkan telaah silsiah pada suatu indiviud. Empat hal tersebut, yatu 1) sifat
tersebut lebih seirng ditemukan pada laki-laki dibanding pada permuan; 2) sifat
tersebut diwariskan dari seorang pria yang memiliki sifat tersebut kepada separuh
cucu laku-laku melalui anak perempuannya; 3) suatu alela yang terpaut X tidak
pernah diwariskan langsung dari ayah kepada anak laki-laki; dan 4) semua wanita
pemiliki sifat tersebut mempunyai ayah yang juga pemilik sifat tersebut serta
seorang ibu carrier atau juga yang merupakan pemilik sifat tesebut. F
f) Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom Y Manusia
Telaah silsilah juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sifat-sifay dikontorl
oleh gengen holandrik. Sifat yang dikontrol gen-gen tersebut selalu dan hanya
diwariskand ari seorang ayah kepada semua anak laki-lakinya. Beberapa gen
holandrik tersebut, misalnya h (hypertrchosis), hg (hystrixgravier), dan wt (jari
berselaput), serta gen H-Y. Gen h resesif menyebabkan tumbuhnya rambut di
bagian tertentu di tepu daun telinga. Gen hg resesif menyebabkan pertumbuhan
rambut panjang dan kaku di permukaan tubuh, sehinggga menyerpuai duri landak.
Sedangkan gen wt resesif menyebabkan tumbuhnya kulit di antara jar-jari. Terakhir,
gen H-Y merupakan gen yang mengontrol pembentukan protein permukaan sel
yang disebut sebagia antigen H-Y. Protein ini ditemukan pada sel-sel atau jaringan
idnvidu jantan manusia dan mamalian lainnya.
D. SIFAT-SIFAT YANG TERPENGARUH KELAMIN
Sifat yang terpengaruh kelamin nukan merupakan bagian dari kebakaan yang
terpaut kelamin. Hal tersebut dikarenakan gen-gen pengatur sifat tersebut dapat saja
terletak pada autosom ataupun pada bagian homolog dari kromosom kelamin. Ekspresi
dominan atau resesif oleh alelalel dari lokus-lokus yang terpengaruh kelamin berubah
pada invidu jantan dan betina, terutama berkaitan denagn perbedaan lingkungan
itnernal yang disebabkan oleh hormon-hormin kelaimin. Tabel 1. dan 2. berikut
merupakan dua contoh sifat yang terpengaruh kelamin pada manusia dan domba.

E. SIFAT-SIFAT YANG TERBATAS KELAMIN


Sifat-sifat yang terbatas kelamin tidak sama dengan sifat-sifat yang terpengaruh
kelamin, apalagi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin. Sifat-sifat yang terbatas
kelamin adalah sifat yang bersangkut paut dengn ekspresi gen yang berbeda pada tiap
kelamin. Artinya, sifat ini diregulasi oleh gen-gen autosomal yang hanya berkespresi
pada salah satu kelamin. Hal tersebut dikarenakan perbedaan lingkungan hormonal
internla atau akibat ketikasamaan anatomis. Hormon kelamin dari setiap jenis kelamin
merupakan faktor pembatas dari ekspresi beberapa gen tersebut. Contoh sifat yang
terbatas kelamin tersebut, antara lain hanya sapi betina saja yang memproduksi susu,
meski sebenarnya jantan memiliki gen yang meregulasi produksi susu juga. Contoh
lainnya adalah sifat bilu individu jantan pada berbagai unggas. Misalnya ayam jantan
umumnya berbulu ekor panjang serta lancip, sedangkan betina berbulu ekor agak
pendek dan tumpul. Tabel 3. berikut memberi gambaran sifat terbatas kelamin pada
ayam tersebut.
BAB III
FENOMENA KOMPENSASI DOSIS & DIFERENSIASI KELAMIN
A. BADAN KROMATIN DAN KOMPENSASI DOSIS
Barr Body bisa digunakan untuk menentukan suatu sel berasal dari jenis kelamin yang
mana. Barr Body sendiri adalah badan
yang dapat ditemukan di dalam inti sel
yang jumlahnya adalah jumlah
kromosom X-1. Sel jantan tidak
memiliki barr body. Selain untuk
menentukan jenis kelamin, barr body
dapat digunakan untuk mendeteksi
kelainan bila jumlahnya tidak sesuai
dengan jenis kelaminnya. Misal pada
individu betina memiliki kromosom XX
(2 kromosom X) yang artinya memiliki barr body, apabila dalam
individu betina hanya memiliki 1 kromosom X maka individu
betina tersebut terkena sindrom Turner.
B. KOMPENSASI DOSIS DAN HIPOTESIS LYON
Barr body berkaitan dengan inaktivasi kromosom X dan inaktivasi kromosom X
berkaitan dengan kompensasi dosis. Karena sebenarnya barr body adalah kromosom-
kromosom yang mengalami pemampatan heterokromatinasi.
 Hipotesis Lyon memperlihatkan adanya konsekwensi genetik tertentu pada
mamalia. Kompensasi dosis untuk individu betina yang memiliki dua
kromosom X yang mengatur aktivitas enzim hingga ke tingkat individu jantan
yang hanya mempunyai satu kromosom X.
 Keanekaragaman ekspresi pada individu betina heterozigot karena inaktivasi
acak salah satu dari kedua kromosom kelamin.
C. INAKTIVASI KROMOSOM X YANG REVERSIBEL
Ketika sebelum oogenesis, kromosom X yang inaktiv harus diaktivasi lagi, agar ketika
setelah peristiwa oogenesis sel telur yang dihasilkan selalu membawa kromosom X-
nya yang aktif. Misal;
1. Sel pada individu betina memiliki 2 kromosom X dengan setiap satu kromosom
X-nya harus diaktivasi dan secara random.
2. Tubuh pada individu betina suatu saat akan menghasilkan gonad (Sel kelamin)
yang menghasilkan sel telur ketika peristiwa oogenesis.
3. Apabila gonadnya (induk sel telur-nya) berasal dari kromosom X-nya yang
inaktiv kemudian ketika peristiwa meiosis hasilnya adalah kromosom X yang
aktif dan X yang inaktif.
4. Jika kromosom inaktiv dibuahi oleh sperma, kemudian menghasilkan tubuh
yang tidak memiliki kromosom X atau mungkin dia dibuahi oleh sperma yang
membawa kromosom Y maka yang membawa kromosom X sama-sama tidak
aktif.
5. Sehingga sebelum oogenesis kromosom yang inaktiv harus diaktivasi terlebih
dahulu sehingga menghasilkan sel telur yang aktif semua. Jika embrio tidak
membawa kromosom X akan mengalami kecacatan, sebab kromosom X
membawa gen-gen yang esensial bagi tubuh.
D. KEGAGALAN PENGAKTIVAN KEMBALI KROMOSOM X
Kromosom kelamin X manusia yang tergolong fragile X mengandung suatu tapak
fragile. Tapak fragile terletak di posisi Xq27. Misalnya pada Syndrom fragil X dapat
menyebabkan kecacatan.

Gambar 3.4 Struktur kromosom fragil, (a) struktur kromosom penderita sindrom
Martine-Bell (tanda panah menunjukkan tapak fragil pada posisi Xq27) dan (b) tapak
khusus pada kromosom fragil X. (Sumber: Corebima, 1997).
E. Hormon dan Diferensiasi Kelamin
Meskipun gen yang berperan dalam mengatur ekspresi kelamin, namun hormon turut
terlibat dalam perkembangan atau diferensiasi jenis kelamin khsusnya ciri jenis kelamin
sekunder, karena hormon-lah yang dapat mengatur kondisi internal tubuh.

BAB IV
HERMAPRODITISME DAN BEBERAPA FENOMENA AKIBAT ANEUPLOIDI
KROMOSOM KELAMIN PADA MANUSIA
Penyimpangan kromosom kelamin pada manusia akibat aneuploidi kromosom kelamin
memperlihatkan fenotip alat-alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang tidak lazim. Beberapa
contoh fenomena pada manusia.

A. HERMAPRODITISMA SEJATI (TRUE HERMAPHRODITISM)


Individu tersebut memiliki dua macam kariotip yang berbeda, satu untuk setiap jalur
sel. Hasil mekanisme fusi sel pada awal perkembangan antara zigot-zigot yang berbeda.
Individu ini disebut dengan chimera. Chimera ditemukan zigot yang mengalami fusi
berkelamin berbeda. Akibat fusi ini maka individu chimera memiliki kariptip yang
berbeda. Kariotip chimera ini adalah chi 46XX/46XY. Selain itu akibat kejadian gagal
berpisah mitosis pada awal perkembangan embrio berkromosom kelamin XY atau
XXY yang menghasilkan galur sel XO/XY, XX/XY dan sebagainya. Dan juga akibat
polar body yang dibuahi oleh sperma pada waktu bersamaan di saat ovum telah dibuahi
oleh sperma lain. Jika satu sperma yang berkromosom kelamin X, sedangkan lainnya
berkromosom Y, maka zigot-zigot yang terbentuk memiliki kelamin berbeda, dan fusi
yang terjadi antara kedua zigot akan menghasilkan individu yang memiliki dua tipe sel
yang berbeda. Berdasarkan macam kejadian tersebut, kariotip chimera juga bermacam-
macam, antara lain: chi 45, XO/ 46, XY, chi 46, XX/ 47, XXY, chi 45, XO/ 46, XY /
47, XXY.
B. FEMINIZING MALE PSEUDIHERMAPHRODITISM
Feminizing male pseudihermaphroditism ialah
pseudohermaproditisma jantan yang bersifat kebetinaan.
Kelainan ini berhubungan dengan mutan dominan autosomal
yang mempengaruhi kelamin dan menghubungkannya dengan
suatu gen mutan resesif terpaut kromosom X. Kariotip kelainan
ini adalah 46, XY atau 46, XY/45, X.
Gambar 4.1 Contoh
Penyandang kelainan ini berfenotip feminizing male
perempuan dan karakter kelamin pseudihermaphroditis
m pada 3 bersaudara.
sekunder kurang berkembang.
(Sumber: Corebima,
1997).

C. MASCULINIZING MALE PSEUDHERMAPHRODITISM


Penyandang kelainan ini tidak jelas tampak sebagai laki-laki atau
perempuan, testis tidak sempurna, penis meragukan, tetapi payudara
tidak berkembang dan tubuh berambut seperti lakilaki (Gambar 4.2).
Kariotip kelainan ini 46, XY atau 46, XX/45, X.

Gambar 4.2 Contoh


Masculinizing male
pseudhermaphroditis
m yang berkariotip
46, XY. (Sumber:
Corebima, 1997).
D. GUEVODOCES
Kelainan yang diakibatkan karena perkawinan sedarah. Berkariotip 46, XY, dengan
memiliki alat kelamin luar yang membingungkan, yaitu scrotum tampak sebagai labia,
ada kantung vagina buntu, peni serupa clitoris. Individu berkelainan ini juga
menunjukkan viriasasi struktur kelamin sekunder eksternal, yaitu suara menjadi besar,
perkembangan otot maskulin, dan clitoris membesar seperti penis. Kelainan ini
disebabkan adanya suatu alela autosomal resesif yang mempengaruhi penggunaan
testosteron. Testosteron bekerja secara langsung atas saluran Wlff, tetai sebelum
menyebabkan virilisasi alat kelamin eksternal, secara biokimiawi harus diubah menjadi
senyawa dihidrotestosteron.
E. FEMALE PSEUDOHERMAPRODITISM
Kelainan ini berkariotip 46, XX. Individu ini seharusnya berkelamin betina, akan tetapi
tanda kelamin mengarah pada ciri jantan (Gambar 4.4). Fenotipnya menunjukkan alat
kelamin eksternal meragukan, memiliki ovarium tetapi tidak sempurna. Penyebabnya
proliferasi kelenjar adrenalin janin perempuan atau ketidakseimbangan hormonal ibu
sebelum melahirkan. Proliferasi atau pertumbuhan berlebih dialami oleh korteks
kelenjar anak ginjal janin yang disebabkan oleh homozigositas gen-gen resesif yang
bertanggung jawab terhadap enzim pada metabolisme steroid, selain itu juga
disebabkan oleh tumor kelenjar.
F. SINDROM TURNER
Kelainan karena aneuploidi pada kromosom kelamin. Kariotip sindrom ini adalah 45,
XO. Penderita kelain ini berjenis kelamin wanita tetapi ovarium kurang berkembang,
dan karakteristik kelamin sekunder berkembang tidak sempurna. Selain itu penderita
memiliki tubuh pendek, leher bergelambir, dan mengalami keterbelakangan mental.
Pengidap sindrom ini disebabkan oleh peristiwa gagal berpisah selama meiosis pada
gametogenesis. Selain itu disebabkakan oleh gagal berpisah selama mitosis sehingga
pengidapnya merupakan mosaik jaringan XX dan XO. Oleh karena itu wanita pengidap
sindrom ini berkromosom kelamin X seperti layaknya pria, dan memperlihatkan
peningkatan frekuensi ekspresi sifat terpaut kromosom kelamin X.
G. SINDROM KLINEFELTER
Penderita ini dikarenakan aneuploidi kromosom kelamin, pada
dasarnya berkelamin jantan. Klinefelter (Gambar 4.7) yang umum
memiliki karakteristik trisomi yaitu 47, XY akan tetapi memiliki
konstitusi kromosom kelamin seperti XXYY (tetrasomi), XXXY
(tetrasomi), XXXXY (pentasomu) dan XXXXYY (heksasomi). Ciri
kelamin sekunder penderita ni adalah mengamali feminisasi dengan
testis kecil, dan tidak mengalami spermatogenesis, serta
berintelegensi rendah, dan anggota gerak yang lebih panjang. Pria Gambar 4.7 Contoh
pria pengidap
penyandang kelanian ini yang mempunyai konstitusi kromosom sindrom klinefelter
XXXY dan XXXXY selalu mengalami keterbelakangan mental. (Sumber: Corebima,
1997).
Selain itu pria yang memiliki kontitusi kromosom XXYY dan
XXXYYY cenderung lebih tinggi dari pada rata-rata tinggi nomal, tetapi kurang cerdas.
H. PRIA XYY
Sindrom pria XYY terjadi karena aneuplodi kromosom kelamin. Kariotip penyandang
sindrom ini adalah 47, XYY. Secara umum pria XYY terlihat seperti pria normal
termasuk fertil, tetapi cenderung lebih tinggi dibanding tinggi rata-rata pria normal
umumnya. Kadang-kadang pada pria XXY ditemukan kelainan alat kelamin eksternal
maupun internaL. Penyandang ini memiliki kecenderungan antisosial dan agresif,
cenderung berbuat jahat dan suka melanggar hukum.
I. PENYIMPANGAN KARENA ANEUPLOIDI KROMOSOM KELAMIN YANG
LAIN
Terlahirnya individu perempuan berkariotip 47, XXX (trisomi), 48, XXXX (tetrasomi),
serta 49, XXXXX (pentasomi) disebabkan oleh aneuploidi kromosom kelamin. Secara
umum, individu tersebut disebut dengan bbetina super atau metfemales. Individu 47,
XXX memiliki alat kelamin kurang berkembang, kesuburan terbatas, serta biasanya
memiliki keterbelakangan mental. Perempuan 48, XXXX bersifat fertil, perempuan
berkaritip 49, XXXXX hampir semuanya mengalami keterbelakangan mental.

BAB V
PEMBALIKAN KELAMIN
Pembalikan kelamin (sex reversal) terjadi dari betina menjadi jantan atau sebaliknya dari
jantan menjadi betina. Berbagai macam kasus pembalikan kelamin pada ragi, ikan, dan burung
akan dijelaskan sebagai berikut.

A. PEMBALIKAN KELAMIN PADA RAGI


Kelamin ragi yaitu mating type sebagai a dan α, diketahui banyak strain ragi
yang tidak memilki kelamin yang stabil, cepat beralih antara kelamin a dan α. Diketahui
ragi yang homotalus, gen kelamin dari sel haploid berubah (berbalik atau beralih) jauh
lebih cepat (hampir setiap pembelahan sel lain) daripada yang dapat diantisipasi oleh
mekanisme lain yang mencakup mutasi spontan. Perubahan yang cepat tersebut tidak
terjadi pada ragi yang heterotalus. Sifat homotalus atau heterotalus tersebut diketahui
bahwa yang menentukan adalah sebuah alela yang disebut Ho yang terletak pada
kromosom 4. Awalnya pembalikan kelamin disangkutpautkan dengan alela MAT a dan
Mat α yang terletak pada kromosom 3 lokus MAT.
Alela MAT a menspesifikasikan kelamin α, sedangkan kelamin α
dimanifestasikan bilamana alela MAT a menempati lokus MAT. Selain gen MAT, ada
juga 2 lokus kelamin (tidak terekspresikan) yang terletak di sebelah kiri dan kanan dari
lokus MAT yaitu HML di sebelah kiri(posisi 200 kb dari lokus MAT) dan HMR di
sebelah kanan. HML mengandung suatu kopi diam untuk informasi α. HMR juga
merupakan gen diam yang mengandung informasi spesifik untuk a. Pemindahan gen
tersebut mencakup informasi genetik (disebut suatu kaset) dari salah satu gen yang
tidak terekspresikan ke lokus MAT.
Berkenaan dengan kerja gen HML α dan HMR a diketahui pula peranan dari
gen-gen SIR yang terdiri dari 4 gen SIR (SIR 1, 2 , 3, dan 4) yang tidak terletak pada
kromosom 3 yang juga mempengaruhi kerja gen HML α dan HMR a. jika salah satu
gen SIR tersebut tidak bekerja, maka gen HML α dan HMR a ditranskripsikan dengan
kecepatan yang sama dengan gen pada lokus MAT. Daerah E di dekat gen HML dan
HMR juga ikut berperan sehingga gen HML dan HMR tidak terespresi. Dimana di
daerah E terdapat suatu blok pasangan-pasangan basa yang tampaknya menjadi tapak
tempat bekerjanya produk-produk SIR.
Daerah E bekerja pada kondisi cis atas gengen yang terletak pada kromosom
yang sama dan dapat bekerja dalam 2 arah (ke arah 3’ atau 5 ‘) tergantung posisi
promoter yang dipengaruhinya. Diduga, protein-protein SIR bekerja dengan cara
mempengaruhi struktur kromatin di dalam gen-gen HML dan HMR. Dimana bila tidak
ada kontrol SIR, kromatin di dalam gen-gen HML dan HMR lebih mudah terkena
pengaruh enzim nuclease (mungkin akibat kegagalan pembentukan nukleosom di
dalam daerah-daerah ini).
B. PEMBALIKAN KELAMIN PADA IKAN
Pada ikan terjadi pembalikan kelamin dari kelamin betina menjadi jantan atau
sebaliknya. Contohnya pada ikan protogynous, individu betina yang matang secara
reproduktif akan berbalik kelamin dan menjadi individu jantan yang fungsional secara
reproduktif. Hal ini berkaitan dengan transformasi struktur dan fungsi hipofise maupun
gonad. Peristiwa ini juga terjadi pada spesies ikan yang secara seksual bersifat
dichromatis, pembalikan kelamin terbukti mentransformasikan pola warna individu
betina yang sedang berbalik kelamin.
Labroides dimidiatus (satu spesies ikan karang yang hidup berkelompok dengan
komposisi 1 individu jantan dan beberapa individu betina), jika individu jantan mati
maka individu betina yang paling dominan akan menolak individu jantan lain yang akan
memasuki kelompok tesebut. Apabila upaya ini berhasil maka individu betina itu akan
berubah menjadi individu jantan dan dalam jangka waktu 2 minggu sudah mampu
menghasilkan sperma yang fertil. Faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada
kelompok sosial ikan bukan hanya matinya (penghilangan) individu jantan dan individu
betina (pada kelompok ikan protandrous), masih ada beberapa faktor lain oleh
perubahan fisiologis pada gen yang terkait dengan beberapa keadaan atau kondisi.
Kondisi yang menjadi latar belakang perubahan fisiologis endogen tersebut
adalah “suatu ukuran tertentu”, “umur”, “tingkat perkembangan”, “serta peningkatan
rasio kelamin (dewasa) betina terhadap jantan”. Pada ikan karang protogynous Anthias
squamipinnis, disaat sedang berlangsungnya pembalikan kelamin, individu betina yang
sedang berbalik kelamin secara progressif meningkatkan laju performance maupun
resepsi ragam perilaku yang membedakan kelamin. Kecepatan gerakan hidung
meningkat yang dimulai 2 hari setelah individu jantan dihilangkan. Gerakan renang
berbentuk huruf U serta tonjolan dari punggung ketika mulai muncul,
masingmasingnya pada hari ke-4 dan 11 setelah penghilangan individu jantan. 3-4
minggu dibutuhkan agar iakan yang sedang berbalik kelamin memperlihatkan ragam
perilaku sebagaimana layaknya seekor individu jantan umumnya.
Pembalikan kelamin pada ikan dari individu jantan menjadi individu betina
dilakukan dengan bantuan hormon steroid yang tergolong inducer jantan, sedangkan
pembalikan dari individu betina menjadi jantan menggunakan hormon steroid yang
tergolong inducer betina. Hormon yang tergolong inducer jantan adalah kelompok
androgen, sedangkan yang tergolong inducer betina adalah kelompok estrogen.
Hormon steroid kelompok estrogen khususnya estrone sudah terbukti dapat
menginduksi hermaphroditisma sinkronous pada ikan.
C. PEMBALIKAN KELAMIN PADA BURUNG
Ayam betina ZW yang sudah bertelur diketahui dapat mengalami perubahan ciri
kelamin sekunder seperti perkembangan bulu jantan, serta kemampuan berkokok,
bahkan juga mengalami perkembangan testis yang terbukti dapat menghasilkan sel-sel
sperma. Keadaan tersebut dapat terjadi akibat kerusakan jaringan ovarium karena
penyakit, dan pada keadaan tanpa hormon kelamin betina, jaringan testikuler
rudimenter yang terdapat di tengah ovarium mengalami proliferasi, dalam hal ini
individu jantan baru hasil pembalikan kelamin tersebut tetap memiliki genotip ZW.
QUESTIONS & ANSWERS

1. Apa yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap ekspresi kelamin pada


mahkluk hidup? (Septi)
Gen atau perangkat gen pada kromosom kelamin Y yang menentukan jenis kelamin
dan pengontrol ekspresi kelamin mahkluk hidup. Gen tersebut terdiri atas banyak
pasangan gen. Gen-gen itu terletak pada kromosom kelamin maupun autosom. Gen-
gen tersebut ada yang tergolong alela ganda dan ada yang tidak. Keseimbangan tertentu
dalam interaksi gen tersebut mengendalikan ekspresi kelamin mahkluk hidup. Dalam
hal ini ekspresi gen-gen tersebut tidak bebas dari pengaruh faktor-faktor lingkungan
atau fisikokimiawi internal maupun eksternal.
2. Mengapa ketika sebelum oogenesis, kromosom X yang inaktiv harus diaktivasi
lagi? (Karin)
Agar ketika setelah peristiwa oogenesis sel telur yang dihasilkan selalu membawa
kromosom X-nya yang aktif. Karena kromosom X memiliki sifat yang reversible.
Apabila gonadnya (induk sel telur-nya) berasal dari kromosom X-nya yang inaktiv
kemudian ketika peristiwa meiosis hasilnya adalah kromosom X yang aktif dan X yang
inaktif. Jika kromosom inaktiv dibuahi oleh sperma, kemudian menghasilkan tubuh
yang tidak memiliki kromosom X atau mungkin dia dibuahi oleh sperma yang
membawa kromosom Y maka yang membawa kromosom X sama-sama tidak aktif.
Sehingga sebelum oogenesis kromosom yang inaktif harus diaktivasi terlebih dahulu
sehingga menghasilkan sel telur yang aktif semua. Jika embrio tidak membawa
kromosom X akan mengalami kecacatan, sebab kromosom X membawa gen-gen yang
esensial bagi tubuh.
3. Bagaimana fenomena yang sedang marak saat ini terkait dengan fenomena
transgender yang dimana laki-laki menjadi perempuan dan sebaliknya.
Bagaimana kaitannya dengan Feminizing male pseudihermaphroditism? (Septi)
Feminizing male pseudihermaphroditism ialah pseudohermaproditisma jantan yang
bersifat kebetinaan. Kelainan ini berhubungan dengan mutan dominan autosomal yang
mempengaruhi kelamin dan menghubungkannya dengan suatu gen mutan resesif
terpaut kromosom X. Kariotip kelainan ini adalah 46, XY atau 46, XY/45, X.
Penyandang kelainan ini berfenotip perempuan dan karakter kelamin sekunder kurang
berkembang. Sehingga akan membuat seseorang laki-laki lebih memilki sifar
kebetinaan.
4. Seperti yang telah diketahui gen kromosom kelamin Y yang menentukan jenis
kelamin dan pengontrol ekspresi kelamin makhluk hidup. Namun faktanya,
terdapat genotip zigot tikus yang bergenotip AAXX. Bagaimana cara tikus
tumbuh dan berkembang menjadi individu tikus yang berfenotip kelamin jantan?
(Karin)
Selama spermatogenesis atau induk jantan dari tikus tersebut, bagian ujung kromosom
Y pindah dan bergabung dengan kromosom X, yaitu melalui Pindah Silang
Nonresiprokal antara kromosom X dan Y pada metafase meiosis dari spermatogenesis.
Pada kromosom kelamin Y dari tikus ternyata ditemukan gen atau perangkat gen yang
mengendalikan suatu ciri dominan yang disebut Sex-reserved atau Sxr trait. Gen atau
perangkat tersebut menyebabkan zigot tikus yang bergenotip AAXX tumbuh dan
berkembang menjadi individu tikus yang berfenotip kelamin jantan lengkap dengan
testis, sekalipun tidak mengalami spermatogenesis.

Sumber Rujukan:
Corebima, A.D. 1997. Genetika Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai