Anda di halaman 1dari 24

I.

MENYEMAIKAN BENIH BENIH

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Penyemaian merupakan suatu proses penyiapan bibit tanaman baru
sebelum ditanam pada lahan sesungguhnya. Benih tanaman disemaikan
pada suatu tempat terlebih dahulu hingga pada usia tertentu baru
dipindahkan ke lahan. Penyemaian ini sangat penting, terutama pada
benih tanaman yang halus dan tidak tahan terhadap faktor-faktor luar
yang dapat menghambat proses pertumbuhan benih menjadi bibit
tanaman. Dengan menyemaikan benih terlebih dahulu, diharapkan akan
mendapat mutu yang lebih baik. Karena dapat dilakukan pemilihan bibit
yang cermat dan tepat. Selain itu apabila diusahakan pada lahan yang
sempit, maka pemeliharaannya lebih intensif sehingga mengurangi
kemungkinan kegagalan atau ketidak tumbuhan bibit.Tujuan dari
penyemaian benih ini adalah untuk mempersiapkan bibit tanaman yang
mempunyai mutu baik sehingga nantinya dapat tumbuh menjadi tanaman
yang baik pula. Selain itu cara ini akan lebih efektif dan efisien dalam
penggunaan lahan untuk pembibitan dan juga menghindari terjadinya
kegagalan pembibitan karena kita dapat melakukan pengamatan terhadap
perkembangan benih hingga usia tertentu.
2. Tujuan Praktikum
Praktikum Hortikultura acara I menyemaikan benih buah memiliki tujuan
sebagai berikut :
a. Mengenal serta mempelajari cara-cara pembuatan persemaian.
b. Menyemaikan dan menumbuhkan beberapa macam benih buah.
B. Tinjauan Pustaka
1. Persemaian (pengertian, kriteria media semai yang baik, metode
persemaian)
Persemaian adalah suatu bidang lahan yang digunakan untuk
menghasilkan bibit pohon tertentu yang memenuhi persyaratan umur,
ukuran dan kualitas tertentu yang cukup untuk ditanam dilapangan
penanaman (Setiadi, 2011). Fungsi nursery (persemaian) adalah
memproduksi semai yang berkualitas, menyediakan stock semai untuk
penyulaman, menyediakan bahan tanam tepat waktu dan sebagai koleksi
biodiversitas mini. Media persemaian terdiri dari campuran tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 (berdasarkan volume).
Persemaian dilakukan pada sore hari yaitu dengan menanam
benih pada media semai dengan kedalaman 1 cm, kemudian ditutup tipis
dengan tanah. Penyiraman dilakukan pagi dan sore. Untuk menghindari
sinar matahari langsung, tempat persemaian diberi atapsebagai penaung
(Marliah, 2013). Tanah yang baik untuk media persemaian diambil dari
bagian atas (top soil). Sebaiknya ambil tanah dengan kedalaman tidak
lebih dari 5 cm. Tanah yang baik merupakan tanah hutan, atau tanah
yang terdapat di bawah tanaman bambu. Tanah tersebut memiliki
karakteristik yang baik, terdiri dari campuran lempung dan pasir.
Lempung benrmanfaat sebagai perekat media tanam sedangkan pasir
bermanfaat untuk memberikan porositas yang baik.
Tipe persemaian berdasarkan cahaya matahari yang didapat ada 2
yaitu persemaian naungan dan persemaian tanpa naungan (terbuka).
Persemaian naungan biasanya digunakan saat awal pertumbuhan semai
sedangkan persemaian terbuka dilakukan saat fase hardening semai.
Berdasarkan ketersedian air dibedakan menjadi 2 yaitu persemaian
kering yang dibangun tanpa ada fasilitas irigasi sehingga sangat
tergantung pada air hujan, sedangkan persemaian basah yaitu persemaian
yang dibangun sarana irigasi dengan sumber air yang permanen
(Wanggai, 2009).
2. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan persemaian
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penyemaian adalah kualitas
dari benih itu sendiri. Benih yang digunakan harus berkualias baik. Lebih
baik membeli benih yang tersedia di toko saprotan karena kualitasnya
sudah teruji. Disarankan daya tumbuh >75%. Cara menguji benih cukup
mudah, dengan merendam benih tersebut di dalam air. Benih yang baik
akan tenggelam dan sebaliknya benih baik akan terapung
(Paeru et al, 2010).
Persemaian tidak boleh terkena siraman hujan atau sinar matahari
langsung sehingga perlu naungan. Naungan berupa greenhouse plastik
yang tingginya 1 m. Air juga menjadi faktor yang penting dalam
penyemaian, lahan persemaian harus terus lembab tetapi tidak tergenang.
Perlu dilakukan penyiraman jika pembibitan dilakukan pada musim
kemarau. Penyiraman dilakukan pagi dan sore hari untuk mencegah air
menguap (Said, 2010).
Tempat persemaian bersuhu 25-30 derajat celcius. Temperatur
yang terlalu rendah dapat mengakibatkan proses perkecambahan lambat.
Sedangkan bila suhu terlalu tinggi, biji dapat rusak dan gagal
berkecambah. Mendapat sinar yang cukup. Kekurangan sinar matahari
mengakibatkan etiolasi (pemanjangan batang) sehingga tanaman lemah.
Namun, bila kebanyakan sinar matahari, benih sering rusak sehingga
tidak terjadi pertumbuhan (Setyaningrum, Saparinto, 2011).
3. Perkecambahan (pengertian, tahapan dalam proses perkecambahan, faktor
yang mempengaruhi perkecambahan)
perkecambahan dapat diartikan sebagai munculnya semai, secara
teknis perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif
yang menghasilkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai. Proses
perubahan dari biji menjadi bibit tumbuhan seringkali disebut
perkecambahan. Dimana perkecambahan adalah batas antara benih (biji
yang mampu tumbuh) yang masih tergantung pada sumber makanan dari
induknya dengan tumbuhan yang mampu berdiri sendiri dalam
mengambil unsur hara.Tipe perkecambahan dibagi menjadi dua: epigeal
dan hipogeal. Tipe epigeal yaitu perkecambahan dengan kotiledon
terangkat keatas tanah dengan memanjangkan hipokotil, sedangkan tipe
hipogeal dimana kotiledon tidak membesar sehingga kotiledon tetap
berada dibawah tanah selama perkecambahan (Irawanto, 2015)
Tahapan perkecambahan yang pertama adalah imbibisi, yaitu
penyerapan air oleh benih sehingga tahap dormansi pada benih selesai.
Benih kemudian memulai metabolisme, karena air memicu pelepasan
enzim yang mempercepat respirasi seluler, dimana pati diubah menjadi
gula sebagai energi untuk pertumbuhan kecambah. Jika proses ini
terhambat maka per-kecambahan juga akan terhambat. Tahap kedua
adalah translokasi nutrisi. Benih memecah makanan yang telah disimpan
selama dormansi. Lipid dan karbohidrat (glukosa dalam monokotil, pati
dikotil) terurai menjadi sukrosa, dan sukrosa ini dan komponen protein
sudah rusak dialihkan ke lokasi di mana benih mereka dapat digunakan
untuk energi dan protein baru untuk tumbuhan tumbuh. Tahap ketiga
yaitu pertumbuhan dan perbanyakan sel. Selama tahap akhir ini,
metabolisme berlanjut dan sel-sel embrio membelah sampai embrio
menjadi terlalu besar untuk lapisan penampungnya. Ketika ini terjadi,
lapisan akan pecah dan tanaman mulai muncul, pertama dengan akar
memperpanjang bawah ke dalam tanah, diikuti oleh penyemaian
mencapai ke udara untuk memulai proses fotosintesis (Ashari, 2013)
Faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah masa dormansi
dari suatu benih. Dormansi adalah suatu keadaan pertumbuhan dan
metabolisme yang terhenti yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Media
perkecambahan juga mempengaruhi keberhasilan dari perkecambahan itu
sendiri. Daya berkecambah tertinggi dihasilkan dari benih yang
dikecambahkan pada media campuran tanah dan pasir 1:1. Kulit biji yang
keras sulit ditembusi air dan oksigen yang sangat penting dalam proses
perkecambahan, untuk itu diperlukan perlakuan khusus atau perlakuan
pendahuluan terhadap benih sebelum dikecambahkan. Perlakuan nya
yaitu bisa direndam dengan air selama lebih dari 6 jam (Marthen et al,
2013).
4. DK dan KK
Kecepatan kecambah adalah banyaknya biji yang berkecambah dari
sejumlah biji murni yang dikecambahkan, dan dinyatakan dalam persen,
serta dalam waktu yang lebih pendek dari pada waktu untuk menentukan
daya kecambah. Waktu yang digunakan untuk menentukan kecepatan
kecambah merupakan waktu atau saat dimana jumlah biji berkecambah
paling banyak. Kecepatan kecambah biji memberikan gambaran bahwa
pertumbuhan biji dan bibit akan serentak dan seragam. Biji dikatakan
berkualitas baik atau tinggi bila mempunyai daya kecambah dan
kecepatan kecambah diatas 80% (Revis, 2014).
Daya berkecambah atau daya tumbuh merupakan tolak ukur
viabilitas potensial benih. Peubah vigor benih atas vigor kekuatan
tumbuh dan daya simpan. Vigor kekuatan tumbuh benih dapat
diindikasikan misalnya dengan tolak ukur laju perkecambahan (speed of
germination), keserempakan tumbuh, laju pertumbuhan kecambah
(seedling growth rate) (Lesilolo, 2013).
Pengujian mutu benih merupakan hal rutin yang dilakukan dalam
rangka proses sertifikasi. Salah satu pengujian rutin yang dilakukan
adalah pengujian daya berkecambah. Pengujian daya berkecambah
memerlukan kondisi optimum pada media perkecambahan, suhu dan
kelembaban (Rahayu, 2015).
C. Metodologi Praktikum
1. Waktu dan tempat Praktikum
Praktikum acara 1 dilaksakan pada hari Minggu tanggal 11 April 2019 di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2. Alat dan bahan
a. Alat :
1) Cangkul
2) Cetok
3) Nampan

b. Bahan :
1) Biji buah semangka (Citrullus lanatus)
2) Melon (Cucumis melo)
3. Cara kerja
1. Menyiapkan media dengan mencampur sekam : tanah : pupuk kandang
dengan perbandingan 2 : 1 : 1 .
2. Mengisi media dengan media.
3. Menyirami air pada media tanam dan diratakan.
4. Masukkan benih ke dalam nampan yang telah berisi media.
5. Melakukan pemeliharaan, dan penyiraman pada media tanam.
6. Mengamati pertumbuhan tanaman selama 7 hari untuk menghitung
daya kecambah dan kecepatan berkecambah.
DAFTAR PUSTAKA

Marliah A, Nurhayati, Risma R. 2013. Pengaruh varietas dan konsentrasi pupuk


majemuk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis bunga
(Brassica oleracea L.). J Floratek. 8(1): 118-126.
Setiadi Y. 2011. Pembanguan nursery untuk perbanyakan bibit. Institut Pertanian
Bogor. 1-41.
Wanggai F. 2009. Manajemen hutan. Jakarta : Grasindo.
Said A. 2010. Budidaya mentimun dan tanaman musiman secara hidroponik.
Jakarta : AZKA Press.
Setyaningrum HD, Cahyo S. 2011. Panen sayur secara rutin di lahan sempit.
Bogor : Penebar Swadaya.
Paeru, Trias QD. 2010. Panduan praktis bertanam sayuran. Bogor : Penebar
Swadaya.
Irawanto R, Esti EA, Hendrian. 2015. Jeruju (Acanthus ilicifolius) : Biji,
perkecambahan dan potensinya. Pros sem nas masy biodiv indonesia.
1(5) : 1011-1018.
Ashari S. 2013. Salak the snake fruit. Malang : UB Press.
Marthen, Kaya, Rehatta. 2013. Pengaruh perlakuan pencelupan dan perendaman
terhadap perkecambahan benih sengon (Paraserianthes falcataria L.). J
Agrologia. 2(1) : 10-16.
Rahayu AD, Tatiek KS. 2015. Pengamatan uji daya berkecambah dan optimalisasi
substrat perkecambahan benih kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.).
Buletin Agrohorti. 3(1):18-27.
Lesilolo MK, Riry, Matatula. 2013. Pengujian Viabilitas dan vigor benih beberapa
jenis tanaman yang beredar di pasaran kota ambon. J Agrologia. 2(1) : 1-
9.
Revis. 2014. Pengaruh hormon giberelin (GA3) terhadap daya kecambah dan
vigoritas Calopogonium caeruleum. J Biospecies. 7(1):29-33.
III. PERBANYAKAN DENGAN CARA CANGKOK

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perkembangbiakan atau reproduksi bertujuan untuk melestarikan
keberadaan suatu spesies agar tidak mengalami kepunahan. Pada
umumnya reproduksi pada tumbuhan dapat dibedakan atas dua cara, yaitu
secara vegetatif (aseksual) dan secara generatif (seksual). Reproduksi
secara vegetatif (aseksual) dapat dibedakan menjadi dua yaitu vegetatif
alami dan vegetatif buatan. Vegetatif buatan dapat berupa cangkok, stek,
okulasi, dan merunduk. Pada masa sekarang ini, manusia dituntut untuk
menghasilkan produk-produk yang bermanfaat yang dihasilkan dalam
waktu singkat dan dengan modal yang tidak banyak. Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan
dalam jangka waktu yang lebih cepat, unggul, dan tidak memakan banyak
biaya adalah dengan mencangkok.
Mencangkok merupakan salah satu perkembangbiakkan vegetatif
yang sudah sangat terkenal di wilayah Indonesia. Pada umumnya para
pemilik perkebunan khususnya buah di Indonesia menggunakan cangkok
untuk perkembangbiakkan buahnya. Karena, para petani kebun meyakini
bahwa mencangkok bisa membuat tanaman lebih cepat tubuh dan
menghasilkan buah yang relatif singkat. Hal lain yang mendasari petani
dalam mancangkok yaitu banyaknya pemesanan tumbuhan oleh para
pembeli, sehingga para petani lebih memilih menggunakan cangkok
daripada biji.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara III adalah sebagai berikut :
a. Dapat memilih bahan yang baik untuk di cangkok
b. Mengenal serta mempelajari perbanyakan tanaman dengan cara
menyangkok.
B. Tinjauan Pustaka
1. Cangkok (definisi dan cara kerja)
Cangkok adalah tekhnik perbanyakan vegetatif dengan cara
pelukaan atau penggeratan cabang pohon induk dan dibungkus media
tanam untuk merangsang terbentuknya akar. Pada tekhnik ini tidak
mengenal istilah batan atas dan batang bawah. Tekhnik ini sudah lama
dikenal oleh petani dan tingkat keberhasilannya tinggi ( Christiani, 2011)
Keuntungan dari pembibitan sistem cangkok adalah produksi dan
kualitas buahnya kan persis sama dengan tanaman induk, tanaan asal
cangkok bisa ditanam pada tanah yang letak air tanahnya tinggi atau dekat
pematang kolam ikan. Kerugian dari sistem cangkok adalah tanaman
tidak terlalu tahan pada musim kemarau panjang, tanaman mudah roboh
bila angin kencang karena akarya serabut. Media untuk mencangkok bisa
menggunakan cocopit atau serbuk sabut kelapa. Pelaksaan sebaiknya saat
musim hujan agar tanaman tidak terkena cekaman air ( Prastowo et al,
2006).
Alat-alat yang diperlukan untuk melakukan pencangkokan adalah
tanaman induk, media cangkok (campuran tanah subur, pupuk kandang,
kompos), pisau cangkok yang tajam, tali untuk mengikat media cangkok,
pembungkus cangkok (serabut kelapa atau plastik transparan), zat
pengatur tumbuhan (auksin atau sitokinin), dan tangga untuk membantu
jika cabang tanaman tinggi. Pilih cabang atau ranting yang sehat dan
vigor. Pilih tajuk yang memiliki struktur tegak dan simetris untuk
dicangkok, buat sayatan secara melingkar di ruas cabang atau ranting.
Posisi sayatan minimum 10 cm dari pangkal cabang atau ranting. Panjang
sayatan 3―5 cm tergantung pada diameter cabang atau ranting yang akan
dicangkok, lepaskan kulit kayu yang telah disayat secara hati-hati agar
tidak melukai jaringan kayu, setelah kulit kayu hilang, bersihkan lendir
kambium hingga kering dengan cara mengeroknya menggunakan pisau
yang bersih. Gunakan sisi pisau yang tidak tajam agar tidak melukai
jaringan kayu, oleskan auksin atau kombinasi auksin dan sitokinin yang
sudah dilarutkan dengan air di pangkal keratan bagian atas yang akan
menjadi tempat tumbuhnya akar, tutup keratan dengan media cangkok
yang sudah dibasahi terlebih dahulu agar media lembap, bungkus
cangkokan dengan plastik, lalu ikat erat. Bidang cangkokan harus
terbungkus seluruhnya oleh media cangkok dan kelembapan media harus
tetap terjaga dengan baik hingga cangkokan berakar. Biasanya, media
cangkok akan dipenuhi akar dalam waktu 2―3 bulan tergantung pada
jenis tanaman yang dicangkok ( AAK, 2007).
2. Persyaratan pohon yang dapat dicangkok
Tanaman yang dapat dicangkok adalah tanaman buah berkayu
keras atau berkambium. Ciri-ciri tanaman berkambium adalah tanaman
tersebut biasanya merupakan tanaman berbatang keras (kayu) yang bisa
dikupas kulitnya. Kambium terletak diantara kulit dan batang kerasnya.
Tanaman harus dalam tahap produktif (Wibisono, 2011).
Untuk tanaman buah, syarat yang harus dipenuhi agar tanaman ini
bisa dicangkok adalah ketika pohon telah berusia setidaknya dua tahun
dan memiliki banyak percabangan. Akan tetapi, mencangkok tanaman
buah sebaiknya menunggu dahulu agar pohon induk berbuah terlebih
dahulu. Semakin tua semakin baik (asal masih dalam masa produktif). Hal
ini dilakukan agar kita bisa tahu kualitas dari buah yang dihasilkan oleh
pohon tersebut. Untuk mencangkok tanaman buah, pilihlah tanaman yang
selalu menghasilkan buah banyak dan berkualitas bagus (Sobir, 2016).
Syarat induk yang baik untuk dicangkok adalah tanaman tumbuh
baik dan sehat, tidak terserang hama dan penyakit. Tanaman sudah
berbuah minimum 2-3 kali dengan produksi tinggi. Induk memiliki sifat
unggul seperti rasa manis, daging buah tebal, buah lembut (Gunawan,
2016).
3. Persyaratan cabang pohon yang dapat dicangkok
Cabang atau ranting yang siap dicangkok kondisinya sehat, kuat serta
tidak terserang hama dan penyakit. Ranting / cabang yang dipilih sudah
produktif (berbuah 2-3 kali). Ranting berdiameter 1 cm. Cabang pilihan
yang akan dicangkok dikelupas kulit cabangnya kirakira 7 cm. Kambium
pada cabang dikerik hingga bersih sampai bagian yang dikerik tidak lagi
terasa licin tapi kasar. Pengelupasan kulit cabang ini dimaksudkan untuk
memutus aliran hara dari batang ke cabang sehingga akar dapat terbentuk
pada cabang yang dicangkok (Suhartanto, 2012)
Keberhasilan pencangkokan tanaman dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain umur dan ukuran batang, sifat media tanaman, suhu,
kelembaban, air, dan ZPT. Diameter batang yang semakin besar, maka
akar yang terbentuk juga lebih banyak, hal ini karena permukaan bidang
perakaran yang lebih luas. Batang sebaiknya tidak terlalu tua, biasanya
berwarna coklat/coklat muda (Redaksi Media Utama, 2011).
Keberhasilan cangkok pada umumnya dipengaruhi oleh faktor
dalam dari bahan tersebut seperti seperti kematangan atau umur batang
dan faktor luar seperti media tumbuh, kelembaban udara dan suhu dari
lingkungan. Umur batang sebaiknya masih cukup muda (berwarna
coklat/coklat muda) karena batang yang sudah tua (berwarna abu-abu)
umumnya lebih sulit dan lambat membentuk akar. Akar cangkokan dapat
berkembang dengan baik bila medianya memiliki aerasi yang baik dan
mampu menyediakan kebutuhan air dan unsur hara yang cukup.
Kelembaban selama proses pencangkokan harus terjaga dan suhu
lingkungan tidak boleh terlalu tinggi (Priyono 2012).
4. Penggunaan ZPT dalam kegiatan mencangkok (kegunaan, jenis, pengaruh
terhadap hasil cangkok)
Untuk mempercepat dan memperbanyak tumbuhnya akar, pada
media ditambahkan dengan ZPT. ZPT yang digunakan termasuk jenis
auksin yang berfungsi pada pembentukan akar, pertumbuhan akar dan
pembentukan akar cabang. Air yang melimpah pada saat musim hujan
menghindarkan cangkok dari kekeringan walaupun tidak dilakukan
penyiraman. Dengan kelembaban yang cukup dapat mempertahankan
kadar air dalam media sehingga tidak terjadi kekeringan ( Prameswari,
2014).
ZPT yang digunakan di dalam penelitian adalah Root-Up yang
mengandung Indole Acetic Acid (IAA), Napthalene Acetamida (NAA), 2-
metil-1-Napthalene Acetatamida (MNAD), 2-metil-1-naftalenasetat, 3-
Indol butyric Acid (IBA) dan Thyram (Tetramithiuram disulfat),
semuanya tergolong dalam auksin. ZPT auksin yang saat ini paling
banyak digunakan untuk menginduksiakar pada setek atau cangkok ialah
indole-3-butyric acid(IBA), dan α-napthalene-acetic acid(NAA). Auksin
juga dapat menghambat pertumbuhan tunas, dan pada konsentrasi tinggi
dapat berefek herbisida. Selain perlakuan pembungkusan dengan plastik,
pembentukan akar pada cangkok juga sangat dipengaruhi oleh adanya zat
pengatur tumbuh (ZPT) golongan auksin dan untuk pembentukan tunas
dipengaruhi oleh sitokinin. Air kelapa merupakan salah satu bahan alami
yang mengandung hormon sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l, dan
giberelin serta senyawa lain. Sebagai pengganti auksin sintetis dapat
digunakan bawang merah (Agustiansyah, 2018).
Penggunaan bawang merah sebagai ZPT telah dilakukan pada
beberapa jenis tanaman. bawang merah dapat digunakan untuk
mempercepat pertumbuhan akar dan proses pencangkokan anakan
tanaman salak. IBA dan NAA dapat diaplikasikan baik secara tunggal
atau dikombinasikan untuk mendapatkan efek pengakaran pada cangkok
secara aditif atau sinergistik. Pada setek tanaman zaitun, IBA pada
konsentrasi 3000 ppm merupakan konsentrasi terbaik untuk menghasilkan
persentase setek berakar, jumlah akar, panjang tunas, berat kering dan
rasio antara akar dan tunas tertinggi (Aeni, 2017).
C. Metodologi Praktikum
1. Waktu dan tempat Praktikum
Praktikum acara 1 dilaksakan pada hari Minggu tanggal 14 April 2019 di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2. Alat dan bahan
a. Alat :
1) Pisau
b. Bahan :
1) Tanaman buah-buahan
2) Plastik
3) Tanah
4) Zpt
3. Cara kerja
a. Memilih pohon induk sesuai dengan sifat-sifat yang dikehendaki.
b. Memilih cabang pada pohon induk yang terpilih yang tidak terlalu tua.
c. Mengupas kulit cabang pada salah satu buku selebar kira-kira 4 cm.
d. Membersihkan kambium yang terdapat pada cabang yang telah
dikupas dan keringkan selama 1 hari, untuk tanaman yang bergetah
keringkan selama 3-4 hari.
e. Memuat adonan tanah dan pupuk kandang secukupnya.
f. Menempelkan adonan itu pada cabang yang telah dikupas dan
membungkus dengan sabut kelapa atau plastik.
g. Mengikat kedua ujung bungkusan dengan tali.
h. Menyiram cangkokan secara teratur.
i. Menunggu sampai akar berkembang.
j. Memotong cangkokan di bwah bungkusan bila akar sudah banyak.
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 2007. Budidaya tanaman jeruk. Yogyakarta : Kanisius.


Aeni N, Syafrullah S, Miftah DS. 2017. Cara perbanyakan vegetatif dan
pemberian zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan tunas pada tanaman
jeruk nipis (Citrus aurantifolia ). J ilmu pertanian dan peternakan. 5(2) :
180-189.
Agustiansyah, Jamaludin, Yusnita, Dwi H. 2018. NAA lebih efektif dibandingkan
IBA untuk pembentukan akar pada cangkok jambu bol (Syzygium
malaccense L.). J hortikultura indonesia. 9(1) : 1-9.
Christiani CA. 2011. Perbanyakan tanaman melinjo (Gnetum gnemon) dengan
teknik cangkok di kebun benih hortikultura Tejomantri Wonorejo
Polokarto Sukoharjo. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
Gunawan E. 2016. Perbanyakan tanaman. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Prameswari ZK, Sri T, Sritanto W. 2014. Pengaruh macam media dan zat
pengatur umbuh terhadap keberhasilan cangkok sawo (Manikara zapota L.
van Royen) pada musim penghujan. J Vegatalika. 3(4) : 107-108.
Prastowo N, Roshetko JM, Maurung GES. 2006. Tekhnik pembibitan dan
perbanyakan vegetatif tanaman buah. Bogor : World Agroforestry Centre
and Winrock International.
Priyono SH. 2012. Perbanyakan vegetatif secara cangkok Piper miniatum. J
Teknik Lingkungan. 11(1):53-59
Redaksi Agromedia. 2011. Bertanam Jeruk di dalam pot di kebun. Jakarta : PT
AgroMedia Pustaka.
Sobir. 2016. Budidaya tanaman buah unggul indonesia. Jakarta : Redaksi
Agromedia Pustaka.
Suhartanto R, Endang G. 2012. Untung besar dari bisnis bibit tanaman buah.
Jakarta : PT Agromedia Pustaka.
Wibisono R. 2011. Perbanyakan belimbing manis (Averrhoa carambola L.)
varietas dewi secara vegetatif dengan metode cangkok pucuk. Skripsi.
Universitas sebelas maret
V. PERBANYAKAN DENGAN CARA OKULASI

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kebutuhan akan tanaman dengan sifat yang baik semakin
meningkat. Kebutuhan ini bila tidak diimbangi dengan penyediaan
tanaman berkulitas dalam waktu cepat akan menimbulkan masalah. Selain
itu rendahnya kemampuan menghasilkan tanaman dalam waktu cepat
akan menurunkan nilai ekonomis dari pertanian. Oleh karena usaha-usaha
diluar batas konvensional harus segera dilakukan untuk mengatasi hal ini.
Pengembang biakan tanaman dalam hal ini tidak bisa lagi dilakukan
dengan cara konvensional. Keunggulan pembiakan tanaman secara
vegetatif adalah waktu yang diperlukan untuk menghasilkan individu baru
cepat dan individu yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan
tanaman induk.
Pengembangbiakan dengan cara konvensional seperti
menggunakan biji akan membutuhkan waktu lama dan sifat dari tanaman
baru yang dihasilkan akan berbeda dengan tanaman induk. Oleh karena
itu metode pengembangbiakan vegetatif menjadi jawaban dari masalah
ini. Pengembang biakan vegetatif adalah pengembangbiakan yang
dilakukan secara tidak kawin yaitu menggunakan organ vegetatif dari
tanaman. Salah satu metode dari pembiakan tanaman secara vegetatif
adalah metode okulasi. Metode okulasi atau disebut juga metode Budding
adalah metode pengembangbiakan tanaman dengan cara lateral grafting
dengan menggunakan satu mata tunas sebagai batang atas.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara III adalah sebagai berikut :
a. Dapat memilih bahan yang baik untuk di cangkok
b. Mengenal serta mempelajari perbanyakan tanaman dengan cara
menyangkok.
B. Tinjauan Pustaka
1. Okulasi (definisi dan cara kerja)
Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman dengan
menempelkan mata entres dari satutanaman ke tanaman sejenis dengan
tujuan mendapatkansifat yang unggul. Perbanyakan tanaman karet dengan
okulasi bertujuan untuk mendapatkan kombinasi genetik yang lebih baik
yaitu produksi yang tinggi, tahan terhadap penya-kit daun dan akar, serta
tahan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan. Okulasi yang
kompatibel dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan produksi
batang atas (Boerhendhy, 2013)
Tahapan-tahap penyiapan bibit okulasi adalah sebagai berikut
:1.Persiapan alat dan bahanBahan tanaman berupa bibit batang bawah
berumur 8-12 bulan, mata tunas dari cabang yang tumbuhnya tegak
ataupun agak condong, pisau okulasi, tali pengikat, dan sarana penunjang
lainnya.2. Tatacara pengokulasianBatang bawah dibersihkan di lahan
persemaian ataupun dalam polybag dengan menggunakan kain
lap.Batang bawah diirispada kulitkira-kira 10-15 cm dari permukaan
tanah dengan ukuran irisan (sayatan) 3-5 cm. Kulit hasil irisan dikelupas
ke bawah, lalu dipotong dua per tiga bagian.Cabang yang mempunyai
mata dipilih, kemudian matadisayatdengan menyertakan sedikit kayunya.
Ukuran sayatan entres 2 cm di atas dan di bawah mata, lalu kayunya
dilepaskan secara hati-hati.Mata entres ditempelkan pada sayatan batang
bawah hingga pas. Bidang tempelan (okulasi) diikatdengan tali plastik
atau rafia dimulai dari atas ke bawah dengan tidak menutup mata okulasi
( Rohmaningtyas, 2010).
Proses penyatuan batang bawah dan batang atas (entres)
berlangsung dalam lima tahap. Tahap pertama adalah pengaturan
kambium vaskular kedua jaringan menjadi satu garis lurus, tahap kedua
merupakan respons terhadap penyembuhan luka, tahap ketiga
pembentukan jembatan kalus (callusbridge), tahap keempat perbaikan
luka pada xylemdan phloemdi jembatan kalus untuk pembentukan awal
kambium, dan tahap kelima pembentukan kambium vaskular telah
sempurna melewati jembatan kalus disertai pembentukan xylem dan
phloem sekunder.Tahap paling vital adalah pembentukan jembatan kalus,
sedangkan lama waktu yang dibutuhkan sampai penyatuan sempurna
bervariasi pada setiap spesies tanaman (Junaidi, 2014).
2. Kriteria tanaman yang dapat okulasi (tanaman dan batang bawah/batang
atas)
Tanaman karet hasil okulasi terdiri atas dua bagian,yaitu batang
bawah (rootstock) dan batang atas (scion). Klon sebagai batang atas
diperolehmelalui proses seleksi dan kemudian diperbanyak secara klonal
melalui teknik okulasi. Sementara batang bawah merupakan tanaman dari
biji klon tertentu yang dianjurkansebagai benih untuk batang bawah.
Tanaman yang digunakan sebagai sumber biji untuk batang bawah harus
berasal dari kebun yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1)
bloktanaman monoklonal dengan luas minimal 20 ha setiap blok, 2)
tanaman berumur 1025 tahun dengan kerapatan maksimal 500 pohon/ha,
dan 3) area tanaman terpeliharadengan baik (kebun bersih dari gulma,
tanaman dipupuk secara teratur, dan tanaman tidak terserang
penyakitgugur daun). Penggunaan batang bawah yang mempunyai
kompatibilitas tinggi dan entres yang prima dari kebunentres yang
bersertifikat dapat memperbaiki mutufisiologis bibit karet unggul yang
dihasilkan. Dengan mutu genetik dan fisiologis yang baik, potensi klon
dapatditampilkan secara optimal, baik keragaan pertumbuhan maupun
produksi lateks ( Suharsi, 2013)
Batang atas yang biasanya disebut entres (scion), adalah calon
bagian atas atau tajuk tanaman yang di kemudian hari akan menghasilkan
tanaman berkualitas unggul. Batang atas ini dapat berupa mata tunas
tunggal yang digunakan dalam teknik okulasi ataupun berupa ranting
dengan lebih dari satu mata tunas atau ranting dengan tunas pucuk yang
digunakan dalam sambungan (grafting). Entres inilah yang disambungkan
pada batang bawah untuk menggabungkan apa sifat-sifat yang unggul
dalam satu bibit tanaman. Karena itu entres sebagai batang atas harus
diambil dari pohon induk yang sudah diketahui betul sifat unggulnya.
Pengambilan entres dari pucuk tajuk pohon akan tetap membawa sifat
dewasa atau generatif. Penyambungan entres dengan batang bawah akan
menghasilkan bibit yang sudah membawa sifat dewasa tersebut. Hal ini
menyebabkan bibit hasil penyambungan atau okulasi lebih cepat berbuah
daripada tanaman yang berasal dari biji (Susanto, 2012)
Perbanyakan dengan cara okulasi dapat ditentukan keberhasilannya
setelah beberapa waktu. Tali pengikat dibuka setelah 14 hari setelah
okulasi dengan cara memotong tali pengikat secara vertical. Pemilihan
batang atas pada okulasi ditunjukkan pada pemilihan mata tempel yang
akan dipasang pada batang bawah. Penentuan cabang sebagai entres
merupakan syarat pengambilan mata tempel pada tanaman yang memiliki
sifat yang unggul. Mata tempel yang terletak diketiak daun yang
mempunyai daun besar lebih baik dari pada yang berasal dari ketiak daun
yang daunnya berukuran lebih kecil. Mata tempel yang berasal dari
ranting yang terlalu muda akan memerlukan waktu yang relatif lama
untuk tumbuh. Mata tempel yang baik digunakan sebagai okulasi adalah
yang terletak di bagian tengah dan sedikit pangkal sedangkan bagian yang
terletak di ujung tidak dapat dipakai karena masih berbentuk sudut
sehingga kulit sukar dikupas (Widodo, 2015).
3. Macam teknik okulasi
Ada tiga macam teknik okulasi padatanaman karet, yaitu okulasi
dini (early budding), okulasi hijau (green budding), dan okulasi cokelat
(brown budding). Ketiga teknik okulasi tersebut pada dasarnya sama,
perbedaannya terletak pada umur batang bawah dan batang atas, umur
bibit siap salur, dan mutu genetikatau fisiologis yang dihasilkan. Okulasi
coklat menggunakan batang bawah berumur 7–12 bulan, mata entres daun
berumur 8–12 bulan. Okulasi hijau menggunakan batang bawah berumur
4–6 bulan dengan mata sisik atau mata daun berumur 4–6 bulan,
sedangkan okulasi dini menggunakan batang bawah berumur 2–3 bulan
dan mata sisik berumur 3–4 bulan. Okulasi coklat umumnya dilakukan
pada pembibitan batang bawah di lapangan, okulasi hijau dan dini
umumnya dilakukan pada batang bawah semaian di polibeg
( Sakiroh, 2014).
Okulasi hijau di polibeg telah banyak diadopsi terutama di
perkebunan besar. Di Sumatera Utara, teknik ini dikenal dengan istilah
green budding, sedangkan di Jawa Tengah dikenal dengan istilah tanam
benih langsung (Tabela). teknik okulasi hijau dalam polibeg dapat
mengatasi kendala pengolahan lahan yang tidak sempurna yang
menyebabkan akar tunggang bengkok atau pendek, kesulitan memperoleh
areal yang rata untuk pembibitan batang bawah, dan musim biji yang
tidak sesuai dengan iklim untuk pembibitan di lapangan. Selain itu,
okulasi hijau dalam polibeg memiliki keuntungan yaitu mempersingkat
pengadaan bahan tanam, akar terbentuk lebih sempurna, tidak
memerlukan lahan yang luas dan biaya pemeliharaan yang lebih rendah
dibandingkan dengan okulasi coklat. Okulasi cokelat biasanya dilakukan
di lapangan. Dengan demikian, penyediaan batang bawah dilakukan
seperti halnya membibitkan cokelat dari biji. Okulasi dilaksanakan setelah
cokelat berumur satu tahun. Pada saat itu, lilit batangnya ± 4 cm. Okulasi
cokelat pada saat ini dapat dilaksanakan di polibag. Polibag berukuran 45
cm x 30 cm akan sangat menguntungkan untuk okulasi. Bibit untuk
batang bawah sebaiknya merupakan bibit yang jagur pertumbuhannya dan
kuat perakarannya. Hal itu didasarkan atas adanya hubungan saling
menguntungkan antara kekebalan dan terhadap penyakit dan tingginya
produksi dengan pertumbuhan batang bawah yang cepat. Untuk okulasi di
polibag, bibit sebaiknya sudah berumur 4—6 bulan dan sedang dalam
keadaan flush. Entres sebagai sumber mata okulas dipilih dari cabang
orthotrop karena kelak akan menumbuhkan tanaman yang tegak dan
membentuk jorket. Cabang orthotrop itu sebaiknya berasal dari chupon
yang telah dipelihara sebagai sumber entres. (Amnurrahman, 2017).
Okulasi dini merupakan salah satu metode perbanyakan bahan
tanam di pembibitan dengan memadukan antara bibit kakao berusia muda
(umur 2 minggu) sebagai batang bawah dengan entres kakao yang berasal
dari klon unggul. Keuntungan okulasi dini pada perbanyakan tanaman
kakao yaitu waktu pembibitan lebih singkat dibanding okulasi biasa dan
tingkat keberhasilan cukup tinggi yaitu dapat mencapai 70%. Okulasi dini
dilakukan dengan menempelkan potongan kecil mata tunas dari entres
pada batang bawah yang telah disayat, kemudian diikat dengan plastik
dan dipelihara sampai mata tunas menempel dengan sempurna pada
batang bawah. Keberhasilan okulasi dini ini dapat diketahui setelah 2
minggu yang ditandai dengan mata tunas masih hijau dan segar. Hasil
okulasi dini tanaman kakao siap dipindahkan ke lapang pada umur 4-6
bulan setelah okulasi ( Prasetyo, 2012).
4. Faktor yang berpengaruh (terhadap keberhasilan/kegagalan okulasi)
Untuk mendapatkan bibit unggul diperlukan mataokulasi dari
kebun entres yang murni. Kesesuaian ukuran entres dan ukuran batang
bawah sangat menentukan keberhasilan okulasi. Untuk mendapatkan
ukuran entres dan batang bawah yang sesuai, maka pada saat penanaman
biji untuk tanaman batang bawah, kebun entres juga harus dibangun.
Apabila kebun entres sudah dibangun sebelumnya, maka pada saat
penanaman biji harus dilakukan peremajaan entres. Dengan cara seperti
ini akan diperoleh mata okulasi prima dari cabang entresyang sesuai
dengan ukuran batang bawah ( Marchino, 2012)
Okulasi tanaman karet yang inkompatibel dapat menurunkan
produksi sampai 40%, yang baru dapat diketahui setelah tanaman
menghasilkan yaitu sekitar 5 tahun setelah tanam. Hal tersebut sangat
merugikan pekebun karena produktivitas tanaman tidak mencapai
kemampuan produksi sesungguhnya. Inkompatibilitas pada okulasi karet
dapat berupa pembengkakan batang di sekitar tempat pertautan,
penghambatan pertumbuhan dan tingkat produksi yang rendah (Pudjtono,
2013)
faktor-faktor yang mempengaruhi okulasi adalah fisiologi tanaman,
kesehatan batang bawah, kondisi kulit batang bawah, iklim pada saat
okulasi berlangsung, dan juga faktor teknis seperti keterampilan dan
keahlian dalam pelaksanaan okulasi serta peralatan yang dipergunakan.
Batang bawah yang biasa digunakan untuk penyambungan dan
penempelan pada prinsipnya harus mampu menjalin persatuan yang
normal dan mampu mendukung pertumbuhan batang atasnya tanpa
menimbulkan gejala negatif yang tidak diinginkan. Untuk batang bawah
yang perlu diperhatikan adalah sistem perakarannya (Yusran, 2012).

C. Metodologi Praktikum
1. Waktu dan tempat Praktikum
Praktikum acara Okulasi dilaksankan pada hari Minggu, 7 April
2019 pukul 08.00 WIB – selesai di Kebun Percobaan Jumantono.
2. Alat dan bahan
a. Alat : Pisau
b. Bahan : Tanaman jambu air, plastik, label
3. Cara kerja
a. Memilih pohon induk sebagai sumber tunas/batang atas dan tanaman
sebagai batang bawah sesuai dengan sifat-sifat yang dikehendaki.
b. Mengupas kulit batang bawah selebar 5-10 cm di atas permukaan
tanah, sesuai dengan ukuran mata tunas dari batang atas.
c. Mengupas mata tunas dari batang atas dan tempelkan pada batang
bawah yang telah dikupas secepatnya.
d. Mengikat tempelan mata tunas pada bagian atas dan bawah dengan
tali rafia agar mata tunas menempel dengan baik.
e. Membiarkan kira-kira 2 — 3 minggu sampai mata tunas menjadi
hijau.
f. Membuka ikatan bila mata tunas sudah menjadi hijau.
g. Memotong batang bawah di atas tempelan dan rundukkan bila sudah
muncul 2 sampai 3 daun.
h. Memotong batang bawah yang dirundukkan bila tunas sudah kokoh.
i. Bila batang bawah terdapat dibedengan, maka hasil okulasi harus
dipindahkan ke polybag dan menunggu waktu yang tepat untuk
dipindahkan ke lapangan, tetapi bila batang bawah terdapat di
polibag, maka hanya perlu menunggu sampai hasil okulasi cukup
kuat dipindah ke lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Amnurrahman Y. 2017. Pengaruh pemberian hormon sitokinin terhadap


pertumbuhan okulasi hijau dan okulasi coklat stum mata tidur tanaman
karet (Havea brasilliensis) klon IRR 11. Skripsi. Universitas Andalas.
Boerhendhy I. 2013. Prospek perbanyakan bibit karet unggul dengan teknik
okulasi dini. J Litbang Pertanian. 32(2) : 85-90.
Junaidi, Atminingsih, Nurhawaty S. 2014. Pengaruh jenis mata entres dan klon
terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tunas pada okulasi hijau di
polibeg. J Penelitian Karet. 32(1) : 21-30.
Marchino F, Yusrizal MZ, Irfan S. 2012. Pertumbuhan stum mata tidur beberapa
klon entres tanaman karet (Hevea brasiliensis ) pada batang bawah PB 260
di lapangan. Jerami. 3(3) : 167-181.
Prasetyo NE, Budi S, Imam S. 2012. Sistem pembibitan tanaman karet dengan
root trainer. Balai penelitian Getas.
Pudjtono S, Hamdan AA. 2013. Pengaruh klon dan waktu okulasi terhadap
pertumbuhan dan persentase hidup okulasi jati (Tectona grandis). Wana
benih. 14(2) : 103-108.
Rohmaningtyas D. 2010. Perbanyakan tanaman mangga dengan teknik okulasi di
kebun benih tanaman pangan dan hortikultura Tejomantri Wonorejo
Polokarto Sukoharjo. Tugas akhir. DIII Fakultas Pertanian. Universitas
Sebelas Maret.
Sakiroh, Saefudin. 2014. Pengaruh tingkat naungan dan media tanam terhadap
persentase pecah mata tunas dan pertumbuhan bibit karet okulasi hijau. J
TIDP. 1(2) : 101-108.
Suharsi T, Ananda DPS. 2013. Pertumbuhan mata tunas jeruk keprok (Citrus
nobilis) hasil okulasi pada berbagai media tanam dan umur batang bawah.
J Ilmu Pertanian Indonesi. 18(2) : 97-101.
Susanto S, Herik S, Sri M. 2012. Pertumbuhan vegetatif dan generatif batang atas
jeruk pamelo ‘nambangan’ pada empat jenis intersok. J Hortikultura
Indonesia. 1(2) : 53-58.
Widodo W, Suyanto ZA, Mohammad RA. 2015. Keberhasilan okulasi tiga
kultivar kelengkeng pada ruas batang yang berlainan. Seminar Nasional
Universitas PGRI Yogyakarta. 338-343.
Yusran, A. Hamid Noer 2012. Keberhasilan okulasi varietas jeruk manis pada
berbagai perbandingan pupuk kandang. Media Litbang Sulteng. 4(2): 97-
104

Anda mungkin juga menyukai