Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan nila berasal dari Sungai Nil di Afrika Utara dan masih berkerabat
dekat dengan ikan mujair sehingga mempunyai sifat yang hampir sama (Sugiarto,
1988). Oreochromis niloticus termasuk familia Ciclidae, sama seperti ikan nila
hitam dan mujair. Ikan nila merah diduga hasil perkawinan silang antara
Oreochromis niloticus atau Oreochromis mosambicus dengan Oreochromis
hornorum, Oreochromis aureus atau Oreochromis zilii (Santoso, 1996). Nila
merupakan ikan yang sangat populer dibudidayakan, dengan keunggulan yaitu
cara membudidayakannya mudah, tahan terhadap penyakit sesuai dengan iklim
tropis, memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan ikan
tersebut merupakan komoditas ikan air tawar yang memperoleh banyak perhatian
dari pemerintah dan pemerhati masalah perikanan dunia, terutama dalam hal
peningkatan gizi masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang. Berbagai
upaya penelitian dengan tujuan memperoleh ikan nila yang produktif terus
dilakukan khususnya di Indonesia.
Bibit ikan didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan
adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila
adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur
Jenderal Perikanan.
Budidaya ikan nila dewasa ini banyak dikembangkan berbagai teknologi
dalam rangka peningkatan mutu induk ikan nila. Hal ini disebabkan pada saat ini
telah banyak terjadi penurunan kualitas induk ikan nila. Oleh karena itu kebutuhan
induk bermutu sangat diharapkan dalam rangka memperoleh benih yang
berkualitas. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk
dalam program revitalisasi perikanan budidaya yang dicanangkan oleh
pemerintah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya dalam meningkatkan
kualitas induk dan benih ikan nila yang beredar di masyarakat.

1
Dalam proses budidaya terhadap ikan nila, maka sangat penting untuk
mengetahui tahapan perkembangan ikan nila sehingga dapat dilakukan
pembudidayaan secara tepat dengan hasil yang memuaskan. Pembudidayaan ikan
nila dimulai dari tahap pemilihan bibit indukan yang unggul, pemijahan,
penetasan telur, pemeliharaan larva, pendederan dan pemanenan. Dalam proses
tersebut seringkali terdapat beberapa kendala yang seringkali dihadapi , salah
satunya berupa gangguan hama yang mampu mempengaruhi perkembangan ikan
nila yang sedang dibudidayakan. Oleh sebab itu penting bagi kita untuk
mengetahui semua hal yang terkait dengan perkembangan ikan nila yang terkait
daklam proses pembudidayaan ikan nila tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latarbelakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah identifikasi dan klasifikasi ilmiah ikan nila?
2. Bagaimanakah proses pertumbuhan dan perkembangan Ikan nila?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui identifikasi dan klasifikasi ilmiah ikan nila.
2. Untuk mengetahui proses pertumbuhan dan perkembangan Ikan nila.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
 Bagi penulis dapat menambah wawasan mengenai proses pertumbuhan
dan perkembangan ikan nila.
 Bagi pembaca dapat memberikan infromasi lebih lengkap mengenai
identifikasi, klasifikasi ilmiah serta proses pertumbuhan dan
perkembangan ikan nila.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asal Mula Dan Klasifikasi Ikan Nila

Ikan Nila merupakan jenis ikan air tawar. Pada mulanya, ikan Nila berasal
dari perairan tawar di Afrika. Di Asia penyebaran ikan Nila pada mulanya
berpusat di beberapa negara seperti Filipina dan Cina. Dalam perkembangan
selanjutnya, ikan Nila meluas dibudidayakan di berbagai negara, antara lain
Taiwan, Thailand, Vietnam, Bangladesh, dan Indonesia. Pengembangan ikan Nila
di perairan tawar di Indonesia dimulai tahun 1969. Jenis atau strain ikan Nila yang
pertama kali didatangkan ke Indonesia adalah Nila hitam asal Taiwan. Tahun 1981
didatangkan lagi jenis atau strain ikan Nila merah hibrida. Kedua jenis ikan Nila
ini telah meluas dibudidayakan di seluruh wilayah perairan nusantara (Rukmana,
1997).

Menurut Suyanto (1993) Ikan Nila dalam klasifikasi biologi termasuk


dalam:
Filum : Chordata
Anak filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Anak kelas : Acanthoptherigi
Bangsa : Percomorphi
Suku : Cichlidae
Marga : Oreochromis
Jenis : Oreochromis niloticus, L.

2.2 MORFOLOGI IKAN NILA (Oreochromis niloticus, L.)

Berdasarkan morfologinya, ikan Nila umumnya memiliki bentuk tubuh


panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan
bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian tengah
badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis
yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur

3
mempunyai jari-jari keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna
hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggung
berwarna abu-abu atau hitam. Ikan Nila memiliki lima sirip, yaitu sirip punggung
(dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin),
dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas tutup
insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut yang
berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang.
Sementara itu, sirip ekornya berbentuk berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu
buah.

Ikan Nila memiliki sirip punggung dengan rumus D XV, 10, sirip ekor C
II, 15, dan sirip perut C I, 6. rumus tersebut menunjukkan perincian sebagai
berikut : D XV, 10 artinya D = Dorsalis (sirip punggung), XV = 15 duri, dan 10 =
10 jari-jari lemah. C II, 15 artinya C = Caudalis (sirip ekor) terdiri dari 2 duri, dan
15 jari-jari lemah.. V I, 6 artinya V = Ventralis (sirip perut) terdiri dari 1 duri, dan
6 jari-jari lemah (Rukmana, 1997).

Berdasarkan alat kelaminnya, ikan Nila jantan memiliki ukuran sisik yang
lebih besar daripada ikan Nila betina. Alat kelamin ikan Nila jantan berupa
tonjolan agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma yang
terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan Nila jantan akan mengeluarkan
cairan bening (cairan sperma) terutama pada saat musim pemijahan. Sementara
itu, ikan Nila betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran
urin yang terletak di depan anus. Bentuk hidung dan rahang belakang ikan Nila
jantan melebar dan berwarna biru muda. Pada ikan betina, bentuk hidung dan
rahang belakang agak lancip dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan
sirip ekor ikan Nila jantan berupa garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan Nila
betina, garisnya berlanjut (tidak putus) dan melingkar (Amri & Khairuman, 2002).

2.3 REPRODUKSI IKAN NILA

4
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan
keturunannya sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya.
Tidak setiap individu mampu menghasilkan keturunan, tetapi setidaknya
reproduksi akan berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup
dipermukaan bumi ini. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-
beda, tergantung kondisi lingkungan. Ada yang berlangsung setiap musim atau
kondisi tertentu setiap tahun.

Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan
telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya
mempunyai sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah (Sukiya, 2005).
Ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan
habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran kecil
sebagai konsekuensi dari kelangsungan hidup yang rendah. Sebaliknya, ikan yang
memiliki jumlah telur sedikit, ukuran butirnya besar, dan kadang-kadang
memerlukan perawatan dari induknya, misal ikan Tilapia (Fujaya, Yushinta.,
2004).

Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi


dimana peninjauan perkembangan tadi dilakukan dari berbagai aspek termasuk
proses-proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap individu maupun
populasi. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari
reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil
metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad. Dalam individu telur terdapat
proses yang dinamakan vitellogenesis yaitu terjadinya pengendapan kuning telur
pada tiap individu-individu telur. Hal ini menyebabkan perubahan-perubahan pada
gonad. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari
berat tubuh dan pada ikan jantan sebesar 5-10%. Dalam biologi perikanan,
pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk
mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang
tidak. Dari pengetahuan tahap kematangan gonad ini juga akan didapat keterangan
bilamana ikan itu akan memijah, baru memijah, atau sudah selesai memijah.
Mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada

5
hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan
yang mempengaruhinya.

Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya masak menjadi
masak tidak sama ukuranya. Demikian dengan ikan yang sama spesiesnya. Lebih-
lebih bila ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang yang perbedaanya
lebih dari lima derajat, maka akan terdapat perbedaanya ukuran dan umur ketika
mencapai kematangan gonad untuk pertamakalinya. Sebagai contoh ikan large
mouth bass yang terdapat di Amerika Serikat. Ikan tersebut yang terdapat dibagian
Selatan pada waktu berumur satu tahun dengan berat 180 gram, gonadnya sudah
masak dan dapat bereproduksi. Ikan yang sama spesiesnya yang terdapat di bagian
Utara pada umur satu tahun., ukuranya lebih besar yaitu panjangnya 25 cm dan
beratnya 230 gram tetapi di dalam gonadnya tidak didapatkan telur yang masak,
demikian juga spermanya. Ikan blue gill yang beratnya 42 gram, gonadnya masak
dan dapat berpijah pada umur satu tahun. Tetapi ikan yang sama spesiesnya dalam
keadaan banyak makan, dalam waktu 5 bulan beratnya dapat mencapai 56 gram
dan gonadnya masak dan dapat berpijah. Jadi faktor utama yang mempengaruhi
kematangan gonad ikan di daerah bermusim empat antara lain ialah suhu dan
makanan. Tetapi untuk ikan di daerah tropik faktor suhu secara relatif
perubahannya tidak besar dan umumnya gonad dapat masak lebih cepat (Effendie
, Moch. Ichsan., 1997).

Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara : pertama cara


histologi dilakukan di laboratorium, kedua cara pengamatan morfologi yang dapat
dilakukan di laboratorium dan dapat pula dilakukan di lapangan. Dari penelitian
histologi akan diketahui anatomi perkembangan gonad tadi lebih jelas dan
menditail. Sedangkan pengamatan secara morfologi tidak akan sedetail cara
histologi, namun cara morfologi ini banyak dilakukan para peneliti. Dasar yang
dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah
bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat
dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan dari pada ikan
jantan perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah
dilihat dari pada sperma yang terdapat di dalam testis.

6
Garis besar perkembangan ovarium ikan terbagi dua tahap, pertama tahap
perkembangan struktural yaitu pertumbuhan ovarium hingga hewan mencapai
dewasa kelamin dan kedua tahap perkembangan fungsional yaitu tahap
pematangan telur. Sehubungan dengan tahap perkembangan telur, perubahan-
perubahan morfologi dapat dipakai sebagai tolak ukur tahap perkembangan
oogenesis. Perubahan morfologi yang terjadi dapat meliputi warna, bentuk,
keadaan permukaan, penampakan oosit dan pembuluh darah.

Perubahan-perubahan berat ovarium dapat terjadi selama tahap


perkembangan telur. Berat ovarium akan semakin bertambah dengan semakin
lanjutnya perkembangan telur hingga mencapai maksimum saat akan mengalami
pemijahan. Menurut Effendie, Moch. Ichsan. (1997) perubahan-perubahan kondisi
ovarium (sehubungan dengan pertambahan berat) dapat dinyatakan dalam suatu
indeks kematangan atau indeks Gonado Somatik. Yang menunjukkan berat gonad
dibagi berat tubuh dikali 100%. Biasanya indeks kematangan ini biasanya hanya
ditunjukan untuk hewan betina.

2.4 SYARAT HIDUP IKAN NILA

Ikan Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya


sehingga dapat dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga dataran
tinggi yang berair tawar. Habitat hidup ikan Nila cukup beragam, dari sungai,
danau, waduk, rawa, sawah, kolam, hingga tambak. Ikan Nila dapat tumbuh
secara normal pada kisaran suhu 14-38ºC dan dapat memijah secara alami pada
suhu 22-37ºC. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, suhu optimum bagi
ikan Nila adalah 25-30oC. Pertumbuhan ikan Nila biasanya terganggu jika suhu
habitatnya lebih rendah dari 14ºC atau pada suhu tinggi 38ºC. Ikan Nila akan
mengalami kematian pada suhu 6ºC atau 42ºC (Amri & Khairuman, 2002).
Ikan Nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup.
Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi oleh ikan Nila, tetapi pH optimal
untuk perkembangan dan pertumbuhan ikan ini adalah 7 – 8. ikan Nila masih
dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada kadar salinitas 0 – 35 permil. Oleh
karena itu, ikan Nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak, dan perairan
laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran (Rukmana, 1997).

7
2.5 KEBIASAAN HIDUP

Secara alami, ikan Nila bisa berpijah sepanjang tahun di daerah tropis.
Frekuensi pemijahan yang terbanyak terjadi pada musim hujan. Di alamnya, ikan
nila bisa berpijah 6-7 kali dalam setahun. Berarti, rata-rata setiap dua bulan sekali,
ikan Nila akan berkembang biak. Ikan ini mencapai stadium dewasa pada umur 4-
5 bulan dengan bobot sekitar 250 gram. Masa pemijahan produktif adalah ketika
induk berumur 1,5-2 tahun dengan bobot di atas 500 gram/ekor. Seekor ikan Nila
betina dengan berat sekitar 800 gram menghasilkan larva sebanyak 1.200 – 1.500
ekor pada setiap pemijahan.

Sebelum memijah, ikan Nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan
berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran ikan
Nila jantan. Sarang itu merupakan daerah teritorial ikan Nila jantan. Ketika masa
birahi, ikan Nila jantan kelihatan tegar dengan warna cerah dan secara agresif
mempertahankan daerah terotorialnya tersebut. Sarang tersebut berfungsi sebagai
tempat pemijahan dan pembuahan telur.

Proses pemijahan ikan Nila berlangsung sangat cepat. Telur ikan Nila
berdiameter kurang lebih 2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang-kadang berwarna
kuning, tidak lengket, dan tenggelam di dasar perairan. Telurtelur yang telah
dibuahi dierami di dalam mulut induk betina kemudian menetas setelah 4-5 hari.
Telur yang sudah menetas disebut larva. Panjang larva 4-5 mm. Larva yang sudah
menetas diasuh oleh induk betina hingga mencapai umur 11 hari dan berukuran 8
mm. Larva yang sudah tidak diasuh oleh induknya akan berenang secara
bergerombol di bagian perairan yang dangkal atau di pinggir kolam (Amri &
Khairuman, 2002).

Telur ikan Nila bulat dengan warna kekuningan. Sekali memijah dapat
mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir tergantung ukuran induk betina.
Ikan Nila mulai berpijah pada bobot 100-150 gram, tetapi produksi telurnya masih
sedikit. Induk yang paling produktif bobotnya antara 500-600 gram (Suyanto,
1993).

8
Ikan Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivora, karena itulah,
ikan ini sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang disukai
ikan Nila adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp, Monia sp
atau Daphnia sp. Selain itu, juga memakan alga atau lumut yang menempel pada
benda-benda di habitat hidupnya. Ikan Nila dewasa ataupun induk pada umumnya
mencari makanan di tempat yang dalam. Jenis makanan yang disukai ikan dewasa
adalah fitoplankton, seperti algae berfilamen, tumbuh-tumbuhan air, dan
ooganisme renik yang melayang-layang dalam air (Rukmana, 1997).

2.6 JENIS IKAN NILA

Ada banyak jenis ikan Nila. Umumnya, berbagai jenis ikan Nila itu
banyak ditemukan di perairan umum Afrika dan sebagian di berbagai negara. Dari
berbagai jenis ikan Nila yang ada, tiga jenis diantaranya merupakan ikan Nila
yang produktif dan banyak dibudidayakan masyarakat, terutama di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. Ketiga jenis ikan Nila tersebut adalah Nila
lokal, Nila GIFT, dan Nila merah. Jenis lain yang tergolong ikan Nila varietas
baru adalah Nila TA.
a. Nila Lokal
Ikan Nila local merupakan jenis ikan Nila yang pertama kali didatangkan
dari Taiwan ke Indonesia. Setelah melalui serangkaian ujicoba, ikan ini
disebarluaskan ke masyarakat dan dalam waktu singkat sudah menyebar
ke seluruh pelosok tanah air. Begitu akrabnya masyarakat kita dengan ikan
jenis ini, sehingga tidak mengherankan jika ada yang menyebutnya dengan
ikan Nila local. Ikan Nila inilah yang pertama kali disebut sebagai “ikan
Nila” dan namanya ditetapkan oleh Direktur Jendral Perikanan pada tahun
1972. Julukan sebagai Nila biasa atau lokal ditujukan untuk
membedakannya dengan jenis ikan Nila merah dan ikan Nila GIFT yang
merupakan pendatang baru. Ikan Nila lokal memiliki warna tubuh abu-abu
atau hitam, terutama pada pagian tubuh bagian atas. Tubuh bagian bawah
(perut dan dada) berwarna agak putih kehitaman atau kekuningan
(Rukmana, 1997).
b. Nila GIFT

9
Ikan Nila GIFT merupakan hasil persilangan beberapa varietas ikan Nila.
Ikan ini dikembangkan pertama kali pada tahun 1987 oleh International
Center For Living Aquatik Research Management (ICLARM), di Filipina.
Program tersebut dibiayai oleh Asian Development Bank (ADB) dan
United Nations Development Program (UNDP). Nama GIFT berasal dari
akronim kata Genetic Improvement of Farmed Tilapias. Ikan ini
didatangkan ke Indonesia pada tahun 1994 lewat Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) sebagai salah satu anggota
International Network for Genetic in Aquaculture (INGA). Nila GIFT
yang pertama kali didatangkan ke Indonesia tersebut merupakan generasi
ke empat. Kemudian pada tahun 1997 didatangkan lagi ikan Nila GIFT
berikutnya yang berasal dari generasi keenam.
Sepintas, Nila GIFT dan Nila lokal agak sulit dibedakan baik warna
ataupun bentuk tubuh, terutama ketika masih dalam stadium benih.
Namun, perbedaannya bisa dilihat dari proposi tubuh. Tubuh Nila GIFT
lebih pendek dengan perbandingan panjang dan tinggi 2 :1 sementara itu
perbandingan panjang dan tinggi tubuh Nila lokal adalah 2,5 : 1 (lebih
panjang). Dalam tinggi dan lebar tubuh, Nila GIFT tampak lebih tebal
dengan perbandingan 4:1 dan Nila lokal tampak lebih tipis dengan
perbandingan 3:1. Tanda lainnya warna tubuh Nila GIFT hitam agak putih
bagian bawah tutup insangnya berwarna putih. Nila lokal berwarna putih,
tetapi nampak sedikit hitam bahkan ada yang agak kuning. Ukuran kepala
Nila GIFT relatif lebih kecil daripada Nila lokal dan ukuran matanya
cukup besar (Amri & Khairuman, 2002).
c. Nila NIFI / Nila Merah
Nila NIFI ( National Inland Fish Institude) dikenal juga sebagai Nila
merah atau nirah. Semula ada yang menduga Nila NIFI adalah Nila yang
mengalami penyimpangan genetik warna tubuh sehingga menjadi albino.
Namun dugaan itu keliru. Nila merah adalah varietas tersendiri. Ikan ini
kemungkinan merupakan hasil persilangan antara Oreochromis
mossambicus atau Oreochromis niloticus dengan Oreochromis honorum,
Oreochromis aureus, atau Oreochromis zilii. Dalam perkembangannnya,
Nila merah disebut juga dengan Nila Hibrida. Penamaan ini untuk

10
membedakan dengan Nila lokal dalam hal pertumbuhan karena Nila merah
mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Nila merah didatangkan setelah
Nila lokal masuk ke Indonesia awal tahun 1981. Ikan ini diimpor oleh
Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Ciri umum ikan Nila merah adalah
warna tubuh kemerahan atau kuning agak putih, pertumbuhan lebih cepat
daripada Nila lokal, dan keturunannya dominan jantan (Rukmana, 1997).
d. Nila TA
Nila TA (Tilapia auretus) tergolong baru sehingga belum banyak dikenal
secara luas oleh masyarakat. Selain belum tersebar di berbagai daerah,
informasi tentang ikan Nila TA juga masih sedikit. Bentuk tubuhnya
sangat mirip dengan NILA GIFT. Namun, jumlah garis-garis vertikal di
tubuh Nila TA lebih sedikit dibandingkan dengan Nila GIFT, demikian
juga dengan garis-garis di ujung sirip punggung Nila TA. Di tepi sirip
punggung dan sirip ekor Nila TA jantan terdapat garis tepi berwarna merah
(Rukmana, 1997).

2.7 LOKASI PEMBENIHAN

Lokasi pembenihan ikan Nila sangat menentukan keberhasilan dan kondisi


benih yang dihasilkan. Terdapat beberapa kriteria lokasi pembenihan ikan Nila
yang baik (Anonim, TT), antara lain :
a. Lokasi hendaknya dekat dengan sumber air, dimana sumber air bisa
berasal dari saluran irigasi, sungai, sumur ataupun umbul, dan air tersebut
tersedia sepanjang tahun. Ikan Nila cocok dipelihara di dataran rendah
sampai agak tinggi (500 m di atas permukaan laut).
b. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan ikan Nila adalah jenis tanah
liat/lempung. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar
dan tidak bocor sehingga tinggal membuat pematang/dinding kolam.
Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%
untukmemudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
c. Air jangan terlalu keruh, kejernihan air sebaiknya masih terlihat hingga
kedalaman 50 cm dan tidak tercemar baik dari limbah industri ataupun
rumah tangga.

11
d. Ikan Nila dewasa memerlukan debit air antara 8-15 liter/detik, untuk
benih ikan memerlukan debit air yang lebih kecil berkisar 0,5 liter/detik.
e. Ikan Nila juga memerlukan padat tebar tertentu untuk dikembangbiakkan,
dimana lokasi hendaknya memiliki luasan dan/atau kedalaman kolam
yang cukup, sehingga selain perlu diproyeksikan kebutuhan kolam yang
luas, juga perlu dipikirkan posisi ketinggian antara titik sumber air dengan
dasar kolam.
f. Kisaran suhu air normal untuk hidup Nila merah adalah 20-32 ºC, namun
demikian kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan adalah 25 – 30 ºC.
g. Ikan Nila hidup pada kisaran pH air 5-11, namun titik optimumnya adalah
pada kisaran pH 7-8.
h. Kadar garam optimumya adalah 15 per mil, walaupun ikan Nila dapat
hidup pada kisaran kadar garam 0-35 permil. Selain itu kualitas air untuk
ikan Nila harus memiliki oksigen terlarut >3 mg/L dan kadar amonia
(NH3)< 0,1 mg/L.

2.8 FASILITAS DAN PERALATAN

Tempat pembenihan dapat berupa kolam atau bak, keramba, dan kolam
sawah. Wadah pemeliharaan induk di kolam/keramba berbentuk empat persegi
panjang/bujur 12 sangkar, relatif luas, dalam dan tertutup. Luasan kolam
menyesuaikan terhadap tingkat kepadatan ikan yang merupakan variabel dari
umur ikan dan jumlah populasi ikan, yaitu semakin besar ikan dan semakin
banyak populasinya maka akan memerlukan kolam yang lebih luas. Sedangkan
kedalaman kolam antara 100-150 cm, dengan ketinggian muka air antara 70-100
cm sesuai dengan kebutuhan. Dasar kolam dibuat miring dari sisi air masuk ke
arah sisi air keluar dengan kemiringan 0,5 – 1%, di tengah kolam dibuat saluran
atau caren yang melebar mendekati pintu air keluar untuk penangkapan benih
(saat panen).

Dalam satu kegiatan pembenihan diperlukan beberapa jenis kolam dengan


peruntukan yang berbeda dan keseluruhannya dinamai dengan Unit Kolam
Pembenihan (UKP) dengan rincian sebagai berikut:

12
 Yang pertama adalah 2 unit kolam conditioning atau pematangan yaitu
untuk memberok atau memisahkan antara ikan Nila jantan dan ikan Nila
betina sebelum dan sesudah perkawinan/pemijahan.

 Yang kedua adalah 1 unit kolam pemijahan fungsinya sebagai tempat


untuk mengawinkan ikan jantan dengan ikan betina.

 Yang ketiga adalah kolam pendederan I, yaitu fungsinya adalah sebagai


tempat untuk membesarkan larva (anak ikan yang baru pecah/keluar dari
telur) hingga anak ikan berukuran 3-5-8 cm (gelondong kecil, per kg
terdiri atas 80-60 ekor anak ikan) yaitu selama kurang lebih 1,5-2 bulan
pemeliharaan. Kolam pendederan I ini dapat hanya berjumlah 1 unit,
namun memiliki luasan yang sesuai dengan standar kepadatan populasi
ikan. Untuk memudahkan pemantauan, biasanya kolam pendederan I ini
disekat-sekat menggunakan jaring/hapa yang dapat digeser-geser untuk
memudahkan pemisahan antara anak ikan yang baru keluar dari telur
dengan anak ikan yang sudah agak besar (dikelompokkan per 5-10 hari
pengambilan berturut-turut) untuk menghindari terjadinya kompetisi
bahkan kanibalisme.

 Terakhir adalah kolam pendederan II, yaitu untuk membesarkan benih Nila
hingga ukuran 8-12 cm (gelondong besar, per kg terdiri atas < 60 ekor
anak ikan). Namun demikian karena kolam pendederan II ini memerlukan
luasan kolam yang lebih luas, biasanya pendederan II dilakukan dengan
meminjam kolam/sawah milik petani secara kerjasama.

Peralatan yang diperlukan dalam usaha pembenihan ikan Nila dapat


dipilah menurut tahap-tahap kegiatan usahanya. Untuk tahapan kegiatan
pemijahan, penetasan dan pemeliharaan larva, peralatan yang diperlukan meliputi
alat pengukuran kualitas air dan termometer, serta peralatan lapangan seperti
ember, baskom, gayung, selang plastik, saringan, plankton net, serok, timbangan,
aerasi dan instalasinya. Kemudian untuk tahapan kegiatan pendederan dan
pemanenan, peralatan yang diperlukan cukup peralatan lapangan seperti
termometer, ember, baskom, saringan, serok, waring, cangkul, hapa penampung

13
benih, dan timbangan. Sedangkan untuk tahapan pengiriman benih, peralatan yang
diperlukan meliputi plastik untuk pengemasan, oksigen, karet gelang, dan
box/kardus bila diperlukan (Prihatman, Kemal., 2000).

2.9 HAMA DAN PENYAKIT

1. Hama

Hama, menurut Prihatman, Kemal. (2000), hama dan penyakit yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan Ikan Nila, yaitu :

a) Bebeasan (Notonecta), berbahaya bagi benih karena sengatannya.


Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500
cc/100 meter persegi.
b) Ucrit (Larva cybister), dapat menjepit badan ikan dengan taringnya
hingga robek. Pengendalian: sulit diberantas; hindari bahan organik
menumpuk di sekitar kolam.
c) Kodok, dapat memakan telur telur ikan. Pengendalian: sering
membuang telur yang mengapung; menagkap dan membuang
hidup-hidup.
d) Ular, dapat menyerang benih dan ikan kecil. Pengendalian: lakukan
penangkapan; pemagaran kolam.
e) Lingsang, dapat memakan ikan pada malam hari.
Pengendalian:pasang jebakan berumpun.
f) Burung, dapat memakan benih yang berwarna menyala seperti
merah, kuning. Pengendalian: diberi penghalang bambu agar
supaya sulit menerkam; diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.

2. Penyakit

1. Streptococcosis Bakteri ini merupakan penyebab penyakit paling


signifikan pada budidaya nila terutama dengan sistem pemeliharaan
indoor. Strain yang sering terdeteksi sebagai pathogen adalah
Streptococcus iniae (air laut) dan Streptococcus agalactiae (air tawar).
Penyakit ini dapat menyebabkan angka kematian antara 30-100% selama

14
masa pemeliharaan. Faktor predisposisi kejadian streptococcosis adalah
kualitas air yang kurang baik, pedat tebar tinggi, fluktuasi suhu dan
penanganan (handling) yang kasar. Gejala klinis yang terlihat merupakan
akibat dari infeksi yang bersifat sepsis dari streptococcus. Gejala
streptococosis yang dapat diamati antara lain ikan terlihat lemah, tidak
nafsu makan,warna kemerahan pada bagian anus dan pangkal sirip,
perdarahan pada mata, insang, organ dalam dan otot, dropsi (cairan pada
rongga perut), pembengkakan ginjal, limpa dan hati. Selain itu, sebagian
ikan menunjukkan gejala berenang berputar, kornea mata buram,
exopthalmia (mata membengkak) dan pembesaran bagian perut. Pada
beberapa kasus tidak terlihat gejala klinis yang signifikan, hanya terjadi
kematian secara gradual. Penggunaan vaksin menjadi salah satu cara yang
efektif untuk pencegahan streptococcosis. Saat ini sediaan vaksin yang
dapat digunakan untuk induk maupun benih adalah Strep-sa® dan Strep-
si®. Selain vaksin, penggunaan immunostimulan, aplikasi biosekuriti dan
implementasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) merupakan usaha
pencegahan yang cukup baik. Antibiotik di beberapa negara masih
digunakan sebagai usaha pengobatan. Namun pengaturan penggunaan obat
ini harus digunakan secara ketat sehubungan dengan isu keamanan pangan
dan resistensi antibiotik.
2. Motile Aeromonas Septicemia (MAS) Kejadian Motile Aeromonas
Septicemia (MAS) sering disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila.
Bakteri ini dapat diisolasi dari saluran cerna dan kulit ikan sehat, lumpur
tambak, air pemeliharaan, beberapa jenis protozoa dan tanaman air. Oleh
karena itu, usaha mengeliminasi total pada suatu sistem pemeliharaan ikan
hampir sulit dilakukan. Infeksi Aeromonas bersifat oportunis, terjadi
ketika kondisi ikan dalam keadaan stress, daya tahan menurun dan atau
bertindak sebagai agen infeksi sekunder. Beberapa faktor pemicu MAS
antara lain peningkatan suhu, ammonia dan nitrit tinggi, fluktuasi pH,
oksigen rendah, padat tebar tinggi, air dengan kandungan bahan organik
tinggi, penanganan kasar, transportasi serta aktifitas memijah. Kematian
akibat infeksi MAS dapat lebih dari 50%, bahkan mencapai 100% pada

15
pemeliharaan benih. Gejala klinis yang dapat diamati pada infeksi MAS
hamper sama dengan kejadian infeksi bakteri pada umumnya. Kelainan
dapat diamati pada organ internal maupun eksternal seperti perdarahan dan
lepas sisik, insang pucat, pembengkakan perut, exopthamia,
pembengkakan kantong empedu, lesi pada limpa, hati serta ginjal.
3. Trichodiniasis Infestasi Trichodina sp banyak terjadi pada insang
meskipun dapat juga ditemukan pada kulit, terutama ketika ikan dalam
kondisi lemah. Secara umum, parasit (protozoa) ini akan menyebabkan
hiperplasia pada sel epitel insang sehingga akan terjadi gangguan
pernafasan. Warna tubuh Ikan dapat terlihat pucat, bergerak lambat,
frekuensi pernapasan meningkat, terjadi penurunan berat badan, insang
rusak dan produksi lender yang berlebihan. Infeksi bakteri dapat
meningkatkan angka kematian secara signifikan. Padat tebar yang tinggi,
pemberian pakan berlebihan dan tingginya ammonia menjadi kondisi ideal
untuk reproduksi parasit ini. Diagnosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kerokan kulit dan potongan insang menggunakan mikroskop.
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan penggantian air
secara rutin untuk mengurangi kandungan bahan organik, pengaturan
padat tebar serta pemberian pakan secara tepat. Sedangkan tindakan
pengobatan dapat menggunakan larutan garam tanpa iodine sebanyak 1-2
ppt atau 10-30 ppt untuk perendaman singkat (waktu perendaman
tergantung kondisi ketahanan ikan), air tawar (nila air payau/air laut), 2,5-
10 pmm KMnO4 selama lebih 20 menit (lakukan pengenceran jika ikan
terlihat stres), CuSO4 (dosis dalam ppm, ditentukan dengan cara membagi
alkalinitas dengan angka 100) dan 125-250 ppm formalin selama 1 jam
(tergantung kondisi ketahanan ikan).
4. Columnaris Penyakit ini disebabkan oleh jenis myxobacteria seperti
Flavobacterium collumnare atau Flexibacter collumnare. Gejala klinis
yang dapat diamati biasanya berupa luka berwarna coklat kekuningan pada
bagian insang, kulit dan sirip. Jarang terlihat kelaianan pada organ dalam,
namun pada beberapa kasus terlihat pembengkakan ginjal posterior.
Infeksi columnaris dapat terjadi pada ikan yang dipelihara pada kondisi

16
lingkungan normal. Meskipun demikian faktor stres akibat buruknya
kondisi lingkungan pemeliharaan, padat tebar tinggi dan penanganan yang
kasar, dapat meningkatkan resiko kejadian infeksi columnaris. Diagnosis
dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pada kerokan kulit dan
filamen insang menggunakan mikroskop. Manajemen pakan, manajemen
kualitas air, pengaturan padat tebar dan handling merupakan beberapa
faktor penting yang harus diperhatikan untuk mengurangi stres pada ikan
sehingga dapat menurunkan resiko serangan penyakit akibat columnaris.
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian 2-5 ppm KMnO4
(tergantung kondisi ketahanan ikan dan total bahan organik) dan garam
0,5%. Meskipun pada beberapa kasus pemberian antibiotik terlihat cukup
efektif, namun disarankan tidak digunakan.

BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat Pengamatan

17
Pengamatan perkembangbiakan ikan nila dilakukan pada tanggal 4
Desember 2015, pukul 08.00-10.00 WITA di UPT Pasar Benih dan Balai Benih
Ikan, Jalan Mertasari No 92 Denpasar.

3.2 Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada proses pengamatan adalah alat tulis
berupa pulpen dan buku tulis serta kamera digital sebagai alat untuk pengambilan
gambar (dokumentasi).

3.3 Cara Kerja

Proses pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode observasi


langsung (pengamatan langsung) ke lokasi perkembangbiakan ikan nila yang
berlokasi di UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan, Jalan Mertasari No 92
Denpasar. Selanjutnya pengumpulan data primer diperoleh melalui proses
wawancara terhadap Kepala UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan Denpasar
dan pengambilan data dari dokumentasi berupa SOP cara pembenihan ikan yang
baik. Data primer yang telah diperoleh kemudian diolah secara deskriptif yang
mencakup semua informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan ikan nila.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN

18
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di UPT Pasar Benih
dan Balai Benih Ikan Denpasar, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut:

No Hasil Pengamatan Keterangan

1 Lokasi pengamatan
budidaya ikan nila
yaitu UPT Pasar
Benih dan Balai Benih
Ikan.

2 Kolam pemijahan
dengan luas 200m2
dan ketinggian air
kolam ± 1 meter.

19
3 Kolam pendederan
dengan luas 2,5m x
8m, ketinggian air
±80cm

4 Benih ikan nila


dikolam pendederan
dengan ukuran 3-5 cm

5 Pemberian pakan pf
800 pada benih ikan
nila dikolam
pendederan

20
6 Surat keterangan asal
induk ikan nila yang
dibudidaya dengan
species Oreochormis
niloticus blkr.

7 Pakan ikan nila

8 Proses pengumpulan
data dengan cara
wawancara dan
observasi langsung
bersama Kepala UPT
Pasar Benih dan Balai
Benih Ikan.

21
9 Pelaksanaan observasi
langsung
perkembangan ikan
nila oleh kelompok 3
di UPT Pasar Benih
dan Balai Benih Ikan.

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Identifikasi dan klasifikasi ilmiah Ikan Nila

Secara umum klasifikasi ikan nila menurut Trewavas dalam Suyanto


(2013), adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vetebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub Kelas : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphy
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Cichilidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila adalah jenis ikan omnivora dan ikan ini pertama di temukan di
Sungai Nil yaitu di sekitaran Afrika Timur, syria sampai Liberia. Ikan ini
mempunyai keunggulan tersendiri di mata masyarakat, dan karena keunggulan
nya itu ikan ini banyak di manfaatkan sebagai ikan konsumsi dan penyebaran ikan
ini sangat cepat karena ikan ini dapat bertahan hidup di beberapa jenis air seperti
di air payau, air tawar dandi air asin.

22
Klasifikasi Awalnya, nila dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica atau
ikan dari golongan tilapia yang tidak mengerami telur dan larva di dalam mulut
induknya. Dalam perkembangannya, para pakar perikanan menggolongkannya ke
dalam jenis Sorotherodon niloticus atau kelompok ikan tilapia yang mengerami
telur dan larvanya di dalam mulut induk jantan dan betina. Akhirnya, diketahui
bahwa yang mengerami telur dan larva di dalam mulut hanya induk betinanya.
Para pakar perikanan kemudian memutuskan bahwa nama ilmiah yang tepat untuk
ikan ini adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp.

Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut
torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda
lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak
keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih
agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan
tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya
memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya.
Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang
sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepala relatif kecil dengan
mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar.
Bentuk badan ikan nila (Oreochromis niloticus) ialah pipih ke samping
memanjang. Mempunyai garis vertikal pada badan sebanyak 9–11 buah,
sedangkan garis-garis pada sirip berwarna merah berjumlah 6–12 buah. Pada sirip
punggung terdapat juga garis-garis miring. Mata kelihatan menonjol dan relatif
besar dengan bagian tepi mata berwarna putih. Badan relatif lebih tebal dan kekar
dibandingkan ikan mujair. Garis lateralis (gurat sisi di tengah tubuh) terputus dan
dilanjutkan dengan garis yang terletak lebih bawah.

4.2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Ikan Nila


Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau berat dalam
satuan waktu, sedangkan pertumbuhan pada suatu populasi merupakan
pertumbuhan jumlah. Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan
akibat dari pembelahan sel secara mitosis.

23
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh,
beberapa yang termasuk faktor internal diantaranya keturunan, umur, ketahan
tubuh, serta kemampuan mencerna makanan. Yang dimaksud dengan faktor
eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar tubuh ikan. Beberapa yang
termasuk faktor eksternal antara lain jumlah makanan, jumlah populasi,
kandungan gizi makan, dan parameter lingkungan.
Ikan nila dalam perkembangbiakannya bersifat ovipar dan cepat
pertumbuhannya. Adapun siklus hidupnya, adalah sebagi berikut :

Gambar. Proses pertumbuhan dan perkembangan Ikan Nila

Proses perkembangan ikan nila berdasarkan gambar diatas terjadi melalui


beberapa tahapan yaitu dimulai dari tahapan pemijahan, pembenihan, pendederan
dan terakhir pembesaran.
1. Pemijahan
Proses pemijahan ikan nila di UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan terjadi
melalui beberapa tahapan yaitu manajemen induk, persiapan kolam dan proses
pemijahan.
a. Manajemen induk
Manajemen induk dilakukan dengan tujuan untuk memilih dan
menetapkan induk yang berkualitas dengan perlakuan teknis yang optimal

24
sehingga mendukung sistem mutu yang telah ditetapkan. Manajemen
induk ini meliputi kegiatan seleksi induk, kegiatan kondisioning
(memisahkan induk jantan dan betina), dan pemberian pakan sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
I. Seleksi induk
 Induk diseleksi dengan cara melihat cirri-ciri morfologis secara
langsung untuk menentukan kematangan gonadnya.
 Induk betina yang diseleksi adalah induk yang mempunyai ciri-
ciri:
 Bobot 250-350 gr/ekor
 Memiliki tiga lubang urogenital yaitu, lubang anus, lubang
genital papilla sebagai keluarnya telur, lubang ketiga lubang
urin.
 Perut membesar ke arah anus dan lembek apabila diraba, alat
kelamin terlihat jelas dan berwarna merah.
 Induk jantan yang diseleksi adalah induk yang mempunyai ciri-
ciri:
 Bobot 300-400gr/ekor
 Memiliki dua lubang urogenital, lubang pertama anus dan
lubang kedua sebagai keluarnya urin dan sperma, lubang
kedua berbentuk agak menonjol dan meruncing.
 Alat kelamin terlihat meruncing dan berwarna merah.
 Pengamatan juga dilakukan pada tampilan fisik berdasarkan
kondisi kesehatan ikan yaitu; ikan tidak terlihat sakit, tidak
terdapat luka-luka pada tubuh dan tidak cacat.
II. Conditioning
 Conditioning dilaksanakan sebelum dan sesudah proses
pemijahan.
 Conditioning pada induk ikan nila dilakukan dengan cara
memisahkan pemeliharan antara induk jantan dan betina selama
minimal 1 bulan dengan diberi pakan sebanyak 1-5% per hari
dengan frekuensi 3 kali (pagi, siang dan sore).

25
 Selama induk dipelihara dalam masa conditioning, dilakukan
pemeriksaan terhadap kesehatan dan perkembangan gonadnya.
 Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengamatan visual pada
induk dari hasil sampling.
 Pengamatan dilakukan seminggu sekali.
b. Persiapan kolam
Persiapan kolam dilakukan untuk mengkondisikan lingkungan
yang baik untuk proses pemijahan ikan nila. Prosedur persiapan kolam di
UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan, antara lain:
 Menutup saluran air masuk serta melakukan pembersihan pada saluran
pemasukan dan membuka saluran pembuangan sampai kondisi kolam
tidak ada air yang tergenang.
 Membersihkan dinding dan dasar kolam dari kotoran dengan
menggunakan sikat atau sejenisnya.
 Dilakukan pengeringan kolam selama 4-6 hari.
 Melakukan pengapuran dengan dosis 25-50 g/m2 dan pemupukan
pupuk organic dengan dosis 250-500 g/m2.
 Menyaring saluran inlet dengan menggunakan saringan air yang
terbuat dari kain hapa/waring.
 Isi air kedalam kolam dengan ketinggian yang disesuaikan dengan
kondisi ikan/
 Kolam dibiarkan stagnant selama 3-4 hari, hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk menstabilkan pH air kolam, dan penumbuhan pakan
alami.
 Perawatan kolam meliputi:
o Kontrol saluran pemasukan (inlet) dan saluran pengeluaran air
(outlet)
o Bersihkan inlet dan outlet dari kotoran/sampah.
o Periksa dasar/pematang kolam dari kebocoran
 Kolam siap digunakan.
c. Pemijahan Ikan Nila

26
Ikan nila di alam siap memijah bila sudah berumur 4 bulan dengan
panjang sekitar 9,5 cm, pembiakan bisa sepanjang tahun tanpa musim.
Induk betina bisa menghasilkan 250 sampai 1.000 butir telur dan akan
menetas dalam 3-5 hari di dalam mulut induk betina (tergolong ikan
Mouth Breeder).

Ikan nila termasuk jenis ikan yang mudah memijah, proses


pemijahan berlangsung 30-50 hari (1 siklus) dan dapat menghasilkan ±
120.000 benih dasar/larva, untuk pemijahan suhu air adalah 26-30 °C dan
ketinggian air 40-80 cm. selain itu diusahakan dasar kolam agak berpasir
supaya memudahkan induk jantan dalam pembuatan lubang sarang
pemijahan.

Kemudian pemijahan dimulai dengan induk jantan yang membuat


lubang cekung didasar kolam dengan diameter antara 3-6 cm, kemudian
induk betina memijahkan telurnya dilubang tersebut untuk dibuahi oleh
induk jantan. Perbandingan jumlah induk jantan dan betina didalam kolam
adalah 1:3.

Setelah dibuahi telur tersebut akan disimpan didalam mulutnya


untuk dierami, dan telur akan menetas sesudah 3-5 hari di dalam mulut.
Setelah menetas larva diasuh oleh induknya selama 2 minggu, ketika larva
telah menjadi anak ikan dilepas keluar mulut ke bagian kolam yang
dangkal.

Setelah telur dibuahi dan dikeluarkan dari mulut betina, telur


tersebut akan dipindahkan ke kolam pemijahan hingga benih dasar
mencapai 0,8-1 cm dengan syarat pompa air radiator unuk oksigen.
Kondisi air yang tenang akan menguntungkan bagi pertumbuhan dan
pemijahan ikan nila. Dalam upaya memperoleh tingkat pemijahan yang
optimum, pemijahan dilakukan dengan cara memasangkan induk jantan
dengan betina dengan perbandingan 1:3. Lamanya pemijahan sampai
benih lepas dari perawatan induk adalah sekitar 10 hari.

27
2. Pembenihan
Benih merupakan faktor terpenting untuk mencapai keberhasilan budidaya
ikan nila. Oleh sebab itu benih ikan nila harus tersedia dalam jumlah cukup serta
berkualitas tinggi. Pembenihan dilakukan dengan sistem selektif, yaitu pemisahan
benih segera dari induknya setelah keluar dari mulut induk betina.
Panen dilakukan saat benih masih kecil, yaitu berukuran 0,8-1 cm.
Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air perlahan hingga mencapai
ketinggian tertentu. Biasanya induk akan masuk kemalir lalu tertampung di kolam
kobakan. Sementara larva akan mencari aliran baru dan naik melalui kemalir lalu
tertampung dalam kobakan penampungan benih. Benih ini diambil dengan hati-
hati menggunakan jaring halus dan ditampung dalam hapa yang sudah disiapkan.
Seleksi benih dilakukan dengan menggunakan ayakan yang diberi lubang sesuai
ukuran yang dikehendaki. Benih berukuran lebih kecil akan keluar melalui lubang
tersebut.

3. Pendederan

Proses pendederan ikan nila di UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan
meliputi kegiatan proses perawatan larva sampai ukuran 1-3cm dan 3-5 cm yang
sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
Larva yang sudah diseleksi kemudian dipelihara dalam kolam pendederan.
Penebaran larva hasil panen/kolektif larva dengan cara diaklimatisasi terlebih
dahulu. Penebaran untuk benih ukuran 1-3cm sebanyak 200 – 250 ekor/m 2
selama periode 10-14 hari, sedangkan penebaran untuk benih ukuran 3-5cm
sebanyak 100-200 ekor/m2 selama periode 15-40 hari. Pada kolam pendederan ini
harus diperhatikan sirkulasi air untuk menambah kandungan oksigen, sehingga
dilengkapi dengan pompa. Larva/benih diberi pakan dengan tekstur
tepung/crumble yang mengandung protein diatas 28%, dengan frekuensi
pemberian pakan 3 kali sehari selama pemeliharaan. Selanjutnya akan dilakukan
proses pemanen/mutasi benih nila ke kolam pendederan berikutnya.
4. Pembesaran
Proses pembesaran benih dari ikan nila tidak dilakukan di UPT Pasar Benih
dan Balai Benih Ikan. Benih yang sudah diproduksi tersebut kemudian

28
diperuntukkan untuk kelompok masyarakat di kota Denpasar dengan pengajuan
surat permintaan benih ikan kepada Dinas Peternakan,Perikanan dan Kelautan
Kota Denpasar. Benih dengan ukuran 3-5cm biasanya ditebar di perairan umum
kota denpasar melalui surat pemohonan kepala desa/lurah setempat. Penebaran
dalam satu periodenya biasanya sebanyak 15.000-25.000 benih ikan nila.

Dalam perkembangbiakan ikan nila ini terdapat hal yang perlu diperhatikan
yaitu salah satunya kualitas air kolam pemeliharaan. Kualitas air yang kurang baik
akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Beberapa parameter yang
menentukan kualitas air, di antaranya:

Suhu

Suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan


pertumbuhan organisme serta memengaruhi jumlah pakan yang
dikonsumsi organisme perairan. Suhu juga memengaruhi oksigen terlarut
dalam perairan. Suhu optimal untuk hidup ikan nila pada kisaran 14-38 °C.
Secara alami ikan ini dapat memijah pada suhu 22-37 °C namun suhu yang
baik untuk perkembangbiakannya berkisar antara 25-30 °C.

 pH

Nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman perairan . Beberapa faktor


yang memengaruhi pH perairan di antaranya aktivitas fotosintesis, suhu,
dan terdapatnya anion dan kation. Nilai pH yang ditoleransi ikan nila
berkisar antara 5 hingga 11, tetapi pertumbuhan dan perkembangannya
yang optimal adalah pada kisaran pH 7–8 .

 Amonia

Amonia merupakan bentuk utama ekskresi nitrogen dari


organisme akuatik. Sumber utama amonia (NH3) adalah
bahan organik dalam bentuk sisa pakan, kotoran ikan maupun dalam
bentuk plankton dari bahan organik tersuspensi.

29
Pembusukan bahan organik,terutama yang banyak mengandung protein,
menghasilkan ammonium (NH4+) dan NH3. Bila proses lanjut dari
pembusukan (nitrifikasi) tidak berjalan lancar maka dapat terjadi
penumpukan NH3 sampai pada konsentrasi yang membahayakan bagi
ikan.

 Oksigen terlarut

Oksigen terlarut diperlukan untuk respirasi, proses pembakaran makanan,


aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Sumber
oksigen perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat
di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air
dan fitoplankton. Kadar oksigen terlarut yang optimal bagi pertumbuhan
ikan nila adalah lebih dari 5 mg/l.

Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran di dasar kolam juga akan
memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air
disebabkan oleh adanya plankton; air yang kaya plankton dapat berwarna
hijau kekuningan dan hijau kecoklatan karena banyak
mengandung diatom. Plankton ini baik sebagai makanan ikan nila,
sedangkan plankton biru kurang baik. Tingkat kecerahan air karena
plankton harus dikendalikan.

BAB V
SIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan paparan pembahasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan:
1. Ikan nila adalah jenis ikan omnivora dan ikan ini pertama di temukan di
Sungai Nil yaitu di sekitaran Afrika Timur, syria sampai Liberia. Ikan nila
memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak

30
mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Ikan nila mempunyai nama
ilmiah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp.
2. Pertumbuhan dan perkembangan ikan nilai terjadi melalui beberapa tahapan
umum yaitu pemijahan, pembenihan, pendederan dan pembesaran.
 Pemijahan : Proses pemijahan dimulai dengan seleksi induk dan
persiapan kolam. Proses pemijahan berlangsung 30-50 hari (1 siklus)
dan dapat menghasilkan ± 120.000 benih dasar/larva.
 Pembenihan : Pembenihan dilakukan dengan sistem selektif, yaitu
pemisahan benih segera dari induknya setelah keluar dari mulut induk
betina.
 Pendederan : Proses pendederan ikan nila di UPT Pasar Benih dan
Balai Benih Ikan meliputi kegiatan proses perawatan larva sampai
ukuran 1-3cm dan 3-5 cm yang sesuai dengan standard yang telah
ditetapkan.
 Pembesaran : Tidak dilakukan di UPT Pasar Benih dan Balai Benih
Ikan.

5.2 Saran
Penulisan makalah lanjutan, kami sarankan untuk membahas lebih detail
mengenai perkembangan dan cara budidaya ikan nila yang lebih mudah
diterapkan di masyarakat. Sehingga makalah tersebut dapat menjadi sumber
pembelajaran bagi masyarakat pada umumnya dan pelajar pada khususnya.

31

Anda mungkin juga menyukai