Anda di halaman 1dari 5

ZAT PEWARNA TARTRAZINE PENYEBAB PERILAKU

HIPERAKTIF ANAK

Rafika Rizki Mutiarahma


Universitas Negeri Malang
Email: rafikamutiaa@gmail.com

ABSTRAK: Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui


pengaruh zat pewarna tartrazine terhadap perilaku hiperaktif anak
dan mengetahui cara mencegah perilaku hiperaktif anak akibat zat
pewarna tartrazine. Zat pewarna tartrazine merupakan bahan
tambahan pangan dengan rumus kimia C16H9N4Na3O9S yang dapat
memberikan warna kuning. Hiperaktif adalah gangguan pemusatan
perhatian dalam melakukan aktivitas. Zat pewarna tartrazine
menyebabkan munculnya gejala perilaku hiperaktif pada anak. Zat
pewarna tartrazine menurunkan kadar zinc dalam tubuh, sehingga
kinerja regulasi transporter dopamin terhambat dan memunculkan
gejala hiperaktif pada anak.
Kata Kunci: tartrazine, hiperaktif anak

Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memberikan warna
dan memperbaiki penampilan makanan (Nasution, 2014). Zat pewarna mampu
meningkatkan daya tarik dan nafsu makan konsumen. Selain itu, zat pewarna juga
meningkatkan harga jual bahan pangan di pasaran. Oleh karena itu, banyak
produsen yang menggunakan zat pewarna untuk menarik minat pembeli.
Zat pewarna memberikan dampak positif selama penggunaannya tidak
melebihi kadar maksimum. Di Indonesia, kadar maksimum penggunaan zat
pewarna alami dan sintetik telah diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Namun, produsen pangan cenderung menggunakan zat pewarna dengan
kadar berlebih untuk efektivitas produksi. Pengkonsumsian zat pewarna dalam
jumlah besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi
saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan,
keracunan, dan gangguan hati (Trestiati, 2003).
Annis Syarifah Nasution, mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
telah melakukan penelitian tentang kandungan pewarna sintetik dalam makanan
dan minuman di SDN I-X Ciputat. Berdasarkan penelitiannya, ditemukan 9 dari
20 sampel makanan dan 17 dari 20 sampel minuman mengandung pewarna
sintetik berbahaya. Padahal, zat pewarna tartrazine memberikan dampak pada
anak berupa perilaku hiperaktif. Oleh karena itu, pengaruh zat pewarna terhadap
hiperaktif anak perlu diinformasikan pada masyarakat luas.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, rumusan masalah pada
artikel adalah sebagai berikut: (1) bagaimana pengaruh tartrazine terhadap
perilaku hiperaktif anak? dan (2) bagaimana cara mencegah terjadinya perilaku
hiperaktif anak akibat pewarna tartrazine?. Tujuan penulisan artikel adalah
sebagai berikut: (1) untuk mengetahui pengaruh zat pewarna tartrazine terhadap
perilaku hiperaktif anak dan (2) untuk mengetahui cara mencegah perilaku
hiperaktif anak akibat zat pewarna tartrazine.
Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan
ditetapkan judul artikel adalah Zat Pewarna Tartrazine Penyebab Perilaku
Hiperaktif Anak.

PEMBAHASAN
Menurut International Food Information Council Foundation (IFIC) 1994,
pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan
warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat
produk lebih menarik. Berdasarkan sumbernya, pewarna untuk makanan dapat
diklasifikasikan menjadi pewarna alami dan sintetik (Desroier, 1988). Pewarna
alami berasal dari bahan-bahan alami seperti daun pandan, buah stroberi, buah
naga, dan masih banyak lainnya. Pewarna sintetik adalah pewarna yang berasal
dari bahan buatan dan pembuatannya melalui proses kimia. Pewarna sintetik
meliputi tartrazine, brilliant blue, sunset yellow, dan masih banyak lagi.
Pewarna tartrazine adalah pewarna sintetik yang menghasilkan warna
kuning ketika ditambahkan pada zat pangan (Desrosier, 1988). Tartrazine
merupakan pewarna sintetis dengan rumus kimia C16H9N4Na3O9S (Suryaningsih,
2015). Zat pewarna tartrazine digunakan dalam minuman berperisa berbasis susu,
puding, yogurt, jeli, selai, permen, bakery, sereal, custard, crakers, biskuit, sirop,
minuman rasa buah, minuman ringan, mi, dan snack rasa keju (Desrosier, 1988).
Kadar maksimum penggunaan zat pewarna tartrazine dalam bahan pangan adalah
0 – 7,5 mg/kg berat badan (BPOM, 2013).
Penggunaan zat pewarna tartrazine berlebih menyebabkan reaksi alergi,
asma, dan perilaku hiperaktif pada anak (Desrosier, 1988). Dampak yang paling
besar adalah perilaku hiperaktif pada anak. Hiperaktif adalah gangguan pemusatan
perhatian dengan hiperaktifitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity
disorder (ADHD) (Pratiwi, 2013).
Zat pewarna tartrazine menyebabkan menurunnya kadar zinc dalam tubuh
(Ward, 1997). Keberadaan zinc dalam tubuh berfungsi untuk menghambat
aktivitas regulasi transporter dopamin. Transporter dopamin merupakan
neurotransmitter yang memiliki peran dalam mengatur pergerakan, pembelajaran,
daya ingat, rasa senang, emosi, tidur, dan kognisi (Wijaya, 2014). Zinc akan
melekat pada sisi luar transporter dopamin, sehingga transporter dopamin tidak
akan mengirimkan rangsangan pada tubuh secara terus-menerus.
Ketika kadar zinc dalam tubuh rendah, maka tidak ada penghalang dalam
regulasi transporter dopamin (Lintuuran dkk, 2015). Transporter dopamin akan
mengirimkan rangsangan secara terus-menerus pada tubuh. Aktivitas tubuh
berupa pergerakan, pembelajaran, daya ingat, rasa senang, emosi, tidur, dan
kognisi menjadi tidak teratur. Hal tersebut berakibat pada timbulnya gejala
hiperaktif.
Gejala terjadinya perilaku hiperaktif meliputi empat domain fungsi
eksekutif, yaitu a) memori kerja, contohnya adalah melakukan kecerobohan dalam
tugas, sulit mempertahankan fokus, mudah teralih perhatiannya, b) regulasi diri
terhadap afek-motivasi-arousal, contohnya adalah selalu bergerak, tidak bisa
duduk diam, c) internalisasi bicara, contohnya adalah tidak mengikuti instruksi
dan tidak menyelesaikan tugas, dan d) rekonstitusi, contohnya adalah menjawab
sebelum pertanyaan diajukan, menginterupsi atau menyela orang lain (Lintuuran
dkk, 2015).
Salah satu cara untuk mencegah terjadinya perilaku hiperaktif anak akibat
zat pewarna tartrazine adalah mengurangi konsumsi zat pewarna tartrazine dan zat
pewarna sintetik lainnya. Selain itu, cara yang bisa dilakukan adalah mengganti
penggunaan pewarna sintetik dengan pewarna alami dan selektif dalam membeli
makanan atau minuman dengan cara melihat kadar zat pewarna dalam label
kemasan. Bagi anak yang telah menderita hiperaktif, suplementasi zinc dapat
memperbaiki aktivitas transporter dopamin dan selanjutnya dapat mengurangi gejala
GPPH yang ada (Lintuuran dkk, 2015).

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Zat pewarna tartrazine menyebabkan munculnya gejala hiperaktif anak.
Zat pewarna tartrazine menurunkan kadar zinc dalam tubuh sehingga
mengakibatkan munculnya gejala hiperaktif. Cara mencegah terjadinya perilaku
hiperaktif akibat zat pewarna tartrazine adalah mengurangi konsumsi zat pewarna
sintetik dan lebih selektif dalam memilih makanan atau minuman.

Saran
Saran ditujukan pada dua pihak yaitu orang tua dan produsen makanan.
Saran bagi orang tua yaitu untuk lebih selektif dalam memberikan makanan dan
minuman pada anak, sehingga anak terhindar dari berbagai resiko penyakit yang
mengancam. Saran bagi produsen makanan yaitu untuk lebih bijak dalam
menggunakan zat pewarna. Penggunaan zat pewarna harus mengikuti standar
yang telah ditetapkan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.

DAFTAR RUJUKAN
Desrosier, N. W. Tanpa tahun. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan
Muchji Muljohardjo. 1988. Jakarta: UI Press.
Lintuuran, W. M. R., Wiguna, T., Amir, N. dan Kusumawarhani, A. 2015.
Hubungan antara Kadar Seng dalam Serum dengan Fungsi Eksekutif pada
Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH).
Sari Pediatri, (Online), 17 (4): 285-291, (https://saripediatri.org), diakses 1
Desember 2017.
Nasution, S. A. 2014. Kandungan Zat Pewarna Sintesis pada Makanan dan
Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota
Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta: FK UIN.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
37 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pewarna. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
(Online), (http://jdih.pom.go.id), diakses 3 September 2017.
Pratiwi, Y. 2013. Apa itu anak hiperaktif?, (Online), (http://www.apa-itu-anak-
hiperaktif_Early-Childhood-Education.html), diakses 1 Desember 2017.
Suryaningsih, K. E. R. N. 2015. Bahan Pewarna Berbahaya yang Biasa
Digunakan pada Produk Asal Hewan dan Olahannya. Balai Pengujian Mutu
dan Sertifikasi Produk Hewan, I (1): 1-2.
Wijaya, T. A. 2014. Dopamin, (Online), (http://www.kerjanya.net/dopamin.html),
diakses 1 Desember 2017.
Ward, N. I. 1997. Assessment of Chemical Factors in Relation to Child
Hyperactivity. Journal of Nutritional & Environmental Medicine. 7: 333-
342.

Anda mungkin juga menyukai