Anda di halaman 1dari 2

EDITORIAL

Merawat Asa Perhubungan Indonesia


Oleh : Faris Abymanyu

Apa jadinya jika sebuah negara kepulauan seperti indonesia tidak memiliki sarana prasarana
penghubung antar pulau yang mumpuni? Tentu bisa dibayangkan akan banyak terjadi masalah
seperti lamanya pengiriman suatu barang, tersendatnya perputaran ekonomi, keterlambatan
masyarakat saat akan bepergian antar daerah. Untungnya Indonesia memiliki Budi Karya Sumadi
yang cukup baik dalam mengelola perhubungan Indonesia. Pria kelahiran Palembang 62 tahun
silam ini ditunjuk menjadu menteri perhubungan menggantikan Ignasius Jonan yang direshuffle
presiden setelah terjadi masalah antara ojek daring dan ojek pangkalan beberapa tahun yang
lalu.

Sebenarya kinerja Bpk. Budi sudah cukup baik dan memuaskan. Akan tetapi ada pepatah, tak
ada gading yang tek retak. Begitupula dengan kinerja beliau, sebaik apapun kinerjanya pasti ada
kekurangannya.

Adapun kesuksesan beliau seperti mengeluarkan dua Peraturan Menteri Perhubungan yakni
Permenhub PM 118/2018 dan PM 12/2019 yang keduanya mengatur masing-masing taksi
daring dan ojek daring. Selama menjadi Menhub, sejumlah proyek pembangunan pun
diselesaikannya, seperti proyek kereta api ringan atau light rail transit (LRT), moda raya terpadu
(MRT) dan pembangunan sejumlah bandara dan pelabuhan yang termasuk dalam proyek
strategis nasional. Dalam menjangkau daerah terdepan, terluar dan terpencil (3T), Budi Karya
berhasil melakukan penyediaan prasarana yaitu 18 rute Tol Laut dengan tujuan menekan
disparitas harga di Indonesia timur, dan 891 trayek angkutan perintis mulai dari angkutan jalan,
angkutan penyeberangan, kereta, hingga udara. Selain itu, pembangunan serta pengembangan
131 bandara di daerah rawan bencana, perbatasan dan terisolir.

Pencapaian sektor Perhubungan Laut yaitu Pembangunan Pelabuhan Non Komersial sebanyak
118 lokasi dan pengembangan pelabuhan di antaranya pengembangan Pelabuhan Patimban,
dan Pelabuhan Kuala Tanjung. Arus bongkar muat peti kemas di Kawasan Pelabuhan Tanjung
Priok pada 2018 yang mencapai 7,5 juta TEUs dan diharapkan dapat terus bertambah menjadi 8
juta TEUs hingga 12 juta TEUs sepanjang 2019. Pada sektor Perhubungan Udara, pencapaiannya
antara lain pembangunan bandara baru di 15 lokasi untuk peningkatan konektifitas
antarwilayah dan peningkatan pariwisata 5 Bali Baru. Pencapaian pada sektor perkeretaapian
yaitu pembangunan proyek Double-Double Track (DDT), reaktiviasi jalur KA, pembangunan
proyek kereta cepat Jakarta--Bandung dan kereta semi cepat Jakarta-Surabaya.
Akan tetapi, kekurangan beliau saat menjadi menteri perhubungan adalah tidak bisa
mengendalikan harga tiket pesawat yang mulai terbang tinggi hingga tidak dapat digapai oleh
masyarakat kalangan menengah ke bawah. Tentu hal tersebut berdampak besar bagi proyek
bandara yang baru selesai dibuat seperti Bandara Kertajati di Jawa Barat. Karena saat harga tiket
pesawat naik, otomatis penumpang semakin sedikit sehingga menjadikan bandara tersebut sepi
pemberangkatan pesawat dan tidak cukup untuk menambal biaya operasional bandara yang
besar.

Masa jabatan Budi Karya memang sudah berakhir di dalam Kabinet Indonesia Kerja Jokowi-JK,
akan tetapi beliau ditunjuk kembali menjadi menteri perhubungan di dalam kabinet indonesia
maju saat ini. Sehingga beliau menjabat menhub lagi sampai tahun 2024 jikalau tidak direshuffle
oleh presiden. Pada masa jabatan kedua ini beliau harus bisa mengendalikan harga tiket
pesawat agar terjangkau bagi masyarakat kecil menengah sehingga meningkatkan jumlah
penumpang pesawat. Beliau juga harus bisa meningkatkan kerja beliau atau paling tidak
melanjutkan kinerjanya. Bersinergi dengan menteri PUPR merupakan keharusan bagi Budi
Karya, karena tanpa adanya sinergi tersebut akan menyulitkan pembangunan infrastruktur
penunjang perhubungan. Perlu ditingkatkan juga sarana perhubungan di daerah 3T (tertinggal,
terluar, terdepan) agar terjadi pemerataan pembangunan.

Kemakmuran dan pemerataan pembangunan suatu negara dipengaruhi oleh perhubungan


antar daerah. Jika perhubungan lancar maka pemerataan pembangunan akan cepat terealisasi,
namun sebaliknya jika perhubungan antar daerah tersendat maka akan menghambat
pemerataan pembangunan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Tentu kita harus mendukung
kebijakan pemerintah, tetapi bila pemerintah salah memilih kebijakan apa salahnya kita
mengkritiknya.

Anda mungkin juga menyukai