Klenteng ini terletak di Desa Tluwah, Rt 01, Rw 01,
Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi klenteng ini berada di sebelah selatan dari bangunan Balai Desa Tluwah
Keberadaan klenteng ini tidak terlepas dari keberadaan
orang-orang Tionghoa yang bermukim di Juwana. Ketika terjadi peristiwa Geger Pecinan atau juga dikenal sebagai Tragedi Angke, dalam bahasa Belanda Chinezenmoord yaitu Pembunuhan orang Tionghoa merupakan sebuah porgom terhadap orang keturunan Tionghoa di kota pelabuhan Batavia, Hindia-Belanda (sekarang Jakarta).
Pogrom adalah adalah istilah serangan kekerasan besar-
besaran yang terorganisasi atas sebuah kelompok tertentu, etnis, keagamaan, atau lainnya, dan dilanjutkani oleh penghancuran terhadap lingkungannya baik rumah, tempat usaha, pusat-pusat keagamaan, dan lain-lainnya. Akibat terjadinya tragedi tersebut, orang-orang Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian di Batavia melarikan diri ke timur dengan menggunakan perahu, dan melakukan perjalanan yang panjang dengan mengarungi lautan menyusuri sepanjang daerah pesisir menuju Jawa Tengah, Jawa Timur bahan sampai Bali. Sebagian di antaranya ada yang masuk ke alur Kali Silugonggo di Juwana, Pati. Agar lebih amam, para pengungsi masuk ke pedalaman hingga 10 kilometer dari muara hingga sampai di Desa Tanjung Puro.
Nama desa Tanjung Puro didapat dari kekahawatiran
seorang perempuan penumpang kapal yang kawatir tentang pelayarannya karena pelayarannya mengalami hambatan. " Suatu saat ramai-ramainya jaman tempat ini akan dinamakan Tanjung Puro ". Tetapi setelah perkembangan jaman dan banyaknya penduduk maka desa Tanjung Puro berubah menjadi Desa Jepuro dan Desa Tluwah.
Di desa Tluwah orang-orang Tionghoa tersebut
kemudian bermukim dan mulai berdagang untuk menyambung hidup paska akibat dari tragedi angke di Batavia. Desa Tluwah pada waktu dulu adalah bekas pusat pemerintahan kabupaten pada masa gemirlangnya, namun karena beberapa alasan pemerintahan kabupaten di pindahkan dari Juwana menuju ke Pati. Salah satu alasan tersebut adalah karena wilayah Juwana sering terjadi bencana alam yaitu banjir.
Bukti tentang Juwana pernah merupakan kabupaten
adalah adanya makam Bupati Pati yang dimakamkan di Juwana. Setelah merasa aman dan usaha dagang mereka semakin maju, orang-orang Tionghoa yang melarikan diri dari Batavia tersebut mendirikan klenteng Tjong Hok Bio. Yaitu klenteng yang berada di Jalan Camong No. 1 Desa Kauman, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi klenteng ini berada di sebelah utara perusahaan rokok bernama PT Tapal Kuda Kencana.
Setelah hulu sungai Silugonggo menjadi pelabuhan, yang
menyebabkan tempat pemberhentian pedagang- pedagang Gujarat Tuban, Hindia-Belanda. Maka klenteng perlu dipindahkan di daerah hulu. Lalu dibangunlah klenteng Hok Khing Bio di Demaan 5 kilometer utara klenteng Tjong Hok Bio tapi ternyata lokasinya kurang bagus karena berada di antara kandang babi. Terakhir dibangun klenteng HOK TEK CENG SIN ( TUA PEK KONG ) AMURVA BUMI Juwana. Ketiga-tiganya dibangun antara tahun 1740 sampai dengan tahun 1780.
Dilihat dari lingkungan sekitar, bangunan klenteng
Amurva Bumi memiliki kekhasan sebagai bangunan peninggalan seni arstektur tradisional Tiongkok dengan dominasi warna merah. Sebelum memasuki halaman klenteng, pengunjung bisa melalui men lou wu, sebuah pintu gerbang berbentuk paduraksa untuk masuk ke dalam persil. Yang menarik dari pintu gerbang ini, diapit oleh pagar bertembok putih yang di atasnya ditaruh beberapa shi zi, yaitu singa batu atau ukiran singa batu yang biasa ditempatkan di muka klenteng.
Klenteng Amurva Bumi di desa Tluwah juga termasuk
dalam situs peninggalan sejarah dari Hindia-Belanda. Klenteng tersebut juga termasuk klenteng tertua urutan yang ke-2 menurut mudin desa Tluwah yang di buktikan dengan adanya patung Dewi Kwan in. Menurutnya kelenteng yang terdapat patung Dewi Kwan in adalah klenteng yang sudah lama.
Tidak hanya Klenteng Amurva Bumi saja yang menjadi
situs peninggalan sejarah, namun masih ada lagi bagunan-bangunan peninggalan sejarah di desa Tluwah diantaranya terdapat bangunan bekas Belanda di dekat klenteng Amurva Bumi dan Balai desa Tluwah yang dibiarkan usang dan sekarang tempatnya sudah dibongkar dan dialih fungsikan sebagai taman jalan. Selain itu ada Pabrik di desa Tluwah yang dulu merupakan bangunan peninggalan Belanda yang sudah dialih fungsikan dan diperbaiki.
Terdapat juga lapangan di depan SMPN 4 JUWANA yang
merupakan tragedi dari pengeboman Belanda kepada tokoh penyebar islam yang singgah di desa Tluwah. Namun karena kesaktiannya bom tersebut melesat membelok sehingga menghantam tanah lapangan, akibatnya sampai lapangan tersrbut tidak bisa di tanami. Walaupun di desa Tluwah terdapat masyarakat yang mayoritas muslim daripada yang nonmuslim namun hal tersebut tidak menjadikan kendala desa Tluwah untuk hidup rukun, damai, hidup berdampingan, dan saling menghargai saat hari besar agama