Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengandalkan beras


sebagai bahan pangan pokok. Kebutuhan beras dalam negeri terus
mengalami peningkatan yang signifikans sejalan dengan meningkatnya
jumlah penduduk, sementara itu luas lahan produktif terus mengalami
penurunan, karena meningkatnya alih fungsi lahan produktif menjadi
lahan industri dan perumahan.
Garut adalah salah satu tanaman ubi-ubian yang strategis sebagai
sumber karbohidrat untuk mengurangi ketergantungan pangan pada
beras dan gandum. (Kumalaningsih, 1998). Tanaman garut (Maranta
arundinaceae L) termasuk dalam familia Manantaceae, termasuk
tanaman semak semusim dengan tinggi mencapai 75-90 cm. Berbatang
semu, bulat, membentuk rimpang, berwarna hijau. Daun berbentuk
tunggal, bulat memanjang, ujung runcing, bertulang menyirip, panjang
10-27 cm, lebar 4-5 cm berpelepah, berbulu, berwarna hijau. Garut
memiliki nama yang beragam, West Indian arrowroot (Inggris), arerut, ubi
sagu, sagu Belanda (Betawi), larut (Sunda), angkrik, arus, jalarut, garut,
irut (Jawa).
Tanaman ini berasal dari Amerika khususnya daerah tropik, kemudian
menyebar ke negara-negara tropik lainnya seperti Indonesia, India,
Srilanka dan Philipina. Jenis tanaman ini tumbuh pada ketinggian 0-900
dpl, dan tumbuh baik pada tanah yang lembab dan di tempat-tempat
yang terlindung. Umbinya banyak mengandung tepung pati yang sangat
halus dan mudah dicerna. Selain sebagai penghasil umbi, tanaman ini
juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena daunnya indah
(Anonim, 2006).
Arah strategi pengembangan garut di Indonesia menurut Sapuan (1998)
adalah : (1) untuk mencukupi kebutuhan sendiri, maka garut
dikembangkan sebagai tanaman pekarangan, (2) untuk mencukupi
kebutuhan industri kecil, menengah dan industri rumah tangga maka
garut dikembangkan sebagai tanaman sela di tegalan, hutan produksi,
hutan tanaman industri, areal perkebunan rakyat (3) untuk mencukupi
kebutuhan industri sedang dan besar maka tanaman garut dibudidayakan
sebagai tanaman sela di perkebunan.
Untuk difersifikasi pangan non beras sebagai penggati pati garut
sangat cocok karena mengandung karbohidrat yang tinggi. Mengingat hal
tersebut maka pengkaji tertarik untuk mengkaji tanaman garut dengan
judul ” Pengamatan pertumbuhan garut dengan pemberian pupuk Limbah
Biogas”

1.2. Tujuan

1. Mengetahui Proses Budidaya garut


2. Mengamati pengaruh pemberian pupuk limbah biogas terhadap
pertumbuhan garut

1.3. Manfaat
1. Bagi Widyaiswara
- Menambah pengetahuan dan keterampilan widyaiswara/pengkaji
tentang budidaya garut
- Menambah wawasan widyaiswara/pengkaji dalam menyusun
bahan ajar.
2. Bagi Lembaga/unit kerja
- Hasil kajiwidya dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi.
- Meningkatkan kewibawaan Balai.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Garut
1.Pembibitan
Tanaman garut dapat diperbanyak dengan cara vegetative yaitu
dengan ujung-ujung rhizome atau tunas umbi (bits) yang panjangnya sekitar
4-7 cm dan mempunyai 2-4 mata tunas. Untuk memperoleh hasil yang tinggi
sebaiknya jangan mempergunakan bibit yang kurang sehat, kurus atau yang
menderita akar cerutu (ciger root). Bibit yang diperlukan untuk satu hektar
lahan yang akan ditanami garut secara monokultur 3000 – 3500 kg bibit.
Potongan garut yang tertinggal saat panen dapat menjadi bibit untuk
penanaman selanjutnya (Lingga dkk., 1986). Penanaman jagung biasanya
dilakukan di awal musim penghujan yaitu sekitar bulan oktober untuk di
daerah Jawa sedangkan di daerah Kalimantan dapat dimulai Maret – Mei.
2.Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah memerlukan alat berupa bajak atau cangkul.
Pengerjaan tanah dilakukan dengan membuat bedengan dengan lebar 120
cm dan panjangnya tergantung dari panjang lahan. Tinggi bedengan 25 – 50
cm dan jarak antara satu bedengan dengan bedengan alin 30 – 50 cm, garut
menyukai tanah yang gembur, bibit garut ditanam dalam kedalaman 8 – 15
cm, kemudian ditutup tanah. Jarak tanam tanaman garut menurut berbagai
referensi tidak sama. Herison (1998) menyebutkan jarak tanam tanaman
garut adalah 40 x 80 cm, sedangkan Flach dan Rumawas (1996)
menyatakan jarak tanam tanaman garut adalah 20 x 50 cm bila ditanam
secara monokultur, atau 75 x 15 sampai 30 cm bila ditanam.

3.Pemeliharaan
Pemupukan dan pengairan, pemberian pupuk kandang, petroganik,
atau kompos dapat menggemburkan dan memperbaik struktur tanah. Jumlah
pupuk kandang yang diberikan sebanyak 20-30 ton tiap ha, tetapi dalam hal
ini yang digunakan adalah pupuk petroganik sehingga penggunaannya
adalah 2 ton tiap ha. Pupuk buatan yang dianjurkan adalah 350-650 kg urea,
300 kg TSP dan 300 kg KCL untuk tiap ha. Pemupukan pertama dilakukan
bersamaan dengan penanaman bibit (Lingga dkk, 1986). Dalam kegiatan ini
pupuk susulan yang digunakan adalah limbah cair biogas

Pemupukan selanjutnya dilakukan menjekang tanaman berbunga atau


berumur sekitar 3,5 bulan. Tanaman mulai membentuk umbi sehingga
membutuhkan hara dalam pembentukannya. Pemupukan dapat dilakukan
dengan membuat alur dibarisan tanaman atau disekitar pangkal, setelah itu
pupuk harus ditutup agar tidak menguap.

Pengendalian gulma, hama dan penyakit tanaman, hama dan penyakit


tidak terlalu banyak hanya ada ulat penggulung daun merupakan ulat yang
harus diberantas karena menghalangi asimilasi daun yang pada ujungnya
akan menghambat pertumbuhan umbi. Pengendaliannya dapat dilakukan
dengan memberikan larutan arsenik. Penyakit yang mungkin muncul apabila
hunjan terus menerus dan drainase yang jelek, tanaman garut di India sering
terserang Pellicularia Filamentosa yang bisa diatasi dengan larutan
bourdoux. Terkadang terjadi umbi yang berbentuk panjang dan kurus dengan
bentuk seperti cerutu (cigar root) yang sebenarnya bukan penyakit, tetapi
pembentukan tunas baru.

4.Pemanenan dan pasca panen

Menurut Lingga dkk (1986). Umbi garut dapat dipanen setelah


berumur 10-12 bulan, kandungan pati maksimum pada saat tanaman
berumur 12 bulan, tetapi umbi sudah banyak mengandung serat sehingga
pati sulit diekstrasi. Pemanenan dapat dilakukan setelah daun-daun kultivar
bagian bawah mulai menguning. Pada saat pemanena rerumputan dan sisa
tanaman dibenamlan kedalam tanah agar menjadi bahan organik yang
membantu menyuburkan tanah. Tanaman garut memiliki keragaman
produktifitas 7-47 ton/hektar tergantung kondisi lingkungan, kandungan pati
16-18% (Flach dan Rumawas, 1996) dalam Sastra (2006). Rukmana
melaporkan bahwa produksi umbi garut bervariasi 7,5-45 ton/ha, atau rata-
rata sebesar 25 ton/ha dengan kandungan pati 17,5% (Rukmana, 2000).
Sementara menurut Herison (1988), hasil umbi garut 4-10 ton rimpang/ha
atau lebih, dengan mengandung > 12% pati, 1-2% protein dan tetap produktif
hingga 5-7 tahun dari rimpang yang tertinggal. Tiap rumpun dapat
menghasilkan 0,5-1 kg umbi (Soetrisno, 1988). Garut dapat diambil patinya,
kualitasnya sangat tergantung dari bahan baku dan proses pengolahannya,
tepung garut berkualitas berwarna putih bersih dan tidak ada noda dan
kandungan airnya tidak lebih dari 18,5%.
BAB III

METODE

3.1. Tempat dan Waktu Kajiwidya

Kegiatan kajiwidya dilaksanakan di Lahan praktek UPTB - Balai

Pelatihan Pertanian (BAPELTAN) Sempaja Samarinda. Waktu Pelaksanaan

Kajiwidya dilakukan mulai Bulan Februari - November 2015.

3.2. Alat dan Bahan Kajiwidya

Alat
1. Cangkul
2. Pompa air
3. Selang
Bahan
1. Umbi garut
2. Petroganik
3. Limbah biogas
RINCIAN ANGGARAN BIAYA KAJIWIDYA

NO BAHAN DAN ALAT JUMLAH SATUAN HARGA(Rp) JUMLAH


1 Kulit sapi 1 Lembar 350.000 350.000
2 Kapur sirih 5 kg 20.000 100.000
3 Bawang putih 2 kg 20.000 40.000
4 Garam 1 bungkus 5.000 5.000
5 Minyak Goreng 15 liter 15.000 225.000
6 Gas lpg 2 tabung 150.000 300.000
7 Nyiru 5 buah 30.000 150.000
8 Termometer 1 buah 15.000 150.000
9 Pisau 2 buah 25.000 50.000
10 Talenan 2 buah 10.000 20.000
11 Saringan Minyak 2 buah 25.000 50.000
12 Timbangan 1 buah 150.000 150.000
13 Masker 1 pak 30.000 30.000
14 sarung tangan 1 pak 30.000 30.000
15 Gunting 2 buah 15.000 30.000
16 Plastik kemasan 1 bungkus 20.000 20.000
17 Dokumentasi 1 paket 300.000 300.000
JUMLAH 2.000.000

Samarinda, 18 September 2014


Pengkaji,

Andi Yakub
NIP.19770814 201101 1 001
RENCANA KAJIWIDYA
No. Ay/02-kw/ / XII/ 2014
Tanggal Desember 2014

MENGAMATI PROSES PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK

Oleh :

ANDI YAKUB, SP
NIP. 19770814 201101 1 001

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR


BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PERTANIAN
UPTB. BALAI PELATIHAN PERTANIAN
SAMARINDA
2014

Anda mungkin juga menyukai