Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH TEORI AKUNTANSI

PEREKAYASAAN PELAPORAN KEUANGAN

Disusn Oleh:

1. Intan Mairinda ( 160301106)


2. Oryza Sativa ( 160301051 )
3. Risda Sipayung ( 160301069 )
4. Selvi Kartika ( 160301070 )

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2019

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis Ucapkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan


taufik dan karunia-Nya, sehingga makalah Teori Akuntansi yang berjudul
“Perekayasaan Pelaporan Keuangan” dapat terselesaikan dengan baik. Dalam
penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
 Ibu dosen pengajar materi Teori Akuntansi
 Semua pihak yang memberi masukan, motivasi, dan fasilitas sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Terselesainya makalah ini penulis berharap dapat membantu kelancaran
proses belajar mengajar dan dapat menambah pengetahuan bagi semua pihak. Dalam
menyusun makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
yang membaca sangat di harapkan oleh penulis demi penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru,Oktober 2019

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .................................................................................................. i


Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi ............................................................................................................ iii
Daftar Gambar .................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4

2.1 Proses Perekayasaan.................................................................. 4


2.2 Perekayasaan Sebagai Proses Deduktif ..................................... 6
2.3 Siapa Merekayasa...................................................................... 7
2.4 Aspek Semantik dalam Perekayasaan ....................................... 8
2.5 Proses Saksama ......................................................................... 9
2.6 Konsep Informasi Akuntansi..................................................... 11
2.7 Rerangka Konseptual ................................................................ 11
2.8 Model ........................................................................................ 12
2.9 Kerangka Konseptual Versi IASC ............................................. 14
2.10 Aspek Kependidikan ................................................................. 16
2.11 Prinsip Akuntansi Berterima Umum ......................................... 18
2.12 Tiga Pengertian Penting ............................................................ 20
2.13 Berlaku atau Berterima ............................................................. 21
2.14 Isi PABU Sebagai Rerangka Pedoman ..................................... 23
2.15 PABU Versi APB ...................................................................... 24
2.16 PABU Vesi Rubin ..................................................................... 26
2.17 PABU Versi SAS No. 69 ........................................................... 26
2.18 PABU Versi SPAB ................................................................... 27
2.19 Pedoman Tentang Apa? ............................................................ 29
2.19.1 Definisi ........................................................................ 29
2.19.2 Pengukuran/Penilaian ................................................. 30
2.19.3 Pengakuan ................................................................... 30
2.19.4 Penyajian dan Pengungkapan ..................................... 31
2.20 Autoritas Rerangka Konseptual ................................................ 31
2.21 Struktur Akuntansi .................................................................... 34
2.22 Bidang Studi .............................................................................. 36
2.23 Bidang Profesi ........................................................................... 36
2.24 Fungsi Auditor Independen ....................................................... 36

iii
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 38
3.1 Kesimpulan ............................................................................... 38
3.2 Saran .......................................................................................... 38
Daftar Pustaka ................................................................................................... 39

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Proses Perekayasaan Pelapooran Keuangan ................................... 5


Gambar 2.2 Proses Semantik dalam Perekayasaan ............................................. 8
Gamabr 2.3 Rerangka Konseptul versi FASB .................................................... 13
Gambar 2.4 Rerangka PABU Versi APB ........................................................... 24

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akuntansi merupakan aktivitas manusia dan akan mempertimbangkan hal
seperti perilaku dan orang-orang. Tujuan utama teori akuntansi adalah menyajikan
suatu dasar dalam memprediksikan dan menjelaskan perilaku serta kejadian-kejadian
akuntansi. Teori didefinisikan sebagai konsep, definisi, dan dalil yang menyajikan
suatu pandangan sistematis tentang fenomena, dengan menjelaskan hubungan antar
variabel yang bertujuan untuk menjelaskan serta memprediksikan fenomena tersebut.
Telah disinggung sebelumnya bahwa pengertian teori didasarkan pada
gagasan bahwa akuntansi merupakan disiplin atau bidang pengetahuan teknologi.
Dengan demikian, teori akuntansi sebagai penalaran logis. Oleh karena itu, teori
akuntansi itu adalah Seperangkat penetahuan yang mempelajari perekayasaan
penyediaan jasa secara nasional berupa informasi keuangan kuantitatif unit-unit
organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu dan cara penyampaian informasi
tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam
pengambilan keputusan ekonomik.
Agar manfaat akuntansi dapat dirasakan, pengetahuan perekayasaan
tersebut harus diaplikasikan dalam suatu wilayah (negara). Wujud aplikasi ini adalah
terciptanya suatu mekanisme pelaporan keuangan (financial reporting) nasional
yang dengannya unit-unit organisasi bisnis, nonbisnis, dan kepemerintahann dalam
suatu negara menyediakan data dan menyampaikan informasi keuangan kepada para
pengambil keputusan yang dianggap paling dominan dan berpengaruh dalam
pencapaian tujuan negara (khususnya tujuan ekonomik dan sosial).
Salah satu tujuan ekonomik negara adalah alokasi sumber daya ekonomik
(alam, manusia, dan keuangan) secara efektif dan efisien untuk mencapai tingkat
kemakmuran masyarakat yang optimal. Kebijakan dan regulasi pemerintah (dalam
berbagai bentuk Undang-Undang, ketetapan, dan peraturan) yang secara langsung
mempengaruhi para pelaku dan system ekonomi negara merupakan wahana dalam
alokasi sumber daya ekonomik. Akuntansi dapat menjadi wahana dan mempunyai
peran yang nyata dalam alokasi tersebut kalau informasi yang dihasilkan sengaja
dirancang agar dapat mempengaruhi perilaku para pengambil keputusan ekonomik
dominan untuk menuju keefektifan dan efisiensi alokasi sumber daya negara. Peran

1
seperti ini dapat terjadi mengingat karakteristik akuntansi sebagai teknologi.
Teknologi yang diterapkan harus dipilih dan dirancang dengan baik dan tidak
selayaknyalah kalau akuntansi dibiarkan berkembang secara alamiah atau bahkan
liar tanpa haluan yang jelas.
Oleh karena itu, pelaporan keuangan nasional harus direkayasa secara
saksama untuk pengendalian alokasi sumber daya secara automatis melalui
mekanisme sistem ekonomik yang berlaku. Dalam pelaporan keuangan,
pengendalian secara automatis dicapai dengan ditetapkannya suatu pedoman
pelaporan keuangan yaitu prinsip akuntansi berterima umum/ PABU (generally
accepted accounting principles/GAAP) termasuk di dalamnya standar akuntansi
(accounting standards). PABU akhirnya menentukan bentuk, isi, dan susunan
laporan atau statemen keuangan sebagai suatu medium utama atau ciri sentral (a
central feature) pelaporan keuangan.
Bila PABU telah ditetapkan, mekanisme selanutnya adalah menerapkan
PABU dalam lingkup mikro yaitu perusahaan secara individual. PABU merupakan
cara tertentu (a certain manner) untuk melaporkan kejadian ekonomik yang
berkaitan dengan suatu perusahaan. PABU akan mewarnai praktik akuntansi dalam
suatu negara. Dengan demikian, pada tingkat mikro (perusahaan), akuntansi dapat
didefinisikan secara sempit sebagai proses atau praktik yaitu:
Proses pengidentifikasian, pengukuran, pengakuan dan penyajian suatu
objek pelaporan keuangan dengan cara tertentu untuk menyediakan
informasi relevan kepada pihak yang berkepentingan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan ekonomik.
Cara tertentu (PABU) harus ditetapkan atas dasar suatu “kostitusi” agar
akuntansi efektif sebagai teknologi untuk mencapai tujuan ekonomik negara. Oleh
karena itu, perekayasan akuntansi harus memperhatikan faktor lingkungan sosial,
politik, ekonomi dan budaya negara tempat akuntansi akan diterapkan. Jadi,
perekayasan akuntansi dilakukan pada tingkat (level) nasional dengan hasil berupa
rerangka konseptual yang berfungsi sebagai semacam konstitusi. Rerangka
konseptual tersebut memuat konsep-konsep pemikiran untuk dijadikan basis dalam
menetapkan PABU (terutama standar akuntansi) yang harus dilaksanakan pada
tingkat perusahaan (mikro).

2
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu berkaitan dengan teori
akuntansi perekayasaan laporan keuangan. Adapun rumusan masalah ini dapat
diuraikan sebagai berikut:

1. Apakah pengertian proses perekayasaan ?


2. Bagaimana konsep informasi akuntansi ?
3. Bagaimana menyusun rerangka konseptual versi FASB dan IASC ?
4. Mengapa menggunakan prinsip akuntansi berterima umum ?
5. Apakah autoritas rerangka konseptual ?
6. Bagaimana penyusunan struktur akuntansi ?

1.3 Tujuan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi
serta dengan adanya rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka dengan
membaca makalah ini kita dapat mengetahui:

1. Untuk mengetahui proses perekayasaaan.


2. Untuk mengetahui konsep informasi akuntansi.
3. Untuk mengetahui rerangka konseptual.
4. Untuk mengetahui prinsip akuntansi berterima umum.
5. Untuk mengetahui autoritas rerangka konseptual.
6. Untuk mengetahui struktur akuntansi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Perekayasaan


Pelaporan keuangan adalah stuktur dan proses akuntasi yang
menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan dilaporkan untuk
mencapai tujuan ekonomik dan sosial negara. Pengertian ini lebih luas daripada apa
yang dideskripsi oleh Financial Accounting Standards Board (FASB) dalam
Statements of Financial Accounting Concepts. FASB mengartikan pelaporan
keuangan sebagai system dan sarana penyampaian (means of communication)
informasi tentang segala kondisi dan kinerja perusahaan terutama dari segi keuangan
dan tidak terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui statemen keuangan.
Stuktur akuntansi melukiskan unsur-unsur (pihak-pihak dan sarana-sarana)
yang terlibat dalam dan terpengaruh oleh penentuan/penyediaan informasi keunagan
dan saling hubungan antara unsur-unsur tersebut. Pihak yang terlibat
(berkepentingan) meliputi pelaku dan institusi misalnya penyusun standar, profesi,
pemerintah, badan pembina pasar modal, perusahaan sebagai entitas, analis, manajer,
akuntan publik dan pemakai laporan. Pengertian proses akuntansi dalam pelaporan
keuangan adalah mekanisme tentang bagaimana pihak-pihak dan sarana-sarana
pelaporan berkerja dan saling berinteraksi sehingga dihasilkan informasi keuangan
yang diwujudkan dalam bentuk laporan/statemen keuangan termasuk mekanisme
untuk menentukan kewajaran statemen keuangan.
Pelaporan keuangan sebagai sistem nasional merupakan hasil perekayasan
akuntansi ditingkat nasional. Perekayasaan akuntansi adalah proses pemikiran logis
dan objektif untuk membangun suatu struktur dan mekanisme pelaporan kuangan
dalam suatu negara untuk menunjang tercapainya tujuan negara.
Perekayasan akuntansi berkepentingan dengan pertimbangan untuk memilih
dan mengaplikasikan ideologi, teori, konsep dasar dan teknologi yang tersedia secara
teoretis dan praktis untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial negara dengan
mempertimbangkan faktor sosial, ekonomik, politik dan budaya negara. Proses
perekayasan akuntansi dapt dilukiskan dengan Gambar 2.1 berikut ini.

4
Gambar 2.1
Proses Perekayasaan Pelaporan Keuangan

Tujuan ekonomi dan sosial negara

Tujuan pelaporan keuangan:


Menyediakan informasi keuangan untuk dasar
pengambilan keputusan ekonomik dan sosial

Konsep-konsep dasar dapa yang relevan?


Siapa subjek pelaporan (entitas pelapor)?
Siapa yang dituju oleh informasi?
Informasi apa yang dilaporkan?
Simbil atau elemen apa yang digunakan untuk melaporkan?
Dasar pengukuran apa untuk mengkuantifikasi?
Apa saja kriteria pengakuan hasil pengukuran?
Medium apa yang digunakan untuk melaporkan?
Bagiamana informasi disajikan dalam medium?

Rerangka konseptual
Dijabarkan dalam standar akuntansi dan acuan
lainnya sehingga membentuk prinsip akuntansi berterima
umum (PABU)

Media pelaporan (bentuk, isi, dan jenis)

Informasi Akuntansi

Dalam perekayasaan tersebut, tujuan negara dijabarkan dalam tujuan


pelaporan keuangan. Harapannya adalah pencapaian tujuan akutansi dengan sendiri
akan membantu tercapainnya tujuan negara. Proses tersebut merupakan manifestasi
dari pendifinisian akutansi sebagai teknologi.

5
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan perekayasaan (kotak ketiga dari atas
melibatkan pertimbangan dan pemeliharaan berbagai gagasan tentang ideology
filsofi, paridigma, dan konsep dasar untuk menjamin agar tujuan pelaporan tercapai5.
Proses perekayasaan ini pada dasarmya adalah proses untuk menjawab pertanyaan
mendasar yaitu bagaimana suatau kegiatan operasi perusahaan disimbolkan dalam
bentuk ststmen keuanggan sehingga orang yang dituju dapat membayangkan
perusahaan secara financial tanpa harus menyaksikan secara fasis operasi perusahaan
(misalnya mengunjngi kantor/pabrik).
Sesuai dengan teori komunikasi (auntansi sebagai bahasa bisnis),
penyimbolan kegiatan fisis adalah menentukan objek-objek fisis yang dianggap
penting bagi yang dituju statemen dan menyimbolkannya dalam bentuk elemen-
elemen statemen keuangan beserta pengukurannya. Proses ini dapat menyimbolkan
kondisi fisis suatu wilayah geografis dalam bentuk peta (misalnya peta jalan atau
road map) sehingga orang yang belum pernah melewati wilayah tersebut dapat
memperoleh gambaran yang meyakinkan mengenai wilayah tersebut hanya dengan
melihat peta jalan. Tentu saja, agar peta tidak menyesatkan pemakai, dia harus dapat
dipercaya (reliable) dan dapat diuji kebenarannya (verifiable). Artinya, apa yang
termuat dalam peta tersebut menyatakan keadaan senyatanya jalan-jalan di wilayah
yang dipetakan. Oleh karena itu, teori dan konsep atau rerangka pembuatan peta
yang baik harus diikuti.
Analogi lain adalah pembuatan undang-undang dasar suatu negara. Proses
pemikiran dan pertimbangan dalam pembuatan undang-undang dasar atau konstitusi
dapat disebut sebagai perekayasaan. Pembuatan undang-undang dasar melibatkan
pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti apa ideologi dan tujuan negara, apa bentuk
pemerintaha, apa syarat untuk menjadi kepala pemerintah, siapa pemegang
kedaulatna rakyat, apa sistem ekonomi yang dianut, dan sebagainya.

2.2 Perekayasaan Sebagai Proses Deduktif


Ditinjau dari pendekatan penalaran,, proses yang dilukiskan dalam Gambar
2.1 merupakan proses penalaran deduktif-normatif. tujuan sosial dan ekonomik
negara dianggap telah disepakati atau sesuatu yang berian (given) dan menjadi
premis dalam penalaran. Validitan konklusi yang dimuat dalam rerangka konseptual
dapat dievaluasi atas dasar kelogisan atau penalaran (logical validity).

6
Sebagai penalaran dedukatif-normatif, Hendriksen (1982) menguraikan
aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam proses perekayasaan untuk
menghasilkan rerangka teoretis akutansi (theoretical framework for accounting)
yaitu:
(1) Pernyataan postulat yang menggambarkan karakteristik unit-unit usaha (entitas
pelapor ) dan lingkugannya.
(2) Pernyataan tentang tujuan pelaporan keuangan yang diturunkan dari pernyataan
postulat.
(3) Evaluasi tentang kebutuhan informasi oleh pihak yang dituju (pemakai) dan
kemampuan pemakai untuk memahami, menginterpretasi, dan menganalisis
informasi yang disajikan.
(4) Penentuan atau pemilihan tentang apa yang harus dilaporkan.
(5) Evaluasi tentang pengukuran dan proses penyajian untu mengkomunikasi
informasi tentang perusahaan dan lingkugannya.
(6) Penentuan dan evaluasi terhadap kendala-kendala pengukuran dan deskripsi unit
usaha beserta lingkungannya.
(7) Pengembangan dan penyusunan pernyataan umum (general proposisition) yang
dituangkan dalam bentuk suatu dokumen resmi yang menjadi pedoman umum
dalam menyususn standar akutansui.
(8) Perancang bagunan struktur dan system informasi akutansi (produser, metoda,
dan teknik) untuk menciptakan, menangkap, mengolah, meringkas, dan
menyajikan informasi desuai dengan standar atau prinsip akutansi berterima
umum.

2.3 Siapa Merekayasa


Proses perekayasaan bukan suatau upaya perseorangan (one-man show)
tetapi merupakan upaya tim yang melibatakan berbagai disipli intelektual dan
kekuatan polotik mengingat perekayasaan tersebut merupakan suatu proses yang
serius yang hasilnya berdampak luas dan panjang. Telah disinggung sebelummnya
bahwa pelaporan keuangan mempunyai dampak ekonomik dan sosial karena
pelakoran keuangan merupakan sarana atau wahana dalam pengalokasian sumber
daya ekonomik. Oleh karena itu, badan legislatif pemerintah (dalam hal ini DPR
atau bahkan MPR) mempunyai peran penting dalam hal ini mengigat rerangka
konseptul mempunyai fungsi semacam undang-undang dasar (konstitusi).

7
Idealnya, badan legislatif membentuk komite atau tim khusus yang ada di
bawah kendalinya untuk perekayasaan di tingkat nasional seperti misalnya Securities
and Exchaange Comiisison (SEC) yang ada di bawah Kongres Amerika. Walaupun
dalam kenyataannya perekayasaan di tingkat nasional secara teknis diserahkan oleh
badan legislatif kepada profesi atau badan khusus untuk tujuan itu (sepeerti Badan
Pengawas Pasar Modal/BAPEPAM), tetapi badan legislatif mempunyai kekuatan
yuridis dan politis untuk menentukan hasil akhir perekayasaan (dalam bentuk hak
veto atau amandemen).

2.4 Aspek Semantik dalam Perekayasaan


Proses semantik ini tidak lain adalah memilih dan menyimbolkan objek-
objek fisik kegiaan perusahaan yang relevan menjadi objek-objek (disebut elemen-
elemen) statemen keuangan. Elemen-elemen itu sendiri belum bermakna dan
menjadi informasi sebelum diukur dengan cara tertentu agar besar-kecilnya
(magnitude) elemen dapat dirasakan manfaat atau pengaruhnya. Agar dapat diolah
dan disajikan dalam bentuk informasi keuangan, objek-objek fisis harus
dikuantifikasi ke dalam satuan yang homogenus sehingga satuan tersebut dapat
menggambarkan besarnya (size) dan hubungan (relationship) antarobjek. Dari segi
akuntansi, aliran fisis perusahaan akhirnya direpresentasi dalam bentuk satuan uang
hasil pengukuran elemen yang menjadi bahan olah dan data dasar akuntansi. Jumlah
rupiah sebagai hasil pengukuran ini disebut dengan kos (cost).

Gambar 2.2
Proses Semantik dalam Perekayasaan

A. Aliran Fisik Operasi

input proses output

8
B. Penyimbolan dalam Bentuk Elemen-elemen Statemen Keuangan

bahan tenaga
baku mesin kerja
kas produk

bahan
lain gedung utang

C. Aliran Informasi (Hasil Pengukuran)

mesin
kos kos kos

kos kos

kos kos kos

D. Sistem Informasi Akuntansi

Kas Produk C
Bahan Baku
Mesin Produk B
Bahan Lain
Gedung Produk A
Utang
Rp 1.500.000
Modal Rp 7.500.000
Tenaga Kerja

Rp 3.500.000

Statemen Keuangan

Aset, Kewajiban, Ekuitas, Pendapatan, Biaya, Untung, Rugi, Investasi, Distribusi, dan Laba

2.5 Proses Saksama


Untuk mencapai kualitas yang tinggi dan andal, proses perekayasaan harus
dilakukan melalui tahap-tahap dan prosedur yang saksama dan teliti. Hal ini

9
diperlukan mengingat dokumen yang dihasilkan akan mempunyai status sebagai
pernyataan resmi atau statemen (statements) yang mempunyai tingkat keautoritatifan
tinggi. Prosedur ini berlaku dalam penyusunan baik rerangka konseptual maupun
standar akuntansi yang berstatus statemen. Berikut ini adalah proses-proses saksama
(due process) yang dilaksanakan FASB dalam menyusun pernyataan resmi.
a. Mengevaluasi masalah (preliminary evaluation). Dalam tahap ini FASB
mengidentifikasi masalah akuntansi dan pelaporan.
b. Mengadakan riset dan analisis. Tugas ini biasanya dilakukan oleh staf teknis
FASB dan satuan tugas (task force) yang terdiri atas ahli di luar FASB yang
ditunjuk atau dikomisi oleh FASB. Hasil analisis diterbitkan dalam bentuk
laporan Riset (Research Reports).
c. Menyusun dan mendistribusi Memorandum Diskusi (Discussion Memorandum)
kepada setiap pihak yang berkepentingan. Memorandum ini berisi analisis
terinci semua aspek masalah yang telah disidangkan pada tingkat awal (early
deliberation).
d. Mengadakan dengar pendapat umum (public hearing) untuk membahas masalah
yang diungkapkan dalam Memorandum Diskusi.
e. Menganalisis dan mempertimbangkan tanggapan public atas Memorandum
Diskusi (baik dari dengar pendapat maupun dari tanggapan tertulis).
f. Menerbitkan draf awal standar yang diusulkan yang dikenal dengan nama
Exposure Draft (ED) untuk mendapatkan tanggapan tertulis dalam waktu 30 hari
setelah penerbitan.
g. Menganalisis dan mempertimbangkan tanggapan tertulis terhadap ED.
h. Memutuskan apakah jadi menerbitkan suatu statemen atua tidak. Statemen dapat
diterbitkan kalau mayoritas anggota menyetujui.
i. Menerbitkan statemen yang bersangkutan.

Prosedur di atas mengisyaratkan bahwa suatu statemen memerlukan waktu


yang cukup lama untuk dapat disahkan dan diterbitkan. Penerbitan selain dalam
bentuk statemen juaga harus mengikuti prosedur saksama tetapi tidak seketat
statemen karena bentuk penerbitan yang lain tersebut umumnya hanya bersifat
memodifikasi, mengklarifikasi, atau memperluas arti tetapi tidak dapat mengganti
atau meniadakan suatu statemen. Suatu statemen (sebagian atau seluruhnya hanya
dapat diganti atau diubah dengan penerbitan statemen baru.

10
2.6 Konsep Informasi Akuntansi
Nilai informasi adalah kemampuan informasi untuk meningkatkan
pengetahuan dan keyakinan pemakai dalam pengambilan keputusan. Simbol-simbol
(elemen-elemen) yang termuat dalam seperangkat statemen keuangan sebenarnya
tidak mempunyai makna kalau tiap elemen diinterpretasi sebagai objek yang berdiri
sendiri. Artinya, satu elemen dan jumlah rupiahnya belum memberikan informasi
kalau tidak dihubungkan dengan elemen lainnya. Semua elemen harus diinterptretasi
sebagai satu kesatuan. Dalam teori komunikasi, informasi semantiklah yang
sebenarnya ingin disampaikan kepada pemakai sehingga akan terjadi efek
pemengaruhan. Ibarat sebuah kalimat, statemen keuangan berisi rangkaian elemen-
elemen (kata-kata) yang baru ditangkap maknya kalau bentuk, isi dan susunan
statemen diartikan secara kontekstual dengan pedoman yang disepakati. Dalam
akuntansi, pedoman yang dimaksud adalah prinsip akuntansi berterima umum
(PABU) terutama standar akuntansi. Informasi semantik ini harus ditangkap secara
ontekstual melalui tiga komponen sebagai satu kesatuan yaitu elemen atau objek
(objects), ukuran dalam unit moneter (size), dan hubungan (relationship)
antarelemen.

2.7 Rerangka Konseptual


Dalam perekayasaan akuntansi, jawaban atas pertanyaan perekayasaan akan
menjadi konsep-konsep terpilih yang dituangkan dalam dokumen resmi yang di
Amerika disebut rerangka konseptual (conceptual framework). Bila operasi
akuntansi dianalogi dengan kegiatan kenegaraan, rerangka konseptual dapat
dianalogi dengan konstitusi sedangkan prosesnya dapat dianalogi dengan proses
pemikiran dalam pembuatan konstitusi negara. Karena factor lingkungan dan
kebutuhan unik tiap negara harus dipertimbangkan, rerangka konseptual yang
dikembangkan dalam negara yang satu dapat berbeda dengan rerangka konseptual
negara yang lain. Dengan kata lain, rerangka konseptual akan unik untuk tiap negara.
Tanpa rerangka konseptual sebagai “konstitusi”makan sangat sulitlah bagi
penyusun standar untuk mengevaluasi argumen bahwa perlakuan akuntansi tertentu
lebih baik dalam menggambarkan realitas ekonomi atau untuk menilai bahwa
perlakuan akuntansi tertentu lebih efektif daripada perlakuan yang laindalam rangka
mencapai tujuan sosial dan ekonomik. Tanpa rerangka konseptual, tidak dapat
dihindari kemungkinan para penyususun standar untuk menggunakan konsep-konsep

11
menurut selera sendiri tanpa suatu haluan yang jelas sehingga ada kemungkinan
“ganti dewan ganti standar.” Akibatnya, standar akuntansi yang diterbitkan tidak
pernah konsisten.
Menurut Kam (1990) manfaat-manfaat rerangka konseptual sebagai berikut:
a. Memberikan pengarahan atau pedoman kepada badan yang bertanggungjawab
dalam penyusunan/penetapan standar akuntansi.
b. Menjadi acuan dalam memecahkan masalah-masalah akuntansi yang dijumpai
dalam praktik yang perlakuannya belum diatur dalam standar atau pedoman
spesifik.
c. Menentukan batas-batas pertimbangan (bounds of judgment) dalam penyusunan
statemen keuangan.
d. Meningkatkan pemahaman pemakai statemen keuangan dan meningkatkan
keyakinan terhadap statemen keuangan.
e. Meningkatkan keterbandingan statemen keuangan antarperusahaan.

2.8 Model
Salah satu model yang banyak dikenal saat ini adalah rerangka konseptual
yang dikembangkan oleh FASB yang memuat empat komponen konsep penting
yaitu :
a) Tujuan pelaporan keuangan
b) Kriteria kualitas informasi
c) Elemen-elemen statemen keuangan
d) Pengukuran dan pengakuan

Empat komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang saling berkaitan.


FASB menuangkan empat komponen tersebut dalam beberapa dokumen resmi
berupa pernyataan (Statement of Financial Accounting Concept/SFAC) Yaitu :

SFAC No. 1 : Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises


SFAC No. 2 : Qualitative Characteristics of Accounting Information
SFAC No. 3 : Elements of Financial Statement of Business Enterprises
SFAC No. 4 : Objectives of Financial Reporting by Nonbusiness Organizations
SFAC No. 5 : Recognition and Measurement in Financial Statements of Business
Enterprises
SFAC No. 6 : Elements of Financial Statements
12
SFAC No. 7: Using Cash Flow Information and Present Value in Accounting
Measurement.

Komponen (a) dituangkan secara resmi dalam bentuk SFAC No. 1 dan No.
4. Dimasukannya tujuan untuk organisasi nonbisnis dalam rerangka konseptual
memberi isyarat bahwa FASB bermaksud merancang rerangka konseptual yang luas
mencakupi operasi kedua jenis organisasi tersebut. Komponen (b) dituangkan dalam
SFAC No. 2. Komponen (c) dituangkan dalam SFAC No. 3 yang telah diganti
dengan SFAC No. 6. Penggantian ini dilakukan mengingat SFAC No. 3 belum
mencakup elemen-elemen statemen keuangan untuk organisasi-organisasi non bisnis
tetapi hanya mencakup elemen-elemen untuk entitas bisnis. Oleh karena itu, nama
konsep untuk SFAC No. 6 diperluas menjadi Elements of Finansial Statements
bukan lagi Elements of Financial Statement of Bisnis Enterprises. Komponen (d)
dicakupi dalam SFAC No. 5 5 dan No. 7. Rerangka konseptual model FASB
dilukiskan dalam gambar berikut :

Gambar 2.3
Rerangka Konseptual Versi FASB
Tujuan Pelaporan Keuangan
(SFAC No. 1 dan SFAC No. 4)

Kriteria Kualitas Informasi


(SFAC No. 2)

Pengukuran dan Pengakuan


(SFAC No. 5 dan SFAC No. 7)

Memenuhi
krtiteria
pengukuran

13
Elemen-Elemen Statemen
Keuangan: (SFAC No. 6)
(SFAC No. 5 dan SFAC No. 7)

Informasi Lain-lain
Media
Pelaporan Sistem Keuangan Informasi
Keuangan (a central feature) Pelengkap
lainnya

Penjelasan/Catatan
Statemen Keuangan

Telah disinggung sebelumnya bahwa statemen keuangan merupakan suatu


medium utama atau cirri sentral pelaporan keuangan (a central feature of financial
reporting). Pelaporan keuangan lebih luas daripada laporan keuangan. Pelaporan
keuangan (versi FASB) tidak hanya menghasilkan informasi yang dapat diruangkan
dalam statemen keuangan tetapi informasi lain yang mengandung kebermanfaatan
dalam keputusan (decision usefulness). Menurut FASB beberapa informasi penting
lain lebih baik (efektif) disediakan melalui statemen keuangan dan beberapa
informasi penting lain lebih baik bahkan hanya dapat disediakan melalui media
selain statemen keuangan. Hal ini diungkapkan FASB sebagai berikut :
Although financial reporting and financial statement have essensiatialy the
same objective, some useful information is better provided by financial
statements and some is better provided or can only be provided, by means
of financial reporting other than financial statements.

Gambar bagian bawah menunjukkan luasnya informasi yang dicakupi oleh


pelaporan keuangan versi FASB. Informasi selain yang dituangkan dalam statemen
keuangan (financial dan non financial) dapat disediakan dalam berbagai cara dan
media. Informasi lain-lain dalam gambar tersebut meliputi misalnya : laporan
analisis keuangan dan pasar modal, statistic ekonomik, artikel tentang perusahaan
dalam media massa dan informasi pers manajer.

2.9 Rerangka Konseptual Versi IASC


Rerangka konseptual versi International Accounting Standards Committee
(IASC) disebut Framework for the Preparation and Presentation of Financial

14
Statements dan diterjemahkan oleh IAI sebagai Rerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan, mempunyai komponen konsep yang mirip dengan
komponen konsep versi FASB yaitu :
 The Objective of Financial Statements
 Underlying Assumptions
 Qualitative Characteristics of Financial Statement
 The Elemens of Financial Statements
 Recognition of The Elements of Financial Statement
 Measurement of The Elements of Financial Statement
 Concepts of Capital Maintenance and The Determination of Profit.

Untuk komponen tujuan, IASC menyebutnya sebagai tujuan statemen


keuangan bukan tujuan pelaporan keuangan sebagaimana FASB menyebutnya
meskipun IASC menegaskan bahwa statemen keuangan merupakan bagian dari
proses pelaporan keuangan. Karena lingkungan penerapan standar IASC adalah
internasional, karakteristik lingkungan negara menjadi tidak relevan. Hal ini
barangkali menyebabkan IASC tidak lagi menggunakan istilah pelaporan keuangan
dalam rerangka konseptualnya karena makna tujuan pelaporan keuangan
sebagaimana didefinisi FASB sebenarnya mengandung konteks lingkungan FASB
menyatakan hal ini secara eksplisit sebagai berikut :
Thus, the objectives set forth stem largely from the needs of those for
wohom the information is intended, which in turn depend significantly on
the natute of the economic activities and decisions with which the users are
involved. Accordingly the objectives in this statements are affected by
economic, legal, political and social environment in the United States.

Karena memperhatikan factor lingkungan dalam penyusunannya, rerangka


konseptual versi FASB lebih menggambarkan suatu hasil proses perekayasaan yang
merupakan konsekuensi dari pengertian akuntansi sebagai teknologi. Oleh karena
itu, rerangka konseptual versi FASB sebenarnya lebih cocok untuk dijadikan suatu
model perekayasaan dalam pengembangan rerangka konseptual untuk suatu negara.
Lebih dari itu, rerangka konseptual FASB banyak memuat penalaran dan argument
untuk memilih konsep-konsep yang relevan.

15
Asumsi pelandas (underlying assumptions) dan konsep pemertahanan
kapital (conscepts of capital maintenqance) tidak disajikan dalam FASB sebagai
komponen yang digunakan FASB didalam penjelasan, argument, dan penalaran yang
menyertai tiap komponen konsep. Misalnya konsep pemertahanan capital digunakan
sebagai konsep dasar dalam SFAC No. 5 (prg 45-48) dan SAFC No. 6 (prg 70-72).
Asas akrual (accrual basis) dijadikan penjelasan dan penalaran dalam SFAC No. 6
(Prg. 134-145).

2.10 Aspek Kependidikan


Karena FASB mencanangkan agar rerangka konseptual mengandung aspek
kependidikan kepada pemakai (educational aspect), FASB memasukkan deskripsi
argument dan penalaran yang cukup rinci dalam tiap uraian konsep. Aspek
kependidikan atau pembelajaran ini telah disinggung sebelumnya dalam manfaat
rerangka konseptual. Secara spesifik, FASB menyebutkan :

... knowledge of the objectives and concepts the Board will use in
developing standards should also enable those who are affected by or
interested in financial accounting standardfs to understand better the
purpose, content, and characteristics of information provided by financial
accounting and reporting. That knowledge is expect to enhance the
usefulness of and confidence in financial accounting and reporting.

Dengan demikian penalaran dan argument yang melekat dalam tiap


penjelasan konsep-konsep dalam rerangka konseptual versi FASB membentuk
seperangkat pengetahuan (knowledge) yang dapat dipandang sebagai suatu teori
deduktif, normative untuk memahami lebih baik (to understand better) mengapa
konsep tertentu dipilih bukan yang lain dan apa implikasinya. Validitas teori ini
dapat dievaluasi/diverifikasi atas dasar penalaran logis yang melandasi tiap argumen.
Oleh karena itu, sebagai suatu pengetahuan untuk pembelajaran atau sebagai
teknologi berpikir untuk pengembangan rerangka konseptual baru disuatu negara,
rerangka konseptual FASB lebih unggul dibanding rerangka konseptual versi IASC.
Dengan kata lain bila transfer teknologi (dalam pengertian penalaran logis) untuk
pembelajaran teori akuntansi harus dipilih, rerangka konseptual versi FASB
merupakan sumber yang tepat.

16
Di bidang akademik, rerangka konseptual merupakan materi yang sangat
berharga dalam pengajaran teori akuntansi yang mempunyai dampak dalam
perbaikan atau pemajuan praktik. Dengan memahami proses perekayaan dan
rerangka konseptual, mahasiswa akan selalau dapat menjelaskan mengapa standar
akuntansi yang sekarang berjalan dipilih dan bukan yang lain. Lebih dari itu pada
saat belajar atau setelah lulus mahasiswa akan mampu untuk mengevaluasi
keefektifan praktik akuntansi dalam pencapaian tujuan pelaporan keuangan.
Pemahaman akuntansi melalui model seperti yang dijelaskan diatas akan
membuat mahasiswa selalu mempunyai perseptikf yang luas dan jangka panjang.
Perspektif yang luas ini diperlukan agar mereka yang akhirnya bergerak dalam
profesi akuntansi akan selalu dapat memahami perkembangna baru dalam akuntansi
dan akan berkurang resistence to changenya. Pandangan yang luas ini akan
membentuk sikap proaktif dalam mengantisipasi perubahan atau gagasan baru dan
bukan sikap reaktif dan defensive terhadap perubahan atau gagasan baru. Sikap
semacam ini sangat diperlukan dalam pengembangan akuntansi disuatu negara
tertentu.
Sebagai alat akuntansi dan rerangka konseptualnya bukan merupakan
sesuatu yang steril terhadap perubahan. Rerangka konseptual sebagai hasil
perekayasaan harus selalau dievaluasi keefektifannya sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Oleh karena itu, perubahan dan modifikasi selalu harus dilakukan bila
perubahan tersebut memang menempatkan akuntansi menjadi lebih efektif sebagai
alat. Perubahan dapat terjadi pada rerangka konseptual atau standar akuntansi yang
telah diterbitkan. Kebutuhan untuk evaluasi ini akan banyak memicu penelitian (baik
akademik maupun professional) dibidang akuntansi untuk menguji apakah tujuan
pelaporan keuangan benar-benar telah tercapai dengan adanya stndar akuntansi
tertentu. Dengan mengacu pada rerangka konseptual, penelitian dalam bidang
akuntansi dapat diarahkan untuk menemukan prinsip, metode dan prosedur baru
dalam memecahkan masalah-masalah akuntansi yang timbul. Penelitian semacam ini
akan banyak membuahkan gagasan-gagasan baru yang pada gilirannya akan
menunjang pengembangan praktik dan profesi akuntansi di suatu wilayah (negara)
tertentu. Aspek kependidikan dan pembelajaran atau pembelajaran (learning) seperti
inilah yang menjadi fokus penulisan buku ini.

17
2.11 Prinsip Akuntansi Berterima Umum
Rerangka konseptual yang berfungsi semacam konstitusi hanya memuat
konsep-konsep umum yang secara keseluruhan dapat dianggap sebagai “Konstitusi
Akuntansi“ disuatu negara. Sebagaimana dilukiskan dalam gambar di bawah ini
konstitusi tersebut harus dijabarkan dalam bentuk ketentuan atau pedoman
operasional, teknik atau praktis agar mempunyai pengaruh langsung terhadap praktik
dan perilaku. Pedoman dapat ditentukan secara resmi oleh badan yang berwenang
dalam bentuk standar akuntansi (accounting standards) atau dapat juga pedoman-
pedoman yang baik dan telah banyak dipraktikan (sound accounting practices) dapat
digunakan sebagai acuan bila hal tersebut tidak bertentangan dengan rerangka
konseptual atau didukung berlakunya secara autoritatif (mempunyai authoritative
support). Kedua pedoman tersebut secara keseluruhan membentuk rerangka
pedoman operasional yang disebut generally accepted accounting principles /GAAP
(Prinsip akuntansi berterima umum/PABU).
Sebagai pedoman operasional PABU akhirnya akan menjadi kriteria untuk
menentukan apakah statemen keuangan sebagai media pelaporan keuangan telah
menyajikan informasi keuangan dengan baik, benar dan jujur yang secara teknis
disebut menyajikan secara wajar (present fairly). Standar akuntansi hanya
merupakan salah satu kriteria (meskipun utama) untuk menentukan kewajaran. Itulah
sebabnya laporan auditor standar tidak menggunakan frasa “standar akuntansi” untuk
menegaskan adanya kewajaran tetapi frasa “prinsip akuntnasi berterima umum”
Auditing Standards Board (ASB) misalnya memberi contoh ungkapan paragraph
pendapat dalam laporan audit standar sebagai berikut :

In our opinion. The financial statemtens refered to above present fairly, in


all material respects, the financial position of X Company as of (at)
December 31, 19xx , and the results of its operations and its cash flows for
the year then ended, in conformity with generally accepted accounting
principles.

(Menurut pendapat kami, statement keuangan yang disebut diatas


menyajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, posisi keuangan
perusahaan X pada 31 Desember 19xx, dan hasil operasinya dan aliran

18
kasnya untuk tahun yang terakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum.

Mengapa kriteria kewajaran penyajian statemen keuangan adalah PABU


bukan Standar AKuntansi Keuangan (untuk laporan auditor di Indonesia) atau
Financial Accounting Standar (untuk laporan auditor di Amerika. Berikut ini
beberapa alasan yang dapat menjelaskan hal ini.
Pertama, tidak semua ketentuan perlakuan akuntansi dapat atau telah
dituangkan dalam bentuk standar akuntansi. Kewajaranb penyajian juga harus
dievaluasi secara luas atas dasar ketentuan-ketentuan lain yang mengikat. Termasuk
dalam ketentuan lain adalah peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan
oleh badan selain penyusun/penetap standar (misalnya BAPEPAM).
Kedua, bila standar akuntasi secara eksplisit dijadikan kriteria dan
dinyatkaan dalam laporan auditor, dikhawatirkan terjadi bahwa kewajabaran hanyak
bersifat formal (teknis) bukan bersifat substantive. Artinya standar akunsi akan
memenuhi standar minimal dan ada kemungkinan evaluator atau auditor hanya
memenuhi standar minimal tersebuty untuk menentukan kewajaran. Dapat terjadi
hal-hal penting yang tidak diatur dalam standar akuntansi tidak dipertimbangkan
secara seksama atau bahkan diabaikan.
Ketiga, untuk mencapai kualitas informasi yang tinggi, ukuran kewajaran
harus merupakan suatu rerangka pedoman (a framework of guidelines) yang cukup
komprehensif meliputi aspek teknis dan konseptual (subtantif atau ideal). Pedoman
semacam itu mirip dengan apa yang terjadi dalam penentuan kriteria perbuatan etis
(ethical conduct). Apakah suatu perbuatan dikatan etis secara profesional harus
dinilai atas dasar rerangka pedoman yang di Amerika dikenal sebagai kode etik
/perbuatan professional (code of professional conduct) yang komprehensif. Rerangka
pedoman ini terdiri atas standar ideal (principles), kaidah atau aturan perbuatan
(rules of conduct), penjelasan resmi (interpretations) dan petunjuk teknik (ethical
rulings) yang keseluruhannya membentuk hierarki. Kaidah perbuatan merupakan
standar minimal yang harus dipernuhi agar secara professional suatu perbuatan
akuntan dapat dikatakan etis atau tidak (substandard). Kaidah ini dapat dipaksakan
penegakannya oleh profesi dan pelanggaran terhadapnya dikenai sanksi etis.
Seperti kaidah atau aturan perbuatan dalam rerangka pedoman etika, standar
akuntansi keuangan hanya merupakan bagian dari kriteria luas yang disebut dengan

19
prinsip akuntansi berterima umum. Makna rerangka pedoman sebagai kriteria
kewajaran ini sejalan dengan apa yang dikemukakan AICPA berikut dalam standar
profesionalnya.

The independent auditor, judgement concerning the fairness of the overall


presentation of financial statements should be applied within the framework
of generally accepted accounting principles. Without that framework the
auditor would have no uniform standard for judging the presentation of
financial position, results of operations, and cash flows in financial
statements.

2.12 Tiga Pengertian Penting


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya terdapat tigas
istilkah atau konsep penting yang sangat berbeda maknanya yaitu prinsip akuntansi
(accounting principles), standar akuntansi (accounting standard), dan prinsip
akuntansi berterima umum (generally accepted accounting principles).
Prinsip akuntansi adalah segala ideologi, gagasan, asumsi, konsep, postulat,
kadiah, prosedur, metode dan teknik akunansi yang tersesdia baik secara teoritis
maupun praktis yang ebrfungsi sebagai pengetahuan (knowledge). Tersedianya
secara teoritis artinya prinsip tersebut masih dalam bentuk gagasan akademik yang
belum dipraktikkan tetapi mempunyai manfaat dan potensi yang besar untuk
diterapkan. Misalnya metode penentuan nilai asset atas dasar aliran kas diskunan
(discounted cash flow), nilai sekarang (current value), atau daya beli konstan
(constan purchasing power) merupakan prinsip akuntansi yang tersedia secara
teoritis. Tersedia secara praktis artinya prinsip tersebut telah dipraktikkan dan
diangap prakteik yang baik dan bermanfaat. Praktikk ini dapat terjadi didalam
negeri atau di negara lain. Misalnya, metode penentuan depresiasi yang dipilih kaca
mata negara lain (misalnya Indonesia). Demikian juga cara menilai asset di Jerman
termasuk salah satu prinsip akuntansi bagi Indonesia. Standar akuntansi yang
diterapkan disuatu negara pun (atau standar akuntansi internasional) dapat menjadi
sumber rinsip akuntansi bagi negara lain.
Standar akuntansi adalah konsep, prinsip, metode teknik dan lainnya yang
sengaja dipilih atas dasar rerangka konseptual oleh badan penyusun standar (atau
yang berwenang) untuk diberlakukan dalam suatu lingkungan/negara dan dituangkan

20
dalam bentuk dokumen resmi guna mencapai tujuan pelaporan keuangan negara
tersebut. Standar akuntansi ditetapkan untuk menjadi pedoman utama dalam
memperlakuan (pendefinisian, pengukuran, pengakuan, penilaian dan penyajian
suatu objek, elemen, atau pos pelaporan.
PABU adalah suatu rerangka pedoman yang terjadi atas standar akuntansi
dan sumber-sumber ain yang didukung berlakunya secara resmi (yuridis) teoritis dan
praktis Accounting Principes Board (APB) menyatakan :

Generaly accepted accounting principles encompass the conventionas,


rules, and procedures necessary to define accounting practice ata
particular time. The standard of generally accepted accounting principles
includes not only broad guidelines of general application, hut also detailed
practices and procedures.

Petunjuk luas (broad guidelines) dan petunjuk teknis (detailed practices


and procedures) secara keseluruhan membentuk the standar of GAAP. Makna
standar dalam definisi APB tersebut sebenarnya adalah apa yang dalam pembahasan
ini disebut rerangka pedoman. Rubin (1984) menyebutnya sebagai The House of
GAAP. Selanjutnya APB menggambarkan rerangaka pedoman tersebut sebagai
suatu hirarki yang terdiri atas beberapa prinsip menurut tingkat keabstrakan atau
keteknisananya yaitu pervasive, principle, broad operating pinciciple dan detailed
principles.
Dapat disimpulkan bahwa PABU tidak sama dengan standar akuntansi dan
keduanya juga harus dibedakan dengan pengertian prinsip akuntansi. Ketiga
pengertian tersebut saling berkaitan dan membentuk pengertian PABU sebagai suatu
rerangka pedoman.

2.13 Berlaku atau Berterima


Dalam pembahasan sampai titik ini, istilah berterima digunakan sebagai
pada kata accepted dalam istilah generally accepted accounting principles.
Sementara itu IAI (dalam buku Standar Profesinal Akuntan Publik /SPAP)
menggunakan istilah berlaku dan bahkan GAAP diterjemahkan dalam laporan
auditor menjadi “prinsip akuntansi yangn berlaku umum di Indonesia”. GAAP bukan
skadar frasa tetapi sudah menjadi istilah teknis akuntansi (a technical accounting

21
rerm). Oleh kaena itu pengindonesiaannya juga harus didasarkan pada makna teknis
yang melekat pada istilah tersebut.
Beberapa penyimpangan makna terjadi dalam istilah “yang berlaku umum di
Indonesia”. Pertama, penggunaan kata “yang” menjadikan istilah tersebut sebagai
ungkapan atau frasa umum dan bukan lagi istilah teknis yang generic. Misalnya
pengertian “Isteri saya yang cantik” sangat berbeda dengan pengertian “isteri cantik
saya”. Penggunaan kata y”yang “ mempunyai konotasi bahwa ada pasangan “yang
tidak” padahal maksud generally accepted yang generic tidak harus mempunyai
komplemen atau pasangan generally unaccepted atau not generally accepted.
Kedua, penambahan kata “di” untuk menunjukkan bahwa GAAP tersebut
adalah bersifat atau untuk Indonesia juga tidak tepat secara makna. Sebagai istilah
teknis yang generic, penulisan generally accepted accounting principles tidak pernah
memakai huruf besar kecualisebagai singkatan (yaitu GAAP). GAAP memang lahir
di Amerika sehingga kalau istilah tersebut berdiri sendiri tanpa pengawas, istilah
tersebut sering diasosiasi dengan GAAP Amerika (US-GAAP). Kata Amerika (US)
disini secara bahasa adalah kata sifat yang mewatasi GAAP sehingga GAAP yang
dimaksud berkarakteristik, bersifat atau berkaitan dengan Amerika. Makna yang
sama berlaku untuk Japan GAAP, Canadian GAAP, atau Indonesia GAAP sehingga
kalau istilah-istilah ini diindonesiakan, istilah yang semestinya adalah PABU di
Kanada dan PABu di Indonesia. Yang jelas “US Dollar” atau “Australian Dollar”
yang harus diartikan “Dollar Amerika” atau “Dollar Australia” tidak sama maknanya
dengan “dollar Amereika” atau “dollar Australia”.
Barangkali penambahan di terpaksa dilakukan dalam SPAP karena terlanjur
terjadi kesalahan penggunaan kata yang sehingga akan terjadi kejanggalan kalau
digunakan istilah “Prinsip Akuntansi yang berlaku umum Indonesia” untuk
Indonesia GAAP. Akhirnya digunakanlah istilah prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia” yang kalau maknanya di inggriskan akan menjadi accounting
principles (that are) generally accepted in Indonesia yang menjadikan GAAP bukan
lagi sebagai satu kesatuan istilah teknis dan generic.
Ketiga, makna berlakunya juga berbentuk dengan berterima. Berlaku
mengandung makna efektif atau secara yuridis ditetapkan padahal makna generally
acceted adalah mewatas bahwa rerangka pedoman meliputi pula konvensi,
kebiasaan, praktik yang dianggap atau disepakati sebagai prnsip yang baik dan
bermanfaat (misalnya praktik industri/industry practices). Rerangka pedoman tidak

22
hanya berisi ketentuan-ketentuan yang diturunkan secara resmi oleh badan penyusun
standar. Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh APB berikut.

Generally accepte accounting principles are conventiona – that is, they


become generally accepted by agreement (often tacit agrrement) rather
that by formal derivation from a set of postulates or basic concepts. The
principles have development on the basis of experience, reason, custom,
usage and to a significant exten, practical necessity.

Oleh karena itu, makna “berlaku” jelas tidak tepat kalau digunakan sebagai
padan kata accepted dalam konteks GAAP. Berterima berarti “dalam keadaan
diterima dan dipakai”. Berbeda dengan “diterima” yang bermakna proses atau
kejadian pada saat tertentu, kata “berterima” mempunyai makna sebagai keadaan
menerima atau menyetujui. Bila orang menyatakan “berterima kasih’ berarti bahwa
orang itu menyatakan dia dalam keadaan menerima kasih itu (berupa pemberian
bantuan atau lainnya sebagai tanda kasih atau kepedulian). Sebagi contoh lain,
seandainya undang-undang pemakaiannya helm dicabut dan ternyata banyak orang
tetap memakai helm maka dapat dikatakan pemakaian helm tersebut telah
“berterima” bukannya “diterima “ apalagi “berlaku”.
Jadi pemaknaan yang paling tepat untuk GAAP adalah prinsip akuntansi
berterima umum (PABU) GAAP merupakan jargon penting dan strategik sehingga
penerjemahannya harus benar-benar tepat. Bila harus diberi pewatas lingkup
penerapan (misalnya Indonesia) istilah yang tepat adalah prinsip akuntansi berterima
umum Indonesia (PABU).

2.14 Isi PABU Sebagai Rerangka Pedoman


Telah dibahas sebelumnya bahwa kriteria kewajaran penyajian informasi
dalam bentuk statemen keuangan adalah suatu rerangka pedoman (the framework of
GAAP) dan bukan semata-mata standar akuntasi. Rerangka pedoman ini berisi
komponen-komponen yang tersusun secara hirarkis baik atas dasar tingkat
konseptualitas maupun autoritas. Rerangka pedoman ini mengalami perkembangan
sesuai dengan perkembangan kebutuhan praktis dan profesi.

23
2.15 PABU Versi APB
APB sebenarnya telah meletakkan dasar-dasar penting penyusunan
dokumen yang sekarang dikenal dalam rerangka konseptual. APB menyebutnya
sebagai Basic Concepts and Accounting Principles Underlyng Financial Statements
of Business Enterprise. Dokumen ini (APB Statement No. 4) dapat dipandang
sebagai embrio rerangka konseptual PABU yang didefinisi APB merupakan bagian
dari okumen tersebut. PABU versi APB dilukiskan dalam gambar berikut ini.

Gambar 2.4
Rerangka PABU Versi APB

Lingkungan Akuntansi Keuangan


(The Evironment of Financial Accounting)

Tujuan Akuntansi Keuangan dan Statemen Keuangan


(Objectives of Financial Accounting and Financial Statements)

Ciri Dasar dan Elemen Dasar Akuntansi Keuangan


(Basic Features and Basic Elements of Financial Accounting)

Prinsip Mendasar (Pervasive Principles)

Prinsip Operasi Umum GAAP


(Broad Operating Principles)

Prinsip Terinci
(Detailed Principles)

Sebagai Embrio APB Statement No. 4 memuat komponen-komponen


rerangka konseptual yang ditunjkkan gambar dalam tiga kotak pertama diatas
GAAP. Bandingkan gambar tersebut dengan rerangka konseptual versi FASB dalam

24
gambar. Komponen konsep penting dalam gambar 2.4 adalah tujuan akuntansi
keuangan dan elemen dasar statemen keuangan. Kedua komponen ini pada dasarnya
berisi hal yang sama dengan komponen dalam rerangka konseptual FASB.
Komponen karakteristik kualitatif informasi dalam rerangka konseptual disebut
sebagai tujuan kualitatif (qualitative objective). Komponen pengukuran dan
pengakuan dalam rerangka konseptual FASB dimuat dalam prinsip mendasar
(pervasif) dan operasi umum dalam APB Statement No. 4. Sementara itu, ciri dasar
yang dikemukakan dalam APB Statement No. 4 tersebar dalam bebrabagi
komponen konsep versi FASB sebagai basis penalaran, penjelasan dan argumen.
Ditinjau dari proses perekayasaan yang dilukiskan dalam gambar GAAP
versi APB dalam gambar sebenarnya merupakan sasaran atau jembatan untuk
menjabakan atau mengoperasionalkan konsep-konsep diatasnya agar secara langsung
mempengaruhi bentuk, isi dan jenis statement keuangan. Dengan kara lain GAAP
versi APB merupakan pedoman operasional dalam praktis akuntansi.
Prinsip mendasar berisi prinsip tentang pengukuran dan pengakuan suatu
elemen statemen keuangan atau objek pelaporan lainnya. Misalnya didalam kategori
ini dideskripsi secara umum kapan suatu objek harus diukur, bagaimana
menentukan unit pengukur, kapan hasil pengukuran harus dicatat, apa kriteria
pengakuan pendapatan atau biaya dan bagaimana pendapatan diasosiasi dengan
biaya dalam rangka menentukan laba serta dalam kondisi bagaimana penerapan
prinsip dapat dikecualikan.
Prinsip operasi umum merupakan penjabaran lebih lanjut penerapan prinsip
mendasar untuk elemen atau pos-pos statemen keuangan. Dengan kata lain kategori
ini mendeskripsi tentang perlakuan akuntansi untuk tiap elemen atau pos pelaporanm
keuangan. Perlakuan akuntansi meliputi pengertian elemen/pos keuangan beserta
pengungkapan (disclosures) yang diperlukan. Ketentuan tentang perlakuan akuntansi
biasanya dituangkan dalam bentuk standar akuntansi.
Prinsip terinci berisi pedoman teknis untuk menjalankan prinsip mendasar
dan prinsi operasi umum. Pedoman ata petunjuk teknis ini berisi teknis dan prosedur
untuk mencatat, mengklasifikasi, meringkas dan menjanjikan transaksi atau kejadian
finansial secara spesifik untuk suatu perusahaan. Kategori ini meliputi persyaratan-
persyaratan penyajian statement keuangan yang harus diserahkan ke badan
pengawas (misalnya SEC), buku pedoman akuntansi industri (misalnya manual
akuntasi pabrik gula), buletin teknis yang dikeluarkan profesi, prinsip-prinsip atau

25
teknis-teknis akuntasi yang dibahas dalam buku teknis akuntansi dan prinsip-prinsip
dari sumber yang tidak secara khusus ditentukan dalam standar akuntasi. Karena
landasan konseptual melandasi penurunan atau penjabaran GAAP, seluruh
komponen dalam gambar 2.4 sebenarnya membentuk GAAP dalam arti luas. Bagian
atas dapat disebut landasan konseptual dan GAAP disebut landasan operasional atau
praktik.

2.16 PABU Versi Rubin


Dari apa yang dibahas diatas dapat disimpulkan bahwa PABU bukan
merupakan satu buku atau dokumen tetapi lebih merupakan rerangka pedoman yang
terdiri atas berbagai sumber dengan berbagai tingkat keautoritatifan yang
membentuk suatu hierarki. Steven Rubin menganalogi hierarki tersebut dengan
suatu bentuk bangunan rumah (disebut The house of GAAP).
Gambar tersebut sebenarnya merupakan cara menyajikan secara visual
pengertian PABU sebagai rerangka pedoman (a framework of GAAP) yang
dideskripsi oleh AICPA dalam SAS No. 43 yang sekarang sudah diganti dengan
SAS no. 69. Hierarki dilukiskan sebagai lantai rumah bertingkat dengan fondasi
berupa landasan konseptual. Tiap lantai menggambarkan tingkat keautoritatifan
dengan lantai paling bawah (first floor) berisi sumber yang paling autoritatif. Makin
keatas, suatu sumber makin berkurang tingkat keautoritatifannya.

2.17 PABU Versi SAS No. 69


Rerangka pedoman PABU versi Rubin hanya ditujukan untuk entitas
nonkepemerintahan sebagaimana tertuang dalam SAS No. 43. Telah disebutkan
sebelumnya bahwa entitas bisnis (khususnya swasta) dan entitas nonbisnis atau
nonlaba (nonprofit atau non-for-profit) keduanya duacu sebagai entitas
nonkepemerintahan (nongovernmental) sebagai pasangan entitas kepemerintahan
(governmental entities). Karena tujuan, karakteristik, dan jurisdiksi operasi entitas
kepemerintahan yang berbeda, diperlukannya pelaporan keuangan yang berbeda
pula. Untuk itu, dibentuklah Governmental Accounting Standards Board (GASB)
yang bertanggungjawab untuk menentukan PABU (terutama standar akuntansi)
untuk entitas kepemerintahan. Dengan kata lain, entitas nonkepemerintahan berada
di bawah jurisdiksi (lingkup/kekuasaan hukum) FASB dan entitas kepemerintahan
dibawah jurisdiksi GASB.

26
Dengan adanya dua badan penyusun standar tersebut, lingkup GAAP
sebagai rerangka pedoman perlu direvisi dan diperluas SAS No. 43 belum
memisahkan sumber-sumber prinsip yang berlaku bagi entitas nonkepemerintahan
dan kepemerintahan. Pengumuman resmi (pronouncement) dari FASB dapat
mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi atau mengubah GAAP entitas
kepemerintahan kecuali kalau GASB menegasinya (mengeluarkan apa yang sering
disebut “negative standards”). Hal ini sangat merepotkan GASB dan
membingungkan para praktisi yang berkecimpung dalam entitas kepemerintahan.
Untuk mengatasi hal diatas, Financial Accounting Foundation (FAF), yaitu
badan yang membawakan FASB dan GASB, meminta untuk mengubah hierarki
GAAP sehingga FASB dan GASB masing-masing mempunyai tanggungjawab
utama dalam penyusunan standar untuk entitas yang berada di bawah yurisdiksinya.
Dengan pemisahan tanggung jawab ini, suatu entitas yang berada di bawah yrisdiksi
GASB tidak harus mengubah prinsip pelaporannya sebagai akibat dari standar yang
dikeluarkan oleh badan yang lain (FASB), demikian pula sebaliknya. Tuntutan ini
melahirkan SAS No.69 (pengganti SAS No.43) yang mendeskripsi GAAP sebagai
dua hierarki parallel, satu untuk entitas nonkepemerintahan dan yang lain untuk
entitas kepemerintahan.

2.18 PABU Versi SPAP


Standar professional akuntan public (SPAP) disusun dari dua sumber yaitu
American Institute Of Certified Public Accountants (AICPA), Codification of
Statements on Auditing Standards (SAS) dan International Federation of
Accountants (IFA), International Standards on Auditing. Rerangka pedoman PABU
Indonesia secara structural diadopsi sumber pertama yaitu AU § 411 yang berasal
dari SAS No. 69 tetapi hanya diambil untuk entitas nonkepemerintahan (bisnis dan
nonbisnis) Rerangka pedoman tersebut disajikan dalam Gambar dihalaman berikut.
Rerangka ini mungkin tidak berlaku lagi atau berubah kalau profesi di Indonesia
mengadopsi secara penuh standar akuntansi internasional.
Jadi, adopsi diatas sebenarnya belum lengkap karena belum memasukkan
sumber-sumber pedoman untuk organisasi kepemerintahan. IAI sebenarnya sudah
dilengkapi dengan kompartemen akuntansi sektor public yang berkepentingan
dengan penentuan rerangka konseptual dan standar akuntansi untuk entitas sector
public (state and local governments). Dengan rerangka pedoman diatas, makna

27
PABU hanya dibatasi untuk entitas nonkepemerintahan sehingga ukuran kewajaran
penyajian statemen keuangan untuk entitas kepemerintahan belum jelas. Artinya,
belum jelas apakah frasa “menyajikan secara waja. Sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum Indonesia” masih dapat dipakai.
Pedoman Tingkat I telah dilayani oleh IAI dalam bentuk pengumuman
resmi (pronouncements) berupa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang dikodifikasi dalam
Standar Akuntansi Keuangan. Isi dan bentuk penerbitan untuk pedoman pada tingkat
2 dan 3 dapat dijelaskan sebagai berikut :
Buletin Teknis. Karena standar hanya memuat ketentuan-ketentuan pokok,
hal-hal yang bersifat teknis pencatatan biasanya diserahkan kepada praktisi untuk
menentukan sendiri berdasarkan pertimbangan profesionalnya. Buletin ini dapat
berisi petunjuk teknis yang diberikan oleh penyusunan standar atau badan autoratif
lainnya (yang beranggotakan ahli akuntansi) untuk tujuan menjawab pertanyaan dari
praktisi atau untuk tujuan memberi contoh pelaksanaan teknis yang dianggap
bermanfaat. Penerbitan IAI berupa buletin teknis sampai saat ini belum ada tetapi
tampaknya hal ini sudah diantisipasi dalam rerangka PABU di atas.
Peraturan Pemerintah. Banyak peraturan pemerintah yang mempengaruhi
atau bahkan harus dijalankan dalam kaitannya dengan penyusunan laporan keuangan
dan penyampaian informasi suatu industri tertentu. Misalnya peraturan pemerintah
mengenai BUMN, asuransi, dan perbankan; Keppres tentang Pelaksanaan APBN;
dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara untuk pengauditan unit pemerintah.
Karena harus dipenuhi dalam pelaporan keuangan, sumber-sumber tersebut jelas
merupakan bagian dari rerangka pedoman. Hal ini relevan hanya bila rerangka
PABU di atas mencakupi entitas kepemerintahan. Bila SAS No.69 diadopsi secara
penuh, sumber ini akan dimasukkan dalam kelompok state and local governments.
Pedoman / Praktik Akuntansi Industri. Karena kebutuhan atau karena kepraktisan,
dalam industri tertentu berkembang praktik akuntansi yang banyak digunakan dalam
industri tersebut. Untuk kepentingan industri, badan yang berwenang dalam suatu
industri tidak jarang mengeluarkan pedoman akuntansi tertentu yang khusus berlaku
dalam industri tersebut. Karena pedoman tersebut berlaku umum dalam industri dan
sudah dikenal secara luas maka sumber ini jelas merupakan bagian dari rerangka
kerja PABU. Misalnya saja pedoman akuntansi (accounting manuals) untuk industri

28
pabrik gula, pedoman akuntansi untuk industri perbankan, dan pedoman akuntansi
untuk suatu unit pemerintah (daerah).
Simpulan Riset Akuntansi. Temuan para ahli mengenai perlakuan akuntansi
yang dianggap baik dan infomatif dapat dijadikan basis untuk mengungkapkan
informasi keuangan dan dapat dijadikan basis untuk menentukan kelayakan
perlakuan akuntansi tertentu yang mungkin kejadiannya sangat khusus. Sumber ini
juga menjadi bagian dari Rerangka kerja PABUI. Tentu saja auditor harus
menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan kelayakan perlakuan
yang disarankan dalam sumber ini terhadap kondisi yang dihadapinya. Praktik riset
akuntansi yang sehat. Praktik, konvensi, dan kebiasaan akuntansi/pelaporan yang
dianggap baik dan sehat dapat juga dijadikan acuan untuk menentukan kelayakan
perlakuan akuntansi tertentu.
Sumber lain. Dalam hal ini kejadian yang sangat khusus atua yang masih
baru dalam dunia akuntansi (misalnya masalah off balance sheet financing) yang
perlakuannya tidak dapat dicari dalam berbagai sumber sebelumnya, akuntan dapat
mendasarkan diri pada prinsip-prinsip akuntansi (termasuk metode dan teknik) yang
dibahas dalam buku teks atau yang disarankan para ahli dalam artikel ilmiah atau
akademik. Tentu saja kelayakan perlakuan harus dinilai atas dasar rerangkan
konseptual dan dipertimbangkan secara professional.

2.19 Pedoman Tentang Apa?


Sebagai rerangka pedoman, PABU menetapkan untuk memperlakukan
suatu objek yang harus dilaporkan yang menyangkut hal-hal berikut ini:

2.19.1 Definisi
PABU memberi batasan atau definisi (definition) berbagai elemen, pos, atau
objek statemen keuangan atau istilah yang digunakan dalam pelaporan keuangan
agar tidak terjadi kesalahan klasifikasi oleh penyusun dan kesalahan interpretasi oleh
pemakai. Definisi akan sangat kritis untuk elemen atau pos statemen keuangan.
Batasan tersebut diperlukan karena laporan keuangan banyak menggunakan istilah
atau nama-nama yang digunakan sehari-hari yang sudah terlanjur mempunyai arti
umum. Hal ini sering menimbulkan salah arti di pihak pemakai karena pemakai
cenderung mengartikan istilah dengan pengertian umum yang acapkali berbeda
dengan arti yang dimaksudkan dalam laporan keuangan.

29
Dengan pendefinisian elemen, pos, atau istilah dengan cermat, diharapkan
pemakai laporan mengartikan symbol-simbol tersebut sesuai dengan pengertian yang
didefinisi dalam standar akuntansi. Sebagai contoh, PABU mendefinisi asset sebagai
“manfaat masa datang yang cukup pasti, dikuasai suatu entitas, dan timbul akibat
transaksi yang telah terjadi” Demikian juga, pos kas didefinisi sebagai “uang tunai
atau alat-alat lain yang disamakan dengan uang tunai” Pengertian ini berbeda dengan
pengertian umum kas yang disamakan dengan uang tunai. Dengan definisi tersebut
dapat ditentukan apakah suatu objek dapat diklasifikasi sebagai elemen asset atau
pos kas.

2.19.2 Pengukuran/Penilaian
Pengukuran (measurement) adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
dilekatkan pada suatu objek yang terlibat dalam suatu transaksi keuangan. Jumlah
rupiah ini akan dicatat untuk dijadikan data dasar dalam penyusunan statemen
keuangan. Pengukuran lebih berhubungan dengan masalah penentuan jumlah rupiah
(kos) yang dicatat pertama kali pada saat sutau transaksi terjadi. Berkaitan dengan
hal ini misalnya bahwa kos asset tetap adalah semua pengeluaran dalam rangka
memperoleh aset tetap tersebut sampai siap digunakan.
Pengukuran sering pula disebut penilaian (valuation). Akan tetapi, penilaian
lebih ditujukan untuuk penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada sutau
elemen atau pos pada saat dilaporkan dalam statemen keuangan. Penilaian berkaitan
dengan masalah apakah misalnya sediaan dilaporkan sebesar kos atau harga pasar.
Teori akuntansi menawarkan beberapa pendekatan penilaian antara lain : kos
historis, kos pengganti, kos likuidasi, harga masukan, harga keluaran, dan daya beli
konstan yang akan dibahas di bab lain buku ini.

2.19.3 Pengakuan
Pengakuan (recognition) ialah pencatatan suatu jumlah rupiah (kos) ke
dalam system akuntansi sehingga jumlah tersebut akan mempengaruhi suatu pos dan
terefleksi dalam laporan keuangan. Jadi, pengakuan berhubungan dengan masalah
apakah suatu transaksi dicatat (dijurnal) atau tidak. PABU memberi pedoman
tentang pengakuan ini dengan menetapkan beberapa kriteria pengakuan agar suatu
jumlah rupiah (kos) suatu objek transaksi dapat diakui serta saat pengakuanya.

30
Misalnya, PABU (dalam rerangka konseptual) memberi pedoman tentang kriteria
yang harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan atau biaya.

2.19.4 Penyajian dan Pengungkapan


Penyajian (presentation) menetapkan tentang cara-cara melaporkan elemen
atau pos dalam seperangkat statement keuangan agar elemen atau pos tersebut cukup
informative. Pengungkapan (disclosure) berkaitan dengan cara pembeberan atau
penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai
selain apa yang dapat dinyatakan melalui statement keuangan utama. Standar
akuntansi biasanya memuat ketentuan tentang apakah suatu informasi atau objek
harus digabung dengan pos statemen yang lain, apakah suatu pos perlu dirinci, atau
apakah suatu informasi cukup disajikan dalam bentuk catatan kaki (foot-note).
Termasuk dalam pengertian pengungkapan ini ialah masalah penentuam masuk-
tidaknya informasi yang bersifat kualitatif ke dalam seperangkat statemen keuangan.
Standar akuntansi mengatur cara-cara mengungkapkan iniformasi tersebut. Salah
satu contoh penyajian yang diatur PABU misalnya saja bahwa utang disajikan di
statemen keuangan dengan cara mengurutkan atas dasar jangka waktu pelunasan,
yaitu yang paling pendek diletakkan paling atas.
Dengan hal-hal pokok yang diatur dalam rerangka PABU seperti diuraikan
diatas, diharapkan bahwa statemen keuangan ditafsirkan dengan benar dan tidak
menyesatkan pemakaiannya. Sebaliknya agar memperoleh pesan yang benar dari
statemen keuangan, pemakai harus menggunakan “tata bahasa” yang baik dan benar
sesuai dengan rerangka pedoman PABU. Dengan deikian komunikasi yang efektif
akan terjadi dan tujuan pelaporan keuangan akan tercapai.

2.20 Autoritas Rerangka Konseptual


Rerangka pedoman PABU versi Rubin dan SAS No.69 menempatkan
rerangka konseptual pada tingkat yang paling tidak autoritatif yaitu di tingkat 4
kanan dalam Rubin dan dihierarki (ed) dalam SAS No.69. Secara teoritis, rerangkan
konseptual mestinya menjadi landasan rerangka PADU tersebut.
Hal seperti ini terjadi lantaran sejarah pengembangan standar professional
di Amerika. Sebelum dibentuk badan penyusun standar, AICPA banyak
mengeluarkan penerbitan yang dianggap dapat dijadikan sumber prinsip akuntansi.
Karena dirasakan perlunya standar, dibentuklah Accounting Principles Board (APB)

31
yang ada dibawah AICPA untuk merumuskan standar akuntansi. Penerbitan APB
sering diangap bias dan menguntungkan auditor dan kliennya karena tidak ada wakil
dari pemakai laporan yang duduk dalam keanggotaan APB. Kemudian badan
tersebut diganti dengan Financial Accounting Standards Board (FASB) yang tidak
berada di bawah AICPA sehingga kedudukannya lebih netral. Sebelum ada standar
atau pengumuman resmi yang mengganti penerbitan badan sebelumnya standar atau
pengumuman resmi yang mengganti penerbitan badan sebelumnya maka penerbitan-
penerbitan pedoman oleh badan-badan sebelumnya tetap berlaku sehingga terdapat
beberapa macam standar yang sama-sama berlaku. Hal ini banyak menimbulkan
inkonsistensi dan konflik antarstandar karena ketiadaan landasan konseptual versi
FASB dikembangkan dalam rangka mengatasi masalah tersebut.
Karena Rerangka konseptual dirancang untuk perbaikan masa depan,
penyusunannya tidak memperhatikan standar akuntansi yang telah diberlakukan.
Jadi, dapat diantisipasi bahwa akan banyak standar akuntansi yang tidak sesuai lagi
dengan diberlakukannya rerangka konseptual. Oleh karena itu, kedudukan atau
autoritas rerangka konseptual ditetapkan dengan sangat hati-hati oleh FASB dalam
tiap pengantar pernyataan konsep sebagai berikut :

Statement of Financial Accounting Concepts do not establish standards


prescribing accounting procedures or disclosure practices for particular
items or events, which are issued by the Board as Statements of Financial
Accounting Standards. Rather, Statements in this series describe concepts
and relations that will underlie future financial accounting standards and
practices and in due course serve as a basis for evaluating existing
standards and practices.

Makna “tidak menetapkan/menciptakan standar” (do not establish


standards) dalam kata pengantar FASB diatas adalah bahwa SFAC tidak dengan
sendirinya membatalkan standar yang sudah ada yang bertentangan dengan standar
yang secara implicit melekat dalam atau yang diturunkan dari SEAC, Standar
akuntansi yang berjalan hanya dapat diganti dengan standar baru yang disusun
melalui prosedur seksama. Dengan kata lain, standar yang diturunkan dari SFAC
harus dirumuskan dalam bentuk Statement of Financial Accounting Standards
(SFAS) untuk dapat mengganti standar yang sekarang berlaku. Secara spesifik,

32
FASB menyatakan dalam pengantar SFAC No. 2 bahwa SFAC tidak dengan
sendirinya :

a) Require a change in existing generally accepted accounting principles,


b) Amend, modify, or interpret Statements of Financial Accounting
Standards, Interpretations of the FASB, Opinion of the Accounting
Principles Board, or Bulletin of the Committee on Accounting
procedures that are in effect, or
c) Justify either changing existing generally accepted accounting and
reporting practices or interpreting the pronouncements listed in item (b)
based on personal interpretation of the objectives and concepts in the
Statements of Financial Accounting Concepts.

Dengan pernyataan di atas, FASB sebenarnya menetapkan agar para


akuntan dan auditor tidak begitu saja meniadakan standar yang bertentangan dengan
rerangka konseptual dengan memanfaatkan ketentuan 203 dari kaidah perbuatan
(Rules od Conduct) dalam kode etika professional (Code of Professional Ethics)
AIC-PA. Ketentuan 203 menggariskan bahwa, dalam suatu situasi yang sangat luar
biasa (unusual circumstances), akuntan publik tetap dapat menyatakan bahwa suatu
statemen keuangan disajikan secara wajar sesuai GAAP meskipun statement
keuangan mengandung penyimpangan (atau menggunakan prinsip akuntansi selain)
dari ketentuan yang dikeluarkan badan yang berwenang mengeluarkan standar
asalkan anggota dapat menjelaskan dan menunjukkan secara meyakinkan bahwa
mengikuti standar yang ada justru akan menghasilkan penyajian yang menyesatkan.
Itulah sebabnya keautoritatifan SFAC tidak setinggi SFAS dalam perlakuan
akuntansi terhadap kejadian atau pos (events or items). Walaupun demikian, dalam
jangka panjang konsistensi standard an SFAC akan tercapai karena memang SFAC
disusun untuk melandasi standard an praktik masa datang (underlie future financial
accounting standards and practices).
Karena riwayat yang kurang lebih sama, IASC juga mengemukakan nada
yang sama dalam menetapkan keautoritatifan rerangka konseptualnya disbanding
standar akuntansi. Hal ini dinyatakan IASC sebagai berikut :
02 This Framework is not an International Accounting Standard and
hence does not define standards for any particular measurement of

33
disclosure. Nothing in this framework overrides any specific
International Accounting Standard.
03 The Board of IASC recognize that in a limited number of cases there
may ne a conflict between the framework and an international
accounting standard. In this case where there is a conflict, the
requirements of the International Accounting Standard prevail over
those of the framework. As, a however, the Board of IASC will be
guided by the framework in the development of future standards and
in its review of existing Standards, the number of cases of conflict
between the framework and International Accounting Standards will
diminish through time.

Jadi, secara teoritis, rerangka konseptual seharusnya merupakan fundasi


rerangka pedoman PABU dan harus direkayasa dahulu sebelum standar. Oleh karena
itu, standa yang diturunkan atas dasar rerangka konseptual mestinya konsisten baik
dengan rerangka konseptual maupun antarstandar. Penurunan standar tentunya harus
dilakukan oleh badan yang berwenang secara saksama.
Konflik hanya terjadi kalau standar sudah terlanjur berkembang tanpa
rerangka konseptual. Dalam keadaan ini, konflik harus segera diselesaikan agar
segera tercapai suatu situasi yang didalamnya tidak ada lagi konflik. Dalam situasi
seperti itu, kedudukan rerangka konseptual dapat dikuatkan menjadi fundasi atau
landasan konseptual yang paling autororatif. Walaupun demikian, penurunannya
menjadi standar harus tetap dilakukan oleh badan yang berwenang. Dalam keadaan
tidak ada petunjuk spesifik dalam bentuk standar, akuntan publik dapat
menginterpretasi secara professional rerangkan konseptual untuk mendapatkan
dasar/basis yang layak untuk memperlakukan suatu kejadian atau pos. Penalaran
seperti ini telah terefleksi dalam rerangka pedoman versi SPAP.

2.21 Struktur Akuntansi


Bila proses perekayasaan telah selesai serta diaplikasi, rerangka pedoman
PABU telah ditentukan, dan secara operasional pelaporan keuangan telah
berlangsung maka pengertian akuntansi dan teori akuntansi secara luas dapat
dilukiskan dalam suatu diagram yang dapat disebut sebagai struktur akuntansi.
Untuk praktik akuntansi dalam suatu negara, struktur tersebut menggambarkan

34
pihak-pihak dan sarana-sarana yang terlibat dalam dan terpengaruh oleh
perekayasaan informasi keuangan dan saling hubungan antara berbagai pihak dan
sarana tersebut. Walaupun tidak semuanya tampak dalam gambar, pihak yang
terlibat meliputi individual dan institusi misalnya penyusunan standar, profesi,
pemerintah, badan Pembina pasar modal, perusahaan sebagai entitas, analis, manajer,
akuntan publik, dan pemakai laporan. Sarana-sarana yang membentuk struktur
akuntansi meliputi misalnya peraturan pemerintah, standar akuntansi, laporan
keuangan, dan konvensi laporan. Struktur tersebut dapat dipandang menggambarkan
pengertian pelaporan keuangan sebagai mekanisme tentang bagaimana pihak-pihak
dan sarana-sarana pelaporan bekerja dan saling berinteraksi sehingga dihasilkan
informasi keuanggan yang diwujudkan dalam bentu statement keuangan termasuk
fungsi auditor untuk menentukan kewajaran statement keuangan.
Untuk menjelaskan pengertian akuntansi, struktur tersebut menggambarkan
luas lingkup (scope) akuntansi sebagai seperangkat pengetahuan sekaligus
mengaitkannya dengan pengertian akuntansi sebagai praktik dan profesi. Proses dan
kegiatan yang dilukiskan diatas PABU merupakan proses dan kegiatan perekayasaan
yang melibatkan pengetahuan teori akuntansi sebagai penalaran logis. Tensu saja
proses ini tidak berhenti bila rerangka konseptual telah tersusun. Rerangkan
konseptual harus terbuka untuk dievaluasi dan diperbaiki (amended) sesuai dengan
perkembangan ekonomi dan bisnis. Kegiatan di bawah PABU meluskikan praktik
akuntansi termasuk fungsi auditor dalam system pelaporan keuangan dengan standar
pengauditan berterima umum (StaPBU) sebagai rerangka pedoman pelaksanaan
audit.
Jadi, proses dan kegiatan di bawah PABU merupakan praktik pelaksanaan hasil
perekayasaan di tingkat perusahaan. Proses ini lebih berkepentingan dengan
bagaimana entitas pelapor (reporting entities) yang berada dalam suatu wilayah
negara menyediakan dan menyampaikan informasi keuangan dengan cara tertentu
sesuai PABU. Oleh karena itu, bagian ini sebenarnya menggambarkan definisi
akuntansi secara sempit sebagai “suatu proses dengan cara tertentu” cara tertentu
tersebut tidak lain adalah PABU sebagai suatu rerangka pedoman.
Selain menggambarkan pengertian akuntansi dalam arti luas dan sempit,
struktur di atas juga mempunyai beberapa manfaat untuk menunjukkan bidang-
bidang studi yang membentuk seperangkat pengetahuan akuntansi, bidang-bidang

35
pekerjaan (profesi) yang ditawarkan akuntansi, dan fungsi auditor (akuntan publik)
dalam praktik akuntansi.

2.22 Bidang Studi


Struktur diatas dapat menjadi bisnis untuk mengenali mata kuliah apa saja
yang harus ditawarkan dalam program studi akuntansi serta kompetensi apa yang
harus dicapai oleh tiap mata kuliah. Jadi, struktur diatas dapat dijadikan rerangka
untuk menyusun kurikulum inti (core) program studi akuntansi. Sebagai misal,
kompetensi dan materi yang memampukan peserta didik untuk merekayasa dapat
diracik dalam bentuk mata kuliah Teori Akuntansi atau Perekayasaaan Pelaporan
Keuangan. Kompetensi dan materi untuk memberi kemampuan peserta didik satuan
mata kuliah Akuntansi Pengantar, Menengah dan Lanjutan. Mengapa mata kuliah
Akuntansi Manajemen, Sistem Informasi Akuntansi/Manajemen, Pengauditan, dan
Analisis Statemen Keuangan ditawarkan dalam kurikulum dapat dijelaskan dengan
diagram di atas. Bila kesatuan usaha diarahkan untuk entitas kepemerintahan,
struktur di atas dapat dijadikan basis untuk mendeskripsi lingkup akuntansi
kepemerintahan (governmental accounting).

2.23 Bidang Profesi


Bila dipandang dari profesi atau pekerjaan yang ditawarkan oleh akuntansi,
struktur diatas juga dapat menggambarkan kesempatan karier bagi mereka yang
menguasai seperangkat pengetahuan akuntansi. Orang dapat terjun ke bidang
pemerintahan untuk menjadi perekayasa akuntansi dengan menjadi anggota legislatif
(DPR), penyusun standar, badan pemeriksa keuangan, badan pengawas keuangan
pemerintah, atau Pembina pasar modal. Orang juga dapat masuk ke sector swasta
untuk menjadi akuntan perusahaan, kontroler, akuntan kos, atau anggota komite
anggaran. Struktur di atas juga menunjukkan bahwa orang dapat terjun ke layanan
publik dengan menjadi akuntan publik, konsultan manajemen, dan penyusun system
informasi akuntansi dan manajemen.

2.24 Fungsi Auditor Independen


Hal penting yang dapat digambarkan oleh struktur akuntansi adalah fungsi
auditor independen (akuntan publik) dalam pelaporan keuangan. Karena pihak
pemakai biasanya terpisah dengan pihak manajemen baik secara administratif
maupun secara operasional, keterpisahan kedua pihak ini menempatkan pemakai

36
statemen sebagai pihak luar yang tidak dapat secara langsung ikut dalam proses
penyediaan data dan penyusunan statemen keuangan. Dengan demikian, statement
keuangan dianggap sebagai satu-satunya media komunikasi sehingga kesesuaiaan
dengan PABU menjadil hal yang sangat penting. Peran auditor independen sangat
diperlukan untuk mengaudit apakah statemen keuangan benar-benar telah disajikan
sesuai dengan PABU. Hasil pengauditan dituangkan oleh auditor dalam bentuk
laporan auditor. Keyakinan pemakai terhadap statemen keuangan akan menjamin
bahwa tujuan pelaporan keuangan tercapai dan pada gilirannya tujuan nasional juga
tercapai.
Dalam melaksanakan audit, auditor independen harus memenuhi kriteria
dan standar kualitas pengauditan yang disebut standar pengauditan berterima
umum (StaPBU) atau generally accepted auditing standards (GAAS). Sebagaimana
makna PABU, StaPBU merupakan suatu rerangka pedoman yang terdiri atas
landasan konseptual operasional. Jadi, jelaslah perbedaan makna dan fungsi antara
PABU dan StaPBU dalam struktur diatas dan keduanya tercantum dalam laporan
auditor standar. Dalam laporan auditor bentuk baku (standar), IAI telah mereduksi
makna standar pengauditan berterima umum dengan digunakannya frasa “standar
auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia”. Frasa tersebut dapat
diartikan pedoman-pedoman resmi dalam bentuk pernyataan yang di Amerika
disebut Statement on Auditing Standards (SAS) padahalah yang dimaksud GAAS
lebih dari sekedar pernyataan standar pengauditan StaPBU (GAAS) meliputi pula
landasan konseptual yang didalamnya memuat konsep tentang independensi sikap
mental (independence of mental attitude). Sikap mental ini dideskripsi secara rinci
dalam etika profesi. Dengan reduksi tersebut, dapat terjadi bahwa akuntan publik
hanya akan memenuhi standar sebatas yang diatur secara operasional tetapi tidak
berusaha untuk mencapai kualitas dan etika tinggi yang dituju oleh landasan
konseptual.

37
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam pelaporan keuangan, pengendalian secara automatis dicapai dengan


ditetapkannya suatu pedoman pelaporan keuangan yaitu prinsip akuntansi berterima
umum/ PABU (generally accepted accounting principles/GAAP) termasuk di
dalamnya standar akuntansi (accounting standards). PABU akhirnya menentukan
bentuk, isi, dan susunan laporan atau statemen keuangan sebagai suatu medium
utama atau ciri sentral (a central feature) pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan
adalah stuktur dan proses akuntasi yang menggambarkan bagaimana informasi
keuangan disediakan dan dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial
negara.
Stuktur akuntansi melukiskan unsur-unsur (pihak-pihak dan sarana-sarana)
yang terlibat dalam dan terpengaruh oleh penentuan/penyediaan informasi keunagan
dan saling hubungan antara unsur-unsur tersebut. Pengertian proses akuntansi dalam
pelaporan keuangan adalah mekanisme tentang bagaimana pihak-pihak dan sarana-
sarana pelaporan berkerja dan saling berinteraksi sehingga dihasilkan informasi
keuangan yang diwujudkan dalam bentuk laporan/statemen keuangan termasuk
mekanisme untuk menentkan kewajaran statemen keuangan. Perekayasaan akuntansi
adalah proses pemikiran logis dan objektif untuk membangun suatu struktur dan
mekanisme pelaporan kuangan dalam suatu negara untuk menunjang tercapainya
tujuan negara.

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini, banyak hal yang perlu adanya perbaikan-
perbaikan untuk lebik baik lagi.Untuk itu penyusun menyadari atas kesalahan dalam
penyusunan makalah ini.Harap dijadikan maklum dan kritik serta saran yang
membangun dan sangat saya harapkan untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya. Akhir
kata dengan kerendahan hati mohon maaf yang sebesar-besarnya dan disampaikan
terima kasih.

38
DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono. 2014. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. BPFE:


Yogyakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai