Teori Berpikir Kritis
Teori Berpikir Kritis
1 Konsep Teori
Definisi berpikir kritis cukup bervariasi, beberapa ahli seperti Paul, Bandman, Stander
mempunyai rumusan berpikir kritis masing–masing. Menurut Paul (2005) berpikir kritis
adalah suatu seni berpikir yang berdampak pada intelektualitas seseorang, sehingga bagi
orang yang mempunyai kemampuan berpikir kritis yang baik, akan mempunyai kemampuan
intelektualitas yang lebih dibandingkan dengan orang yang mempunyai kemampuan berpikir
yang rendah. Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional
terhadap ide–ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan
tindakan. Stander (1992) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah suatu proses pengujian
yang menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan
menginterpretasikannya serta mengevaluasi pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan
suatu kesimpulan tentang adanya perspektif atau pandangan baru. Paul (2005)
mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan dasar untuk mempelajari setiap disiplin
ilmu. Suatu disiplin ilmu merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak terpisah sehingga
untuk mempelajarinya membutuhkan suatu ketrampilan berpikir tertentu.
Menurut para ahli (Pery dan Potter,2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana
seseorang atau individu dituntut untuk menginterfensikan atau mengefaluasi informasi untuk
membuat sebuah penilain atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu
pengetahuan dan pengalaman. Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian
secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran,masalah,
kepercayaan, dan tindakan. Menutut Strader (1992), berpikir kritis adalah suatu proses
pengujian yang menitikberatkan pendapat atau fakta yang mutakhir dan menginterfensikan
serta mengefaluasikan pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan
tentang adanya perspektif pandangan baru.
Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses, sedangkan tujuannya adalah
membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir
kritis adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, karena pada saat mengambil keputusan
atau menarik kesimpulan merupakan control aktif yaitu reasonable, reflective, responsible,
dan skillful thinking.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu
untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses
tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.
Definisi para ahli tentang berpikir kritis sangat beragam namun secara umum berpikir kritis
merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan menggabungkan kemampuan intelektual
dan kemampuan berpikir untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan,
sehingga bentuk ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk masing–
masing disiplin ilmu.
Berpikir berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang
berhubungan dengan proses belajar dan krisis itu sendiri sebagai sudut pandang selain itu
juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang didalamnya
dipelajari krakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis,
pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya paham atau tahu dari
komponen berpikir kritis itu sendiri, dan komponen berpikir kritis meliputi pengetahuan
dasar, pengalaman, kompetensi, sikap dalam berpikir kritis, standar/ krakteristik berpikir
kritis.
Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin
intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks, yang berdasarkan pada pikiran
rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominatur umum untuk pengetahuan
yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Komponen berpikir kritis terdiri atas standar yang harus ada dalam berpikir kritis dan
elemennya. Menurut Bassham (2002) komponen berpikir kritis mencakup aspek kejelasan,
ketepatan, ketelitian, relevansi, konsistensi, kebenaran logika, kelengkapan dan kewajaran.
sedangkan menurut Paul dan Elder (2002) selain aspek–aspek yang telah dikemukakan oleh
Bassham perlu ditambahkan dengan aspek keluasan kemaknaan dan kedalaman dari berpikir
kritis.
Pendapat mengenai komponen berpikir kritis juga sangat bervariasi. Para ahli membuat
konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti interpretasi, analisi, evaluasi,
inference, explanation dan self regulation (APPA, 1990).
1) interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud suatu
pengalaman yang bervariasi luas, situasi, data, peristiwa, keputusan, konvesi, kepercayaan,
aturan, prosedur atau kriteria.
3) evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan
menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, keputusan,
kepercayaan dan menilai kekuatan logika dari hubungan inferensial yang diharapkan atau
hubungan inferensial yang aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–
bentuk representasi yang lain.
6) Self- regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi dirinya, elemen–
elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya
dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri
dalam mengambil kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi
terhadap alasan dan hasil berpikir (APPA, 1990).
Pengukuran berpikir kritis yang baik adalah pengukuran yang mampu mengukur komponen–
komponen berpikir kritis yang akan diukur, penggabungan metode merupakan cara terbaik
untuk mendapatkan gambaran kemampuan berpikir kritis yang cukup valid dari seseorang
individu, selain itu validitas dan realibilitas alat ukur tersebut juga harus diperhatikan ketika
memilih alat ukur yang mencakup content validity, concurrent validity, reliabilitas dan
fairness.
Secara umum pengukuran berpikir kritis ada 4 cara : pertama dengan cara observasi kinerja
seseorang selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan dengan mengacu pada komponen
berpikir kritis yang akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana tingkat
berpikir kritis individu yang diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur outcome dari
komponen- komponen berpikir kritis yang telah diberikan. Ketiga dengan mengajukan
pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang mengenai prosedur dan keputusan yang
mereka ambil terkait dengan komponen berpikir kritis yang akan diukur. Keempat dengan
cara membandingkan outcome suatu komponen berpikir kritis dengan cara berpikir kritis
lainnya. Tidak ada petunjuk baku mengenai masing–masing cara, yang terpenting adalah
menentukan apakah cara pengukuran yang kita pilih mampu menggali komponen berpikir
kritis yang akan kita nilai. Cara terbaik adalah dengan menggunakan penggabungan berbagai
metode sehingga gambaran kemampuan berpikir kritis individu cukup valid (APA, 1990).
Alat ukur berpikir kritis cukup banyak, salah satunya Watson Glaster Critical Thinking
Aprasial (WGCTA). WGCTA oleh Watson Glaster adalah sebuah contoh alat yang
menggunakan metode mengukur outcome berpikir kritis dari komponen atau stimulus yang
diberikan. Elemen berpikir kritis yang dinilai dalam alat ukur ini adalah inference,
pengenalan asumsi, deduksi, interpretasi, dan evaluasi pendapat. WGCTA form S merupakan
format terbaru yang terdiri atas 40 soal multiple choice, dengan pilihan item antara 2 sampai
5. Responden disediakan 5 skenario dan mereka diminta memilih kemungkinan penyelesaian
dari data–data yang ada. Skor penilaian dalam tiap skenario ini antara 0 sampai 40 yang
merupakan penjumlahan dari semua skor 40 soal multiple choice. Format WGCTA disusun
dengan pendekatan deduktif, dalam penyusunan instrument tersebut juga telah diuji validitas
dan reliabilitasnya (Gadzella, 1994).
Facione pada tahun 1990 menyusun instrument California Critical Thinking Skill Test
(CCTST), alat ukur ini menggunakan pendekatan berpikir induktif dan deduktif sehingga
lebih lengkap dibandingkan dengan WGCTA. CCTST telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Instrumen ini disusun atas 34 pertanyaan pilihan ganda yang mengukur 5 elemen berpikir
kritis yaitu thinking analisis, evaluasi, inference, deduktif dan induktif reasoning. Gambaran
berpikir kritis seseorang diperoleh dari total skor untuk 34 soal yang tersedia dan tingkat
kemampuan seseorang untuk masing–masing elemen diperoleh dari skor untuk masing-
masing elemen tersebut (Facione, 2000).
Alat ukur yang lain adalah Hamilton Critical Thinking Score Rubric (HCTSR) yang lebih
fleksibel untuk mengukur berpikir kritis dalam berbagai kegiatan belajar seperti penulisan
esai, presentasi dan kegiatan pembelajaran di klinik. Elemen yang diukur dalam instrument
ini adalah interpretasi, analisis, evaluasi, inference, penjelasan dan self regulation. Hasil buah
pikiran seseorang yang dituangkan dalam tulisan, presentasi atau kegiatan belajar yang lain,
dinilai dengan menggunakan 4 skala yang mengukur 6 elemen inti critical thinking. Proses
penilaian dilakukan 2 orang atau lebih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
1. Penerapan profesionalisme.
2. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberikan askep. Seorang
pemikir yang baik tentu juga seorang perawat yang baik.Diperlukan perawat, karena:
Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan masalah,
keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen keterampilan dan sikap berpikir
kritis.
1. Menentukan tujuan
2. Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
3. Menujukan bukti
4. Menganalisis konsep
5. Asumsi
Adapun indicator dan sub-indikator menurut kesepakatan secara internasional dari para pakar
mengenai berpikir kritis (Anderson, 2003) adalah :
a. Interpretasi (interpretation)
1) Pengkategorian
3) Pengklasifikasian makna
b. Analisis (analysis)
2) Mengidentifikasi argument
3) Menganalisis argumen
c. Evaluasi (evaluation)
1) Mengevaluasi dan memepertimbangkan klain/pernyataan
3) Menjelaskan kesimpulan
e. Penjelasan (explanation)
1) Menuliskan hasil
2) Mempertimbangkan prosedur
3) Menghadirkan argument
f. Kemandirian (self-regulation)
Sedangkan indicator berpikir kritis yang berkaitan pembelajaran di dalam kelas menurut
Ennis (Innabi, 2003) adalah :
Indikator umum :
a. Kemampuan (abilities)
1) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan dan apa yang seharusnya dikerjakan
sebelum menjawab
a. Konsep (concept)
b. Generalisasi (generalization)
1. Feling Model
Model ini menerapkan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan. Pemikir kritis
mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan, kepekaan dalam
melakukan aktifitas keperawatan dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam
pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan gejala, petunjuk dan perhatian kepada
pernyataan serta pikiran klien.
2. Vision model
Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan menerjemahkan
perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan dan ide tentang permasalahan
perawatan kesehatan klien, beberapa kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip
pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.
3. Exsamine model
Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi. Perawat menguji ide dengan
bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari peran yang tepat untuk
analisis, mencari, meguji, melihat konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan dan menentukan
sesuatu yang berkaitan dengan ide.