Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 KONSEP MEDIS
A. Definisi
Laringitis adalah inflamasi laring (ensiklopedia keperawatan). Laringitis adalah
peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi
atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang
rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok
(trachea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara—dua buah membran mukosa yang
terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan.
Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara
melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi laringitis, pita suara
akan meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara tersebut akan membengkak,
menyebabkan terjadinya perubahan suara yang diproduksi oleh udara yang lewat
melalui celah diantara keduanya. Akibatnya, suara akan terdengar serak. Pada beberapa
kasus laringitis, suara akan menjadi sangat lemah sehingga tidak terdengar.
Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung lama
(kronis) lebih dari 3 minggu. Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya
iritasi dan peradagnan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda
adanya masalah yang lebih serius.
B. Anatomi Laring
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Berikut ini akan
ditampilkan laring secara anatomi.

3
Gambar 1.1.
Anatomi Laring
Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih
terpancung dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah
aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Struktur kerangka laring terdiri
dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun
tidak. Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang berbentuk
seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan bentuk
huruf U dan dapat dipalapsi pada leher depan serta lewat mulut pada dinding faring
lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari
dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba
dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang
berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago
aritinoid yang berbentuk piramid bersisi tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini
mempunyai dua buah prosesus yakni prosessus vokalis anterior dan prosessus
muskularis lateralis. Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari
korda vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau
bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda
vokalis suara membentuk glotis. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah
tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan yang
ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua pasang kartilago kecil
didalam laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni kartilago kornikulata dan
kuneiformis.

Gambar 1.2
Anatomi Laring
Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik. Otot ekstinsik
bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot ekstrinsik suprahioid
(m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid) yang berfungsi menarik
laring ke atas. otot ekstinsik infrahioid (m.sternihioid, m.omohioid, m.tirohioid). Otot
intrisik laring menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri, seperti otot
vokalis dan tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan
dalam membentuk teganagan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago
tiroid kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis. Laring disarafi oleh cabang-
cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan nervus laringeus inferior
(n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.
Perdarahan pada laring terdiri dari dua cabang yakni arteri laringeus superior dan ateri
laringeus inferior yang kemudian akan bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior. (Cohen JL 1997,369-76)

C. Fisiologi Laring
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi, sirkulasi,
menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah agar
makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring
dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea
dan sekret yang berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi
respirasi laring dengan mengatur mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan
terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu, laring juga mempunyai fungsi
sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai
tiga mekanisme yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus,
serta mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam
laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,

mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan
membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada. (Cohen JL 1997,369-76)

D. Etiologi
Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara,
pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai
bagian dari infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang
terisolasi yang hanya mengenai pita suara.
Sebagian besar kasus laringitis sementara dipicu oleh infeksi virus atau regangan vokal
dan tidak serius. Tapi suara serak kadang-kadang merupakan tanda yang lebih serius
dari kondisi medis yang mendasari. Sebagian besar kasus laringitis berakhir kurang dari
beberapa minggu dan disebabkan cuaca dingin.
Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya common cold). Laringitis juga bisa menyertai bronkitis, pneumonia,
influenza, pertusis, campak dan difteri.
(Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, 2003,190 – 200)

1. Laringitis Akut
Pada laringitis akut biasanya penyebabnya oleh infeksi virus. Infeksi bakteri seperti
difteri juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi. Laringitis akut
dapat juga terjadi saat anda menderita suatu penyakit atau setelah anda sembuh dari
suatu penyakit, seperti selesma, flu atau radang paru-paru (pneumonia).

a. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti
influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza
(tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus
influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniae.
b. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca
c. Pemakaian suara yang berlebihan
d. Trauma
e. Bahan kimia
f. Merokok dan minum-minum alkohol
g. Alergi

2. Laringitis Kronik
Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang terus
menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak merokok atau
asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan tenggorokan,
suatu kondisi yang disebut gastroesophageal reflux disease (GERD).
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di
saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut
kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu.

Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang,


terpapar debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks
neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema laring.
(Abdurrahman MH, 2006,13-20)
Laringitis Kronis Spesifik
Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan
laringitis luetika.
a. Laringitis tuberkulosis
Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan,
tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi
karena struktur mukosa laring yang melekat pada kartilago serta
vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga bila infeksi sudah mengenai
kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung lama.
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu :
1) Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis,
dapat mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga
tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa
tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya meregang sehingga
suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus
2) Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar.
Ulkus diangkat, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.
3) Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago
laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan
tulang rawan.
4) Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding
posterior, pita suara dan subglotik.

b. Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling
berhubungan dengan laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi
pembentukan gumma yang kadang menyerupai keganasan laring. Apabila guma
pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus sangat dalam, bertepi dengan
dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak nyeri tetapi
menjalar cepat
Perbedaan Laringitis Akut dan Kronik

laringitis akut Laringitis kronis


Rhinovirus Infeksi bakteri
Parainfluenza virus Infeksi tuberkulosis
Adenovirus Sifilis
Virus mumps Leprae
Varisella zooster virus Virus
Penggunaan asma inhaler Jamur
Penggunaan suara berlebih Actinomycosis
dalam pekerjaan : Menyanyi, Penggunaan suara berlebih
Berbicara dimuka umum Alergi
Mengajar Faktor lingkungan seperti asap, debu
Alergi Penyakit sistemik : wegener granulomatosis,
Streptococcus grup A amiloidosis
Moraxella catarrhalis Alkohol
Gastroesophageal refluks Gatroesophageal refluks

E. Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder.
Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan
dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan
tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan.
Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus
yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran
nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas
dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga
menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat
yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada
laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator
kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.
(Elizabeth J. Corwin 2000 , 432)

F. Manifestasi Klinis
1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar
atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang
biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan
kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan
sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang
sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang
disertai dengan nyeri diseluruh tubuh .
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak
terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut
dihidung atau sinus paranasal atau paru
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi
dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi
gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan
ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan
darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak.
a. Laringitis Akut
Demam, malaise, gelaja rinigaringitis, suara parau sampai afoni, nyeri ketika
menelan atau berbicara, rasa kering ditenggorokan, batuk kering yang kelamaan
disertau dahak kental, gejala sumbatan laring sampai sianosis.
Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di
atas dan bahwa pita suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda radang
akut dihitung sinus peranasak, atau paru.
b. Laringitis Kronik
Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga sering
mendehem tanpa sekret. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis.
Tidak rata, dan menebal. Bila tumor dapat dilakukan biopsi.
c. Laringitis tuberkulosis
Terdapat gejala demam, keringat malam, penurunan berat badan, rasa kering,
panas, dan tertekan di daerah laring, suara parau beriminggu-minggu dan pada
stadium lanjut dapat afoni, bentuk produktif, gemoptisis, nyeri menelan yang lebih
hebat bila gejala-gejala proses aktif pada paru. Dapat timbul sumbatan jalan napas
karena edema: tumberkuloma, atau paralysis pita suara.
Sesuai dengan stadium dari penyakit, pada laringoskop akan terlihat:
Stadium infiltrasi
Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian posterior), dan pucar.
Terbentuk tuberkel di daerah submukosa, tampak sebagai bintik-bintik
kebiruan. Tuberkel membesar, menyatu sehingga mukosa di atasnya meregang.
Bila pecah akan timbul ulkus.
Stadium ulserasi
Ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan terasa.
Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, kartilagi aritenoid, dan
epiglottis/ terbentuk nanah yang berbau sampai terbentuk sekuester. Keadaan
umum pasien sangat buruk, dapat fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita
suara, dan subglotik.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple
sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi
sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat
sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu
pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita
suara.
Laringitis Akut
Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada kasus yang lama
atau sering residif
Laringitis tuberkulosis
Pemeriksaan laboratorium hasil tahan asam dari sputum atau bilasan lambung, foto
toraks menunjukkan tanda proses spesifik baru, laringoskopi langsung/tak langsung, dan
pemeriksaan PA. (Mansjoer, Arif.1999, 125)

H. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama
satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat
menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau
trakeostomiaik.

I. Penatalaksanaan
Laringitis Akut
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, menambah
kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan
kekeringan harus dihindari. Penyanyi dan para profesional yang mengandalkan suara
perlu dinasehati agar membiarkan proses radang mereda sebelum melanjutkan karier
mereka. Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan
perdarahan pada laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya. Terapi pada
laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat
diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara.
Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara
waktu, namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat
dengan efek samping juga dapat membantu. Pada pasien dengan gastroenteriris refluks
dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi,
meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. Terapi pembedahan bila terdapat
sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring.
Hindari iritasi pada laring dan faring. Untuk terapi mendikamentosa diberikan antibiotic
penisilin anak 3 x 0 kg BB dan dewasa 3 x 500 mg. bila alergi dapat diganti eritromisin
atau basitrasin. Dan diberikan kortikosteroid untuk mengatasi edema. Dipasang pipa
endotrakea atau trakeostomi bila terdapat sumbatan laring.

Laringitis Kronik
Diminta untuk tidak banyak bicara dan mengonati peradangan di hitung, faring, serta
bronkus yang mungkin menjadi penyebab. Diberikan antibiotik bila terdapat tanda
infeksi dan ekspektoran. Untuk jangka pendek dapat diberikan steroid.
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan
dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari
iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis
tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya.
Pada kasus ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan
menghentikan kebiasaan merokok

Laringitis Tuberkulosis
Pengobatan dengan mengistirahatkan pita suara dan dengan pemberian obat anti nyeri
biasanya telah mencukupi. Pemberian obat antituberkulosis primer dan skunder. Pada
infeksi bakteri, antibiotik yang tepat harus diberikan.Trakeostomi bila timbul sumbatan
jalan napas

J. Pencegahan

 Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering
dan mengakibatkan iritasi pada pita suara,
 minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat
pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan,
 batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering.
 jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan
menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara
 meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan
memproduksi lebih banyak lendir.

2.2. KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Pengkajian Identitas Klien
 Pasien (diisi lengkap): nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS.
 Penanggung Jawab (diisi lengkap) : (nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, agama, pekerjaan, alamat)

2. Pengkajian Riwayat Kesehatan


 Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit).
Kaji apakah klien demam, tidak enak badan, kesulitan menelan, sakit
tenggorokan, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, tenggorokan kering, batuk
kering, kesulitan bernapas (pada anak-anak), dan suara serak/hilang.
 Riwayat kesehatan yang lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau
yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya
pasien mengatakan pernah mengalami infeksi pada saluran tenggorokan dan
pernah menjalani perawatan di RS.
 Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang
lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis.
3. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
 GCS
 Tanda Vital ( tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
 Kesadaran
4. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
 Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit laringitis yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien?
 Kaji apakah klien merokok atau minum alkohol?
 Apakah klien mengetahui tanda dan gejala penyakitnya?
 Apakah klien mengetahui penyebab penyakit laringitis?
b. Pola nutrisi metabolik
 Tanyakan kepada klien bagaimana pola makan dan minumnya sebelum sakit dan
setelah sakit?
 Bagaimana jumlah asupan makanan dan minuman klien?
 Kaji apa makanan kesukaan klien?
 Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu.
 Apakah klien mengalami sulit menelan, sakit tenggorokan, anoreksia?
 Apakah makan dan minum klien berkurang karena sakit tenggorokan dan sakit
saat menelan?
c. Pola eliminasi
 Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien apakah mengalami gangguan?
 Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?
 Apakah klien merasakan nyeri saat BAK dan BAB?
 Apakah penyakit ini mengganggu kenyamanan saat BAK dan BAB?
 Kaji kebiasaan dan volume urine
d. Pola aktivas latihan
 Apakah aktivitas terganggu karena penyakit yang dihadapinya?
e. Pola istirahat tidur
 Kaji perubahan pola tidur klien, berapa lama klien tidur dalam sehari?
 Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, misalnya karena nyeri
tenggorokan ?

f. Pola kognitif persepsi


 Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan pada panca
indra?
 Apakah klien mengalami serak atau hilang suaranya untuk berkomunikasi?
 Bagaimana kemampuan berkomunikasi, memahami serta berinteraksi klien
terhadap orang lain?
 Biasanya klien mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena suara yang
parau atau bahkan hilang dan rasa nyeri di tenggorokan.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
 Apakah klien merasa rendah diri karena penyakitnya, misalnya karena
ketidakmampuan berkomunikasi dengan baik?
 Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena takut kehilangan
suaranya?
h. Pola peran hubugan
 Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di
Rumah Sakit dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat
sekitarnya?
 Apa klien mengalami sulit bersosialisasi dengan orang lain karena kesulitan
komunikasi yang dirasakannya?
i. Pola reproduksi dan seksualitas
 Apakah ada pengaruh penyakit klien dengan seksualitasnya?
j. Pola koping dan toleransi stress
 Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah?
 Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
 Kaji sumber pendukung klien disaat stres.
k. Pola nilai dan kepercayaan
 Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?
 Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?
 Kaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima
penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.
B. Diagnosa keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi laring sekunder.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi bakteri Haemophilus Influenzae.
4. Resiko terhadap ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat.
C. Intervensi
 Diagnosa 1
o Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dengan gerakan dada.
R/ : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan.
o Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi
nafas.
R/ : Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
o Berikan minum lebih banyak dan hangat.
R/ : Minum air khususnya yang hangat memobilisasi dan mengeluarkan secret
o Ajarkan teknik batuk efektif
R/ : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan jalan nafas paten
o Penghisapan sesuai indikasi.
R/ : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor
yang tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat
kesadaran.
o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi : mukolitik.
R/ : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret,
analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan.
 Diagnosa 2
o Kaji tingkat nyeri
R/ untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
o Observasi ttv
R/Respon nyeri biasanya meningkatkan ttv
o Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/berbincangan.
R/: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
o Anjurkan minum air hangat
R/ untuk mengencerkan sekret dan memberi rasa nyaman
o .Kolaborasi : Berikan analgesik sesuai indikasi
R/: obat dapat digunakan untuk memberi rasa nyaman
 Diagnosa 3
o Observasi suhu badan
R/ proses peningkatan suhu menunjukkan proses penyakit infeksius akut
o Beri kompres hangat pada dahi/axilla
R/ Daerah dahi / axilla merupakan jaringan tipius dan terdapat pembuluh
darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehingga
pergerakan molekul cepat.
o Beri minum sering tapi sedikit.
R/ Untuk mengganti cairan yang hilang selama proses evaporasi.
o Anjurkan untuk memakaikan pakaian tipis dan yang dapat menyerap
keringat.
R/ Pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi.
o Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik
R/ Obat antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali pusat pengatur panas
 Diagnosa 4
o Kaji pola makan
R/: pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah..
o Observasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
R/: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi
o Berikan makan porsi kecil dan sering
R/: tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali.
o .Beri makanan lunak
R/untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan memudahkan dalam menelan
o Kolaborasi dengan ahli gizi
R/ntuk menentukkan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasie

Anda mungkin juga menyukai