Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun oleh :

1. Cevenly tampubolon
2. Yunika
3. Rostina
4. Henni

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Jiwa dengan judul “ASKEP
KEPERAWATAN JIWA DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI”. Makalah ini
ditulis untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan perkembangan ilmu keperawatan dengan
perkembangan kurikulum terbaru, khususnya mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua dan para
pembaca dapat memahami dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat
diaplikasikan untuk mengembangkan kompetensi dalam keperawatan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami selalu bersedia dengan terbuka menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di
masa mendatang.

Pematang Siantar, 23 Maret 2020


Penyusun,

Kelompok V
DAFTAR IS

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan masalah................................................................................................2
C. Tujuan Penulis......................................................................................................2
1.Tujuan Umum.................................................................................................2
2.Tujuan Khusus................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka

A. Pengkajian............................................................................................................3
1. Defenisi..........................................................................................................4
2. Etiologi.............................................................................................................
3. Jenis-jenis defisit perawatan diri......................................................................
4. Tanda dan gejala..............................................................................................
5. Rentang respon.................................................................................................
6. Mekanisme koping...........................................................................................
7. Penjabaran masalah..........................................................................................
8. Penatalaksanaan...............................................................................................
9. Data yang perlu dikaji......................................................................................
10. Masalah keperawatan yang mungkin muncul..................................................
B. Diagnosa keperawatan..........................................................................................7
C. Rencana tindakan keperawatan...............................................................................
D. Pelaksanaa..............................................................................................................
E. Evalusasi.................................................................................................................
F. Komunikasi.............................................................................................................
BAB III Tinjauan Kasus

A. Pengkajian..........................................................................................................18
B. Analisa Data........................................................................................................18
C. Daftar masalah keperawatan...................................................................................
D. Pohon masalah........................................................................................................
E. Intervensi.................................................................................................................
F. Implementasi dan evaluasi......................................................................................
BAB IV Kesimpulan dan Saran

A. KESIMPULAN........................................................................................................
B. SARAN......................................................................................................................

Daftar Pustaka.................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa tidak
hanya terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan
oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah sikap yang
positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,
keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan
dalam beradaptasi dengan lingkungan.
Umumnya manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
baik, namun ada juga individu yang mengalami kesulitan untuk melakukan
penyesuaian dengan persoalan yang dihadapi. Mereka bahkan gagal melakukan
koping yang sesuai tekanan yang dialami, atau mereka menggunakan koping yang
negatif, koping yang tidak menyelesaikan persoalan dan tekanan tapi lebih pada
menghindari atau mengingkari persoalan yang ada.
Permasalahan pada suatu individu dalam mengalami gangguan jiwa
sangatlah kompleks antara satu dengan lainnya saling berkaitan. Mekanisme
koping yang tidak efektif merupakan salah satu faktor seseorang dapat mengalami
gangguan jiwa. Seseorang dapat dikatakan sehat jiwanya apabila seseorang
tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut : sikap positif terhadap diri sendiri,
tumbuh kembang dan aktualisasi diri, integrasi (keseimbangan 2 atau keutuhan),
otonomi, persepsi realitas, environmental mastery (kecakapan dalam adaptasi
dengan lingkungan).
Sejalan dengan itu fungsi serta tanggung jawab perawat psikiatri dalam
memberikan asuhan keperawatan dituntut untuk dapat menciptakan suasana yang
dapat membantu proses penyembuhan dengan menggunakan hubungan terapeutik
melalui usaha pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan yang dapat
membantu proses penyembuhan dengan menggunakan hubungan terapeutik
melalui usaha pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan secara
komprehensif yang diajukan secara berkesinambungan karena penderita isolasi
sosial dapat menjadi berat dan lebih sukar dalam penyembuhan bila tidak
mendapatkan perawatan secara intensif.
Menurut data dari WHO (World Health Organization) tahun 2011, yang di
kutip dari Ikrar (2012), penderita gangguan jiwa berat telah menempati tingkat
yang luar biasa. Lebih 24 juta mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah penderita
gangguan jiwa di dunia, seperti fenomena gunung es di lautan, yang kelihatannya
hanya puncaknya, tetapi dasarnya lebih banyak lagi yang belum terlacak. Bahkan
menurut laporan pusat psikiater Amerika, dibutuhkan dana sekitar US$ 160 bilyun
pertahun. Berarti gangguan jiwa berdampak dalam semua segi kehidupan,
ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, dan seterusnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan defisit
perawatan diri.
B. Perumusan Masalah
Dalam penulisan laporan ini perumusan masalahnya adalah bagaimana
aplikasi asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama defisit perawatan
diri di RS Harapan Pematangsiantar.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan defisit


perawatan diri dan memberi pengetahuan kepada pembaca tentang asuhan
keperawatan kepada klien dengan gangguan defisit perawatan diri.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pada pengkajian, analisa data , intervensi keperawatan


klien dengan gangguan defisit perawatan diri.

b. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan gangguan


defisit perawatan diri.

c. Mengetahui teori dan konsep gangguan defisit perawatan diri


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengkajian
1. Defenisi
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai
kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara
teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan
penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan diri,
makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil
sendiri (toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada
pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif
dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun
masyarakat (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154)
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan BAB
atau BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri diantaranya mandi, makan dan minum secara mandiri,
berhias secara mandiri, dan toileting.
2. Etiologi
A. Faktor Predisposisi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kurang perawatan diri
adalah, Perkembangan. Dalam perkembangan, keluarga yang terlalu melindungi
dan memanjakan klien dapat menimbulkan perkembangan inisiatif dan
keterampilan. Lalu faktor predisposisi selanjutnya adalah Faktor Biologis,
beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri. Faktor selanjutnya adalah kemampuan realitas
yang menurun. Klien dengan gangguan jiwa mempunyai kemampuan realitas
yang kurang, sehingga menyebabkan ketidak pedulian dirinya terhadap
lingkungan termasuk perawatan diri. Selanjutnya adalah faktor Sosial, kurang
dukungan serta latihan kemampuan dari lingkungannya, menyebabkan klien
merasa

B. Faktor Presipitasi.
Yang merupakan factor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurangnya
atau penurunan motivasi, kerusakan kognisi, atau perseptual, cemas, lelah / lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri. Sedangkan menurut Depkes tahun 2000 faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah body Image, praktik social, status sosial
ekonomi, pengetahuan, budaya, kebiasaan dan kondisi fisik.

Berikut penjabarannya. gambaran individu terhadap dirinya sangat


mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak perduli dengan dirinya. Pada anak anak selalu dimanja dalam
kebersihan diri maka,kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan, seperti sabun, sikat gigi,
shampoo dan alat mandi lainnya yang membutuhkan uang untuk
menyediakannya.

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang


baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien penderita DM yang
harus menjaga kebersihan kakinya. Pada factor Budaya, terdapat budaya di
sebagian masyarakat tertentu jika individu sakit tidak boleh dimandikan. Ada
pula kebiasaan seseorang yang enggan menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri, missal sabun, shampoo, dll.
Sedangkan, untuk factor kondisi fisik, pada keadaan tertentu / sakit
kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukan
nya.

3. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri


Menurut Nanda (2012),jenis perawatan diri terdiri dari :

a) Defisit perawatan diri : Mandi


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas
perawatan diri untuk diri sendiri.

b) Defisit perawatan diri : Berpakaian


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri

c) Defisit perawatan diri : Makan


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan
secara mandiri

d) Defisit perawatan diri : Eliminasi / Toileting


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi
sendiri.

4. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut :

1) Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,memperoleh
atau mendapatkan sumber air,mengatur suhu atau aliran air mandi,mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi

2) Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian ,menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau menukar pakaian.Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,memilih
pakaian,mengambil pakaian dan mengenakan sepatu

3) Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,mempersiapkan
makanan,melengkapi makanan,mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat,serta mencerna cukup makanan dengan aman

4) Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil,duduk atau bangkit dari jamban,memanipulasi pakaian untuk
toileting,membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,dan menyiram
toilet atau kamar kecil.

5. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang tidak melakukan


diri seimbang perawatan diri perawatan diri
tidak seimbang

Gambar 1. Rentang Respon Defisit Perawatan Diri

Keterangan :

1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk
berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien
masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor kadang
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stresor.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan nya di bagi 2 (Stuart & Sundeen,
2000), yaitu :

 Mekanisme Koping Adaptif


Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah : Klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri.

 Mekanisme Koping Mal Adaptif


Mekanisme koping yang menghambat, fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategori nya adalah : Tidak mau merawat diri.

7. Penjabaran Masalah
a) Pohon Masalah
Effect Gangguan pemeliharaan
Kesehatan (BAB/BAK,
mandi, makan, minum)

Core problem Defisit perawatan diri

Causa Menurunnya motivasi dalam


Perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri


8. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Penotizin.
b. Obat anti depresi : Amitripilin.
c. Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.
d. Obat anti insomia : phnebarbital.
2. Terapi
a. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian :
1) Jangan memancing emosi klien.
2) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
3) Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
4) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang
dialaminya.
b. Terapi Aktivitas Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau aktivitas
lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan keadaan klien
karena maslah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang
lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan :
1) Manfaat perawatan diri.
2) Menjaga kebersihan diri.
3) Tata cara makan dan minum.
4) Tata cara eliminasi.
5) Tata cara berhias.
c. Terapi Musik
Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran pasien.

Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.


2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
9. Data Yang Perlu Di Kaji
a. Data primer (Subjektif)

1. Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin, atau di RS

tidak tersedia alat mandi.

2. Klien mengatakan dirinya malas berdandan.


3. Klien mengatakan ingin disuapin makanan.

4. Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah

BAK/BAB.

b. Data Sekunder (Objektif)

1. Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut

kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan berbau,serta kuku panajng dan kotor.

2. Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-

acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai tidak bercukur

(laki-laki), atau tidak berdandan (perempuan)

3. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan

ketidakmampuan mengambil makanan sendiri, makan berceceran, dan

makan tidak pada tempatnya.

4. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan

BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik

setelah BAB/BAK.

10. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Defisit perawatan diri.

2. Harga diri rendah.

3. Resiko tinggi isolasi sosial.

B. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri

C. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)

1. Mengkaji kemampuan klien melakukan perawatan diri meliputi

mandi/kebersihan diri, berpakaian/ berhias, makan, serta BAB/BAK secara


mandiri

2. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

b. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)

1. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

2. Memberikan latihan cara melakukan mandi/kebersihan diri secara mandiri.

3. Menganjurkan klien memasuakan dalam jadwal kegiatan harian.

c. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3)

1. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

2. Memberikan latihan cara berpakian/berhias secara mandiri.

3. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.


d. Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4)

1. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien

2. Memberikan latihan cara makan sendiri.

3. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

e. Strategi Pelaksanaan 5 (SP 5)

1. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien

2. Memberikan latihan cara BAB/BAK secara mandiri

3. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti

mandi/membersihkan diri, berpakaian, berhias, makan, dan BAB/BAK. Tindakan

keperawatan untuk klien.

a. Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri yang meliputi

mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias makan, BAB/BAK secara

mandiri.

b. Memberikan latihan cara melakukan mandi/membersihkan diri,


berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK secara mandiri

c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masih kurang

perawatan diri.
D. Pelaksanaan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
No. Klien Keluarga

SP1 SP1

1. Menjelaskan pentingnya Mendiskusikan masalah yang

kebersihan diri dirasakan keluarga dalam

merawat klien.

2. Menjelaskan cara menjaga Menjelaskan pengertian, tanda

kebersihan diri. dan gejala defisit perawatan

3. diri, dan jenis defisit

Membantu klien perawatan diri yang dialami

4. mempraktikkan cara menjaga klien beserta proses terjadinya.

kebersihan diri.

Menganjurkan klien Menjelaskan cara-cara

memasukkan dalam jadwal merawat klien defisit

kegiatan harian. perawatan diri.

SP2 SP2

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Melatih keluarga mempraktikan cara

harian klien. merawat merawat klien dengan defisit

2. Menjelaskan cara makan yang baik. perawatan diri.

Membantu klien mempraktikan Melatih keluarga mempraktikan cara

merawat langsung kepada klien defisit


3. cara makan yang baik. perawatan diri.

Menganjurkan klien memasukan

4. dalam jadwal kegiatan harian.

SP2 SP3

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Membantu keluarga membuat jadwal

harian klien. aktivitas di rumah termasuk jadwal

minum obat (discharge planning).

2. Menjelaskan cara eliminasi yang Menjelaskan follow up pasien setelah

baik. pulang.

3. Membantu klien mempraktikan

cara eliminasi yang baik.

4. Menganjurkan klien memasukan

dalam jadwal kegiatan klien.

SP4

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian klien.

2. Menjelaskan cara berdandan.

3. Membantu klien mempraktikan

cara berdandan.

4. Menganjurkan klien memasukan

dalam jadwal kegiatan harian.


E. Evaluasi

1. Klien mampu melakukan mandi/membersihkan diri.


2. Klien mampu makan dengan benar dan secara mandiri.
3. Klien mampu berpakaian/berhias dengan baik dan benar secara mandiri.
4. Klien mampu memasukan jadwal kegiatan harian secara teratur.
F. Komunikasi terapeutik

1. Pengertian

Komunikasi terapuetik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,

mempunyai tujuan serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan interpersonal (antarpribadi)

yang profesional mengarah pada tujuan kesembuhan pasien dengan titik tolak

saling memberikan pengertian antara tenaga medis spesialis jiwa dan

pasien.Kegunaan komunikasi terapuetik adalah mendorong dan menganjurkan

kerjasama melalui hubungan tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien.

Kualitas hubungan ini akan memberikan dampak terapeutik yang mempercepat

proses kesembuhan pasien. Komunikasi interpersonal terapetutik memiliki

untuk menciptakan interaksi efektif, bermakna, dan memuaskan (Kusumawati

danHartono,2007
1. Jenis komunikasi terapeutik

a. Komunikasi verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan

keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara

verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi

verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat

atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,

membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek,

observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang

tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan

komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap

individu untuk berespon secara langsung.

b. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang

sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat

menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain-

lain.

c. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa

menggunakan kata-kata. Komunikasi non verbal merupakan cara

yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang

lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang

disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi


asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti

terhadap pesan verbal. Perawat yang mendeteksi suatu kondisi dan

menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

2. Proses Komunikasi

a. Sumber komunikasi

Yaitu pengiriman pesan atau komunikator yaitu yang

menyampaikan pesan, dalam hal ini adalah perawat. Dimana harus

mempunyai syarat-syarat sebagai berikut ini.

1) Mengembangkan ide atau pikiran yang ingin di sampaikan.

2) Mengode ide/pikiran dalam bentuk lambang verbal atau non

verbal.

3) Menyampaikan pesan melalui saluran komunikasi dan

menggunakan metode tertentu.

4) Menunggu umpan balik dari komunikasi untuk mengetahui

keberhasilan komunikasi.

b. Pesan

Yaitu dimana pesan yang disampaikan harus tepat, dapat

dimengerti, dan dapat diterima komunikan. Pesan harus memenuhi

syarat sebagai berikut.

1) Pesan harus direncanakan

2) Pesan menggunakan bahasa yang dimengerti kedua belah

pihak.
3) Pesan harus menarik dan sesuai kebutuhan penerima.

4) Pesan harus berisi hal-hal yang mudah dipahami

5) Pesan yang disampaikan tidak samar-samar.

c. Saluran (channel)

Saluran komunikasi berbentuk panca indra manusia maupun alat

teknologi yang dibuat manusia. Saluran komunikasi yang

berbentuk panca indra dapat dibagi menjadi: visual, auditory

channel, dan kinesthetic channel.

d. Penerimaan pesan/komunikasi (receiver)

Adalah orang yang menerima pesan dari sender atau pendengar,

yang harus mendengarkan, mengobservasi, dan memperhatikan.

Dimana proses menerima pesan dipengaruhi oleh faktor fisiologis

antara lain proses mendengar, kesempurnaan dan kesehatan organ

tubuh/pancaindra manusia, maupun otak sehingga mampu

menerima stimulus secara sempurna. Faktor psikologis merupakan

keadaan mental yang dapat dilihat dari perilaku manusia.

Komponen ini bisa mendukung atau merintangi proses penerimaan

dan faktor kognitif menerima pesan menginterpretasikan- memberi

umpan balik (feedback) pada sender.


e. Umpan balik

Adalah memberikan kepada komunikator informasi tentang

persepsi komunikan. Karakteristik umpan balik yang efektif adalah

sebagai berikut :

1) Harus spesifik jangan terlalu luas pengertiannya.

2) Dikatakan secara deskriptif.

3) Suportif, tidak mengancam.

4) Diberikan pada waktu yang tepat (segera setelah perilaku atau

pesan).

5) Jelas dan tidak bermakna ganda.

6) Langsung dan sopan.

3. Teknik Komunikasi

Tekinik komunikasi memampukan seorang perawat membangun

hubungan saling percaya dengan klien. Tujuan utama dalam menggunakan

ketrampilan ini adalah untuk menciptakan persekutuan perawat – klien dan

untuk mengidentifikasi serta mengeksplorasi cara-cara membentuk

hubungan yang sehat (Copel, 2007).

4. Syarat-syarat Komunikasi.

a. Menggunakan bahasa yang baik agar dapat memberikan arti

dengan jelas.

b. Lengkap agar pesan yang disampaikan dipahami komunikan secara

menyeluruh.
c. Atur arus informasi sehingga antar pengirim, pesan, dan umpan

balik seimbang.

d. Dengarkan secara aktif.

e. Tahan emosi.

f. Perhatikan syarat non verbal.

g. Ada kontak mata.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi

a. Latar belakang budaya.

Dimana interpretasi suatu pesan akan terbentuk dan pola pikir

seseorang melalui kebiasannya sehingga semakin sama latar

belakang budaya antara komunikator dengan komunikan, maka

akan membuat komunikasi efektif.

b. Ikatan dengan kelompok atau group.

Dimana nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat

mempengaruhi cara mengamati pesan.

c. Harapan.

Merupakan hal yang dapat mempengaruhi penerimaan pesan

sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan.

d. Pendidikan.

Dimana semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut

pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan.

e. Situasi.

Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi.


6. Hambatan komunikasi

a. Faktor yang bersifat teknis.

Yaitu kurangnya penguasaan teknik komunikasi yang mencakup

unsur-unsur yang ada dalam komunikator dalam mengungkapkan

pesan, menyandi, lambang-lambang, kejelian dalam memilih

media, dan metode penyampaian pesan.

b. Faktor yang bersifat perilaku.

Prasangka yang didasarkan atas emosi, suasana yang otoriter,

ketidakmauan berubah walaupun salah, sifat yang egosentris.

c. Faktor yang bersifat situasional.

Yaitu kondisi dan situasi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan.

7. Proses Hubungan Terapeutik Perawat dan Pasien.

a. Fase prainteraksi.

Pada fase ini perawat harus mengekspresikan diri terhadap

perasaan-perasaan ansietas, ketakutan, keraguan, ketidakpastian,

dan ketidaknyamanan. Eksplorasi ini dapat difasilitasi dengan

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1) Apakah saya memberi “label” kepada klien?

2) Apakah saya mempunyai kebutuhan untuk merasa hebat

dengan menjadi pemarah atau melukai saat klien bersikap

kasar, bermusuhan, atau tidak kooperati


3) Apakah saya takut terhadap tanggungjawab yang harus saya

tanggung dari hubungan dan mengakibatkan keterbatasan fungsi

kemandirian saya?

4) Apakah saya merasa butuh untuk merasa penting dan menginginkan

klien tergantung pada saya?

b. Fase perkenalan/orientasi.

Pada fase inilah perawat dan klien melakukan interaksi.

c. Fase kerja.

Pada fase ini kerjasama perawat-klien paling banyak dilakukan. Perawat

dan klien mengeksplorasi stresor yang berhubungan, mendukung

berkembangnya daya tilik diri klien dengan cara menghubungkan

persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan. Perawat membantu pasien

mengatasi ansietas, meningkatkan kemandirian dan tanggungjawab, serta

mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan

perilaku yang aktual merupakan fokus dari fase kerja.

d. Fase terminasi.

Terminasi merupakan salah satu fase yang paling sulit namun paling

penting dalam hubungan perawat-klien. Pada fase ini, perawat dan klien

mengekspresikan perasaan, serta mengevaluasi perkembangan yang

dicapai klien, yang kemudian disesuaikan dengan pencapaian tujuan pada

rencan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai