Anda di halaman 1dari 11

LARINGITIS TUBERKULOSA

1. Definisi
Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa epiglotis dan
laring yang terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosa.1

2. Anatomi dan Fisiologi Laring


Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan
suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi
vertebra cervicalis IV VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif
lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan.2
Laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid dan beberapa buah
tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya
dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid,
kartilago krikoid, kartilago aritenoid dan kartilago kornikulata, kartilago
kuneiformis dan kartilago tritisea.2,3,
Laring memiliki 2 buah sendi, yaitu artikulasio krikotiroid dan artikulasio
krikoaritenoid. Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik
dan intrinsic Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, otot
intrinsic menyebabkan gerakan bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan
dengan gerakan pita suara. 4

Gambar 1. Anatomi Laring.2

1
Gambar 2. Sistem Vena pada Laring. 2 Laring Gambar 3. Sistem Arteri pada Laring. 2
mempunyai 3 (tiga)
fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi
lainnya seperti terlihat pada uraian berikut:
1. Fungsi Fonasi
Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan
adanya interaksi antara udara dan epiglotis. Nada suara dari laring diperkuat oleh
adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya
ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring,
dan hidung.
2. Fungsi Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek
otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu
menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap
reseptor yang ada pada epiglottis
3. Fungsi Respirasi.
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. 4

3. Epidemiologi
Laringitis tuberkulosis biasanya merupakan komplikasi dari tuberkulosis
paru. Pada awal abad ke-20, pasien dengan laringitis tuberkulosa sebanyak 25-
30% dari seluruh pasien yang terinfeksi tuberkulosa. Sedangkan pada saat ini
hanya 1 % dari kasus tuberkulosa. Kasus ini sering terjadi pada usia dewasa muda
sampai tua, lebih banyak pada laki-laki. 5 Di RSUP Dr. M. Djamil 3 tahun terakhir

2
ditemukan 35 kasus laringitis tuberkulosis, sementara tuberkulosis paru tercatat
sebnayak 473 kasus diantaranya 303 kasus BTA positif dan 170 kasus BTA
negative dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1.6

4. Etiologi
Disebabkan oleh tuberkulosis paru. Setelah diobati biasanya tuberkulosis
paru sembuh namun laringitis tuberkulosisnya menetap, karena struktur mukosa
laring sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi tidak sebaik paru. Infeksi
laring oleh Mycobacterium tuberculosa merupakan komplikasi dari tuberkulosis
paru aktif.,7

5. Patogenesis
Laringitis tuberkulosis umumnya didapat secara sekunder dari lesi
tuberkulosis paru aktif, jarang merupakan infeksi primer dari inhalasi basil
tuberkel secara langsung.7 Secara umum, infeksi kuman ke laring dapat terjadi
melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau penyebaran
melalui darah atau limfe.3
Berdasarkan mekanisme terjadinya laringitis tuberkulosis dikategorikan menjadi 2
mekanisme, yaitu:
a. Laringitis Tuberkulosis Primer
Laringitis tuberkulosis primer jarang dilaporkan dalam literatur medis.
Laringitis tuberkulosis primer terjadi jika ditemukan infeksi Mycobacterium
tuberculosa pada laring, tanpa disertai adanya keterlibatan paru. Rute penyebaran
infeksi pada laringitis tuberkulosis primer yang saat ini diterima adalah invasi
langsung dari basil tuberkel melalui inhalasi.7
b. Laringitis Tuberkulosis Sekunder
Laringitis tuberkulosis sekunder terjadi jika ditemukan infeksi laring
akibat Mycobacterium tuberculosa yang disertai adanya keterlibatan paru.
Laringitis tuberkulosis sekunder merupakan komplikasi dari lesi tuberkulosis
paru aktif. Mekanisme penyebaran infeksi ke laring dapat berupa penyebaran
langsung di sepanjang saluran pernapasan dari infeksi paru primer berupa sputum

3
yang mengandung kuman maupun penyebaran melalui sistem darah ataupun
limfatik.3

6. Gejala Klinis
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu: 3
a. Stadium infiltrasi
b. Stadium ulserasi
c. Stadium perikondritis
d. Stadium pembentukan tumor
a. Stadium Infiltrasi
Mukosa laring bagian posterior mengalami pembengkakan dan
hiperemis pada bagian posterior, kadang-kadang dapat mengenai pita
suara. Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat.
Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga
mukosa tidak rata, tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel makin
membesar dan beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga
mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang,
maka akan pecah dan terbentuk ulkus.
b. Stadium Ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus
ini dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri oleh
pasien (gambar 4).
c. Stadium Perikondritis
Ulkus makin dalam sehingga mengenai kartilago laring terutama
kartilago aritenoid dan epiglottis. Dengan demikian terjadi kerusakan
tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan
melanjut dan terbentuk sekuester. Pada stadium ini kondisi pasien sangat
buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses
penyakit berlanjut dan msuk dalam stadium terakhir yaitu
fibrotuberkulosis.
d. Stadium Fibrotuberkulosis

4
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding
posterior, pita suara dan subglotik. Berdasarkan Shin dkk (2000), temuan
pada laringitis tuberkulosis dapat dikategorikan menjadi empat grup,
antara lain (a) lesi ulserasi (40,9%), (b) lesi inflamasi non spesifik
(27,3%), (c) lesi polipoid (22,7%), dan (d) lesi massa ulcerofungative
(9,1%).8

Gambar 4. Temuan Laringoskopi pada Laringitis Tuberkulosis, A. Lesi


Ulseratif (pada seluruh laring), B. Lesi Granuloma (pada glotis posterior),
C. Lesi Polyploid (pada plika vokalis palsu kanan), D. Lesi Nonspesifik
(pada plika vokalis kanan)
Tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai
berikut:3
- Rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring.
- Suara parau yang berlangsung berminggu-miggu, sedangkan pada
stadium lanjut dapat timbul afoni.
- Hemoptisis.
- Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri
karena radang lainnya, merupakan tanda yang khas.

5
- Keadaan umum buruk.
- Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologis) terdapat proses
aktif (biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan
kaverne).

7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. 9
a. Anamnesa
Pada anamnesa dapat ditanyakan:
- Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi
gejala
- Riwayat terpapar orang dengan Tuberkulosis.
- Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat
memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.
- Penggunaan suara berlebih
- Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin
yang dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada
mukosa.
- Riwayat merokok
- Suara parau atau disfonia
- Batuk kronis terutama pada malam hari
- Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita
suara
- Penurunan berat badan.
b. Gejala dan Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, tampak sakit berat, demam, terdapat
stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping
hidung dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat,

6
dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan
merupakan tanda hipoksia.

c. Laboratorium
- Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik digunakan untuk menemukan kuman
tuberkulosis pada laring. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini
dapat berasal dari dahak (sewaktu,pagi,sewaktu), dan jaringan biopsi.
d. Laringoskopi direk atau indirek
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu
menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna
merah dan tampak edema terutama di bagian atas dan bawah glotis.
e. Foto toraks10
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah.
- Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular (gambar 5).

7
Gambar 5 Foto Toraks Tuberkulosis Paru.11
f. Pemeriksaan patologi anatomi
Pada gambaran makroskopi tampak permukaan selaput lendir kering
dan berbenjol-benjol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel
permukaan menebal dan opaque, pembentukan granuloma, sel besar
Langhans, serbukan sel radang menahun pada lapisan submukosa.

8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding laringitis tuberkulosis, antara lain:3,7
- Laringitis luetika
Laringitis luetika seringkali memberikan gejala yang sama dengan
laringitis tuberkulosis. Akan tetapi, radang menahun ini jarang ditemukan.
Laringitis luetika terjadi pada stadium tertier dari sifilis, yaitu stadium
pembentukan guma. Apabila guma pecah, maka timbul ulkus. Ulkus
inimempunyai sifat yang khas, yaitu sangat dalam, bertepi dengan dasar
yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang
berwarna kekuningan. Ulkus tidak menyebabkan nyeri dan menjalar
sangat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi
perikondritis.
- Karsinoma laring

8
Karsinoma laring memberikan gejala yang serupa dengan laringitis
tuberkulosa. Serak adalah gejala utama karsinoma laring, namun hubungan
antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.

9. Penatalaksanaan
a. Terapi non medikamentosa
- Mengistirahatkan pita suara dengan cara pasien tidak banyak
berbicara.
- Menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan atau batuk
misalnya goreng-gorengan, makanan pedas.
- Konsumsi cairan yang banyak.
- Berhenti merokok dan konsumsi alkohol.
b. Terapi medikamentosa : Obat antituberkulosis (OAT)
Obat yang digunakan untuk TBC yaitu:
- INH (isoniazid)
- Rifampisin
- Etambutol
- Streptomisin
- Pirazinamid
Tabel 1. Dosis Obat Anti Tuberkulosis.10
Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks. 300 mg) 15-40 (maks. 900 15-40 (maks. 900
mg) mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 10-20 (maks. 600 15-20 (maks. 600
mg) mg) mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25.40(maks. 1,5 g)

c. Operatif
Tindakan operatif dilakukan dengan tujuan untuk pengangkatan
sekuester. Trakeostomi diindikasikan bila terjadi obstruksi laring.

9
10. Prognosis
Tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat
serta kepatuhan minum obat. Bila diagnosa dapat ditegakkan pada stadium dini
maka prognosisnya baik.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Yvette E Smulders, dkk. Laryngeal tuberculosis presenting as a supraglottic


carcinoma: a case report and review of the literature. Smulders et al; licensee
BioMed Central Ltd. 2009 [Cited 2017 November 20]. Available from :
http://www.jmedicalcasereports.com/content/3/1/9288
2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran: Anatomi
Laring. Edisi keenam. Jakarta: EGC; 2006. Hal 805-813.
3. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher: Disfonia. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 231-234
4. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT, Edisi
keenam. Jakarta: EGC; 1997. Hal 369-377.
5. Bhuyan Nayana. Primary laryngeal tuberculosis : a rare cause of chronic
laryngitis. Int J Adv Med 2014 : 1(3) : 279281 [Cited 2017 November 21].
Available from :
http://www.ijmedicine.com/index.php/ijam/article/view/496/454

10
6. Novialdi, Triyola Seres. Tuberkulosis paru. Bagian THT bedah kepala leher.
Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil padang : 2014. [Diakses tanggal 20
november 2017] Didapatkan dari :
http://repository.unand.ac.id/18190/1/Tuberkulosis%20Laring%20PDF.pdf
7. Keyvan Kiakojuri, Mohammad Reza Hasanjani Roushan. Laryngeal
tuberculosis without pulmonary involvement. Caspian J Intern Med 3(1):
Winter 2012: 3(1): 397-399. [Cited 2017 November 21]. Available
from :://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4600139/
8. Shin JE, Nam SY, Yoo SJ, Kim SY. Changing trends in clinical manifestations
of laryngeal tuberculosis. Laryngoscope 2000; 110: 1950-1953s. [Cited 2017
November 20]. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11081616
9. Verma SK. Laryngeal tuberculosis clinically similar to laryngeal cancer. Lung
India. 2007;24: 87-89.
10. PDPI. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di
Indonesia,2006. Diunduh Dari:http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
11. Palmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. Manual of Radiographic
Interpretation for General Practitioners Penerbit Buku Kedokteran. 1995.
[Diakses tanggal 21 november 2017] Diunduh dari:
http://apps.who.int/bookorders/anglais/detart1.jsp?
codlan=1&codcol=15&codcch=231

11

Anda mungkin juga menyukai