Anda di halaman 1dari 22

Referat

PENATALAKSANAAN PASIEN KECANDUAN JUDI

INTERNET

Oleh:
Aisyah Nurjannah
Aryati Ningsih
Firni Dwi Sari
Wirjapratama Putra

Pembimbing :
dr. Djusnidar Dja’far, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU

PERIODE 9 OKTOBER 2017 – 11 NOVEMBER 2017

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Judi patologik atau gambling disorder adalah rasa senang yang berlimpah

atau terobsesi dengan judi, mengalami kesulitan untuk mengkontrol aktivitas judi

dan tingkah laku “mengejar”, menggunakan judi untuk mengurangi keadaan

0
emosional disforik, dan efek buruk akibat berjudi pada pekerjaan, sosial dan

kehidupan keluarga.1

Judi patologik termasuk suatu gangguan maldaptif kontrol impuls yang

ditandai aksi berulang dan tidak memiliki motivasi rasional yang umumnya

merugikan pelaku dan lingkungan. Perilaku ini sulit dibedakan dan terdiagnosis

oleh klinisi. Judi patologik erat berkaitan dengan alkohol, penyalahgunaan obat

dan depresi.1

Prevalensi gambling disorder yaitu 0.2%-0.3% pada seluruh populasi.

Prevalensi lebih tinggi pada laki- laki (0,6%) dan dewasa muda bila dibandingkan

dengan wanita (0,2%) dan dewasa tua. Prevalensi gangguan berjudi bervariasi

diseluruh dunia. Sebagai contoh, angka masalah judi berkisar dari 0,2% di

Norwegia hingga 5,3% di Hong Kong. Di Amerika Serikat, angka penjudi

patologik berkisar antara 0,4% hingga 1,1% pada dewasa dengan tambahan 1%

hingga 2% yang diidentifikasi sebagai penjudi bermasalah.3 Sementara di

Kanada, prevalensi judi pada usia dewasa tahun 2006/2007 adalah 70,7% dengan

angka CPGI (Canadian Problem Gambling Index) dalam masalah berjudi yang

menengah dan berat adalah 3,2%.2

Judi telah dikenali secara luas di dunia melalui lotere, pengembangan

mesin permainan, perluasan kasino dan berjudi menggunakan media baru (berjudi

melalui internet, telepon seluler, siaran televisi) sehingga jumlah orang yang

mencari bantuan untuk masalah yang berhubungan dengan judi semakin

meningkat.2
Gambaran penting dari judi patologik adalah perilaku maladaptif berjudi

yang menetap dan berulang yang dapat mengganggu kehidupan pribadi, keluarga

1
atau yang berhubungan dengan pekerjaan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

membahas tentang penatalaksanaan pasien dengan kecanduan judi.

1.2 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah:

1. Memahami penatalaksaan pasien dengan kecanduan judi internet


2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran

khususnya di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.


3. Memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian

Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit

Jiwa Tampan Pekanbaru.

1.3 Metode penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu

pada beberapa literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Judi patologik adalah rasa senang yang berlimpah atau terobsesi dengan

judi, mengalami kesulitan untuk mengkontrol aktivitas judi dan tingkah laku

“mengejar”, menggunakan judi untuk mengurangi keadaan emosional disforik,

dan efek buruk akibat berjudi pada pekerjaan, sosial dan kehidupan keluarga.1

2.2 Epidemiologi

2
Judi patologik biasanya dimulai pada masa awal remaja pada pria

(kemudian pada wanita) dan berjalan kronik, progresif serta terdapat periode

sembuh dan kambuh. Meski judi kini lebih sering pada pria, prevalensi pada

wanita sedang meningkat. Wanita biasanya berumur lebih tua saat mereka berjudi,

namun sekali mereka memulai mereka mengembangkan masalah yang

berhubungan dengan judi lebih cepat.3 Remaja lebih rentan daripada dewasa untuk

berjudi dan masalah yang berhubungan dengan judi.3 Dorongan teman sebaya

merupakan faktor penting dalam judi pada remaja. Meski judi ilegal untuk usia

dibawah 18 tahun, survei telah menemukan bahwa hampir tiga perempat remaja

telah berjudi di tahun sebelumnya.3

Prevalensi gambling disorder yaitu 0.2%-0.3% pada seluruh populasi.

Prevalensi lebih tinggi pada laki- laki (0,6%) dan dewasa muda bila dibandingkan

dengan wanita (0,2%) dan dewasa tua. Prevalensi gambling disorder diantara

African Americans 0,9%, kulit putih 0,4%, dan diantara Hispanics 0,3%.4

Prevalensi gangguan berjudi bervariasi diseluruh dunia. Sebagai contoh,

angka masalah judi berkisar dari 0,2% di Norwegia hingga 5,3% di Hong Kong.

Di Amerika Serikat, angka penjudi patologik berkisar antara 0,4% hingga 1,1%

pada dewasa dengan tambahan 1% hingga 2% yang diidentifikasi sebagai penjudi

bermasalah.3 Sementara di Kanada, prevalensi judi pada usia dewasa tahun

2006/2007 adalah 70,7% dengan angka CPGI (Canadian Problem Gambling

Index) dalam masalah berjudi yang menengah dan berat adalah 3,2%.5

2.3 Etiologi

1. Faktor Psikososial
Beberapa faktor dapat menjadi predisposisi seseorang dapat mengalami

gangguan ini : kehilangan orang tua karena meninggal, perpisahan,

3
perceraian, atau ditinggalkan sebelum anak berusia 15 tahun; disiplin

orantua yang tidak tepat (tidak ada, tidak konsisten, atau kasar); pajanan

terhadap, dan ketersediaan, aktivitas perjudian untuk remaja; tekanan

keluarga terhadap materi dan simbol keuangan; serta tidak adanya

dorongan keluarga untuk menabung, merencanakan dan manganggarkan.

Teori psikoanalitik berfokus pada sejumlah kesulitan karakter inti. Freud

memperkirakan bahwa penjudi impulsif memiliki keinginan yang tidak

disadari untuk kalah, dan mereka berjudi untuk meredakan rasa bersalah

yang tidak disadari. Perkiraan lainnya adalah bahwa penjudi merupakan

orang dengan narsisme yang memiliki khayalan kebesaran serta kekuasaan

yang dapat membuat mereka yakin bahwa mereka dapat mengendalikan

peristiwa dan bahkan meramalkan hasilnya. Ahli teori pembelajaran

memandang judi yang tidak terkendali terjadi akibat persepsi yang keliru

mengenai pengendalian impuls.3

2. Faktor Biologis

Beberapa studi mengesnakan bahwa perilaku mengambil-risiko pada para

penjudi mungkin memiliki penyebab neurobiologis yang mendasari. Teori

ini berpusat pada sistem reseptor serotonergik dan nradrenergik. Penjudi

patologis laki-laki dapat memiliki kadar MPHG subnormal dalam plasma,

meningkatnya kadar MPHG di dalam cairan serebrospinal, dan

meningkatnya keluaran norepinefrin di dalam urin. Bukti juga mengaitkan

disfungsi pengaturan serotonergik pada penjudi patologis. Penjudi kronis

memiliki aktivitas monoamin oksidase (MAO) trombosit yang rendah,

4
suatu penanda aktivitas serotonin, juga terkait dengan kesulitan inhibisi.

Studi lebih lanjut dibutuhkan untuk meyakinkan temuan ini.3

2.4 Faktor Resiko

Faktor resiko gambling disorder dapat berupa:5

a. Temperamental

Perjudian yang sudah dimulai sejak masa kanak-kanak atau remaja dapat

meningkatkan resiko gambling disorder. Gambling disorder juga biasanya

bersamaan dengan penyakit-penyakit lainnya seperti pernyakit kepribadian

antisosial, penyakit depresif atau bipolar, penyakit ketergantungan zat

(terutama karena alkohol).

b. Genetik dan fisiologik

Gambling disorder dapat dipicu oleh faktor keluarga yang terdiri dari

faktor lingkungan dan faktor genetik. Masalah judi lebih sering pada

kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot. Gambling disorder juga

lebih sering terjadi pada keluarga konjugal dengan penggunaan alcohol

sedang sampai berat.

c. Permasalahan

Banyak individu, termasuk remaja dan dewasa, menyelesaikan masalahnya

dengan berjudi berlebihan.

2.5 Diagnosis

Gambling disorder merupakan salah satu diagnosis dalam Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke lima. Gambling disorder

5
diklasifikasikan kedalam golongan penyakit adiktif non-zat. Kriteria diagnostik

gambling disorder yaitu:6

A. Perilaku judi bermasalah yang berulang dan menetap sehingga

menyebabkan perburukan nilai yang signifikan atau distres, seperti yang

ditunjukkan oleh 4 (atau lebih) hal berikut dalam perioder 12 bulan:


1) Kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang semakin

meningkat memperoleh kegairahan yang diinginkan


2) Gelisah atau mudah marah ketika mencoba mengurangi atau

menghentikan judi
3) Memiliki upaya berulang yang tidak berhasil untuk

mengendalikan, mengurangi, atau menghentikan judi


4) Preokupasi terhadap perjudian (contoh. Preokupasi terhadap

menghidupkan kembali pengalaman berjudi sebelumnya,

kegagalan atau merencanakan spekulasi berikutnya, atau

memikirkan cara untuk mendapatkan uang, yaitu dengan berjudi)


5) Berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau

untuk melegakan mood disforik (contoh, rasa tidak berdaya,

bersalah, ansietas, depresi)


6) Setelah kehilangan uang berjudi, sering kembali esok harinya

untuk membalas (“mengejar” kekalahan dirinya)


7) Berbohong terhadap anggota keluarganya, terapis, atau yang

lainnya untuk menutupi sejauh mana keterlibatannya dengan

perjudian
8) Merusak atau kehilangan hubungan, pekerjaan, pendidikan, atau

kesempatan karir yang bermakna karena judi


9) Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang guna

memulihkan situasi keuangan yang disebabkan oleh judi


B. Perilaku berjudi ini sebaiknya tidak disebabkan oleh episode manik

6
Gambling disorder dapat diklasifikasikan lebih spesifik apabila ditemukan

hal-hal bersifat: Episodik (memenuhi kriteria diagnostik lebih dari 1 kali dengan

gejala yang mereda diantara 2 periode dalam beberapa bulan); Persisten

(memenuhi kriteria diagnostik selama beberapa tahun), Remisi awal (awalnya

memenuhi kriteria diagnostik, namun menghilang/tidak memenuhi kriteria

diagnostik dalam 3-12 bulan), Remisi berkelanjutan/sustained remission (awalnya

memenuhi kriteria diagnostik, namun menghilang/tidak memenuhi kriteria

diagnostik dalam 12 bulan atau lebih).


Berdasarkan tingkat keparahan, gambling disorder juga dapat dibagi

menjadi: ringan (memenuhi 4-5 kriteria diagnostik), sedang (memenuhi 6-7

kriteria diagnostik) dan berat (memenuhi 8-9 kriteria diagnostik).


2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Gambling disorder terdiri dari:6
a. Non-disordered Gambling
Gambling disorder harus disingkirkan dengan professional gambling dan

social gambling. Pada professional gambling, resikonya minimal dan lebih

disiplin sedangkan pada social gambling terjadi pada periode yang singkat

dengan teman-teman atau kolega. Beberapa individu dapat berjudi karena

sedang ada permasalahan tetapi tidak memenuhi kriteria gambling

disorder.
b. Episode Manik
Kehilangan daya nilai dan perjudian yang berlebihan dapat terjadi saat

episode manik. Diagnosis tambahan gambling disorder dapat dicantumkan

apabila diagnosis episode manik tidak terlalu menjelaskan masalah

perjudian.
c. Penyakit Kepribadian
Masalah dengan perjudian dapat muncul pada individu dengan penyakit

kepribadian antisosial dan penyakit kepribadian lainnya. Jika kriteria

7
diagnosis ditemukan pada kedua penyakit, keduanya dapat dicantumkan

dalam diagnosis.
d. Kondisi medikal lainnya
Pasien dalam pengobatan dopaminergic (cth: penyakit parkinson) memiliki

keinginan berlebihan untuk berjudi.

2.7 Penatalaksanaan

Penjudi patologik membutuhkan psikoterapi, campur tangan cognitive-

behavior, medikasi, terapi kelompok dan keluarga, dan keanggotaan pada

kelompok Gamblers Anonymous.1 Psikoterapi yang digunakan pada penjudi

patologik adalah cognitive-behavioral therapy (CBT). Sebagai contoh adalah

teknik relaksasi yang dikombinasikan dengan penghindaran berjudi secara visual

dan hal ini terbukti kesuksesannya.7 Jika judi berhubungan dengan gangguan

depresif, mania, ansietas, atau ganguan mental lainnya, farmakoterapi dengan

antidepresan, litium atau golongan anti ansietas sangat berguna. 7,8 Penggunaan

terapi keluarga juga sering memberikan nilai penting dalam pengobatan penjudi

patologik.9

Mayoritas pengobatan judi patologis menggunakan pendekatan konseling

sebagai mekanisme pengobatan. Farmakologi adalah satu-satunya pengobatan

yang secara tidak langsung membutuhkan konseling, namun dalam prakteknya

biasanya diberikan dengan pengobatan yang melibatkan konseling. 9

 Terapi Perilaku

Ahli perilaku meyakini bahwa perjudian adalah tingkah laku terpelajar,

dimulai dan dipertahankan secara positif dan negatif karena adanya gairah rasa

senang, kemenangan, atau keduanya. Efek gairah rasa senang ini merupakan

penguatan internal dari perilaku judi. Beberapa Ahli perilaku mengaitkan judi

8
patologis dengan pencarian berulang-ulang keadaan gairah rasa senang. Ahli

perilaku lain mengatakan bahwa judi patologis mendapatkan penguatan positif

untuk menang. Penguatan ini cenderung mempertahankan perilaku karena peluang

menang secara acak dan itu membuat penderita judi patologis menebak kapan

menang dan apakah pembayaran akan didapatkan. Namun, ahli perilaku lainnya,

seperti McConaghy, meyakini bahwa sekali saja perilaku menjadi kebiasaan,

maka mekanisme penyempurnaan perilaku dibentuk di sistem saraf penjudi. Jika

Perilaku tersebut tidak dilakukan saat orang tersebut dirangsang untuk

melakukannya, maka mereka akan mengalami ketegangan dan mereka terpaksa

untuk melakukan tingkah laku tersebut. Hal ini mirip dengan gejala dialami oleh

orang-orang dengan gangguan obsesif-kompulsif. Empat kategori utama

pengobatan perilaku termasuk terapi aversi, desensitisasi imajiner, relaksasi

imajiner, dan pajanan in-vivo.9

Terapi Aversi adalah fokus utama penelitian awal tentang perjudian

patologis. Kejutan listrik dan aversi kimia (inducing vomit) adalah bentuk yang

paling umum . Terapi aversi dengan terapi kejut listrik lebih diutamakan karena

lebih murah, aman, dan kurang mempermalukan pasien. Selama terapi aversi,

terapis mengelola perilaku perjudian yang tidak diinginkan. Beberapa contoh

termasuk menggunakan aparatur perjudian seperti bandit satu senjata atau

menonton slide rangsangan perjudian (tangan poker atau roda rolet). Strategi

terapeutik perilaku terbukti efektif dalam penghentian jangka pendek perilaku

perjudian, tapi tidak dengan perubahan perilaku jangka panjang. Desensitisasi

imajiner mengajarkan pasien bagaimana teknik relaksasi secara bertahap

menggunakan konsentrasi mental. Pasien kemudian diminta untuk

9
membayangkan skenario di mana mereka telah berjudi sebelumnya, tapi Alih-alih

mengalami stres akibat perjudian, mereka membiarkan situasi tetap rileks. Pasien

mulai memvisualisasikan adegan yang paling tidak menimbulkan kecemasan,

meningkatkan intensitas saat pasien menguasai teknik relaksasi. Terapi desentisasi

imajiner lebih efektif dalam mengurangi perilaku perjudian, dorongan perjudian,

dan kecemasan daripada Terapi aversi dalam studi banding dua puluh peserta.

Relaksasi imajiner sangat mirip desensitisasi imajiner Kedua perawatan tersebut

melibatkan pengajaran teknik relaksasi klien, namun di Relaksasi imajiner, klien

diminta memvisualisasikan gambar santai, sedangkan desensitisasi imajiner

berfokus pada situasi yang memprovokasi kecemasan, seperti perjudian.

Perawatan paparan in-vivo juga melibatkan teknik relaksasi. Begitu klien telah

belajar Metode relaksasi, mereka menghadapi situasi perjudian aktual untuk

waktu yang ditentukan berbeda periode (biasanya meningkat seiring waktu).7

 Tatalaksana kognitif

Menurut teori kognitif, kesalahan mendasar yang dilakukan oleh penjudi

adalah salah persepsi terhadap gagasan keacakan. Penjudi percaya bahwa mereka

dapat mengontrol kemenangan mereka atau bahwa hasil perjudian dapat

diprediksi. Mereka mengembangkan keyakinan yang salah bahwa kekalahan saat

iniakan meningkatkan kemungkinan kemenangan masa depan atau yang menang

memprediksi kemenangan masa depan. Terdapat disonansi kognitif, sebuah

ketidaksesuaian dari keyakinan pribadi dan fakta, karena peluang untuk menang di

perjudian adalah hal yang acak dan tidak dapat ditentukan. Masalah seorang

penjudi dimulai saat mereka meyakini bahwa dengan mengembangkan strategi

permainan judi maka akan meningkatkan peluang mereka untuk menang. Bahkan

10
ketika penjudi awalnya tidak berharap untuk menang, ia meyakini suatu hal yang

mendorongnya untuk terus melakukan perjudian. Keyakinan palsu, di mana

seseorang merasa mereka bisa mengontrol kemungkinan menang judi yang tinggi.

Gagasan-gagasan yang salah menyebabkan penjudi memiliki penilaian yang tidak

benar dari hasil perjudian dan percaya bahwa dari waktu ke waktu hasil mereka

akan meningkat.7

Tujuan tatalaksana kognitif-perilaku adalah untuk melawan keyakinan ini

untuk mengubah tingkah laku penjudi. Toneatto dan Sobell melaporkan sebuah

studi kasus di mana mereka menantang sistem kepercayaan pasien mengenai

kendali hasil perjudian, kemenangan masa depan dan menyeimbangkan kerugian

saat ini, dan kerugian keuangan akibat perjudian. Studi kasus ini melaporkan

bahwa jumlah melakukan perjudian berkurang dari tujuh kali sebulan sebelum

pengobatan menjadi sebulan sekali setelah mengikuti terapi.7

 Tatalaksana kognitif-perilaku

Seperti tatalaksana kognitif, tatalaksana kognitif-perilaku memiliki teori

bahwa penjudi memiliki keyakinan yang salah tentang pengendalian hasil

perjudian. Protokol pengobatan kognitif-perilaku terdiri dari empat komponen: (1)

restrukturisasi kognitif, (2) pelatihan pemecahan masalah, (3) pelatihan

keterampilan sosial, dan (4) pencegahan kambuh. Tujuan restrukturisasi kognitif

adalah untuk menantang sistem kepercayaan yang dikembangkan oleh penjudi dan

untuk memperbaiki kesalahpahaman perjudian. Hubungan antara rendahnya

kemampuan memecahkan masalah dan perilaku perjudian dibahas dalam

pelatihan pemecahan masalah. Para pasien berikutnya diajarkan strategi

pemecahan masalah. Pasien kemudian menggabungkan strategi ini untuk

11
mengatasi masalah tertentu yang menyebabkan mereka berjudi. pemetaan

Menurut Node, pengobatan melibatkan tiga pendekatan: memahami keacakan

peluang pemahaman, pemecahan masalah, dan mencegah kekambuhan.7

Node menjelaskan bagaimana pikiran, tindakan, dan pengaruh eksternal

terkait dan mempengaruhi kecanduan mereka. Pelatihan keterampilan sosial mirip

dengan pelatihan pemecahan masalah. Pelatihan keterampilan sosial membahas

suatu hubungan antara perilaku perjudian dan keterampilan sosial. Sebagai

contoh, jika pasien melaporkan bahwa perjudian mereka berasal dari dorongan

lingkungan sosial mereka, mereka diberikan pelatihan ketegasan untuk menangkal

pengaruh atau ajakan berjudi dari lingkungan sosial. Komponen terakhir dari

perawatan ini adalah pencegahan kambuh. Pencegahan kekambuhan melibatkan

diskusi dengan pasien berisiko tinggi dan menanyakan alasan untuk kembali ke

perilaku perjudian. 7

 Gamblers Anonymous

Penjudi jarang datang langsung secara sukarela untuk diterapi. Masalah

hukum, tekanan keluarga, atau keluhan psikiatrik lainnya membawa penjudi pada

terapi. Gamblers Anonymous (GA) didirikan di Los Angeles pada tahun 1957 dan

meniru alcoholics Anonymous (AA); GA merupakan terapi yang efektif,

terjangkau, setidaknya di kota besar, untuk jadi pada sejumlah pasien. GA adalah

suatu metode terapi kelompok inspirasional yang meliputi pengakuan di hadapan

publik, tekanan kelompok sependeritaan, dan adanya penjudi yang telah pulih

(seperti pada AA) yang siap membantu anggota untuk menolak impuls berjudi.

Meskipun demikian, angka drop-out dari GA tinggi. Pada beberapa kasus,

perawatan di rumah sakit dapat membantu dengan memindahkan pasien dari

12
lingkungannya. Tilikan sebaiknya tidak dicari sampai pasien benar-benar jauh dari

perjudian selama 3 bulan. Pada saat ini, pasien yang merupakan penjudi patologis

dapat menjadi kandidat yang sangat baik untuk psikoterapi berorientasi tilikan.

Terapi kognitif perilaku (contoh, teknik relasksasi digabungkan dengan visualisasi

penghindaran judi) memiliki beberapa keberhasilan.9

13
12 langkah pada Gambler’s Anonymous (Twelve Steps of Gambler's Anonymous).3
1. Kami mengakui, kami tidak berdaya terhadap perjudian- bahwa hidup kami
menjadi tidak terkendali
2. Percaya bahwa kekuatan atau power yang lebih besar berasal dari diri kita
sendiri, sehingga bisa mengembalikan kita kea rah berpikir dan hidup yang
normal
3. Membuat keputusan untuk mengubah kehendak dan kehidupan kita, sesuai
pemahaman kita sendiri.
4. Membuat sendiri fearless moral dan inventaris keuangan
5. Mengakui kesalahan yang ada pada diri sendiri kepada orang lain
6. Sepenuhnya siap untuk menghapus karakter yang buruk
7. Dengan rendah hati meminta Tuhan (dari pemahaman kita) untuk menghapus
kekurangan kami.
8. Membuat daftar semua orang yang telah kita rugikan, dan bersedia untuk
menembus kesalahan kepada mereka semua.
9. Membuat pengakuan salah langsung kepada orang lain
10. Melanjutkan untuk menhambil inventaris pribadi, dan ketika kita salah, segera
mengakui kesalahan tersebut.
11. Berusaha melalui doa dan meditasi untuk memperbaiki kontak sadar kita
dengan Tuhan sesuai kepercayaan kita
12. Setelah membuat upaya untuk berlatih prinsip-prinsip ini dalam semua urusan
kami, kami mencoba untuk membawa pesan ini ke penjudi kompulsif lainnya

 Terapi kelompok

Interaksi dikelola antara anggota kelompok dapat melayani fungsi katarsis

melalui pertukaran kelompok untuk memajukan keuntungan terapi. Peserta secara

acak ditugaskan untuk terapi kelompok. Pertukaran antara anggota kelompok

dapat membantu dalam proses terapi. Teknik ini banyak digunakan tapi jarang

sebagai modalitas tunggal. Pasien biasanya menerima beberapa bentuk konseling

individu di samping terapi kelompok mereka. Gaya terapi digunakan ditentukan

oleh dokter t dan jenis kelompok (1997). Mirip dengan GA, terapi kelompok

dapat digunakan sebagai satu-satunya Mekanisme penerimaan pengobatan

14
perjudian. Meskipun sangat praktis dan berguna, terapi kelompok mungkin tidak

dapat menggantikan manfaat dari perhatian dalam konseling individu.7

 Terapi farmakologis

Hanya sedikit yang diketahui mengenai efektivitas farmakoterapi untuk

menerapi pasien dengan judi patologis. Satu studi melaporkan bahwa 7 dari 10

pasien tidak berjudi selama 8 minggu setelah mengonsumsi fluvoxamine. Juga

terdapat laporan kasus mengenai keberhasilan terapi dengan lithium dan

clomipramine (anafranil). Jika judi disertai gangguan depresif, mania, ansietas,

atau gangguan jiwa lain, farmakoterapi dengan antidepresan, lithium, atau agen

antiansietas dapat berguna.9

o Serotonin Selective Reuptake Inhibitor (SSRI)

Seperti disebutkan sebelumnya, gangguan impuls-kontrol telah

dikonseptualisasikan sebagai gangguan- spektrum obsesif-kompulsif. Karena

SSRI telah menunjukkan khasiat untuk pengobatan obsesif-kompulsif atau

OCDs, maka tidak mengherankan bahwa SSRI telah dipelajari untuk judi

patologis. Namun, uji coba terkontrol plasebo SSRI pada judi patologis telah

menunjukkan hasil yang beragam. Hollander dkk. Membandingkan pemberian

fluvoxamine pada 15 pasien dengan judi patologis, menunjukan pengurangan

dalam perjudian pada pasien yang diobati dengan fluvoxamine. Namun, dalam

penelitian ini ada efek substansial placebo, terutama dalam 8 minggu pertama

percobaan. Sebuah uji palsebo terkontrol kedua, percobaan fluvoxamine pada 32

pasien dengan judi patologis juga menemukan tingkat respons placebo tinggi,

dengan keseluruhan tidak ada perbedaan antara subyek diobati dengan

15
fluvoxamine dan mereka yang diobati dengan plasebo. Sebuah studi oleh

kelompok yang sama, membandingkan (Zoloft) dengan plasebo pada 60 pasien

dengan judi patologis, ditemukan tingkat respons 74 persen pada subyek diobati

dengan sertraline, yang tidak berbeda dari tingkat respon plasebo (72 persen).

Sebuah studi yang membandingkan paroxetine (Paxil) untuk plasebo pada 45

pasien dengan judi patologis, ditemukan penurunan signifikan lebih besar

terhadap gejala perjudian pada pasien yang diobati dengan paroxetine

dibandingkan dengan pasien plasebo yang diobati di selama minggu 6 sampai 8

dari 8 minggu percobaan. Namun, percobaan multicenter dari paroxetine pada 76

pasien dengan judi patologis tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam

tingkat respons antara subjek diobati dengan paroxetine dan subyek diobati

dengan plasebo. 9

o Antagonis opiate

Karena hubungan yang menonjol antara ketergantungan alkohol dan judi

patologis (dibahas di atas) tidak mengherankan antagonis opiat, yang telah

menunjukkan beberapa keberhasilan dalam pengobatan ketergantungan alkohol,

telah dicoba untuk judi patologis. Dalam sebuah studi terkontrol placebo

naltrexone pada 83 subyek dengan judi patologis, Kim et al. menemukan

peningkatan signifikan lebih besar pada subjek yang diterapi menguunakan

naltrexone dibandingkan dengan subyek yang diobati dengan plasebo. Dalam

sebuah studi multicenter dari antagonis opoit nalmefene (Revex) pada 207 pasien

dengan judi patologis, ada penurunan signifikan secara statistik dalam skor judi

patologis pada subyek yang diobati dengan nalmefene dibandingkan dengan

subyek diobati dengan plasebo. Singkatnya, antagonis opiat sebagai kelompok

16
menunjukkan janji sebagai pengobatan untuk judi patologis, bahkan dalam mata

pelajaran tanpa penyalahgunaan zat bersamaan.9

 Terapi multimodal

Banyak aspek yang berbeda dari kehidupan penjudi harus diatasi jika mereka

memilih untuk menerima perawatan di fasilitas rawat inap. judi patologis dapat

mengakibatkan konsekuensi serius, seperti hukum, keuangan, pekerjaan,

kesehatan, psikologis, dan masalah psikososial. Pusat pengobatan sering

menggunakan pendekatan multimodal untuk secara khusus mengatasi masalah

yang kompleks yang berasal dari kecanduan judi. 9

Perilaku judi patologis sering berhubungan dengan kecemasan, impulsif,

depresi, dan penyalahgunaan zat, yang membutuhkan pendekatan komprehensif

untuk menghilangkan atau mengurangi perilaku patologis. Korn dan Shaffer

mengatakan bahwa perilaku judi patologis lebih merupakan sindrom karena paling

sering muncul dengan gejala dari gangguan kategori lainnya, misalnya,

penyalahgunaan zat, depresi, dan kecemasan. Pendekatan multimodal dapat

membantu mengurangi keterbatasan dari terapi tunggal.7

17
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Judi patologik didefinisikan sebagai perasaan senang yang berlimpah atau

terobsesi dengan judi, mengalami kesulitan untuk mengontrol aktivitas judi dan

tingkah laku “mengejar”, menggunakan judi untuk mengurangi kedaan emosional

disforik, dan efek buruk akibat berjudi pada pekerjaan, sosial dan kehidupan

keluarga. Prevalensi berjudi bervariasi di seluruh dunia dan semakin meningkat

terutama karena perkembangan pilihan berjudi saat ini. Judi patologik biasanya

dimulai pada masa awal remaja pada pria (kemudian pada wanita) dan berjalan

kronik, progresif serta terdapat periode sembuh dan kambuh. Judi patologik

18
memiliki komorbiditas yang signifikan dengan gangguan mood dan gangguan

penyalahgunaan zat.1

Adapun faktor risiko dari judi ini adalah temperamental, genetic dan

fisiologik serta permasalahan. Judi patogik ini didiagnosis dengan Gambling

disorder diklasifikasikan kedalam golongan penyakit adiktif non-zat. Penjudi

patologik membutuhkan psikoterapi, campur tangan cognitive-behavior, medikasi,

terapi kelompok dan keluarga, dan keanggotaan pada kelompok Gamblers

Anonymous. Jika judi berhubungan dengan gangguan depresif, mania, ansietas,

atau ganguan mental lainnya, farmakoterapi dengan antidepresan, litium atau

golongan anti ansietas sangat berguna terapi keluarga juga sering memberikan

nilai penting dalam pengobatan penjudi patologik.3

3.2 Saran

1. Pentingnya mengetahui dan memahami tentang penggunaan obat

antipsikotik pada ibu hamil dan menyusui.

2. Pentingnya mengetahui dan memahami tentang farmakokinetik dan

farmakodinamik obat antipsikotik.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg HR. Pathological Gambling. In Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P,


editors. Comprehensive Textbook of Psychiatry ed 9. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2009.p.2663-70.
2. Wood RT, Williams RJ. Gambling. Internet Gambling : Prevalence,
Patterns, Problems, and Policy Options [final report]. Ontario Problem
Gambling Research Centre; Guelph, Ontario; 2009 .
3. George S, Murali V. Pathological gambling : an overview of assessment
and treatment. Advances in Psychiatric Treatment 2005;11:450-6.
4. Sadock B J, Sadock V A. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatric
2005; 12: 330-3.
5. Meyer G, Hayer T, Griffiths M, editors. Problem Gambling in Europe.
New York: Springer Science Business Media,LLC; 2009.

20
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 1993.
7. Perkins A, Zimmerman L. Mooss A, Zorland J. Emshoff J, editors.
Pathological gambling treatment literature review ed 2.. Georgia state
university; 2007 p.16-38.
8. Zangeneh M, Blaszczynski A, Turner NE, editors. The Pursuit of Winning.
New York: Springer Science Business Media,LLC; 2008.

9. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock: buku ajar psikiatri klinis. Edisi
2. Jakarta: EGC; 2012.Tangerang, Indonesia.

21

Anda mungkin juga menyukai