TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Skizofrenia
2.1.1. Definisi Skizofrenia
Menurut Katona et al (2012) Skizofrenia menggambarkan mispresepsi
pikiran dan presepsi yang timbul dari pikiran atau imajinasi dari kenyataan,
mencakup waham dan halusinasi. Skizofrenia adalah gejala yang mengacu kepada
gangguan psikis yang ditandai oleh penyimpangan realitas, penarikan diri dari
interaksi sosial, juga disorganisasi persepsi, pikiran, dan kognisi (Wiramihardja,
2007).
Menurut Isaacs (2005) Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik
yang mempengaruhi berbagai individu termasuk berpikir dan komunikasi,
menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan memajukan emosi
serta perilaku dengan sikap yang tidak bisa diterima secara sosial. Skizofrenia
adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui),
dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya (Kaplan et
al., 2010).
2.1.2 Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat di
berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi secara kasar hampir sama di
seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya
onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Menurut Howard, Castle,
Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia
kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%.
Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25
tahun, sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Onset
untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36
tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak
perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila
dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007).
5
6
2.1.4 Patofisiologi
Berikut adalah patofisiologi terjadinya skizofrenia :
1. Pada sistem limbik dan ganglia basal otak penderita skizofrenia berbeda
dengan orang normal, dimana ventrikel melebar, penurunan massa abu-abu,
dan pada beberapa area terjadi peningkatan serta penurunan aktivitas
metabolik.
2. Pada penyakit skizofrenia dapat terjadi karena kecenderungan genetik,
kelainan pada sistem kekebalan, perkembangan pada sistem saraf yang
gangguan, teori neurodegenerative, kelainan pada reseptor dopamin, dan
kelainan pada otak yaitu terjadi hiperaktivitas atau hipoaktivitas
dopaminergik.
3. Gejala positif berkaitan dengan hiperaktif reseptor dopamin di mesocaudate,
sedangkan gejala negatif dan kognitif berkaitan dengan hipofungsi reseptor
dopamin dalam korteks prefrontal.
9
apatis, menarik diri dari pergaulan sosial; e) sulit dalam berfikir abstrak; f)
kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya dari usaha, tidak ada spontanitas, monoton serta tidak ingin apa-apa
dan serba malas (kehilangan nafsu) (Hawari, 2007).
sampai pada titik permasalahan yang krusial dan didiskusikan sesuai dengan
situasi, kondisi, serta kemampuan yang dimiliki pasien (Nasir, 2011).
lebih lambat. Cara mengatasinya pasien harus bergerak (berjalan) setiap waktu
untuk mengatasi efek samping yang ditimbulkan (Kaplan et al., 2016).
3. Ada atau tidak adanya informasi, baik tentang kesehatan maupun tentang
fasilitas kesehatan (accessibility of information)
4. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy)
5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation)
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yaitu tindakan atau kegiatan
seseorang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan, dan
mengenal fasilitas atau sarana pelayanan kesembuhan yang layak, dan
mengetahui hak (memperoleh pelayanan kesehatan) dan kewajiban orang
sakit (tidak menularkan penyakitnya, memberitahukan penyakitnya, dan
sebagainya).
2) Dukungan Instrumental
Dalam dukungan instumental sebagian keluarga telah memberikan
dukungan kepada anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa dengan
baik dan positif, keluarga mampu melakukan perannya sebagai keluarga
dengan baik dengan memberikan dukungan berupa pengobatan, mengantarkan
penderita untuk kontrol dan mengawasi dalam meminum obat. Bentuk
dukungan tersebut yaitu:
a) Mengantarkan penderita malakukan pengobatan
b) Melakukan dan mengantarkan penderita untuk kontrol ke pelayanan
kesehatan dengan rutin
c) Memberikan obat kepada penderita sesuai dengan anjuran yang diberikan
d) Melakukan pengawasan terhadap penderita yang meminum obat untuk
memastikan obat tersebut di minum (Hartanto, 2014)
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit.
Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan
penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun
meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan
penderita dalam menyampaikan perasaannya.
3) Dukungan Informasional
Dukungan informasional meliputi komunikasi dan tanggung jawab
bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan
nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh
seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan
tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi
individu untuk melawan stressor. Individu yang mengalami depresi dapat
keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari
keluarga dengan menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini
25
4) Dukungan Emosional
Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa
dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa
percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga.
Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan
memberikan semangat (Friedman, 2010).
Selama stressor berlangsung, individu sering menderita secara emosional,
sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan
seseorang akan hal dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan
individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan
dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu
yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga
menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat (Christine, 2010).