Anda di halaman 1dari 13

APLIKASI PLASTICIZER GLISEROL PADA

PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE DARI


UMBI SIKAPA (Dioscorea hispida Dennst)

DISUSUN OLEH
KELOMPOK III
Muh. Faadhil Kardani LP 1613140006
Nur Intan S 1613141001
Nurul Fadhillah Mutia 1613142007

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampah memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu pengetahuan.
Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum
memiliki nilai ekonomis. Bentuk sampah bisa berada dalam setiap fase materi,
yaitu padat, cair, dan gas. Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi
berdasarkan sifatnya. Sampah dipilah menjadi sampah organik dan anorganik.
Sampah organik atau sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk
hidup seperti dedaunan dan sampah dapur. Sampah jenis ini sangat mudah
terurai secara alami (degradable). Sementara itu, sampah anorganik atau
sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terurai (undegradable). Karet,
plastik, kaleng, dan logam yang merupakan bagian dari sampah kering atau
sampah yang tidak dapat terurai (Tim Penulis PS, 2008).

Gambar 1. Sampah kaleng dan plastik


Sampah telah menjadi salah satu masalah utama masyarakat, terutama
karena sampah yang tidak mudah terurai jumlahnya semakin meningkat, antara
lain sampah plastik. Sampah plastik, ini yang berasal dari industri maupun
domestik mengalami peningkatan yang sangat signifikan seiring dengan
meningkatnya kebutuhan industri dan rumah tangga di dunia. Dikutip dari
BBC indonesia (2016) sekitar delapan juta tahun sampah plastik yang beredar
di lautan dunia setiap tahunnya (Trisunaryanti, 2018).

Gambar 2. Sampah di pinggir pantai


Produk plastik sintetik membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun agar
dapat terdegradasi sempurna (Kumar, dkk., 2011). Saat terurai, partikel-
partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Jika dibakar, sampah
plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu
jika proses pembakarannya yang tidak sempurna, plastik akan mengurai di
udara sebagai dioksin (Kurniawan, 2010).
Plastik merupakan bahan kimia sintetik yang bersifat ringan, kuat, dan
elastis. Namun plastik juga memiliki sifat tidak mudah terurai, sehingga
mencemari lingkungan apabila penanganannya tidak tepat. Saat ini dilakukan
berbagai upaya dan inovasi untuk mengurangi dampak sampah plastik,
diantaranya dengan proses daur ulang plastik dan pengembangan plastik ramah
lingkungan. Plastik juga tidak baik digunakan sebagai pembungkus makanan
secara langsung. Plastik termoplast, yaitu plastik yang bersifat elastis namun
tidak tahan panas, telah digunakan secara luas oleh masyarakat sebagai
pembungkus makanan walaupun makanan tersebut masih dalam keadaan
panas. Dalam kondisi panas, polimer plastik dapat terurai menjadi
monomernya. Molekul-molekul monomer inilah yang berbahaya bagi
kesehatan.
Plastik sintetik tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga
disebut non-biodegradable (Borghei, dkk., 2010). Plastik non-biodegradable
tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh mikroba penghancur di
dalam tanah, menyebabkan terjadinya penumpukan limbah dan mengakibatkan
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup (Sanjaya dan Tyas, 2009). Plastik
non-biodegradable yang dibuat dari minyak bumi sulit terdegradasi karena
memiliki berat molekul yang sangat tinggi dan kereaktifan yang rendah
(Thakor, dkk., 2005).
Pengembangan plastik biodegradable telah banyak dilakukan, terutama
dengan bahan-bahan alam yang mengandung pati dalam persentase yang cukup
banyak. Bahan alam yang sering digunakan sebagai penelitian adalah
singkong. Penambahan CMC (carboxymethyl cellulose concentration) pada
edible film singkong mampu meningkatkan kekuatan tegangan dan
mengurangi perpanjangan patahan pada film (Tongdeesoontorn, dkk., 2011).
Selain singkong, diteliti pula edible film dari biji kecipir dan tapioka yang
cukup potensial sebagai bahan biodegradable film (Poeloengasih, dkk., 2003).
Walaupun penggunaan berbagai bahan dengan kandungan pati yang
tinggi telah terbukti efektif dan menghasilkan plastik dengan kualitas yang
diharapkan, namun bahan-bahan alam tersebut ternyata merupakan bahan yang
masih digunakan oleh masyarakat luas sebagai salah satu makanan pokok
pengganti nasi, misalnya jangung, kentang dan singkong, sehingga perlu dicari
suatu bahan yang mengandung pati tetapi tidak berasal dari bahan pangan
pokok. Dengan melihat perkembangan penelitian tentang plastik
biodegradable yang umumnya menggunakan bahan-bahan alam dengan
kandungan pati, maka akan diteliti formula biodegradable plastik yang bahan
utamanya adalah umbi sikapa. Umbi sikapa dipilih sebagai bahan pebuatan
plastik karena mengandung pati juga umbi sikapa ini sangat jarang dikonsumsi
karena memiliki racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila
kurang benar pengolahannya yang mana dengan pengolahan tertentu umbi
sikapa dapat dikelola menjadi keripik atau pun pengganti nasi.

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana mengelola umbi sikapa menjadi tepung pati dalam pembuatan
bioplastik ?
2. Bagaimana formula terbaik bahan-bahan pembuat plastik dari umbi sikapa
sehingga menghasilkan bioplastik ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengolahan umbi sikapa yang benar menjadi tepung pati dalam
pembuatan bioplastik
2. Mengetahui formula terbaik dari bahan-bahan pembuat plastik bioplatik
dari tepung pati umbi sikapa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Umbi Sikapa (Dioscorea hispida Dennst)


Sikapa (Dioscerea hispida Dennst atau dioscoreaceae) tergolong
tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat
perhatian. Sikapa menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun
mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila
kurang benar pengolahannya. Di Indonesia, tumbuhan ini memiliki nama
seperti bitule (Gorontalo), gadu (Bima), gadung (Bali, Jawa, Madura, Sunda),
Iwi (Sumba), kapak (Sasak), salapa (Bugis), sikapa (Makasar), (Anonim,
2014).
Taksonomi
Taksonomi umbi gadung sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Dioscoreales
Famili : Dioscoreaceae
Genus : Dioscorea
Spesies : Dioscore hispida Dennts (Anonim, 2014).

Gambar 1. Umbi Sikapa


Umbi Sikapa atau Dioscorea hispida Dennst merupakan salah satu
jenis tanaman umbi-umbian yang tumbuh liar di hutan-hutan, pekarangan,
maupun perkebunan. Pada umumnya, umbi sikapa ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pangan, namun karena tanaman ini mengandung racun seperti
dioscorin dan HCN maka gadung masih belum terlalu banyak dikonsumsi.
Tubuh manusia dapat menerima HCN jika mengkonsumsi dalam batas yang
dianjurkan FAO dalam Harijono dkk (2008) untuk umbi-umbian dengan kadar
50 mg/Kg ke bawah, oleh karena itu gadung harus diolah untuk mengurangi
kandungan sianidanya. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai
pembuatan tepung gadung dengan mengurangi kadar HCN secara leaching
semibatch. Penelitian untuk mengurangi kadar HCN dengan menggunakan air
sirkulasi menunjukkan penurunan HCN yang signifikan yaitu sebesar 78,18
(Kumoro dkk, 2011). Tepung gadung hasil penelitian ini mengandung HCN
sebesar 8,91 mg/Kg yang berarti sudah memenuhi standar dan aman untuk
dikonsumsi.
Sikapa dapat menjadi sumber pangan alternatif selain sebagai sumber
pangan pokok seperti beras, jagung, singkong, gandum, dan lain-lain. Sikapa
memang tidak sulit untuk didapatkan, tanaman ini tumbuh liar di hutan-hutan.
Selama masa pertumbuhan gadung ini tidak memerlukan perawatan khusus
atau penanganan khusus. Biasanya masyarakat yang mengkonsumsinya
melakukan pengolahan terhadap umbi gadung ini pada saat musim kemarau
panjang tiba. Ketika kemarau datang masyarakat pergi mencari umbi hutan dan
kemudian mengolahnya menjadi bahan makanan (Ode, 2007).
Morfologi
Sikapa merupakan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-
10m. Batangnya bulat, berbentuk galah, berbulu, berduri yang tersebar
sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya bulat diliputi rambut akar yang
besar dan kaku. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya
berwarna putih atau kuning. Umbinya muncul dekat permukaan tanah. Dapat
dibedakan dari jenis-jenis dioscorea lainnya karena daunnya merupakan daun
majemuk terdiri dari 3 helai daun, warna hijau, panjang 20-25 cm, lebar 1-12
cm, helaian daun tipis lemas, bentuk lonjong, ujung meruncing, pangkal
tumpul, permukaan kasar (Ndaru, 2012).
Untuk membedakan antar spesies dalam sikapa dapat dibedakan
berdasarkan arah lilitan batang, bentuk batang, ada atau tidaknya duri pada
batang, bentuk dan jumlah helaian daun, ada tidaknya buah di atas (Anonim,
2014). Ada beberapa varietasnya, diantaranya yang berumbi putih (yang besar
dikenal sebagai sikapa punel atau sikapa ketan, sementara yang kecil berlekuk-
lekuk disebut sikapa suntil dan yang berumbi kuning antara lain sikapa kuning,
sikapa kunyit atau sikapa padi. sikapa kuning umumnya lebih besar umbinya
bila dibandingkan sikapa putih. Jumlah umbi dalam satu kelompok dapat
mencapai 30 umbi (Anonim, 2014).
Parameter Komposisi
Kadar Air (%) 61,5
Pati (%) 30,9
Serat (%) 1,3
Abu (%) 1,1
Serat kasar (%) 0,93
Total Gula (%) 2,45
Sianida (ppm) 362
Tabel 1. Komposisi Kimia Umbi Gadung (Sibuea, 2002).

B. Plastik Biodegradable
1. Plastik
Kata “plastik” digunakan untuk menyebutkan sejumlah besar material
organik sintetis yang kebanyakan merupakan polimer termoplas dan termoset
yang mempunyai massa molekul besar dan dapat dibuat menjadi benda, film,
atau filament. Plastik biodegradable dapat terbentuk dari pati, selulosa, PLA
(poli asam laktat), PHA (poli hidroksi alkanoat), dan protein (Mooney, 2009).
Sifat-sifat plastik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) ditunjukkan
pada Tabel 2.
No. Karakteristik Nilai
1. Kuat tarik (MPa) 24,7-302
2. Persen elongasi (%) 21-220
3. Hidrofobisitas (%) 99
Tabel 2 Sifat Mekanik Plastik Sesuai SNI
Polimer adalah suatu bahan yang terdiri atas unit molekul yang disebut
monomer. Polimer alam yang telah dikenal diantaranya selulosa, protein, dan
karet alam. Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu :
a. Plastik termoplas, yaitu plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan
adanya panas, antara lain polietilena (PE), polipropilena (PP), dan nilon.
Plastik termoplas bersifat lentur, mudak terbakar, tidak tahan panas, dan
dapat didaur ulang. Plastik termoplas memiliki rantai lurus (Mujiarto,
2005).
b. Plastik termoset, yaitu plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu
tidak dapat dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan
tiga dimensi, antara lain PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF
(Melamine Formaldehyde), dan polyester. Plastik termoset bersifat kaku,
tidak mudah terbakar, tahan terhadap suhu tinggi, dan berikatan cross-
linking (Mujiarto, 2005).
2. Plastik Biodegradable
Biodegradable berasal dari kata bio dan degradable. Bio berarti hidup,
sedangkan degradable berarti dapat diuraikan. Plastik biodegradable
merupakan plastik yang digunakan layaknya seperti plastik sintetik, namun
akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan
gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Plastik
biodegradable adalah bahan yang mampu mengalami dekomposisi menjadi
karbondioksida, metana, senyawa anorganik atau biomasa yang mekanismenya
didominasi oleh aksi enzimatis dari mikroorganisme yang bisa diukur dengan
pengujian standar, dalam waktu spesifik, mencerminkan kondisi penggunaan
yang tersedia (Seigel & Lisa, 2007).
Plastik biodegradable memiliki keunggulan dibandingkan plastik
sintetis yang terbuat dari minyak bumi yaitu dalam hal lama waktu
terdegradasinya. Plastik biodegradable lebih mudah terdegradasi di alam
sedangkan plastik sintesis membutuhkan waktu lama. Hal tersebut disebabkan
karena komponen penyusun didalamnya yang merupakan bahan alam yang
mudah terdegradasi. Hal ini dikarenakan plastik yang dihasilkan mengandung
gugus hidroksi dan gugus karbonil (CO) dan gugus ester (COOH), gugus
tersebut menandakan bahwa plastik mampu terdegradasi dengan baik di dalam
tanah (Utami d&Widiarti, 2014).
Plastik berbahan dasar tepung pati (amilum) dan polisakarida telah
diproduksi oleh beberapa perusahaan dunia. Plastik starch-based ini seringkali
bersifat menyerap air sehingga semakin mudah didegradasi. Beberapa plastik
terdiri atas tepung pati saja, ada juga yang memadukan tepung pati dengan
komponen biodegradable lain. Plastik ini dibentuk dari bahan-bahan alam
yang dapat diperbaharui daripada dibuat dari bahan bakar fosil yang sulit
diperbaharui (Selke, 2006).
Degradasi (degradation) merupakan proses satu arah (irreversible)
yang mengarah pada perubahan signifikan dari suatu struktur material, dengan
cara kehilangan komponen, misalnya berat molekul atau berat struktur, disertai
dengan pemecahan (fragmentation). Degradasi disebabkan oleh kondisi
lingkungan dan terjadi dalam satu tahap atau lebih, sedangkan plastik
biodegradable menunjukkan keadaan plastik yang terdegradasi sebagai hasil
dari aktivitas alam yang melibatkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan
alga. Plastik biodegradable dapat terdegradasi oleh lingkungan tertentu
misalnya tanah, kompos, atau lingkungan perairan (Seigel dan Lisa, 2007).
Plastik biodegradable berbahan dasar pati/amilum dapat didegradasi
oleh bakteri pseudomonas dan bacillus memutus rantai polimer menjadi
monomer-monomernya. Senyawa-senyawa hasil degradasi plastik
biodegradable selain menghasilkan karbondioksida dan air, juga menghasilkan
senyawa organik dan aldehid sehingga plastik ini aman bagi lingkungan.
Sebagai perbandingan, plastik sintetik membutuhkan waktu sekitar 100 tahun
agar dapat terdekomposisi oleh alam, sementara plastik biodegradable dapat
terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil degradasi plastik ini dapat
digunakan sebagai makanan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik
biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia yang
berbahaya (Huda & Feris, 2007).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biodegradabilitas Plastik
Biodegradabilitas plastik polimer terbuat dari bahan bakar fosil yang tidak
dapat diperbaharui sangat rendah, sehingga perlu dibuat suatu plastik yang
memiliki biodegradabilitas yang tinggi setelah dipakai dan dibuang ke
lingkungan. Biodegradabilitas plastik, misalnya PHA (polihidroksilalkanoat)
ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya faktor lingkungan, meliputi cuaca,
iklim, dan kelembaban udara. Faktor lainnya adalah temperatur, cahaya, pH,
kandungan oksigen, kandungan air, dan keberadaan organisme pengurai.
Komposisi plastik berhubungan dengan sifat biodegradabilitasnya. Kondisi
permukaan (luas permukaan, hidrofob atau hidrofil), titik leleh, elastisitas, dan
kristalinitas mempunyai peranan penting dalam proses biodegradasi (Tokiwa,
dkk., 2009). Tanah yang mengandung bakteri dan fungi penghasil enzim
depolimerisasi plastik biodegradable mampu mendegradasi plastik tersebut
dengan cara memutuskan rantai polimernya.
ASTM (American Society for Testing of Materials) dan ISO (International
Standards Organization) mendefinisikan plastik biodegradable sebagai plastik
yang bisa mengalami perubahan signifikan dalam struktur kimia pada kondisi
lingkungan yang spesifik. Plastik biodegradable mengalami degradasi melalui
aksi natural dari jamur (fungi), bakteri, dan alga. Plastik dapat dibuat sebagai
plastik photodegradable, oxidative degradable, hydrolytically degradable,
atau dapat dikomposkan (Kumar, dkk., 2011).
C. Gliserol Sebagai Plasticizer
Plasticizer didefinisikan sebagai bahan non volatile, bertitik didih
tinggi yang jika ditambahkan pada material lain dapat merubah sifat fisik dari
material tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan
intermolekuler, meningkatkan fleksibilitas dan menurunkan sifat barrier suatu
film. Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki
kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan
intromolekuler. Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah
yang ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari
polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer.
Plasticizer berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas, elastisitas dan
ekstensibilitas material, menghindarkan material dari keretakan, serta
meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Mujiarto,
2005). Gliserol merupakan senyawa alkohol yang memiliki tiga gugus
hidroksil. Gliserol memiliki nama baku 1,2,3-propanatriol.

Gliserol adalah alkohol terhidrik. Nama lain gliserol adalah gliserin


atau 1,2,3-propanetriol. Sifat fisik gliserol tidak berwarna, tidak berbau,
rasanya manis, bentuknya liquid sirup, meleleh pada suhu 17,8oC, mendidih
pada suhu 290oC dan larut dalam air dan etanol. Gliserol bersifat higroskopis,
seperti menyerap air dari udara, sifat ini yang membuat gliserol digunakan
pelembab pada kosmetik. Glisero terdapat dalam bentuk ester (gliserida) pada
semua hewan, lemak nabati dan minyak (Ningsih, 2015). Gliserol termasuk
jenis plasticizer yang bersifat hidrofilik, menambah sifat polar dan mudah larut
dalam air (Huri dan Nisa, 2014 dalam Ningsih, 2015).
Gliserol terdapat dalam bentuk campuran lemak hewan atau minyak
tumbuhan. Gliserol jarang ditemukan dalam bentuk lemak bebas. Tetapi
biasanya terdapat sebagai trigliserida yang tercampur dengan bermacam-
macam asam lemak, misalnya asam stearat, asam palmitat, asam laurat serta
sebagian lemak. Beberapa minyak dari kelapa, kelapa sawit, kapok, lobak dan
zaitun menghasilkan gliserol dalam jumlah yang lebih besar dari pada beberapa
lemak hewan tallow maupun lard. Gliserol juga terdapat secara ilmiah sebagai
trigliserida pada semua jenis hewan dan tumbuhan dalam bentuk lipida sebagai
lecitin dan chepalins (Mirzayanti, 2013).
Pengaruh gliserol sebagai plasticizer pada molekul pati telah diteliti
oleh Kruiskamp, dkk (2001). Kruiskamp, dkk menggunakan bahan pati dari
kentang dengan komposisi amilopektin yang lebih besar daripada amilosa.
Kruiskamp mereaksikan gliserol dan etilen glikol dengan amilopektin dan
membandingkan entalpi reaksi keduanya. Hasil penelitian menunjukkan,
bahwa gliserol dan etilen glikol mampu berinteraksi dengan molekul
amilopektin, namun mekanisme reaksi dan immobilisasi plasticizer belum bisa
dijelaskan karena belum ada penelitian lebih lanjut. Ada kemungkinan bahwa
plasticizer ikut andil dalam mekanisme substitusi, sehingga menurunkan
mobilitas keseluruhannya (Kruiskamp, dkk., 2001).

Anda mungkin juga menyukai