Anda di halaman 1dari 35

BIAYA PRODUKSI DAN APLIKASINYA DI INDUSTRI PELAYANAN

KESEHATAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Ekonomi Kesehatan
Yang dibina oleh
Bapak Dr.Supriadi, M.Kes dan Ibu Nurnaningsih Herya Ulfah,S.KM., M.Kes

Oleh :
Achmad Ghilban Bilhaq 140612605472
Betty Lestya Ningrum 140612602299
Mohamad Amiril M. 140612603868
Muhammad Ainurrohman 140612604566
Ninik Eka Trissiana 140612601216
Nisyah Imani Qomar 140612603814
Retno Ismawati 140612601729

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Februari 2016
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB 2 ISI
2.1 Konsep Biaya Produksi ............................................................................... 3
2.1.1 Biaya Langsung dan Biaya Tak langsung .......................................... 4
2.1.2 Biaya Eksplisit dan Biaya Implisit .................................................... 4
2.1.3 Biaya Kesempatan dan Biaya Historis ............................................... 4
2.1.4 Biaya Incremental ............................................................................. 5
2.1.5 Biaya Variabel dan Biaya Tetap ........................................................ 5
2.2 Klasifikasi Biaya Produksi .......................................................................... 6
2.2.1 Pembagian Biaya Berdasarkan Pengaruhnya pada Skala Produksi...... 6
2.2.2 Pembagian Biaya Berdasarkan Lama Penggunaannya ........................ 7
2.2.3 Pembagian Biaya berdasarkan Fungsi atau Aktifitas Sumber Biaya.... 9
2.3 Perhitungan Biaya Produksi ........................................................................ 11
2.3.1 Biaya Tetap Total (TFC) .................................................................... 11
2.3.2 Biaya Berubah Total (TVC) .............................................................. 12
2.3.3 Biaya Total (Total Costs) ................................................................... 13
2.4 Perhitungan Biaya Satuan Rata-Rata ........................................................... 15
2.5 Pentarifan .................................................................................................... 17
2.5.1 Penetapan Tarif ................................................................................. 17
2.5.2 Teknik-Teknik Penetapan Tarif ......................................................... 19
2.6 Break Even Point (BEP) ............................................................................. 21
2.6.1 Pengertian Break Even Point ............................................................. 21
2.6.2 Manfaat Analisis Break Even Point ................................................... 21
2.6.3 Asumsi-Asumsi Analisis Break Even Point (BEP) ............................ 23
2.6.4 Rumusan untuk menghitung BEP = titik impas ................................. 24
2.7 Cost Recovery Rate (CRR) .......................................................................... 24
2.8 Contoh Aplikasi di Industri Pelayanan Kesehatan ....................................... 25
2.8.1 Klasifikasi Biaya ............................................................................... 26
2.8.2 Cara Penghitungan ............................................................................ 27
2.8.3 Analisis Perhitugan ............................................................................ 28
BAB 3 PENUTUP
3.1 Simpulan .................................................................................................... 30
3.2 Saran .......................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
menciptakan derajat kesehatan yang optimal sesuai dengan tujuan pembangunan
kesehatan dapat ditingkatkan dengan upaya untuk memperluas dan mendekatkan
pelayanan kesehatan pada masyarakat dengan biaya yang terjangkau dan mutu
yang baik. Dengan tujuan pembangunan yang demikian mendorong penyedia jasa
pelayanan kesehatan meningkatan pelayanan dan fasilitas yang disediakan.
Perkembangan penyedia jasa pelayanan kesehatan sebagai contohnya adalah
rumah sakit yang terutama berada di sebagian kota besar menyebabkan adanya
persaingan yang tinggi dalam sektor kesehatan, persaingan yang terjadi antar
rumah sakit adalah untuk dapat merebut pasar yang semakin terbuka lebar.
Dengan tingkat kompetisi yang tinggi akan diikuti dengan segala upaya rumah
sakit untuk mempertahankan keberadaannya, maka peranan pembiayaan dalam
menyediakan layanan di rumah sakit menjadi sangat penting.
Pembangunan kesehatan dan biaya produksi agar dapat berjalan selaras,
perlu ada sebuah penghitungan rinci mengenai pengadaan layanan kesehatan
sehingga sesuai permintaan konsumen. Besar pengeluaran biaya produksi
merupakan kunci keberhasilan produsen. Untuk itu, perlu adanya pembahasan
mengenai jenis-jenis biaya produksi secara umum sampai studi kasus
penghitungan biaya produksi pada industri pelayanan kesehatan agar dapat
memberi wawasan mengenai biaya produksi di lingkup pelayanan jasa kesehatan.
Biaya produksi sebenarnya cerminan dari produksi . Bila produksi merujuk
kepada jumlah input yang dipakai dan jumlah fisik output yang dihasilkan. Dalam
kegiatan produksi untuk mengubah input menjadi output, pelayanan kesehatan
tidak hanya menentukan input apa saja yang diperlukan, tetapi juga
mempertimbangkan harga dari input-input tersebut yang merupakan biaya
produksi dari output (Pindyck, 2014). Biaya produksi sangat penting perannanya
bagi suatu perusahaan dalam menentukan jumlah output.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan biaya produksi?
2. Apa saja jenis klasifikasi biaya?
3. Bagaimana cara perhitungan biaya produksi (total cost)?
4. Bagaimana cara perhitungan biaya satuan rata-rata?
5. Bagaimana cara menentukan tarif?
6. Apa yang dimaksud dengan BEP dan CRR?

1.3 Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan konsep biaya produksi.
2. Untuk mendeskripsikan jenis klasifikasi biaya.
3. Untuk mendeskripsikan cara perhitungan biaya produksi
4. Untuk mendeskripsikan cara perhitungan biaya satuan rata-rata
5. Untuk mendeskripsikan cara penentuan tarif.
6. Untuk mendeskripsikan pengertian dari BEP dan CRR.

2
BAB 2
ISI

2.1 Konsep Biaya Produksi


Biaya dalam pengertian produksi ialah semua beban yang harus ditanggung
oleh produsen untuk menghasilkan suatu produksi, sehingga biaya produksi
adalah beban yang harus ditanggung oleh produsen dalam bentuk uang untuk
menghasilkan suatu barang. Secara sederhana biaya produksi dapat dicerminkan
oleh uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan sejumlah input (Sugiato, 2002).
Menurut Soeharno (2006:97) biaya produksi adalah total nilai dari input
dalam kegiatan produksi untuk menghasilkan suatu produk baik barang atau jasa.
Kegiatan produksi dan biaya adalah hal yang tidak terpisahkan. Biaya memiliki
pengaruh terhadap tingkat suatu produksi. Setiap pengusaha harus dapat
menghitung biaya produksi agar dapat menetapkan harga pokok barang yang
dihasilkan. Dalam kegiatan produksi, diperlukan faktor-faktor produksi, seperti
tenaga kerja, tanah, listrik, bahan baku, dan lain-lain (Sugiato, 2002). Perusahaan
akan mengganti penggunaan faktor produksi tersebut dalam bentuk gaji, uang
sewa, harga listrik, hargan bahan baku, dan lain-lain. Keseluruhan beban atau
pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen untuk kegiatan produksi inilah yang
biasa disebut dengan biaya produksi.
Untuk menetapkan biaya produksi memerlukan kecermatan karena ada yang
mudah diidentifikasikan, tetapi ada juga yang sulit diidentifikasikan hitungannya
sehingga untuk memudahknnya terdapat unsur-unsur sebagai faktor yang
mempengaruhi usaha untuk meminimalkan biaya produksi (Pindyck, 2014). Biaya
produksi dapat meliputi beberapa unsur sebagai berikut:
1. Bahan baku atau bahan dasar termasuk bahan setengah jadi
2. Uang modal sewa
3. Bahan-bahan pembantu atau penolong
4. Biaya penunjang seperti biaya angkut, biaya administrasi, pemeliharaan,
biaya listrik, biaya keamanan dan asuransi
5. Upah tenaga kerja dari tenaga kerja kuli hingga direktur
6. Penyusutan peralatan produksi

3
7. Biaya pemasaran seperti biaya iklan
8. Pajak

Secara umum unsur biaya tersebut dapat kelompokan atas tiga komponen
biaya sebagai berikut (Sari, 2014).
1. Komponen biaya bahan, meliputi semua bahan yang berkaitan langsung
dengan produksi.
2. Komponen biaya gaji / upah tenaga kerja
3. Komponen biaya umum (biaya over head pabrik) meliputi semua
pengorbanan yang menunjang terselenggaranya proses produksi.

Terkait dengan biaya produksi, ada beberapa konsep biaya yang perlu
diperlu diketahui, antara lain sebagai berikut (Soeharno, 2006.)

2.1.1 Biaya Langsung dan Biaya Tak langsung


Biaya langsung adalah biaya yang dapat dihitung untuk setiap unit output
yang dihasilkan. Termasuk biaya langsung misalnya adalah biaya membeli bahan
baku, biaya tenaga kerja, yang langsung menangani produksi. Adapun biaya tak
langsung adalah biaya yang dikeluarkan, tetapi tidak bisa dihitung untuk setiap
unit produk yang dihasilkan karena adanya unsur-unsur biaya penggunaan
fasilitas bersama.

2.1.2 Biaya Eksplisit dan Biaya Implisit


Biaya ekslplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan perusahaan,
misalnya pengeluran untuk membeli bahan baku untuk produksi, untuk membayar
tenaga langsung yang berkaitan dengan produksi atau sebagainya. Adapun biaya
implisit adalah nilai dari input yang dimiliki perusahaan yang digunakan dalam
proses produksi, tetapi tidak sebagai pengeluaran yang nyata yang dikeluarkan
perusahaan.

2.1.3 Biaya Kesempatan dan Biaya Historis


Biaya kesempatan(Oppoturnity Cost) adalah nilai dari sumber-sumber
ekonomi dalam penggunaan alternative yang paling baik. Sumber-sumber
ekonomi termasuk factor produksi, misalnya bahan baku, tenaga kerja, dapat

4
digunakan secara alternative. Misalnya bahan baku tadi berupa kayu, apabila kayu
tersebut telah digunakan untuk nenghasilkan suatu barang lan dengan kayu
tersebut. Nilai kesempatan yang hilang ini merupakan biaya kesempatan. Biaya
kesempatan tercermin dari harga factor produksi tersebut di pasar.
Biaya historis adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan pada waktu
membeli factor produksi (input). Misalkan input tersebut disimpan lalu
dikemudian hari digunakan dalam proses produksi makamenurut biaya historis
adalah sama pada waktu factor produksi itu dibeli. Sebagai contoh harga satu sak
semen yang saat dibelii adalh Rp. 25.000. Kemudian semen digunakan satu bulan
kemudian saat harga satu sak semen dipasaran adalah Rp. 30.000. Menurut
konsep biaya historis, biaya perhitungan pada saat semen di beli Rp. 25.000.
Namun menurut konsep biaya kesempatan biaya diperhitungkan pada saat semen
digunakan Rp. 30.000.

2.1.4 Biaya Incremental


Biaya incremental adalah biaya yang timbul sebagai akibat adanya
keputusan yang telah dibuat. Dengan melihat adanya perubahan biaya total
dengan demikian, biaya incremental dapat berupa biaya tetap atau biaya variabel,
atau kedua-duanya. Sma halny dengan biaya relevan yakni merupakan biaya-
biaya yang akan dibebankan bila suatu keputusan telah dilakukan. Dengan
demikian, biaya relevan adalah incremental cost.

2.1.5 Biaya Variabel dan Biaya Tetap


Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada output yang
dihasilkan. Misalnya, biaya bahan untuk menghasilkan suatu produk. Semakin
banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak nahan yan digunakan
sehingga biayanya semakin besar.
Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak sedikitnya
produk yang dihasilkan. Misalnya, biaya penyusutan mesin, biaya penysutan ini
tidak bergantung apakah mesin digunkan pada kapasitas penuh, setengah
kapasitas, atau bahkan tidak digunakan, biaya tetap harus dikeluarkan sebesar
penyusutan yang ditetapkan pertahunnya.

5
2.2 Klasifikasi Biaya Produksi
Beberapa kriteria untuk keperluan analisis, konsep biaya dikelompokkan
sebagai berikut.
2.2.1 Pembagian Biaya Berdasarkan Pengaruhnya pada Skala Produksi
Menurut Pindyck, 2014, berikut adalah pembagian biaya berdasarkan
pengaruhnya pada skala produksi adalah sebagai berikut :
1. Biaya tetap (fixed cost = FC)
Biaya tetap (fixed cost = FC), yaitu biaya yang nilainya secara relatif
tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi (output). Biaya ini harus
tetap dikeluarkan walaupun tidak ada pelayanan. Contoh FC adalah nilai dari
gedung yang digunakan, nilai dari peralatan (besar) kedokteran, ataupun nilai
tanah. Nilai gedung dimasukan dalam FC sebab biaya gedung yang
digunakan tidak berubah baik ketika pelayanannya meningkat maupun
menurun, demikian pula dengan alat kedokteran. Biaya stetoskop relatif tetap,
baik untuk memeriksa dua pasien maupun sepuluh pasien. Artinya biaya
untuk memeriksa dengan suatu alat pada dua pasien sama dengan biaya untuk
memeriksa sepuluh pasien. Dengan demikian biaya alat adalah tetap dan tidak
berubah meskipun jumlah pasien yang dilayani berubah.
2. Biaya variabel (variabel cost = VC)
Biaya variabel (variabel cost = VC), adalah biaya yang nilainya
dipengaruhi oleh banyaknya output. Contoh yang termasuk dalam VC adalah
biaya obat, biaya makan, biaya alat tulis kantor, biaya pemeliharaan. Biaya
obat dan makanan dimasukan dalam VC karena jumlah biaya tersebut secara
langsung dipengaruhi oleh banyaknya pelayanan yang diberikan. Biaya obat
dan makanan untuk melayani dua pasien akan berbeda dengan biaya obat dan
makanan untuk melayani sepuluh pasien, dengan demikian besarnya biaya
obat atau makanan akan selalu berpengaruh secara langsung oleh banyaknya
pasien yang dilayani.
Pada umumnya besar volume produksi sudah direncanakan secara rutin,
oleh sebab itu, VC sering juga disebut dengan biaya rutin. Dalam praktek
sering kali dialami kesulitan untuk membedakan secara tegas apakah suatu

6
biaya termasuk FC atau VC. Contoh dalam menentukan gaji pegawai
misalnya gaji pegawai dimasukan dalam FC atau VC. Gaji pegawai terkadang
tidak dipengaruhi oleh besarnya output terutama pada fasilitas pemerintah.
Dalam praktek misalnya, penambahan (kenaikan gaji) atau pengurangan
gaji pegawai terutama pada fasilitas pemerintah, tidak semudah seperti
penurunan dan penambahan output pelayanan. Berdasarkan teori, biaya
pegawai sebenarnya dipengaruhi oleh besarnya output.
Sebuah poliklinik misalnya jika pasien rawat jalan naik pada jumlah
tertentu perlu ditambah tenaga sehingga besar biaya pegawai akan berubah
seiring dengan bertambahnya jumlah pasien. Oleh sebab itu ada yang
mengelompokan gaji pegawai sebagai semi variable cost (SVC). Total cost
adalah jumlah dari fixed cost ditambah variabel cost.

TC = FC + VC

2.2.2 Pembagian Biaya Berdasarkan Lama Penggunaannya


Menurut Soeharno (2006), berikut adalah pembagian biaya berdasarkan
lama penggunaannya adalah sebagai berikut :
1) Biaya investasi
Biaya investasi adalah biaya yang masa kegunaannya dapat
berlangsung untuk waktu yang relatif lama. Biasanya waktu untuk biaya
investasi ditetapkan lebih dari satu tahun. Batas satu tahun ditetapkan atas
dasar kebiasaan merencanakan dan merealisasi anggaran untuk jangka waktu
satu tahun. Biaya investasi ini biasanya berhubungan dengan pembangunan
atau pengembangan infrastruktur fisik dan kapasitas produksi (alat produksi).
Contoh yang termasuk dalam biaya investasi antara lain biaya pembangunan
gedung, biaya pembelian mobil, biaya pembelian peralatan besar dan
sebagainya.
Beberapa instansi, penetapan apakah suatu biaya termasuk biaya
investasi atau tidak dilakukan dengan melihat harga (nilai) suatu barang. Pada
umumnya besar biaya investasi sudah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, jika
batas yang ditentukan adalah Rp. 100.000,- maka barang yang nilainya
kurang dari Rp. 100.000,- tidak termasuk dalam biaya investasi, meskipum

7
penggunaannya dapat lebih dari satu (biaya tersebut dimasukan dalam biaya
operasional).
Biaya investasi dihitung dari nilai barang investasi yang disetahunkan
(AIC atau biaya depresiasi atau biaya penyusutan). Nilai barang investasi
dalam analisis biaya harus memperhitungkan (1) harga satuan (nilai awal
barang) masing-masing jenis barang investasi, (2) lama pemakaian barang
tersebut, (3) laju inflasi (tingkat bunga bank) dan (4) umur ekonomis barang
tersebut.
Biaya penyusutan (depreciation cost), adalah biaya yang timbul akibat
terjadinya pengurangan nilai barang investasi (asset) sebagai akibat
penggunaannya dalam proses produksi. Setiap barang investasi yang dipakai
dalam proses produksi akan mengalami penyusutan nilai, baik karena makin
usang atau karena mengalami kerusakan fisik. Nilai penyusutan barang
investasi, seperti gedung, kendaraan, dan peralatan, disebut sebagai biaya
penyusutan.
Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menghitung
penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus (straight line method)
dimana jumlah historis yang sama dikurangi setiap tahun. Pada umumnya
analisis biaya dilakukan untuk satu kurun waktu tertentu, misalnya satu tahun
anggaran, maka untuk itu perlu dicari nilai biaya investasi setahun, sehingga
biaya investasi itu dapat digabung dengan biaya operasional.
Nilai biaya investasi satu tahun ini disebut nilai tahunan biaya investasi
(Annualized Investment Cost = AIC). Besarnya nilai tahunan dari biaya
investasi tersebut dipengaruhi oleh nilai uang (inflasi) serta waktu pakai dan
masa hidup suatu barang investasi.

AIC = IIC (1 + I)t


L

2) Biaya operasional (operasional cost)


Biaya operasional (operasional cost) adalah biaya yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan dalam suatu proses produksi dan memiliki sifat
habis pakai dalam kurun waktu yang relatif singkat (kurang dari satu tahun).

8
Contoh yang termasuk dalam biaya operasional antara lain biaya obat, biaya
makan, gaji pegawai, air dan listrik.
Konsep yang sering dipakai secara bersamaan dengan biaya operasional
yaitu biaya pemeliharaan (mantainance cost). Biaya pemeliharaan adalah
biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan nilai suatu barang investasi
agar dapat terus berfungsi, misalnya biaya pemeliharaan gedung dan
pemeliharaan kendaraan. Antara biaya operasional dan biaya pemeliharaan
dalam praktek sering disatukan menjadi biaya operasional dan pemeliharaan
(operational and mantainance cost).
Biaya operasional dan pemeliharaan, dengan sifatnya yang habis pakai
pada umumnya dikeluarkan secara berulang karena itu biaya pemeliharaan
sering disebut sebagai biaya berulang (recurrent cost). Contoh biaya
operasional seperti biaya pegawai (gaji), biaya obat dan bahan medis, biaya
listrik dan air, biaya bahan kantor (ATK), biaya telepon, biaya pemeliharaan
barang investasi. Untuk biaya listrik dan air, biaya bahan kantor (ATK), biaya
telepon, biaya pemeliharaan barang investasi dikenal dengan sebutan
overhead atau biaya umum.
Contoh biaya pemeliharaan seperti biaya yang dikeluarkan untuk
mempertahankan nilai suatu barang agar terus berfungsi. Misalnya biaya
pemeliharaan gedung, biaya pemeliharaan alat medis dan pemeliharaan
kendaraan.
3) Biaya total (total cost)
Biaya Tota (total Cost= TC), adalah jumlah dari biaya investasi
ditambah biaya operasional.

TC = IC + OC

2.2.3 Pembagian Biaya berdasarkan Fungsi atau Aktifitas Sumber Biaya


1. Biaya langsung (direct cost), adalah biaya yang dibedakan pada sumber biaya
yang mempunyai fungsi (aktifitas) langsung terhadap output. Contoh : gaji
perawat, biaya obat-obatan, biaya peralatan medis.

9
2. Biaya tidak langsung (indirect cost), adalah biaya yang dibebankan pada
sumber biaya yang mempunyai fungsi penunjang (aktivitas tak langsung)
terhadap output. Contohnya adalah gaji bagian administrasi, gaji direktur,
biaya ATK, TU, biaya peralatan non medis.
3. Total cost, merupakan penjumlahan dari direct cost ditambah indirect cost.
TC = Direct C + Indirect C

4. Unit cost, adalah biaya yang dihitung untuk menghasilkan satu satuan produk
(misalnya satu jenis pelayanan). Secara sederhana unit cost dapat diartikan
sebagi biaya per unit produk atau biaya per pelayanan. Unit cost
didefinisikan sebagai hasil pembagian antara total cost yang dibutuhkan
dengan jumlah unit produk yang dihasilkan. Dalam menghitung unit cost
harus ditetapkan terlebih dahulu besaran produk (cakupan pelayanan). Unit
cost sering kali disamakan dengan biaya rata-rata (average cost). Tinggi
rendahnya unit cost suatu produk tidak saja dipengaruhi oleh besarnya TC
tetapi juga dipengaruhi oleh besarnya pelayanan. Makin tinggi utilitas dengan
demikian makin besar jumlah output akan semakin kecil unit cost pelayanan.
5. Incremental cost adalah biaya yang timbul akibat adanya pertambahan atau
pengurangan output, biasanya merupakan hasil dari kegiatan produksi atau
operasi. Incremental cost juga merupakan biaya yang terjadi sebagai akibat
dari suatu keputusan. Incremental cost diukur dari berubahnya IC karena
suatu keputusan, oleh sebab itu sifatnya bisa variabel, bisa juga fixed.
Contohnya adalah penambahan biaya total produksi karena keputusan
manajemen untuk penambahan tenaga kerja dan bahan baku.
6. Marginal cost adalah kenaikan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan
sebagai akibat kenaikan satu output, perbedaanya dengan incremental cost
adalah terletak pada aspek yang memberi perubahan pada total cost, jika pada
incremental cost perubahan total cost dipengaruhi oleh perubahan keputusan,
pada marginal cost perubahan total cost dipengaruhi oleh penambahan satu
unit produk atau selanjutnya. Contohnya adalah perusahaan harus menambah
anggaran biaya produksi dikarenakan adanya penambahan permintaan dari
orderer yang sebelumnya memesan.

10
7. Recurring cost (biaya terulang) adalah biaya yang besarnya sama yang harus
dibayarkan lagi dengan adanya tambahan suatu aktivitas yang menghasilkan
produk (output) yang sama. Setiap penambahan 1 unit output, biaya yang
ditanggung berulang atau bertambah sebesar biaya per unitnya. Contohnya
adalah mesin photo copy digunakan atau tidak, perusahaan akan membayar
uang sewa mesin photo copy sebesar Rp. 1 juta per bulannya.
8. Unrecurring cost (biaya tak berulang) adalah biaya yang hanya muncul satu
kali, artinya tidak ada sesuatu yang ditambahkan setelah biaya ini
dikeluarkan. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli tanah.
9. Sunk cost ialah biaya yang telah dikeluarkan atau diterima sebelum
terjadinya suatu keputusan. Contoh dari sunk cost ialah biaya yang
dikeluarkan untuk rapat dan penelitian.

2.3 Perhitungan Biaya Produksi


Perhitungan biaya produksi bertujuan untuk mengetahui laba atau rugi suatu
perusahaan atas segala usaha yang dilakukan, Semua perusahaan mulai dari
perusahaan raksasa multinasional hingga ke pedagang kaki lima mengeluarkan
biaya agar bisa menyediakan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan konsumen.
Pada dasarnya jumlah keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan disebut
sebagai biaya total (Sukirno, 2013). Dapat dikatakan bahwa biaya total
merupakan seluruh biaya atau pengeluaran yang dibayar perusahaan untuk
membeli berbagai faktor produksi untuk menghasilkan barang atau jasa.
Berdasarkan pengertiannya dibagi menjadi tiga yaitu biaya total (total costs),
biaya tetap total (total Fixed costs) dan biaya berubah total (total variable costs).
Berikut penjabaran dari ketiga biaya total tersebut.

2.3.1 Biaya Tetap Total (TFC)


Biaya tetap total merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi (input) yang tidak dapat diubah jumlahnya (Sukirno,
2013). Seperti membeli mesin dan membangun pabrik merupakan contoh dari
faktor produksi yang dianggap tidak mengalami perubahan dalam jangka pendek.
Contoh lain dalam dunia kesehatan seperti pembangunan gedung rumah sakit,

11
pembelian alat rekam medik dan pembelian peralatan pelengkapan kesehatan yang
lain yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan.

2.3.2 Biaya Berubah Total (TVC)


Biaya berubah total merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Dimisalkan bahwa
faktor produksi yang dapat berubah jumlahnya adalah tenaga kerja. Setiap tenaga
kerja yang digunakan memperoleh pendapatan sebesar Rp 50.000 (Sukirno,
2013). Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang dapat berubah karena tenaga
kerja yang bisa aktif bekerja jumlahnya juga tidak stabil salah satu contohnya
pekerja yang tidak masuk yang dikarenakan berbagai hal dengan demikian jumlah
tenaga kerja juga berkurang sehingga jumlah produksi yang dihasilkanpun juga
berubah.
Selain tenga kerja bahan-bahan mentah juga merupakan variable yang
berubah jumlah dan nilainya dalam proses produksi. Semakin tinggi produksi,
maka semakin banyak pula bahan mentah yang dibutuhkan. Oleh sebab itu
perbelanjaan ke atas semakin bertambah.

Tabel 3.1 biaya produksi dalam jangka pendek


Jumlah Jumlah Biaya Biaya Biaya
pekerja produksi tetap total berubah total total
(1) (2) (3) (4) (5)
0 0 50 0 50
1 2 50 50 100
2 6 50 100 150
3 12 50 150 200
4 20 50 200 250
5 27 50 250 300
6 33 50 300 350
7 38 50 350 400
8 42 50 400 450
9 45 50 450 500

12
10 47 50 500 550
11 48 50 550 600

Sedangkan pada Jangka panjang perusahaan dapat menambah semua


faktor produksi atau input yang akan digunakannya. oleh karena itu, biaya
produksi tidak perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan biaya berubah. Dalam
jangka panjang tidak ada biaya tetap, semua jenis biaya yang dikeluarkan
merupakan biaya berubah, ini berarti bahwa perusahaan bukan saja dapat
menambah tenaga kerja tetapi juga dapat menambah jumlah mesin dan peralatan
produksi lainnya, luas tanah yang digunakan (terutama dalam kegiatan pertanian)
dan luasnya bangunan atau pabrik dan bangunan yang digunakan.

2.3.3 Biaya Total (Total Costs)


Menurut Sukirno pada tahun 2013, keseluruhan jumlah biaya produksi
yang dikeluarkan dinamakan biaya total. Jadi biaya produksi merupakan
keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk
menghasilkan barang atau jasa. Pada kolom (5) dalam table 3.1 menunjukkan
biaya yang dikeluarkan oleh produsen pada berbagai jumlah tenaga kerja yang
digunakan. Biaya produksi total atau biaya total didapat dari menjumlahkan biaya
tetap total TFC (Total Fixed Cost) dan biaya berubah total TVC (Total Variable
Cost). Dengan demikian biaya total dapat dihitung dengan menggunakan
rumusberikut :

TC = TFC + TVC

Keterangan :
TC = Biaya total (Total Cost)
TFC = Biaya tetap total (Total Fixed Cost)
TVC = Biaya variabel total (Total Variable Cost)

Dari tabel 3.1 dapat dilihat bahwa biaya total ditunjukkan dalam kolom
(5). Biaya ini dapat dihitung dari menjumlahkan angka-angka dalam kolom (3)

13
dan kolom (4), yang secara berturut-turut mengemukakan biaya tetap total dan
biaya berubah total.
Contoh perhitungan :
1. Pada 800 butir obat memerlukan biaya Rp 2.000.000 untuk pembelian
mesinnya dan harga per butir obat tersebut adalah Rp 1.500. berapa biaya
total yang harus dikeluarkan oleh perusahaan obat tersebut ?
Jawab :
TVC = 800 x 1.500 = 1.200.000
TFC = 2.000.000
TC = TFC + TVC
= 2.000.000 + 1.200.000
= 3.200.000
Jadi total biaya yang dikeluarkan oleh perusaan obat tersebut untuk memproduksi
800 butir obat sebesar 3.200.000

2. Pada suatu perusahaan dalam sehari dapat menghasilkan 3000 sachet


vitamin dalam bentuk serbuk. Dalam produksinya perusahaan tersebut
mengeluarkan biaya Rp 1.500.000 untuk pembelian mesin pres
pembungkus dan gaji untuk 30 karyawan dalam sehari adalah Rp 600.000
dan bahan-bahan untuk menghasilkan 3000 sachet vitamin tersebut dalam
sehari perusahaan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.500.000 .
berapakah biaya total yang harus di keluarkan oleh perusahaan tersebut
dalam sehari ?
Jawab :
TFC = 1.500.000
TVC = 1.500.000 + 600.000 = 2.100.000
TC = TFC + TVC
= 1.500.000 + 2.100.000
= 3.600.000
Jadi biaya total yang dikeluarkan oleh persahaan tersebut untuk menghasilkan
3000 sachet vitamin dalam sehari adalah Rp 3.600.000

14
2.4 Perhitungan Biaya Satuan Rata-Rata
Biaya satuan atau (Unit Cost) disebut juga biaya rata-rata (Average Cost)
merupakan biaya yang diperlukan atau dikeluarkan untuk menghasilkan satu
satuan produk (barang atau jasa) atau dalam bidang kesehatan biaya ini dihitung
untuk setiap pelayanan (Sugiarto, 2005). Dalam analisis biaya rumah sakit untuk
perhitungan biaya satuan perlu diketahui secara rinci jenis produk dan jenis
pelayanan yang dihasilkan oleh unit-unit produksi (Wina, 2012).
Menurut Sugiato (2005) setiap satuan produk dipengaruhi oleh biaya total
dan besarnya produk/layanan. Jenis biaya satuan ada 2, yaitu:
1. Biaya Satuan Aktual
Biaya aktual yaitu biaya yang dikeluarkan unit produksi pelayanan kesehatan
berdasarkan pengeluaran nyata untuk menghasilkan suatu output besaran
produk pelayanan kesehatan dalam kurun waktu tertentu. Besarnya biaya
satuan aktual diperoleh dari membagi biaya total (TC) dengan jumlah output
yang dihasilkan (Q), didapatkan dengan rumus:

Keterangan:
UCa : Unit cost aktual
TC : Total cost
Qac : Kuantitas aktual
2. Biaya Satuan Normatif
Biaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu jenis pelayanan kesehatan
menurut standar baku dengan melihat kapasitas dan utilisasinya, didapatkan
dengan rumus:

= +

Atau,
= +

15
Keterangan:
UCn : Unit Cost normatif
TFC : Total fix cost
Qcap : Kapasitas kuantitas
TVC : Total Variabel Cost
Qac : Kuantitas Aktual
AFC : Biaya tetap rata – rata
VFC : Biaya variabel rata – rata

Secara umum biaya satuan diperoleh dengan cara membagi biaya total
(Total Cost=TC) dengan jumlah output atau total produksi (Quantity= Q) atau
TC/Q . Dari pengertian ini biaya satuan dipengaruhi oleh besarnya biaya total
yang mencerminkan tinggi rendahnya fungsi produksi di unit pelayanan tersebut
serta tingkat utilisasi-nya. Makin tinggi tingkat utilisasi maka makin besar juga
jumlah Q dan makin kecil jumlah biaya satuan suatu pelayanan. Sebaliknya makin
rendah tingkat utilisasi-nya maka makin kecil jumlah Q dan akan semakin besar
jumlah biaya satuan suatu pelayanannya (Wita,2012). sesuai dengan rumus:

AC = TC / Q atau AC = FC + TC

Agar perbandingan dapat dilakukan, ukuran efisiensi harus sebagai Unit Cost.
Unit Cost adalah hasil dari total biaya dibagi jumlah unit pelayanan.
Sebagai contoh adalah sulit membandingkan biaya AC dari dua rumah
sakit yang berbeda kalau luas lantainya sangat berbeda. Cara terbaik adalah
membagi total biaya AC dengan luas lantai sehingga didapat biaya AC per kaki
persegi (cost of air conditioning per square foot). Konsep ini berlaku untuk semua
pengukuran efisiensi. Masalah lain yang harus lebih dahulu diatasi adalah jenis
satuan pengukuran. Adalah sulit membandingkan biaya x-ray per pasien (cost of
X-ray service per patient) dengan biaya x-ray per-tindakan (cost of x-ray service
periteration) (Pena & Ndiaye dalam Wita, 2012).
Perhitungan biaya satuan dalam pelayanan mendapat tantangan tersendiri
karena pelayanan kesehatan pada unit pelayanan yang bersifat heterogen sehingga

16
Unit Cost sukar dihitung, namun hal itu bisa disiasati yaitu dengan memberikan
nilai bobot tertentu yang disebut sebagai relative value unit (RVU) pada masing-
masing jenis unit pelayanan tersebut.
Perhitungan nilai RVU perhitungan biaya yaitu total biaya pada unit
bersangkutan dialokasikan ke masing-masing jenis pelayanan proporsional
terhadap RVU dan jumlah pelayanan bersangkuatan. Setelah diperoleh hasilnya
maka biaya satuan untuk jenis pelayanan tersebut dapat dihitung. (Gani dalam
Wita, 2012)

2.5 Pentarifan
Tarif (Trisnantoro, 2004:146) adalah nilai suatu jasa pelayanan yang
ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa
dengan nilai uang tersebut sebuah rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada
pasien. Tarif disuatu rumah sakit merupakan hal yang harus diperhatikan oleh
rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997 tentang Pola
Tarif Rumah Sakit Pemerintah Menteri Kesehatan Republik Indonesia
menetapkan tariff adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan
pelayanan di Rumah Sakit, yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan
atas jasa pelayanan yang diterimanya.
Tarif pada rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit swasta atau rumah
sakit keagamaan juga berbeda. Tarif rumah sakit keagamaan atau rumah sakit
swasta relative tinggi, hal ini dikarenakan pada rumah sakit keagamaan tidak
mendapat subsidi dari pemerintah ataupun dari masyarakat baik melalui
komunitas keagamaan ataupun dana-dana kemanusiaan lain.

2.5.1 Penetapan Tarif


Menurut Trisnantoro (2004) tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan
sebagai berikut:
1. Penetapan Tarif untuk Pemulihan Biaya
Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya rumah sakit.
Keadaan ini terutama terdapat pada rumah sakit pemerintah yang semakin

17
lama semakin berkurang subsidinya. Pada masa lalu kebijakan swadana
rumah sakit pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan pemulihan biaya (cost-
recovery). Oleh karena itu, muncul pendapat yang menyatakan bahwa
kebijakan swadana berkaitan dengan naiknya tarif rumah sakit.
2. Penetapan Tarif untuk Subsidi Silang
Dalam manajemen rumah sakit diharapkan ada kebijakan agar masyarakat
ekonomi kuat dapat ikut meringankan pembiayaan pelayanan rumah sakit
bagi masyarakat ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi silang ini maka tarif
bangsal VIP atau kelas I harus berada di atas unit cost agar surplusnya dapat
dipakai untuk mengatasi kerugian di bangsal kelas III. Selain subsidi silang
berbasis pada ekonomi, rumah sakit juga diharapkan melakukan kebijakan
penetapan tarif yang berbeda pada bagian-bagiannya.
Sebagai contoh IRD mempunyai potensi sebagai bagian yang mendatangkan
kerugian. Oleh karena itu, perlu disubsidi oleh bagian lain yang mempunyai
potensi mendatangkan keuntungan, misalnya instalasi farmasi. Kebijakan
subsidi silang ini secara praktis sulit dilakukan karena terjadi tarif rumah sakit
yang melakukan subsidi silang jauh berada di atas tarif pesaingnya. Apabila
rumah sakit memaksakan melakukan subsidi silang dari tarif–tarif yang ada
dikhawatirkan akan terjadi penurunan mutu pelayanan dalam jangka panjang
dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak mempunyai tujuan untuk
subsidi silang.
3. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Akses Pelayanan
Ada suatu keadaan rumah sakit mempunyai misi untuk mela-yani masyarakat
miskin. Oleh karena itu, pemerintah atau pemilik rumah sakit ini mempunyai
kebijakan penetapan tarif serendah mungkin. Diharapkan dengan tarif yang
rendah maka akses orang miskin menjadi lebih baik. Akan tetapi, patut
diperhatikan bahwa akses tinggi belum berarti menjamin mutu pelayanan
yang baik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan rumah
sakit pemerintah rendah akibat subsidi pemerintah terbatas dan tarif rumah
sakit rendah dengan sistem manajemen yang birokratis. Kegagalan
pemerintah memberikan subsidi cukup bagi biaya operasional dan

18
pemeliharaan rumah sakit yang mempunyai tarif rendah menyebabkan mutu
pelayanan rumah sakit semakin rendah secara berkesinambungan.
4. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan
Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan penetapan tarif pada
bangsal VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk peningkatan mutu
pelayanan dan peningkatan kepuasan kerja dokter spesialis. Sebagai contoh,
bangsal VIP dibangun untuk mengurangi waktu spesialis di rumah sakit
swasta. Terlalu lamanya waktu yang dipergunakan dokter spesialis
pemerintah bekerja di rumah sakit swasta dapat mengurangi mutu pelayanan.
5. Penetapan Tarif untuk Tujuan Lain
Beberapa tujuan lainnya, misalnya mengurangi pesaing, memaksimalkan
pendapatan, meminimalkan penggunaan, menciptakan corporate image.
Penetapan tarif untuk mengurangi pesaing dapat dilakukan untuk mencegah
adanya rumah sakit baru yang akan menjadi pesaing. Dengan cara ini, rumah
sakit yang sudah terlebih dahulu beroperasi mempunyai strategi agar tarifnya
tidak sama dengan rumah sakit baru.

2.5.2 Teknik-Teknik Penetapan Tarif


Teknik-teknik penetapan tarif pada sebagian besar berlandaskan informasi
biaya produksi dan keadaan pasar, bak monopoli, oligopoly, maupun persaingan
sempurna. Teknik-teknik penetapan tarif menurut Trisnantoro (2005) adalah:
1. Full-Costing Pricing
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana secara teoritis, tetapi
membutuhkan informasi mengenai biaya produksi. Dasar cara menetapkan
tarif sesuai dengan unit cost ditambah dengan keuntungan. Dengan cara ini,
jelas bahwa analisis biaya merupakan hal mutlak yang harus dilakukan.
Teknik penetapan tarif ini dikritik karena pertama, sering mengabaikan faktor
demand. Dengan berbasis pada unit cost, maka asumsinya tidak ada pesaing
ataupun permintaannya sangat tinggi. Dengan asumsi ini maka pembeli
seakan-akan dipaksa menerima jalur produksi yang menimbulkan biaya
walaupun mungkin tidak efisien. Dengan demikian teknik ini mengabaikan
faktor kompetitor. Kedua, membutuhkan penghitungan biaya yang rumit dan

19
tepat. Sebagai gambaran untuk mengembangkan sistem akuntasi yang baik,
dibutuhkan modal yang besar.

2. Kontrak dan Cost-Plus


Tarif rumah sakit dapat ditetapkan berdasarkan kontrak misalnya kepada
perusahaan asuransi, ataupun konsumen yang tergabung dalam satu
organisasi. Dalam kontrak tersebut penghitungan tarif juga berbasis pada
biaya dengan tambahan surplus sebagai keuntungan bagi rumah sakit. Akan
tetapi, saat ini perhitungan tarif kontrak dengan asuransi kesehatan masih
sering menimbulkan perdebatan. Apakah rumah sakit mendapat surplus dari
kontrak, atau justru malah rugi atau memberikan subsidi. Tarif kontrak ini
dapat memaksa rumah sakit menyesuaikan tarifnya sesuai dengan kontrak
yang ditawarkan perusahaan asuransi kesehatan. Dengan demikian, masalah
efisiensi menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan.

3. Target Rate of Return Pricing


Cara ini merupakan modifikasi dari metode full-cost di atas. Misalnya, tarif
ditentukan oleh direksi harus mempunyai 10% keuntungan. Dengan
demikian, apabila biaya produksi suatu pemeriksaan darah Rp5.000,00, maka
tarifnya harus sebesar Rp5.500,00 agar memberi keuntungan 10%. Walaupun
cara ini masih dikritik karena berbasis pada unit cost, tetapi faktor demand
dan pesaing telah diperhitungkan. Pada saat melakukan investasi, seharusnya
telah diproyeksikan demand dan pesaingnya sehingga direksi berani
menetapkan target tertentu.
Dalam teknik ini dibutuhkan beberapa kondisi antara lain : pertama, rumah
sakit harus dapat menetapkan tarif sendiri tanpa harus menunggu persetujuan
pihak lain, kedua, rumah sakit harus dapat memperkirakan besar pemasukan
yang benar dan ketiga, rumah sakit harus mempunyai pandangan jangka
panjang terhadap kegiatannya.

4. Acceptable Pricing.
Teknik ini digunakan apabila pada pasar terdapat satu rumah sakit yang
dianggap sebagai panutan (pemimpin) harga. Rumah sakit lain akan
mengikuti pola pentarifan yang digunakan oleh rumah sakit tersebut.

20
2.6 Break Even Point (BEP)

2.6.1 Pengertian Break Even Point


Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan perusahaan dimana dengan
keadaan tersebut perusahaan tidak mengalami kerugian juga perusahaan
tidak mendapatkan laba sehingga terjadi keseimbangan atauimpas. hal ini bisa
terjadi bila perusahaan dalam pengoperasiannya menggunakan biaya tetap
dan volume penjualannya hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya
variable (Syarifuddin Alwi, 1990 : 239 dalam Marhaeni, 2011).
Break even point dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana
perusahaan didalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak
menderita kerugian, dengan kata lain dalam keadaan tersebut keuntungan
atau kerugian adalah sama dengan nol menurut Syamsuddin (2007:90 dalam
Parade 2013). Sedangkan pengertian break even point menurut Adisaputro
(2007:93 Parade 2013) adalah suatu keadaan dimana penghasilan dari
penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik yang bersifat variabel
maupun yang bersifat tetap. Dengan kata lain keadaan break even point
menunjukkan jumlah laba sama dengan nol atau bahwa penghasilan total sama
dengan biaya total. Tujuan titik impas adalah untuk mencari tingkat aktivitas
dimana pendapatan dari hasil penjualan sama dengan jumlah semua biaya
variabel dan biaya tetap.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa titik
impas adalah suatu keadaan dimana pendapatan dan jumlah biaya yang
dikeluarkan dalam suatu perusahaan sama besarnya, dalam arti perusahaan
tersebut tidak mendapatkan laba dan tidak menderita kerugian. Dalam
perencanaan BEP juga dibutuhkan analisis break even point yang merupakan
teknik analisa pendekatan perencanaan laba sama dengan total biaya dan
penghasilan penjualan.

2.6.2 Manfaat Analisis Break Even Point


Analisis break even secara umum dapat memberikan informasi kepada
pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan

21
tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Dalam
analisis BEP terdapat manfaat bagi manajemen antara lain:
1. Membantu pengendalian melalui anggaran (budgetery control). Membantu
menunjukkan perubahan apabila ada yang diperlukan untuk menjadikan biaya
selaras dengan pendapatan.
2. Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan. Berlaku sebagai sinyal
peringatan untuk menggugah manajemen terhadap kemungkinan kesulitan
dalam program penjualan. Jika penjualan secara relatif tidak cukup tinggi
dibandingkan dengan biasanya seperti semestinya, kenyataan ini akan
diperhatikan. Dengan demikian akan tersedia cukup waktu guna
mengevaluasi kembali teknik penjualan.
3. Menganalisa dampak volume penjualan. Memberi jawaban atas
pertanyaan seperti:
a. Berapa banyak volume penjualan saat ini bisa berkurang sebelum industri
menderita rugi?
b. Berapa kenaikan laba bila ada kenaikan volume penjualan?
4. Menganalisis harga jual dan dampak perubahan biaya. Menunjukkan
pengaruh yang mungkin terjadi atas laba akibat perubahan harga jual yang
disertai oleh perubahan lain, sebagai contoh:
a. Perubahan apa yang dapat diharapkan dalam laba jika terjadi
perubahan harga dengan asumsi semua faktor lainnya tetap/konstan?
b. Jika harga barang dikurangi apa kombinasi perubahanvolume dan biaya
yang paling praktis untuk diberikan dan apa pengaruh bersih kombinasi
industri tersebut terhadap laba?
c. Demikian pula jika harga naik apa kombinasi perubahan dan
pengaruhnya terhadap laba yang layak untuk diharapkan?
5. Merundingkan upah. Membantu manajemen karena:
a. Menunjukkan dengan cepat kemungkinan pengaruh perubahan usulan
gaji terhadap laba (dianggap tidak ada perubahan efisiensi karyawan)
b. Memberikan bantuan dalam menentukan kemungkinan penghematan
efisiensi yang dapat melindungi posisi laba industri.

22
6. Menganalisa bauran produk. Memungkinkan dilakukan pengujian krisis
atas bauran produk. Analisa impas untuk tiap jalur produk merupakan
bantuan yang berharga dalam menentukan produk mana yang mungkin
harus dihapuskan.
7. Menilai keputusan-keputusan kapitulasi dan ekspansi lanjutan memberi
sarana guna menilai terlebih dahulu usulan belanja barang modal yang
dapat mengubah struktur biaya industri.
8. Menganalisa margin pengamanan sebagai cadangan margin pengaman dan cara
untuk mempengaruhi melalui pengamanan.

2.6.3 Asumsi-Asumsi Analisis Break Even Point (BEP)


Analisis break even point membutuhkan asumsi tertentu sebagai dasarnya.
Asumsi-asumsi itu menurut Adisaputro (2007:95) adalah:
1. Bahwa biaya pada berbagai tingkat kegiatan dapat diperkirakan
jumlahnyasecara tepat. Dengan demikian perubahan tingkat produksi dapat
dijabarkan menjadi perubahan tingkat biaya.
2. Biaya yang diperkirakan itu dapat dipisahkan mana yang bersifat variabel dan
mana yang merupakan beban tetap. Analisa break even hanya dapat
dihitung bilamana sebagian biaya merupakan bebanm tetap.
3. Tingkat penjualan sama dengan tingkat produksi, artinya apa yang
diproduksi dianggap terjual habis. Dengan demikian tingkat persediaan
barang jadi tidak mengalami perubahan, atau perusahaan sama sekali tidak
menyediakan stock barang jadi.
4. Harga jual produk perusahaan pada berbagai tingkat penjualan tidak
mengalami perubahan.
5. Efisiensi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan juga tidak berubah.
6. Perusahaan dianggap seakan-akan hanya menjual satu macam produk
akhir. Bilamana dalam kenyataannya produk yang dibuat lebih dari satu
macam, maka sales mix dipertahankan tetap sama

23
2.6.4 Rumusan untuk menghitung BEP = titik impas
1. Atas dasar rupiah

BEP (Rp) =

Keterangan :
BEP (Rp) = Jumlah untuk produk yang dihasilkan impas dalam rupiah
TFC = Total Biaya Tetap
TVC = Biaya Variabel
TR = Volume Penjualan
2. Atas dasar unit

BEP (Q) =

Keterangan :
BEP (Q) = Jumlah untuk produk yang dihasilkan impasdalam unit
TFC = Total biaya tetap
P = Harga jual per unit
AVC = Average Variabel Cost

2.7 Cost Recovery Rate (CRR)


Cost Recovery Rate merupakan nilai dalam persen yang menunjukkan
besarnya kemampuan pelayanan kesehatan menutup biayanya dengan
penghasilan yang didapatkan (revenue). Proses ini menghasilkan seberapa besar
subsidi yang dikeluarkan kepada pasien. Sebagai contoh, jika sarana kesehatan
yang dimaksud adalah rumah sakit, Wita (2012) menyebutkan bahwa Cost
Recovery Rate adalah nilai dalam persen yang menunjukkan besarnya
kemampuan rumah sakit untuk menutupi biayanya dengan penerimaan dari
pembayaran pasien.
Berikut ini merupakan cara perhitungan yang dapat dilakukan untuk
melihat atau menentukan CRR:
CRR Total = TR / TC x 100 %
CRR per unit = T unit yang bersangkutan / Total cost unit yang
bersangkutan x 100%

24
CRR per pasien = Tarif unit pelayanan tertentu / Unit cost pelayanan
tertentu x 100%
TR = Total Revenue
TC =Total Cost
Bila tingkat CRR din bawah 100% berarti rumah sakit beroperasi dalam
keadaan defisit (Wita, 2012).

2.8 Aplikasi di Industri Pelayanan Kesehatan


Berikut contoh penghitungan biaya produksi pada rawat inap bagian
perawatan anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Data primer dari
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar pada tahun 2010 diambil oleh
Rahmayati Syamsul, mahasisiwi akuntansi Universitas Hasanudin Makassar.
Data yang kami gunakan diambil dari sebuah penelitian berjudul “Evaluasi
Perhitungan Harga Pokok Pelayanan Rawat Inap Bagian Perawatan Anak-RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar” yang memiliki tujuan mengetahui berapa
harga pokok dari pelayanan rawat inap rumah sakit yang selanjutnya
digunakan sebagai dasar dalam penentuan tarif. Hal ini menjadi sangat
penting mengingat penentuan harga pokok rawat inap perlu dihitung kembali
untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas pengelolaan yang berkaitan
dengan pelayanan rumah sakit kepada pasien, khususnya bagi pasien rawat inap.
Dalam contoh yang kami sampaikan, tidak ada perubahan detail harga,
hanya penghitungan yang kami sesuaikan dengan materi pada bab sebelumnya.

25
2.7.1 Klasifikasi Biaya
Fungsi atau Aktifitas Sumber
Skala Produksi Lama Penggunaan
No Unsur Biaya Biaya
Fixed Cost Variabel Cost Direct Cost Indirect Cost Investment Cost Operational Cost
1 Gaji Dokter 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000
2 Gaji Perawat 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000
3 Bahan makanan 350.000.000 350.000.000 350.000.000 350.000.000
4 Listrik dan air 170.252.170 170.252.170 170.252.170 170.252.170
5 Kontrak cleaning
150.050.000 150.050.000 150.050.000 150.050.000
service
6 Alat medis habis pakai 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000
7 Penyusutan peralatan
185.250.000 185.250.000 185.250.000 185.250.000
medis
8 Penyusutan peralatan
175.250.000 175.250.000 175.250.000 175.250.000
non medis
9 Penyusutan gedung
150.000.000 150.000.000 150.000.000 150.000.000
perawatan anak
TOTAL 1.050.550.000 770.252.170 1.160.252.170 660.550.000 510.500.000 1.310.302.170
TOTAL COST 1.820.802.170 1.820.802.170 1.820.802.170 1.820.802.170
2.8.2 Cara Penghitungan
1. Jumlah hari pasien rawat inap = 12,990 hari
2. Jumlah Dokter 5 orang
Tenaga dokter anak pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo berjumlah 5
orang. Dokter mendapat gaji dan tunjangan yang bersifat tetap dan
dibayarkan setiap bulan oleh rumah sakit. Gaji ditambah dengan
tunjangan -tunjangan rumah sakit yang dibayarkan kepada dokter sebesar
Rp. 3.500.000, - setiap bulan, sehingga total gaji seorang dokter selama
setahun sebesar Rp 42.000.000,- (Rp 3.500.000 x 12 bulan). Jadi total biaya
dokter anak setahun yang dikeluarkan oleh RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo sebesar Rp 210.000.000,- (Rp 42.000.000 x 5)
3. Jumlah Perawat = 10 orang
Tenaga perawat pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo berjumlah 10
orang. Perawat mendapat gaji dan tunjangan yang bersifat tetap dan
dibayarkan setiap bulan oleh rumah sakit. Gaji ditambah dengan
tunjangan -tunjangan rumah sakit yang dibayarkan kepad a perawat
sebesar Rp. 1.500.000,- setiap bulan, sehingga total gaji seorang perawat
setahun sebesar Rp. 18.000.000,-(Rp 1.500.000 x 12 bulan). Jadi total
biaya gaji perawat setahun yang dikeluarkan oleh RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo sebesar Rp 180.000.000,- (Rp 18.000.000 x 10).
4. Perhitungan Unit Cost
Unit Cost adalah harga yang harus dibayarkan per pasien per hari rawat di
rawat inap bagian perawatan anak. Pada bagian ini akan dihitung Unit Cost
Actual
Diketahui harga rawat inap per hari di unit perawatan anak adalah Rp
187,000.00.
Keterangan:
UC = Unit Cost
TC = Total Cost aktual
Q = Quantitiy (jumlah hari rawat inap)

UC = TC/Q

27
= Rp 1,820,802,170 / 12,990
= Rp 140,169.53

5. Perhitungan BEP
Titik impas (break even point) adalah sebuah titik dimana biaya atau
pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat
kerugian atau keuntungan. BEP yang dapat dihitung dari ketersediaan data
yang ada dalam penelitian yaitu jumlah pasien yang dapat dilayani agar biaya
pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang.
Keterangan:
AVC = Average Variabel Cost
VC = Variabel Cost
QBEP = BEP unit, dalam hal ini jumlah pasien
TFC = Total Fixed Cost
P = Price actual

AVC = VC/ Jumlah hari pasien rawat inap


= Rp 770,252,170/12990
= Rp 59,295.78
QBEP = TFC/(P-AVC)
= Rp 1,050,550,000/( Rp 187,000.00 -59,295.78)
= 8,226.43 hari rawat

6. Perhitungan CRR
TR : Total Revenue =PxQ
= Rp 187,000 x 12,990
= Rp 2,429,130,000
Cost Recovery Rate = (TR/ TC) x 100 %
= (Rp 2,429,130,000/ Rp 1,820,802,170) x 100%
= 133%

28
2.8.3 Analisis Perhitungan
Setelah melakukan klasifikasi biaya produksi, didapat total cost berdasar
tiap skala produksi, lama penggunaan, dan aktifitas produksi adalah sama
sehingga dapat dihitung unit cost actual. Unit cost actual merupakan hasil
pembagian Total cost dengan jumlah hari rawat per tahun (2010), dari perhitungan
tersebut didapat unit cost di ruang rawat inap anak sebesar Rp 140,169.53. Jadi
harga aktual yang harus dibayarkan per pasien per hari rawat di rawat inap bagian
perawatan anak adalah Rp 140,169.53, dan tarif yang ditetapkan rumah sakit
adalah Rp 187,000.00.
Dengan diketahui tarif rawat inap per hari yang sudah ditentukan oleh RS.
X, dapat dihitung BEP unit, dari perhitungan total fix cost dibagi dengan price
dikurangi AVC, didapat hasil bahwa rumah sakit harus melayani 8,226.43 pasien
agar modalnya kembali (mencapai titik impas). CRR adalah nilai dalam persen
yang menunjukkan besarnya kemampuan rumah sakit untuk menutupi
biayanya dengan penerimaan dari pembayaran pasien yang dihitung dari
pembagian antara TR unit bersangkutan dengan TC unit bersangkutan dikali
100%.
Hasil perhitungan didapat CRR sebesar 133% yang berarti mengalami
surplus. Hasil CRR dapat memberi informasi bahwa rumah sakit mampu
menutupi biaya yang dikeluarkan 100% dan laba yang didapat rumah sakit
sebesar 33% per unit (hari rawat inap).

29
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Biaya produksi adalah total nilai dari input dalam kegiatan produksi untuk
menghasilkan suatu produk baik barang atau jasa.
2. Konsep biaya dikelompokkan menjadi:
a. Pembagian biaya berdasarkan pengaruhnya pada skala produksi, dibagi
menjadi: biaya tetap, biaya variable dan total cost.
b. Pembagian biaya berdasarkan lama penggunaannya, dibagi menjadi:
biaya investasi, biaya operasional, biaya total.
c. Pembagian biaya berdasarkan fungsi atau aktifitas sumber biaya, dibagi
menjadi: biaya langsung, biaya tidak langsung, total cost, unit cost,
incremental cost, marginal cost, recurring cost, unrecurring cost dan
sunk cost.
3. Jumlah keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan disebut sebagai biaya
total. Biaya total dapat dikelompokkan menjadi:
a. Biaya total, didapat dari menjumlahkan biaya tetap total TFC (Total
Fixed Cost) dan biaya berubah total TVC (Total Variable Cost). TC =
TFC + TVC
b. Biaya tetap total, merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi (input) yang tidak dapat diubah jumlahnya.
c. Biaya berubah total, merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.
4. Menurut Sugiato (2005) setiap satuan produk dipengaruhi oleh biaya total
dan besarnya produk/layanan. Jenis biaya satuan ada 2, yaitu:
a. Biaya satuan aktual, biaya yang dikeluarkan unit produksi pelayanan
kesehatan berdasarkan pengeluaran nyata.

b. Biaya satuan normative, menurut standar baku dengan melihat kapasitas


dan utilisasinya.
"
=
!
+ atau = +

30
5. Teknik-teknik penetapan tarif menurut Trisnantoro (2005) adalah Full-
Costing Pricing, Kontrak dan Cost-Plus, Target Rate of Return Pricing dan
Acceptable Pricing
6. Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan perusahaan dimana dengan
keadaan tersebut perusahaan tidak mengalami kerugian juga perusahaan
tidak mendapatkan laba sehingga terjadi keseimbangan atau impas.
sedangkan Cost Recovery Rate menurut Wita (2012) adalah nilai dalam
persen yang menunjukkan besarnya kemampuan rumah sakit untuk
menutupi biayanya dengan penerimaan dari pembayaran pasien.

3.2 Saran
Demikianlah yang bisa kami sampaikan mengenai materi yang menjadi
bahasan makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan dan rujukan atau refrensi yang kami peroleh.
sehubungan dengan makalah ini penulis banyak berharap kepada pembaca
yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
para pembaca khusus pada penulis.

31
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


582/Menkes/SK/VI/1997

Marhaeni, AP. 2011. Analisis Break Even Point Sebagai Alat Perencanaan Laba
Pada Industri Kecil Tegel Di Kecamatan Pedurungan Periode 2004 –
2008 (Studi Kasus Usaha Manufaktur). (Online),
(https://core.ac.uk/download/pdf/11726846.pdf.). Diakses pada 18
Februari 2016.

Parade, AE. 2013. Analisis Biaya – Volume – Laba Sebagai Alat Perencanaan
Laba Pada Ud. Hartono Putra Putra Balung Jember. (Online),
(http://repository.unej.ac.id/handle/ 123456789/6650. ). Diakses pada 18
Februari 2016.

Pindyck, Robert S. & Danirl L. Rubinfeld. 2014 Mikroekonomi. Terjemahan


Devri Barnadi Putera.. Jakarta : Erlangga.

Soeharno. 2006. Teori Mikroekonomi. Yogyakarta: Andi.

Sugiarto, Dkk. 2002. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif Edisi Kedua.
Jakarta: Gramedia.

Sukirno,S. 2013. Mikro Ekonomi Edisi ketiga. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Trisnantoro, L. 2004. Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: Gadjah Mada


University

Trisnantoro, L. 2005. Aspek Strategis Manajement Rumah Sakit. Yogyakarta:


Andi Offset

Wita, Virna. 2012. Perhitungan Biaya Satuan Tindakan Bedah Appendiktomi Akut
Di Kamar Operasi Rumah Sakit X Tahun 2010 (Tesis). Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Syamsul, Rahmayati, 2012. Evaluasi Perhitungan Harga Pokok Pelayanan Rawat


Inap Bagian Perawatan Anak-RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar. (Online),
(http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1275), diakses 18
Februari 2016.

Sari, Eka Nur Yunita. 2014. Review Biaya Produksi Dan Aplikasinya Di Industri
Pelayanan Kesehatan. (Online),
(https://www.academia.edu/9627576/Kelompok-5-review-biaya-
produksi-dan-aplikasinya-di-industri-pelayanan-kesehatan), diakses 28
Februari 2016.

32

Anda mungkin juga menyukai