Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOSARKOMA PADA

ANAK

Disusun untuk memenuhi Tugas Keperawatan Anak

Dosen Pengampu:

Juliawati, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. An

Oleh:

Kristina Debo Marce Edoway 20140811024061

Melisa Humairoh 20140811024087

Wahyu Setianingsih 20140811024121

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik demi memenuhi tugas
keperawatan anak dengan judul “Asuhan Keperawatan Osteosarkoma pada Anak”.
Diharapkan dari makalah ini mahasiswa/ i dan pembaca dapat mengetahui mengenai
pengertian klasifikasi , etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi,
penatalaksanaan asuhan keperawatan osteosarkoma pada anak.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini bukan lah usaha dari kelompok
sendiri melainkan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu baik secara moril
maupun materil.

Tentunya dalam penulisan dan penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan atas segala
kekurangannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jayapura, 22 Februari 2017

Kelompok 17

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 4

2.1 Pengertian .................................................................................................................... 4

2.2 Klasifikasi.................................................................................................................... 4

2.3 Etiologi ........................................................................................................................ 8

2.4 Patofisiologi ................................................................................................................ 8

2.5 Manifestasi Klinik ..................................................................................................... 11

2.6 Komplikasi ................................................................................................................ 12

2.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................................................. 12

2.8 Penatalaksanaan ........................................................................................................ 14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOSARKOMA 23

3.1 Pengkajian ................................................................................................................. 23

3.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................................................. 26

3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 27

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 36

iii
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 36

4.2 Saran .......................................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk osteoid atau tulang yang imatur. Osteosarkoma telah
dikenal sejak 200 tahun lalu. Insiden di Amerika Serikat 4-5/1 juta penduduk dengan
jumlah kasus baru 1000-1500 per tahun, serta tidak berhubungan secara bermakna
dengan kelompok etnik atau ras. Menurut WHO 2002 insiden tumor ganas primer pada
tulang hanya 0,2% dari seluruh tumor pada manusia. Di Indonesia sendiri menurut data
Badan Registrasi Kanker (BRK) tahun 2003 didapatkan 257 kasus tumor ganas di tulang,
196 di antaranya adalah tumor primer. Insiden tumor ganas tulang di Indonesia adalah
1,6% dari seluruh jenis tumor ganas di tubuh manusia. Di laboratorium Patologi Anatomi
Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang didapatkan kecenderungan insiden tumor
tulang yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 didapatkan 12 kasus
tumor tulang jinak dan ganas yang diperiksa histopatologi. Pada tahun 2006 jumlah
kasusnya meningkat menjadi 16 dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 17 kasus.
Data ini menunjukkan insiden yang lebih tinggi dari data WHO. Osteosarkoma berada
pada urutan ke-5 tumor ganas pada anak usia 15-19 tahun, dan urutan ke-2 pada orang
dewasa muda setelah limfoma (Wang et al., 2011).

Tumor tulang ganas primer sering mengenai anak-anak dan remaja pada usia dua
dekade pertama dari kehidupan dan sangat bervariasi dalam gambaran makroskopik,
mikroskopik dan perilaku klinisnya. Variasi ini menimbulkan banyak masalah diagnosa
dan terapi baik bagi dokter maupun bagi pasien. Osteosarkoma lebih sering terjadi pada
pria daripada wanita dengan perbandingan. Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuhan
tulang pada pria lebih lama daripada wanita.

Dahulu osteosarkoma memiliki prognosis yang buruk dengan kesintasan sekitar


20%, meskipun untuk osteosarkoma yang masih terlokalisir. Perkembangan kemoterapi
dan teknik operasi mampu menurunkan morbiditas dan meningkatan kesintasan secara
signifikan, dengan kesintasan 5 tahun dapat mencapai diatas 60%.

1
1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian Osteosarkoma ?


b. Bagaimana Klasifikasi Osteosarkoma ?
c. Apa etiologi dari Osteosarkoma ?
d. Bagaimana Patofisiologi Osteosarkoma ?
e. Apa saja yang menjadi Manifestasi Klinik dari Osteosarkoma?
f. Apa saja Komplikasi Osteosarkoma?
g. Apa saja Pemeriksaan Penunjang Osteosarkoma?
h. Bagaimana Penatalaksanaan Osteosarkoma?
i. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteosarkoma?

1.3 Tujuan

a. Tujuan Umum
Meningkatkan upaya penatalaksanaan osteosarkoma yang maksimal secara
komprehensif sehingga dapat meningkatkan angka harapan hidup keseluruhan
(angka kesintasan), bebas penyakit, dan peningkatan fungsi ekstremitas dan
kualitas hidup pasien osteosarkoma di Indonesia.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami pengertian
Osteosarkoma.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Klasifikasi
Osteosarkoma.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami etiologi dari
Osteosarkoma
4. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Patofisiologi
Osteosarkoma
5. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Manifestasi Klinik
dari Osteosarkoma
6. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Komplikasi
Osteosarkoma
7. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Pemeriksaan
Penunjang Osteosarkoma

2
8. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Penatalaksanaan
Osteosarkoma.
9. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Osteosarkoma.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang


jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang
pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari
sarcoma, yaitu sarcoma pada tulang dan jaringan
lunak. Sarcoma dapat berkembang pada
dimanapun tulang, namun dapat juga berkembang
pada jaringan lunak disekitar tulang. Sarcoma
pada jaringan lunak dapat berkembang pada otot,
lemak, pembuluh darah atau dimanapun pada
jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi,
dan melindungi organ tubuh. Osteosarkoma
merupakan keganasan sistem skeletal
nonhematopoetik yang tersering ditemukan yaitu
sekitar 20% dari tumor ganas primer tulang.
Osteosarkoma didefinisikan sebagai suatu
neoplasma dimana jaringan osteoid disintesis oleh
Gambar Kanker Tulang
sel ganas. Penyakit ini termasuk keganasan sistem
skeletal non hematopoetik yang tersering dengan
distribusi usia bimodal.

2.2 Klasifikasi

1. Intramedular
a. Konvensional

Tipe klasik osteosarkoma, merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada
80% kasus dan biasanya mengenai orang pada usia dekade pertama dan kedua.
Osteosarkoma merupakan tipe high-grade dan berasal dari kavitas intramedular.
Gambaran radiologis menunjukkan gambaran lesi tulang osteolitik dan / atau
osteoblastik dengan degenerasi kortikal. Pada 80% kasus terjadi pada daerah

4
metafisis, tetapi tumor juga dapat timbul pada apofisis tulang panjang atau tulang
aksial (Messerschmitt et al., 2009).

Pemeriksaan histopatologis menunjukan sel mesenkimal ganas, berbentuk


spindel hingga polihidral, dengan gambaran nukleus pleomorfik dan mitosis.
Gambaran produksi tulang dan osteoid pada evaluasi histopatologis merupakan
kunci dalam menentukan diagnosis. World Health Organization mengkategorikan
high-grade intramedullary osteosarcoma berdasarkan matriks ekstra seluler
dominan yang diproduksi sel tumor: osteoblastik, kondroblastik, atau fibroblastik.
(Messerschmitt et al., 2009).

b. Telangiektatik

Merupakan 4% dari semua kasus osteosarkoma, sebagian besar muncul pada


anak dan dewasa muda. Sekitar 25% pasien osteosarkoma telangiektatik datang
dengan fraktur patologis. Gambaran radiologis menunjukan lesi eksentrik dan
osteolitik yang meluas hingga permukaan metafisis femur distal atau tibia proximal;
bentuk lesi mungkin menyerupai aneurysmal bone cyst. Lesi terdiri dari multiple
sinusoid terisi darah, yang dapat dengan mudah terdeteksi dengan MRI sinyal T2
(Messerschmitt, et al., 2009).

Gambaran histopatologi menunjukan tumor terdiri dari multipel kavitas


hemoragik yang dilatasi, sedikit osteoid, dan sel osteosarkoma high-grade, yang
ditemukan dalam septa. Secara umum gambaran histologis menyerupai aneurysmal
bone cyst, akan tetapi, septa pada osteosarkoma teleangiektatik tampak jelas sel
sarkoma high-grade (Wang et al., 2012).

c. Low-grade

Ditemukan pada 1-2% dari seluruh osteosarkoma dan biasanya mengenai


individu pada usia dekade ke-3 atau ke-4. Lesi biasanya hanya melibatkan femur dan
tibia sekitar lutut. Pemeriksaan radiologis menunjukan gambaran litik yang relatif
tidak agresif atau gambaran lesi fibro-osseus yang tampak sebagai proses blastik
dengan osifikasi dan sklerosis septal yang bervariasi. Tumor dapat menyerupai
fibrous diplasia, tetapi MRI atau CT biasanya menunjukan kerusakan kortikal
(Messerschmitt et al., 2009). Evaluasi histologis menunjukan sel tersebar

5
berdiferensiasi baik dengan woven microtrabeculae dan stroma fibrous. Tampak
sedikit osteoid, yang atipik dan bermitosis (Messerschmitt et al., 2009).

d. Small-cell

Osteosarkoma tipe ini merupakan varian yang jarang, sekitar 1,5% dari semua
kasus osteosarkoma. Tipe ini mirip dengan osteosarkoma tipe klasik karena
memiliki distribusi usia yang sama dan sering terjadi pada distal femur. Pada
gambaran radiologis tampak proses destruksi dengan area litik dan sklerosis yang
bervariasi. Pada MRI tampak gambaran massa jaringan lunak yang besar, mirip
dengan Ewing sarkoma (Messerschmitt, et al., 2009). Pemeriksaan histopatologi
tampak sel kecil, bulat dan ganas dalam matriks osteoid. Meskipun lesi menyerupai
Ewing sarkoma, produksi osteoid dan sel tumor yang berbentuk spindel merupakan
tanda khas small-cell osteosarcoma (Messerschmitt, et al., 2009).

2. Superfisial

Osteosarkoma superfisial tumbuh dari permukaan tulang panjang tanpa mengenai


kanal medula. Puncak insidensi terjadi pada dekade ke-3 dan lebih sering terjadi pada
wanita daripada laki-laki (Messerschmitt, et al., 2009).

a. Parosteal

Osteosarkoma parosteal merupakan 1-6% dari seluruh kasus osteosarkoma.


Osteosarkoma parosteal tumbuh dari permukaan luas tulang metafisis dan analisis
radiologis menunjukan massa lobulated dan ossified dengan densitas tinggi pada
bagian posterior distal femur, tanpa melibatkan kavitas medula. Osteosarkoma tipe
ini sifatnya tumbuh lambat (Messerschmitt, et al.,2009). Gambaran histopatologis
menunjukan stroma fibrous berdeferensiasi, lowgrade dengan komponen tulang.
Adanya gambaran trabekula menyerupai tulang dengan orientasi parallel dan pola
“pulled steel wool”. Sekitar 25-30% terjadi diferensiasi pada bagian kartilago
(Messerschmitt, et al., 2009).

b. Periosteal

Sekitar 1-2% dari semua osteosarkoma. Tipe ini lebih agresif daripada tipe
parosteal. Gambaran radiologis tampak masa radiolusen, tanpa melibatkan kavitas

6
medulla, massa biasanya terletak pada tibia proximal dan femur distal. Gambaran
“sunburst appearance” atau Codman triangle tampak pada osteosarkoma periosteal.
Evaluasi histopatologis menunjukan tumor intermediate-grade yang sebagian besar
mengandung matriks kartilago dengan area kalsifikasi. Tampak juga sejumlah kecil
osteoid (Messerschmitt et al., 2009).

c. High Grade

Kurang dari 1% keseluruhan kasus osteosarkoma. Permukaan tumor tumbuh


dari femur atau tibia; gambaran radiologis menunjukkan lesi permukaan dengan
mineralisasi parsial dan penyebaran tumor ke jaringan lunak sekitarnya. Sering
ditemukan disrupsi pada korteks di bawahnya. Gambaran histologis menunjukan
adanya sel spindel high-grade yang atipik dan jumlah osteoid yang bervariasi.
Gambaran histologisnya menyerupai osteosarkoma konvensional (Messerschmitt, et
al., 2009).

7
Gambar Jenis-jenis osteosarkoma. Sumber: Vigorita VJ, 2008.

2.3 Etiologi

Etiologi osteosarkoma belum deketahui secara pasti,tetapi ada berbagai macam


faktor predisposisi sebagai penyebab osteosarkoma. Penyebab osteosarkoma secara umum
tidak diketahui. Osteosarkoma yang tidak diketahui penyebabnya merupakan
osteosarkoma primer, sedangkan osteosarkoma sebagai akibat keadaan lainnya merupakan
osteosarkoma sekunder. Osteosarkoma sekunder misalnya terjadi pada penderita penyakit
Paget, displasia, fibrosa, radiasi ionisasi eksternal atau adanya riwayat makan zat
radioaktif.

Menurut Fuchs dan Pritchad (2002) osteosarkoma dapat disebabkan oleh beberapa
faktor :

a. Senyawa kimia: Senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil, beryllium dan


methylcholanthrene merupakan senyawa yang dapat menyebabkan perubahan genetik
b. Virus: Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan proto-
onkogen, virus FBJ yang mengandung proto- onkogen c-Fos yang menyebabkan
kurang responsif terhadap kemoterapi.
c. Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang pernah mendapatkan
radiasi untuk terapi kanker.
d. Penyakit lain: Paget’s disease, osteomielitis kronis, osteochondroma, poliostotik
displasia fibrosis, eksostosis herediter multipel dll.
e. Genetik: Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom Werner, Rothmund-
Thomson, Bloom.

2.4 Patofisiologi

Keganasan sel pada mulanya berawal pada sumsum tulang (myeloma) dari jaringan
sel tulang (sarcoma) sel-sel tulang akan berada pada nodul-nodul limfe, hati dan ginjal
sehingga dapat mengakibatkan adanya pengaruh aktifitas hematopeotik sum-sum tulang
yang cepat pada tulang sehingga sel-sel plasma yang belum matang/tidak matang akan
terus membelah terjadi penambahan jumlah sel yang tidak terkontrol lagi.

8
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons
osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa
tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, bebrapa tidak menimbulkan
masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa. Tumor ini
tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur,
ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel
kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak
seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan
ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan
menyebar ke jaringanlunak sekitarnya;garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di
dalam tulang.

9
10
2.5 Manifestasi Klinik

Osteosarkoma sering terdapat di daerah lutut


pada anak – anak dan dewasa muda, terbanyak
pada distal dari femur. Sangat jarang ditemukan
pada tulang – tulang kecil di kaki maupun di
tangan, begitu juga pada kolumna vertebralis.
Apabila terdapat pada kaki biasanya mengenai
tulang besar pada kaki bagian belakang yaitu pada
tulang talus dan kalkaneus, dengan prognosis yang
lebih jelek. Sering didapatkan adanya riwayat
fraktur patologis (Helmi, 2012).

Pada anamnesis, keluhan utama yang paling


sering muncul adalah nyeri, deformitas, dan
hambatan mobilitas fisik. Kondisi dari keluhan
dirasakan secara perlahan – lahan disertai adanya Gambar 1 Distribusi osteosarkoma.
Sumber: Rosenberg AF, 2010.11
nyeri pada sekitar lesi dan kesulitan dalam
menggerakkan ekstremitas yang terlibat. Keluhan nyeri makin lama makin berat sampai
klien terbangun saat tidur karena adanya nyeri.

Keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan dengan
trauma. Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang sering kali dihubungkan dengan
trauma. Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar, nyeri
tekan dan tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya. Tidak jarang
menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering juga ditemukan adanya patah
tulang patologis.

Pada pengkajian regional biasanya akan didapatkan tanda dan keluhan seperti berikut
ini.

a. Look
Terlihat adanya nyeri (kesakitan), pembesaran jaringan dan tanda – tanda
peradangan. Adanya nyeri menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan
penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan, atau degenerasi.

11
Pembesaran. Penting untuk diperiksa letak pembesaran, jumlah benjolan/
pembesaran jaringan, dan seberapa diameter ukuran dari benjolan/ pembesaran
jaringan tersebut.
Tanda – tanda peradangan seperti kemerahan pada sisi lesi, pembengkakan atau
benjolan dengan sisi lesi yang tidak jelas dan tidak mudah bergerak, palpasi
hangat pada pusat lesi secara lokal, keluhan nyeri dan penurunan fungsi
pergerakan ekstremitas yang terlibat baik bagian distal maupun proksimal.
Pembentukan neovaskularisasi pada kulit atas lesi tumor dengan tanda terlihatnya
gambaran vena – vena pada permukaan dari massa.
b. Feel
Keluhan nyeri tekan, jaringan tumor mudah bergerak atau masih bisa digerakkan
dan tumor ganas jaringan biasanya tidak mudah digerakkan atau bersifat kaku dan
tidak bergerak.
c. Move
Keterbatasan pergerakan dan kelemahan fisik. Keterbatasan pergerakkan
berhubungan dengan penurunan rentang gerak. Gangguan ini biasanya semakin
bertambah berat dengan pelan – pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri
dan makin besarnya benjolan/ pembengkakan pada klien.

2.6 Komplikasi

Komplikasi tergantung pada metastase penyakit terhadap organ-organ tubuh yang


lain, seperti : Paru-paru, ginjal, jantung, saraf,dan lain-lain.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Radiografi konvensional
Radiografi konvensional merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus
osteosarkoma.
1. Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik moth eaten atau permeatif, lesi
blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif (segi tiga Codman, sunburst,
hair on end), massa jaringan lunak, dan

2. Formasi matriks (osteoid maupun campuran osteoid dan khondroid).


3. Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik berlobulasi dengan kalsifikasi
sentral berdensitas tinggi, berlokasi di dekat tulang, kadang disertai gambaran string

12
sign. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa jaringan lunak dengan reaksi
periosteal perpendikuler, erosi kortikal, dan penebalan korteks.
4. High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi berdensitas tinggi, reaksi
periosteal, erosi dan penebalan korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular.
5. Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil asimetrik,
tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang menunjukkan pola pertumbuhan
agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks osteoid minimal.
6. Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi korteks,
massa jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.
7. Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik destruktif ekspansil,
disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal.
b. Computed Tomography (CT) Scan

CT-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang kompleks dan
mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk mendeteksi
metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah tuntunan biopsi tulang (CT guided
bone biopsy). CT scan thoraks berguna untuk mengidentifikasi adanya metastasis mikro
pada paru dan organ thoraks.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan membantu
menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI dapat menilai perluasan massa
ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip lesion), perluasan
massa ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta keterlibatan struktur
neurovaskular. Pemberian kontras gadolinium dapat memperlihatkan vaskularisasi lesi,
invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik. Penilaian batas sayatan diperoleh dari
jaringan intramedulari segmen tulang proksimal. Pasca kemoterapi, MRI digunakan
untuk menilai ekstensi massa dan penambahan komponen nekrotik intramassa.
Dynamic MRI juga dapat digunakan untuk menilai respon pasca kemoterapi.

d. Kedokteran Nuklir

Bone scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip metastasis atau suatu
osteosarkoma multisentrik dan penyakit sistemik.

13
e. Biopsi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan biopsi jarum halus (fine


needle aspiration biopsy-FNAB) atau dengan core biopsy bila hasil FNAB
inkonklusif.1,2 FNAB mempunyai ketepatan diagnosis antara 70- 90%. Penilaian skor
Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons kemoterapi neoadjuvant.
Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe. Penilaian dilakukan secara semi
kuantitatif dengan membanding kan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor:

• Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)


• Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
• Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
• Grade 4 : nekrosis 100 %

Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen tulang proksimal.

f. Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan lainya sebagai penunjang, adalah fungsi organ-organ sebagai persiapan
operasi, radiasi maupun kemoterapi. Khususnya kemoterapi merupakan pemberian
sitostatika, bersifat sistemik baik khasiat maupun efek samping, sehingga fungsi organ-
organ harus baik. Disamping itu juga diperiksa adanya komorbiditas yang aktif,
sehingga harus diobati, atau dicari jalan keluarnya sehingga penderita tidak mendapat
efek samping yang berat, bahkan dapat menyebabkan morbidatas, bahkan mungkin
mortalitas pada waktu terekspose kemoterapi (treatment related morbidity/mortality).

Pemeriksaan tersebut: fungsi paru, fungsi jantung (echo), fungsi liver , darah lengkap,
termasuk hemostasis, D-Dimer, fungsi ginjal, elektrolit, dan LDH sebagai cermin
adanya kerusakan sel yang dapat digunakan sebagi prognosis. Pada waktu tindakan,
fungsi organ yang relevan harus dapat toleran terhadap tindakan tersebut.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb salvage surgery


(LSS) atau amputasi), kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi yang diberikan konkuren
ataupun sekuensial sesuai indikasi. Penanganan osteosarkoma dilakukan melalui
pendekatan dari banyak segi, termasuk kemoterapi dengan asumsi bahwa semua kasus

14
mempunyai metastasis pada waktu didiagnosis dan kemudian diikuti dengan operasi. Paru-
paru merupakan tempat tersering dari metastasis tumor ini. Pada waktu didiagnosis sekitar
10-20% kasus telah terdapat metastasis paru. Dari kasus yang meninggal karena penyakit
ini, 90% telah mempunyai metastasis paru, tulang, dan otak. Terdapat laporan mengenai
metastasis pada paru dan pleura yang terjadi 4 tahun setelah diamputasi osteosarkoma
tibia. Dengan demikian, selain pemeriksaan paru untuk deteksi metastasis, perlu juga
pemeriksaan torakostomi untuk menilai keadaan pleura.

Terapi pada keganasan muskuloskeletal mengalami perubahan drastis dalam


beberapa dekade terakhir. Sebelum tahun 1970, manajemen osteosarkoma, sebagai
keganasan tulang yang paling sering ditemukan, dilakukan secara rutin dengan amputasi
dan disartikulasi. Tindakan tersebut hanya memiliki kesintasan 5 tahun antara 10-20%.
Dengan pemberian kemoterapi neoadjuvan, adjuvan, atau kombinasi keduanya kesintasan
jangka panjang dapat mencapai 75-80%. Pemberian kemoterapi berguna untuk mengontrol
mikrometastasis, memungkinkan penilaian histopatologi untuk melihat respons
kemoterapi (Huvos), memungkinkan perencanaan limb salvage surgery (LSS) serta
memudahkan tindakan reseksi tumor pada saat tindakan LSS. Tujuan dari penatalaksanaan
adalah untuk menghancurkan atau menggangkat jaringan maligna dengan menggunakan
metode yang seefektif mungkin.

Pada pembedahan dengan margin positif yang memberikan respons buruk terhadap
kemoterapi maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi tambahan secara
lokal (surgical resection) dan atau radioterapi. Pada pasien yang menolak dilakukan
tindakan pembedahan amputasi. pemberian kemoterapi dan radioterapi dipertimbangkan
sebagai pilihan terapi utama.

Pada osteosarkoma, radioterapi berperan relatif kecil karena kanker ini masuk dalam
golongan kelompok radioresisten dan sifat metastasisnya yang cenderung hematogen
tidaklah begitu sesuai dengan konsep radioterapi sebagai terapi lokoregional.9 Walaupun
demikan peran radioterapi saat ini menjadi lebih besar karena kemajuan teknologi dan
komputer. Radioterapi terutama diberikan sebagai ajuvan pasca bedah; dukungan radiasi
dosis sangat tinggi pada limb sparing surgery; pada kelompok derajat keganasan relatif
rendah, Ewing sarcoma, Chondrosarkoma dan pada tindakan paliatif untuk daerah
metastasis.10 Radioterapi juga diindikasikan pada lokasi axial skeleton dan osteosarkoma
pada tulang muka karena keterbatasan tindakan bedah dan masalah kosmetis. Oleh karena

15
di Indonesia sebagian besar kasus datang sudah dalam stadium lanjut maka radioterapi
juga dipertimbangkan pada kasus sisa tumor pasca operasi/ margin positif, dan kasus yang
sangat lanjut, serta pada kasus residif yang tak mungkin di operasi.

1. Pembedahan
a. Limb Salvage Surgery

Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur pembedahan yang


dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada ekstremitas dengan tujuan untuk
menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan tindakan yang terdiri dari
pengangkatan tumor tulang atau sarkoma jaringan lunak secara en-bloc dan
rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan megaprostesis (endoprostesis),
biological reconstruction (massive bone graft baik auto maupun allograft) atau
kombinasi megaprostesis dan bone graft.

Pembedahan merupakan terapi utama osteosarkoma melalui prinsip reseksi


secara en bloc dengan mempertahankan fungsi semaksimal mungkin. Protokol
penatalaksanaan osteosarkoma meliputi pemberian kemoterapi siklus neoadjuvan
terlebih dahulu. Jika setelah neoadjuvan ukuran tumor mengecil tanpa disertai
keterlibatan struktur neuro-vaskular utama (sesuai indikasi LSS), yang ditunjang
oleh pemeriksaan radiologi (restaging), dilanjutkan dengan pembedahan LSS.
Sebaliknya, bila terjadi pertumbuhan tumor yang progresif disertai keterlibatan
struktur neuro-vaskuler utama atau ekstensi jaringan yang sangat luas, amputasi
menjadi pilihan utama pembedahan. Pasca pembedahan, pasien dipersiapkan untuk
peberian kemoterapi adjuvant 3 siklus dengan regimen yang sama (bila hasil Huvos
minimal 3); Bila hasil Huvos kurang dari 2, regimen kemoterapinya harus diganti
dengan obat anti kanker lainnya (second line).

Kontraindikasi untuk tindakan LSS adalah bila; ada keterlibatan pembuluh


darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis (kontra indikasi relatif), biopsy yang
tidak bersih, infeksi, umur tulang yang masih muda, ekstensi tumor yang sangat luas.
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak terpenuhi. Pada
osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian
kemoterapi neoadjuvan (misalnya: adanya ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran

16
yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu,
selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvant.

Pada pasien osteosarkoma yang sudah bermetastasis maka penatalaksanaannya


juga terbagi menjadi dua yaitu resectable dan unresectable. Pada yang resectable
(metastasis paru, visceral) maka terapi untuk tumor primernya sama dengan
penatalaksanaan osteosarkoma derajat keganasan tinggi dan didukung dengan
kemoterapi dan juga metastasectomy. Metastasis ke organ lain bukanlah
kontraindikasi untuk LSS. Sedangkan pada yang unresectable penatalaksanaan yang
dilakukan adalah kemoterapi, radioterapi dan melakukan evaluasi ulang tumor
primer untuk mengontrol tumor secara lokal, paliatif treatment.

Dalam melakukan tindakan LSS harus dipertimbangkan hal-hal sebagai


berikut:

 Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk daripada amputasi
 Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi adjuvant
 Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai functional outcome yang baik, mengurangi
morbiditas jangka panjang dan mengurangi/meminimalkan perlunya pembedahan
tambahan.
 Rekonstruksi yang dilakukan tidak boleh menimbulkan komplikasi yang
membutuhkan pembedahan berikutnya atau hospitalisasi yang berulang- ulang.
i. Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis

Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai
pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca
reseksi. Penggunaan megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih dan
lebih awal menjalani rehabilitasi dan weight bearing. Dalam dua minggu pasca
operasi latihan isometrik atau non-bending exercise dapat dimulai. Dalam periode
enam minggu pasien sudah berjalan weight bearing sesuai dengan toleransi
pasien.

ii. Limb Salvage Surgery dengan Biological Reconstruction

17
Biological reconstruction adalah metode rekonstruksi yang ditandai dengan
integrasi autograft dan atau proses inisiasi pembentukan tulang secara de novo
pada rekonstruksi defek tulang atau sendi. Dalam ruang lingkup onkologi
ortopaedi, biological reconstruction diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu: 1). transplantasi tulang yang vital-vascularized atau non-vascularized
autograft, 2). implantasi tulang non-vital berupa extracorporeal devitalized
autograft.

(allograft), dan 3). sintesis tulang secara de novo dengan distraction


osteogenesis. Pendekatan LSS dengan metode biological reconstruction dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik rotational plasty, free microvascular bone
transfer, extracorporeal irradiation autograft, pasteurized autograft, serta dengan
allograft.

iii. Limb Salvage Surgery dengan metode lainnya

Metode LSS lainnya dilakukan pada ostaeosarkoma yang mengenai tulang


expandable seperti fibula proksimal, ulna distal, ilium dengan indikasi pelvic
resection tipe I, costae yang diindikasikan untuk reseksi tanpa rekonstruksi. Pada
ekstremitas dengan defek tulang massif yang tidak memungkinakan dilakukan
rekonstruksi dengan megaprostesis atau biological reconstruction, seperti defek
tulang pada tibia atau distal femur, rekonstruksi dapat dilakukan dengan IM nail
atau plate dengan bone cement atau disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di
RS setempat.

b. Amputasi

Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak terpenuhi.


Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian
kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus, peradarahan, tumor dengan
ukuran yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu,
selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvant.

2. Kemoterapi

18
Osteosarkoma salah satu dari solid tumor dimana adjuvant kemoterapi terbukti
bermanfaat.

Ketentuan umum;

a. Karena kemoterapi adalah sistemik terapi, akan mempengaruhi dan dipengaruhi


organ-organ lain. Oleh karena itu dilakukan oleh dokter penyakit dalam dan
spesialis onklologi medis. Atau paling sedikit oleh internis plus latihan singkat
onkologi medis, bersertifikat. (internis plus).

b. Pemeriksaan pendahuluan (work up) adalah, patologi anatomi: osteosarkoma,


grade, stadium.

c. Performance status 0,1 (WHO), fungsi organ-organ (jantung, paru, liver, ginjal)
baik. Komorbid infeksi, TB, hepatitis B dan C., bila ada diobati.

d. Pasca kemoterapi; follow up: respon terapi yang terukur, diameter, vaskularisasi,
konsistensi, berkala, klinis dan radiologi (RECIST) darah perifer lengkap, ureum–
kreatinin dan fungsi organ lain yang terkait oleh internis.

e. Kemoterapi neoadjuvant diberikan 2-3 siklus, setelahnya dilakukan evaluasi pre-


operasi (penilaian respon histopatologi berdasarkan kriteria HUVOS). Bila
menurut HUVOS kurang respon, maka diberikan kemoterapi second line.

f. Bila adjuvant 6 siklus.

g. Pada kemoterapi palliative, tergantung respons penyakit. Prinsipnya kualitas hidup


diperbaiki dan survival dapat diperpanjang.

Dengan demikian efek samping yang merugikan secara dini bisa diketahui dan
pencegahan atau pengobatan dini bisa dilakukan. Kemoterapi terdiri dari berbagai
obat kemo dan berbagai protokol. Namun untuk mempermudah dibagi dalam
berbagai kelompok:

a. Terapi lini pertama (primary/neoadjuvant/adjuvant therapy or metastatic disease):


Cisplatin dan doxorubicin, MAP ( High-dose Methotrexate, cisplatin dan
doxorubicin), Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide dan high dose methotrexate,
Ifosfamide, cisplatin dan epirubicin. Protokol tersebut merupakan komponen

19
utama. Dengan bukti reccurent rate 80% tanpa adjuvant versus 30% dengan
adjuvant kemoterapi. Dan 2 tahun bebas relaps adalah 17% pada kelompok
observasi versus 66% pada kelompok adjuvant. Penelitian EOI (European
Osteosarcoma Intergroup), 6 siklus cisplatin-doxorubicyn versus 4 cylus High-
dose MTX, doxorubicyn dan cisplatin, walau stastitik tidak bermakna, pada
kelompok cisplati – doxorubicyn, overall survival (OS) lebih tinggi 64% versus
50%. Dan 5 tahun disease free survival (DFS) pada kelompok cisplatin-
doxorubicyn lebih tinggi, yakni 57% versus 41%, dimana secara statistik
bermakna p=0,02. (Mayo clinic). Pemilihan protokol dianjurkan cisplatin-
doxorubicyn sebagai first line.
b. Terapi lini kedua (relapsed/ refractory or metastatic disease):
i. Docetaxel dan gemcitabine
ii. Cyclophosphamide dan etoposide
iii. Gemcitabine
iv. Ifosfamide dan etoposide
v. Ifosfamide, carboplatin dan etoposide
vi. High dose methotrexate, etoposide dan ifosfamide

Follow-up kemoterapi dilakukan tiap minggu, yakni pemeriksaan darah perifer


ditambah absolute neutrophil count. Bila rendah dikoreksi dengan dengan growth
factor ataupun transfuse. Pemeriksaan ureum/creatinin tiap 3 minggu.
Echocardiografi bila ada indikasi. Hal ini supaya pasien bisa mendapat kemoterapi
sesuai jadwal tiap 3 minggu. Jadwal kontrol pasien dilakukan tiap 3 bulan pada
tahun pertama dan kedua terapi, tiap 4 bulan pada tahun ke 3, tiap 6 bulan pada
tahun ke 4 dan 5, dan follow up pada tahun berikutnya dilakukan setahun sekali. Jika
terjadi relaps maka dilakukan kemoterapi dan / atau reseksi jika memungkinkan,
targeted therapy (mTOR inhibitor, sorafenib ), transplatasi stem cell (HDT/SCT)
atau terapi suportif.

Apabila pasien relaps, target adalah palliative terapi, yaitu kualitas hidup, dan
bila mungkin desertai survival lebih panjang. Apabila memungkinkan di dilakukan
salvage kemoterapi paliatif dengan regimen sebagai berikut:

a. Ifosfamide–etoposide
b. High dose MTX–carboplatin

20
c. Gemcitabine -docetaxel.
3. Radioterapi

Prinsip radioterapi pada osteosarkoma dapat dibedakan untuk lokasi tumor primer
dan lesi metastasis. Pilihan Radiasi pada tumor primer berupa radiasi eksterna dengan
kriteria -untuk dilakukan pada kasus batas sayatan positif pasca operasi, reseksi
subtotal, dan kasus yang tidak dapat dioperasi. Untuk radiasi pasca operasi, dapat
diberikan dosis 54-66 Gy. Sementara untuk kasus yang unresectable dipertimbangkan
pemberian dosis 60-70 Gy, bergantung pada toleransi jaringan sehat. Radiasi juga dapat
diberikan sebagai terapi paliatif pada kasus metastasis, misalnya nyeri hebat atau
perdarahan. Dosis paliatif biasanya 40 Gy yang dapat terbagi dalam fraksinasi
konvensional, 2 Gy per hari atau hipofraksinasi.
4. Localized disease

Menurut rekomendasi guidelines, eksisi luas merupakan terapi primer pada pasien
dengan derajat rendah (intramedular dan permukaan) oteosarkoma dan lesi pariosteal.
Pada periosteal osteosarcoma penatalaksanaan disesuaikan dengan derajat tinggi
osteosarkoma lainnya. Setelah derajat luas maka dilanjutkan dengan kemoterapi setelah
operasi. Operasi re-reseksi dengan atau tanpa radioterapi perlu dipertimbangkan untuk
pasien dengan margin jaringan positif.

5. Osteosarkoma yang disertai metastasis

Sepuluh sampai dengan 20 % pasien osteosarkoma terdiagnosis saat sudah terjadi


metastasis. Walau kemoterapi menunjukan hasil yang membaik pada pasien non
metastatik, high grade, localized osteosarcoma kemoterapi justru menunjukan hasil
kurang memuaskan pada osteosarkoma yang disertai metastasis.

Pada yang resectable dengan metastasis paru, visceral, atau tulang, maka terapi
untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat keganasan
tinggi dan didukung dengan kemoterapi serta metastasektomi. Pada yang unresectable
penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi, radioterapi dan melakukan evaluasi
ulang tumor primer untuk mengontrol tumor secara lokal.

6. Tatalaksana Nyeri

21
Tatalaksana nyeri dapat mengikuti tiga langkah stepladder WHO:

a. Apabila nyeri ringan maka diberikan analgetik sederhana seperti NSAID atau -
paracetamol,
b. nyeri sedang diberikan opioid lemah dan analgetik sederhana dan
c. pada nyeri berat diberikan kombinasi opioid kuat dan analgetik sederhana.

Terapi nyeri adjuvan seperti kortikosteroid (deksamatason), antikonvulsan


(gabapentin) atau antidepresan (amitriptilin) juga dapat diberikan sebagai tambahan.
Nyeri breakthrough dapat ditangani dengan opioid kerja cepat seperti morfin lepas
cepat, morfin intravena atau fentanyl intravena.

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOSARKOMA

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data biografi

Kanker tulang (osteosarkoma) lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25


tahun (pada usia pertumbuhan). (Smeltzer. 2001: 2347). Rata-rata penyakit ini
terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan
anak perempuan.Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di
temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui.
(Ekayuda, L:1999).

3.1.2 Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang


1. Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya
menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan
progresivitas penyakit).
2. Fraktur patologik.
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan
yang terbatas. ( Gale. 1999: 245 )
4. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta
adanya pelebaran vena.
5. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam,
berat badan menurun dan malaise. ( Smeltzer. 2001: 2347 )
b. Riwayat kesehatan dahulu
1. Kemungkinan pernah terpapar dengan radiasi sinar radio aktif dosis
tinggi.
2. Keturunan
3. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget
(akibat pajanan radiasi) (Smeltzer. 2001: 2347)
c. Riwayat kesehatan keluarga

23
Kemungkinan ada salah seorang keluarga yang pernah menderita kanker.

3.1.3 Pemeriksaan fisik

a. Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya secret pada lubang hidung,
pergerakan cuping hidung waktu bernapas,auskultasi bunyi napas apakah
bersih atau ronchi,serta frekuensi napas
b. Sistem kardiovaskuler
Terjadinya peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, tetapi keadaan tersebut
tergantung dari nyeri yang dirasakan individu.
c. Sistem pencernaan
Kaji keadaan mulut, gigi, bibir, kaji abdomen untuk mengetahui peristaltik
usus.
d. Sistem persyarafan
Sistem neurosensori yang dikaji adalah fungsi cerebral, fungsikranial, dan
fungsi sensori mengkaji : Nyeri superfisial,sensasi suhu, sensasi posisi
(Fransisca, 2008)
e. Sistem penginderaan
Pada sistem penginderaan kemungkinan tidak ada gangguan pada klien
Osteosarkoma.
f. Sistem muskuloskeletal
Rentang sendi yang menunjukan kemampuan luas gerak persendian tertentu,
mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri
yang dikatakan klienwaktu bergerak, observasi adanya luka, adanya
kelemahan danpenurunan toleransi terhadap aktifitas. Pengkajian system
motorik keseimbangan koordinasi gerakan adalah, cepat,berselang-selang, dan
ataksia (Fransisca, 2008)
g. Sistem integumen
Kaji keadaan kulit, tekstur, kelembaban, turgor, warna, dan fungsi perabaan.
Kaji keadaan luka. Pada klien Osteosarkoma terdapat luka dengan panjang
tergantung dari luas luka, terdapat kemerahan dan terjadi pembesaran pada
daerah luka.
h. Sistem endokrin

24
Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedeme atau tidak pada kelenjar
getah bening, ada riwayat alergi atau tidak. Biasanya tidak ada masalah pada
sistem endokrin.
i. Sistem perkemihan
Kaji adanya nyeri pada saat berkemih, adanya nyeri tekan dan benjolan.
j. Pola Aktivitas
Pada klien Osteosarkoma biasanya aktivitas sehari-harinya terganggu begitu
juga pada status personal hygiene akan mengalami perubahan sehingga
personal hygiene klien dibantu oleh keluarga atau perawat di ruangan.
k. Keadaan Umum
1. Penampilan
Terlihat lemah dan lesu ketika banyak bergerak dan beraktivitas.
2. Kesadaran
Tingkat kesadaran klien apakah compos mentis (sadar sepenuhnya)
dengan GCS 15-14, apatis (acuh tak acuh) dengan GCS 13-12, samnolen
(keadaan keasadaran yang mau tidur saja) dengan GCS 11-10, delirium
(keadaan kacau motorik) dengan GCS 9-7, sopor (keadaan kesadaran yang
menyerupai koma) dengan GCS 9-7, coma (keadaan kesadaran yang
hilang sama sekali)dengan GCS<7).
3. Berat badan dan tinggi badan
Meliputi berat badan dan tinggi badan sebelum sakit dan sesudahsakit.
4. Tanda-tanda vital

3.1.4 Data Psikososial

Kaji adanya kecemasan, takut ataupun depresi.

3.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi


tulang.
b. CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.
c. Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan
insisi, eksisi,biopsi jarum, dan lesi- lesi yang dicurigai.
d. Skrining tulang untuk melihat penyebaran tumor.

25
e. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin
fosfatase.
f. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya.
g. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”,

( Rasjad. 2003 )

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit (kompresi/ destruksi jaringan


saraf, infiltrasi saraf/ suplai vaskulernya, inflamasi).
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan rentang
gerak,kelemahan otot nyeri pada gerakan akibat ekspansi tumor yang cepat dan
penekanan ke jaringan sekitarnya
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan amputasi, reseksi luas terhadap
jaringan lunak, atau pemendekan anggota badan karena sarcoma
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi (Kanker),ancaman/perubahan pada
status kesehatan/sosial ekonomi, fungsi peran, pola interaksi, ancaman kematian
perpisahan dari keluarga

26
3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan NOC NIC RASIONAL

1. Domain 12 : Setelah Domain V : kondisi Domain 1 : Fisiologis Dasar


Kenyamanan dilakukan yang dirasakan
Kelas E : Peningkatan
tindakan
Kelas 1. Kenyamanan Kelas V : Status kenyamanan Fisik
keperawat
fisik Gejala
an selama Intervensi : Manajemen Nyeri
Nyeri Kronis (00133) : 1 x 24 jam  Tingkat Nyeri (1400) hal. 198
pengalaman sensorik nyeri (2102)
dapat Aktivitas :
dan emosional tidak
menyenangkan dengan teratasi.
1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Informasi memberikan data dasar
kerusakan jaringan Domain IV : komprehensifyang meliputi untuk mengevaluasi kebutuhan
aktual atau potensial pengetahuan lokasi, karakteristik, onset atau keefektifan intervensi.
atau digambarkan tentang kesehatan atau durasi, frekuensi,
sebagai suatu kerusakan dan perilaku kualitas, intensitas atau
(IASP); awitan tiba - beratnya nyeri dan faktor
Kelas Q : perilaku
tiba atau lambat dengan pencetus
sehat
intensitas dari ringan –
berat, terjadi konstan  Kontrol Nyeri 2. Ajarkan pnggunaan teknik 2. meningkatkan relaksasi, membantu

27
atau berulang tanpa (1605) non farmakologi (biofeedbck, memfokuskan perhatian,
akhir yang dapat TENS, hypnosis, relaksasi, memungkinkan pasien untuk

diantisipasi atau bimbingan antisipatif, terapi berpartisiasi secara aktif dan


meningkatkan rasa kontrol.
diprediksi dan Domain V : kondisi musik, terapi bermain,
berlangsung > 3 bulan. kesehatan yang akupressure, aplikasi panas/
dirasakan dingin dan pijatan)

Kelas V : status 3. Berikan individu penurun nyeri


Batasan Karakteristik: 3. Nyeri adalah komplikasi sering dari
gejala yang optimal dengan resepan kanker, meskipun respon individu
a. Anoreksia analgetik (misalnya : berbeda. Saat perubahan penyakit/
 Tingkat
b. Hambatan Brompton’s cocktail, morfin, pengobatan terjadi penilaian dosis
ketidaknyamana
kemampuan metadon, atau campuran dan pemberian akan diperlukan.
n (2109)
meneruskan aktivitas narkotik IV khusus)

sebelumnya
4. Implementasikan 4. Analgesik dikontrol pasien sehingga
c. Fokus pada diri
Kriteria Hasil :
sendiri penggunaan pasien – pemberian obat tepat waktu,

terkontrol analgesik (PCA) mencegah fluktuasi pada intensitas


d. Laporan tentang a. Mampu
nyeri, sering pada dosis total rendah
perilaku nyeri/ mengontrol nyeri, jika sesuai
akan diberikan melalui metode
perubahan aktivitas mampu konvensional
e. Perubahan pola tidur menggunakan
teknik
farmakologi

28
untuk
Faktor yang
mengurangi nyeri
berhubungan :
b. Melaporkan

a. Agens pencedera bahwa nyeri

b. Gangguan genetik berkurang

c. Gangguan c. Memperlihatkan

muskuloskeletal tingkat nyeri

kronis
d. Gangguan pola tidur
e. Infiltrasi tumor
f. Kerusakan sistem
saraf
g. Pasca trauma karena
gangguan (infeksi,
inflamasi)

2. Domain 4 : Aktivitas/ Setelah Domain 1 : Fungsi Domain 1 : fisiologis dasar


istirahat dilakukan kesehatan
Kelas A : aktifitas dan latihan
tindakan
Kelas 2 : aktivitas/ Kelas C : mobilitas
keperawat Intervensi :

29
olahraga an selama
 Koordinasi Terapi latihan ambulasi (0221)
3 x 24 jam
Hambatan mobilitas pergerakan hal 440
pasien
fisik (00085) : (0212)
memperlih Aktivitas :
keterbatassan dalam  Kemampuan
atkan
gerakan fisik satu atau berpindah a. Tentukan batasan pergerakan a. Memberikan informasi untuk
mobilitas
lebih ekstremitas (0210) sendi dan efeknya terhadap mengembangkan rencana
fisik.
secara mandiri dan  Ambulasi fungsi sendi perawatan bagi program
terarah. (0200) rehabilitasi.

b. Monitor lokasi dan b. Menentukan seberapa berat


Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : kecenderungan adanya nyeri aktivitas yang dapat dilakukan
dan ketidaknyamanan selama yang disesuikan dengan
a. Gangguan sikap a. Klien
pergeakan/ aktivitas kemampuan pasien dalam
berjalan meningkat
menoleransi nyeri. Untuk
b. Keterbatasan rentang dalam aktivitas
ketidanyamanan yang ada latihan
gerak fisik
dapat ditingkatkan secara
c. Penurunan b. Memperagakan
perlahan.
kemampuan penggunaan alat
melakukan bantu untuk
c. Lakukan latihan ROM pasif c. Mencegah masalah yang
ketrampilan motorik mobilisasi
atau ROM dengan bantuan berhubungan dengan penurunan
kasar dan halus (walker)
sesuai indikasi fungsi otot. Membantu

30
d. Tremor akibat mempertahankan tonus/ kekuatan
bergerak ototdan mobilisasi sendi dan
menurunkan resiko kehilangan
kalsium dari tulang.

Faktor yang
berhubungan : d. Dukung ambulasi jika d. Latihan berjalan dapat meningkatlan
memungkinkan keamanan dan keefektifan pasien
a. Gang.muskuloskeletal dalam berjalan. Alat bantu gerak
b. Gang.neuromuskular dapat menurunkan kelemahan,

c. Nyeri meningkatkan kemandirian dan rasa


nyaman dan keamanan.

e. Kolaborasikan dengan ahli e. Bermanfaat untuk


terapi fisik dalam mengembangkan program latihan
mengembangkan dan individual dan mengidentifikasi
menerapkan sebuah program kebutuhan alat untuk
latihan menghilangkan spasme oto,
meningkatkan fungsi motorik.
Juga memberika latihan
terstruktur untuk mengatasi
daerah yang mengalamni

31
penurunan fungsi.

3. Domain 6 : persepsi diri Setelah Domain III : Domain 3 : perilaku


dilakukan kesehatan
Kelas 3 : citra tubuh Level R : bantuan koping
tindakan psikososial

Gangguan citra tubuh keperawat Peningkatan citra tubuh


Kelas M :
(00118) : konfusi dalam an selama (5220)
kesejahteraan
gambaran mental 3 x 24 jam
psikologis
tentang diri fisik pasien
individu menunjuk  Citra Tubuh Aktivitas :
kan citra (1200)
tubuh  Harga diri a. Bantu pasien untuk a. Membantu mengartikan masalah

(1205) mendiskusikan perubahan – sehubngan dengan pola hidup


Batasan karakteristik :
perubahan (bagian tubuh) sebelumnya dan membant
a. Berfokus pada disebabkan adanya penyakit pemecahan masalah. Sebagai
fungsi masa lalu atau pembedahan dengan contoh takut kehilangan
Kriteria hasil :
b. Gangguan fungsi cara yang tepat kemandirian.
tubuh a. Body image
c. Menolak menerima positif b. Ajarkan untuk melihat respon b. Dukungan dari orang tua terhadap
perubahan b. Mampu orang tua terhadap perubahan penyesuaian diri anak dapat
d. Perubahan gaya mengidentifikasi tubuh anak dan penyesuaian sangat dibutuhkan untuk
hidup kekuatan di masa depan dengan cara meningkatkan citra tubuh

32
e. Tidak ada bagian personal yang tepat
tubuh c. Mempertahankan
interaksi sosial c. Bantu pasien untuk c. Meningkatkan perasaan harga diri
mengidentifikasi tindakan –
tindakan yang akan
Faktor yang
meningkatkan penampilan
berhubungan :

a. Perubahan fungsi d. Gunakan latihan membuka diri d. Teman senasib yang telah melalui
dengan kelompok remaja atau pengalaman yang sama bertindak
tubuh
lainnya yang berhasil dalam sebagai model peran dan dapat
b. Prosedur bedah
rehabilitasi memberikan keabsahan
pernyataan juga harapan untuk
pemulihan dan masa depan yang
normal

5. Domain 9 : koping/ Setelah Domain III : Domain 3 : perilaku


toeransi stress dilakukan kesehatan
Kelas T : peningkatan
tindakan psikososial
Kelas 2 : respon koping kenyamanan psikologis
keperawat
Kelas M :
Ansietas an selama Pengurangan kecemasan (5920)
kesejahteraan
(00146):perasaan tidak 3 x 24 jam hal 319
psikologis
nyaman atau ansietas

33
kekhawatiran yang berkurang
Tingkat kecemasan
samar disertai respons
(1211)
otonom, perasaan takut Aktivitas :
yang disebabkan oleh Kelas N : Adaptasi
antisipasi terhadap a. Jelaskan semua prosedur a. Informasi akurat memungkinkan
psikososial
bahaya. termasuk sensasi yang pasien mengalami situasi lebih
Koping (1302) dirasakan yang mungkin efektif dengan realitas, karenanya
akan dialami klien selama menurunkan ansietas dan rasa
prosedur dilakukan takut karena ketidaktahuan
Batasan karakteristik :

a. Perilaku :gelisah, b. Berada di sisi klien untuk b. Memberikan keyakinan bahwa


insomnia, meningkatkan rasa aman dan pasien tidak sendiri atau ditolak;
mengekspresikan mengurangi ketakutan berikan respek dan penerimaan
kekhaatiran karena individu, mengembangkan
perubahan dalam kepercayaan
peristiwa hidup c. Berikan informasi faktual c. Dapat menurunkan ansietas dan
b. Afektif : gugup, terkait diagnosis, perawatan, memungkinkan pasien membuat
kesedihan yang dan prognosis keputusan / pilihan berdasarkan
mendalam, realita
ketakutan
c. Fisiologis : tremor, d. Dorong keluarga untuk d. Menjamin sistem pendukung
wajah tegang mendampingi klien dengan untuk pasien dan memungkinkan

34
d. Simpatis :anoreksia, cara yang tepat orang terdekat terlibat dengan
peningkatan TD, tepat
RR, nadi

e. Dorong verbalisasi perasaan, e. Penerimaan perasaan


Faktor yang persepsi dan ketakutan memungkinkan pasien mulai
berhubungan : menghadapi situasi

a. Ancaman pada
kematian
b. Ancaman pada
status terkini
c. stressor

35
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Osteosarkoma merupakan suatu neoplasma dimana jaringan osteoid disintesis oleh sel
ganas. Penyebabnya belum jelas diketahui, namun berbagai agen dan status penyakit
dihubungkan dengan perkembangan penyakit ini.

4.2 Saran

Sebaiknya dalam melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan asuhan


keperawatan osteosarkoma pada anak harus didasarkan dengan teoritis yang telah ada
sehingga intervensi dan implementasi yang diberikan tepat dan sesuai sasaran.

36
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN


DIAGNOSA MEDIS & NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction

Bulecheck, Gloria. Dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi keenam. Yogyakarta
:Mocomedia

Doenges,Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: buku kedokteran


EGC

Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Kawiyana Siki. Osteosarkoma Diagnosis Dan Penanganannya. Sub Bagian / SMF Orthopaedi
dan Traumatologi Bagian Bedah FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar

L. Loho Lily. 2014. Osteosarkoma. Jurnal Biomedik, Volume 6, Nomor 3, Suplemen,


November 2014, hlm. S55-61. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado

Moorhead, sue. Dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi kelima. Yogyakarta
:Mocomedia

Norahmawati Eviana. 2009. Fine Needle Aspiration Biopsy Mempunyai Peranan Penting dan
Akurasi Tinggi Sebagai Metode Diagnostik Preoperatif Tumor Tulang. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus 2009; Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

37

Anda mungkin juga menyukai