ANAK
Dosen Pengampu:
Oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik demi memenuhi tugas
keperawatan anak dengan judul “Asuhan Keperawatan Osteosarkoma pada Anak”.
Diharapkan dari makalah ini mahasiswa/ i dan pembaca dapat mengetahui mengenai
pengertian klasifikasi , etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi,
penatalaksanaan asuhan keperawatan osteosarkoma pada anak.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini bukan lah usaha dari kelompok
sendiri melainkan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu baik secara moril
maupun materil.
Tentunya dalam penulisan dan penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan atas segala
kekurangannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Kelompok 17
ii
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
2.2 Klasifikasi.................................................................................................................... 4
iii
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 36
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk osteoid atau tulang yang imatur. Osteosarkoma telah
dikenal sejak 200 tahun lalu. Insiden di Amerika Serikat 4-5/1 juta penduduk dengan
jumlah kasus baru 1000-1500 per tahun, serta tidak berhubungan secara bermakna
dengan kelompok etnik atau ras. Menurut WHO 2002 insiden tumor ganas primer pada
tulang hanya 0,2% dari seluruh tumor pada manusia. Di Indonesia sendiri menurut data
Badan Registrasi Kanker (BRK) tahun 2003 didapatkan 257 kasus tumor ganas di tulang,
196 di antaranya adalah tumor primer. Insiden tumor ganas tulang di Indonesia adalah
1,6% dari seluruh jenis tumor ganas di tubuh manusia. Di laboratorium Patologi Anatomi
Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang didapatkan kecenderungan insiden tumor
tulang yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 didapatkan 12 kasus
tumor tulang jinak dan ganas yang diperiksa histopatologi. Pada tahun 2006 jumlah
kasusnya meningkat menjadi 16 dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 17 kasus.
Data ini menunjukkan insiden yang lebih tinggi dari data WHO. Osteosarkoma berada
pada urutan ke-5 tumor ganas pada anak usia 15-19 tahun, dan urutan ke-2 pada orang
dewasa muda setelah limfoma (Wang et al., 2011).
Tumor tulang ganas primer sering mengenai anak-anak dan remaja pada usia dua
dekade pertama dari kehidupan dan sangat bervariasi dalam gambaran makroskopik,
mikroskopik dan perilaku klinisnya. Variasi ini menimbulkan banyak masalah diagnosa
dan terapi baik bagi dokter maupun bagi pasien. Osteosarkoma lebih sering terjadi pada
pria daripada wanita dengan perbandingan. Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuhan
tulang pada pria lebih lama daripada wanita.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan upaya penatalaksanaan osteosarkoma yang maksimal secara
komprehensif sehingga dapat meningkatkan angka harapan hidup keseluruhan
(angka kesintasan), bebas penyakit, dan peningkatan fungsi ekstremitas dan
kualitas hidup pasien osteosarkoma di Indonesia.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami pengertian
Osteosarkoma.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Klasifikasi
Osteosarkoma.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami etiologi dari
Osteosarkoma
4. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Patofisiologi
Osteosarkoma
5. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Manifestasi Klinik
dari Osteosarkoma
6. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Komplikasi
Osteosarkoma
7. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Pemeriksaan
Penunjang Osteosarkoma
2
8. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Penatalaksanaan
Osteosarkoma.
9. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Osteosarkoma.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.2 Klasifikasi
1. Intramedular
a. Konvensional
Tipe klasik osteosarkoma, merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada
80% kasus dan biasanya mengenai orang pada usia dekade pertama dan kedua.
Osteosarkoma merupakan tipe high-grade dan berasal dari kavitas intramedular.
Gambaran radiologis menunjukkan gambaran lesi tulang osteolitik dan / atau
osteoblastik dengan degenerasi kortikal. Pada 80% kasus terjadi pada daerah
4
metafisis, tetapi tumor juga dapat timbul pada apofisis tulang panjang atau tulang
aksial (Messerschmitt et al., 2009).
b. Telangiektatik
c. Low-grade
5
berdiferensiasi baik dengan woven microtrabeculae dan stroma fibrous. Tampak
sedikit osteoid, yang atipik dan bermitosis (Messerschmitt et al., 2009).
d. Small-cell
Osteosarkoma tipe ini merupakan varian yang jarang, sekitar 1,5% dari semua
kasus osteosarkoma. Tipe ini mirip dengan osteosarkoma tipe klasik karena
memiliki distribusi usia yang sama dan sering terjadi pada distal femur. Pada
gambaran radiologis tampak proses destruksi dengan area litik dan sklerosis yang
bervariasi. Pada MRI tampak gambaran massa jaringan lunak yang besar, mirip
dengan Ewing sarkoma (Messerschmitt, et al., 2009). Pemeriksaan histopatologi
tampak sel kecil, bulat dan ganas dalam matriks osteoid. Meskipun lesi menyerupai
Ewing sarkoma, produksi osteoid dan sel tumor yang berbentuk spindel merupakan
tanda khas small-cell osteosarcoma (Messerschmitt, et al., 2009).
2. Superfisial
a. Parosteal
b. Periosteal
Sekitar 1-2% dari semua osteosarkoma. Tipe ini lebih agresif daripada tipe
parosteal. Gambaran radiologis tampak masa radiolusen, tanpa melibatkan kavitas
6
medulla, massa biasanya terletak pada tibia proximal dan femur distal. Gambaran
“sunburst appearance” atau Codman triangle tampak pada osteosarkoma periosteal.
Evaluasi histopatologis menunjukan tumor intermediate-grade yang sebagian besar
mengandung matriks kartilago dengan area kalsifikasi. Tampak juga sejumlah kecil
osteoid (Messerschmitt et al., 2009).
c. High Grade
7
Gambar Jenis-jenis osteosarkoma. Sumber: Vigorita VJ, 2008.
2.3 Etiologi
Menurut Fuchs dan Pritchad (2002) osteosarkoma dapat disebabkan oleh beberapa
faktor :
2.4 Patofisiologi
Keganasan sel pada mulanya berawal pada sumsum tulang (myeloma) dari jaringan
sel tulang (sarcoma) sel-sel tulang akan berada pada nodul-nodul limfe, hati dan ginjal
sehingga dapat mengakibatkan adanya pengaruh aktifitas hematopeotik sum-sum tulang
yang cepat pada tulang sehingga sel-sel plasma yang belum matang/tidak matang akan
terus membelah terjadi penambahan jumlah sel yang tidak terkontrol lagi.
8
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons
osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa
tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, bebrapa tidak menimbulkan
masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa. Tumor ini
tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur,
ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel
kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak
seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan
ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan
menyebar ke jaringanlunak sekitarnya;garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di
dalam tulang.
9
10
2.5 Manifestasi Klinik
Keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan dengan
trauma. Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang sering kali dihubungkan dengan
trauma. Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar, nyeri
tekan dan tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya. Tidak jarang
menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering juga ditemukan adanya patah
tulang patologis.
Pada pengkajian regional biasanya akan didapatkan tanda dan keluhan seperti berikut
ini.
a. Look
Terlihat adanya nyeri (kesakitan), pembesaran jaringan dan tanda – tanda
peradangan. Adanya nyeri menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan
penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan, atau degenerasi.
11
Pembesaran. Penting untuk diperiksa letak pembesaran, jumlah benjolan/
pembesaran jaringan, dan seberapa diameter ukuran dari benjolan/ pembesaran
jaringan tersebut.
Tanda – tanda peradangan seperti kemerahan pada sisi lesi, pembengkakan atau
benjolan dengan sisi lesi yang tidak jelas dan tidak mudah bergerak, palpasi
hangat pada pusat lesi secara lokal, keluhan nyeri dan penurunan fungsi
pergerakan ekstremitas yang terlibat baik bagian distal maupun proksimal.
Pembentukan neovaskularisasi pada kulit atas lesi tumor dengan tanda terlihatnya
gambaran vena – vena pada permukaan dari massa.
b. Feel
Keluhan nyeri tekan, jaringan tumor mudah bergerak atau masih bisa digerakkan
dan tumor ganas jaringan biasanya tidak mudah digerakkan atau bersifat kaku dan
tidak bergerak.
c. Move
Keterbatasan pergerakan dan kelemahan fisik. Keterbatasan pergerakkan
berhubungan dengan penurunan rentang gerak. Gangguan ini biasanya semakin
bertambah berat dengan pelan – pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri
dan makin besarnya benjolan/ pembengkakan pada klien.
2.6 Komplikasi
a. Radiografi konvensional
Radiografi konvensional merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus
osteosarkoma.
1. Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik moth eaten atau permeatif, lesi
blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif (segi tiga Codman, sunburst,
hair on end), massa jaringan lunak, dan
12
sign. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa jaringan lunak dengan reaksi
periosteal perpendikuler, erosi kortikal, dan penebalan korteks.
4. High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi berdensitas tinggi, reaksi
periosteal, erosi dan penebalan korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular.
5. Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil asimetrik,
tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang menunjukkan pola pertumbuhan
agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks osteoid minimal.
6. Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi korteks,
massa jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.
7. Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik destruktif ekspansil,
disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal.
b. Computed Tomography (CT) Scan
CT-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang kompleks dan
mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk mendeteksi
metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah tuntunan biopsi tulang (CT guided
bone biopsy). CT scan thoraks berguna untuk mengidentifikasi adanya metastasis mikro
pada paru dan organ thoraks.
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan membantu
menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI dapat menilai perluasan massa
ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip lesion), perluasan
massa ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta keterlibatan struktur
neurovaskular. Pemberian kontras gadolinium dapat memperlihatkan vaskularisasi lesi,
invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik. Penilaian batas sayatan diperoleh dari
jaringan intramedulari segmen tulang proksimal. Pasca kemoterapi, MRI digunakan
untuk menilai ekstensi massa dan penambahan komponen nekrotik intramassa.
Dynamic MRI juga dapat digunakan untuk menilai respon pasca kemoterapi.
d. Kedokteran Nuklir
Bone scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip metastasis atau suatu
osteosarkoma multisentrik dan penyakit sistemik.
13
e. Biopsi
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen tulang proksimal.
f. Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan lainya sebagai penunjang, adalah fungsi organ-organ sebagai persiapan
operasi, radiasi maupun kemoterapi. Khususnya kemoterapi merupakan pemberian
sitostatika, bersifat sistemik baik khasiat maupun efek samping, sehingga fungsi organ-
organ harus baik. Disamping itu juga diperiksa adanya komorbiditas yang aktif,
sehingga harus diobati, atau dicari jalan keluarnya sehingga penderita tidak mendapat
efek samping yang berat, bahkan dapat menyebabkan morbidatas, bahkan mungkin
mortalitas pada waktu terekspose kemoterapi (treatment related morbidity/mortality).
Pemeriksaan tersebut: fungsi paru, fungsi jantung (echo), fungsi liver , darah lengkap,
termasuk hemostasis, D-Dimer, fungsi ginjal, elektrolit, dan LDH sebagai cermin
adanya kerusakan sel yang dapat digunakan sebagi prognosis. Pada waktu tindakan,
fungsi organ yang relevan harus dapat toleran terhadap tindakan tersebut.
2.8 Penatalaksanaan
14
mempunyai metastasis pada waktu didiagnosis dan kemudian diikuti dengan operasi. Paru-
paru merupakan tempat tersering dari metastasis tumor ini. Pada waktu didiagnosis sekitar
10-20% kasus telah terdapat metastasis paru. Dari kasus yang meninggal karena penyakit
ini, 90% telah mempunyai metastasis paru, tulang, dan otak. Terdapat laporan mengenai
metastasis pada paru dan pleura yang terjadi 4 tahun setelah diamputasi osteosarkoma
tibia. Dengan demikian, selain pemeriksaan paru untuk deteksi metastasis, perlu juga
pemeriksaan torakostomi untuk menilai keadaan pleura.
Pada pembedahan dengan margin positif yang memberikan respons buruk terhadap
kemoterapi maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi tambahan secara
lokal (surgical resection) dan atau radioterapi. Pada pasien yang menolak dilakukan
tindakan pembedahan amputasi. pemberian kemoterapi dan radioterapi dipertimbangkan
sebagai pilihan terapi utama.
Pada osteosarkoma, radioterapi berperan relatif kecil karena kanker ini masuk dalam
golongan kelompok radioresisten dan sifat metastasisnya yang cenderung hematogen
tidaklah begitu sesuai dengan konsep radioterapi sebagai terapi lokoregional.9 Walaupun
demikan peran radioterapi saat ini menjadi lebih besar karena kemajuan teknologi dan
komputer. Radioterapi terutama diberikan sebagai ajuvan pasca bedah; dukungan radiasi
dosis sangat tinggi pada limb sparing surgery; pada kelompok derajat keganasan relatif
rendah, Ewing sarcoma, Chondrosarkoma dan pada tindakan paliatif untuk daerah
metastasis.10 Radioterapi juga diindikasikan pada lokasi axial skeleton dan osteosarkoma
pada tulang muka karena keterbatasan tindakan bedah dan masalah kosmetis. Oleh karena
15
di Indonesia sebagian besar kasus datang sudah dalam stadium lanjut maka radioterapi
juga dipertimbangkan pada kasus sisa tumor pasca operasi/ margin positif, dan kasus yang
sangat lanjut, serta pada kasus residif yang tak mungkin di operasi.
1. Pembedahan
a. Limb Salvage Surgery
16
yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu,
selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvant.
Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk daripada amputasi
Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi adjuvant
Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai functional outcome yang baik, mengurangi
morbiditas jangka panjang dan mengurangi/meminimalkan perlunya pembedahan
tambahan.
Rekonstruksi yang dilakukan tidak boleh menimbulkan komplikasi yang
membutuhkan pembedahan berikutnya atau hospitalisasi yang berulang- ulang.
i. Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis
Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai
pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca
reseksi. Penggunaan megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih dan
lebih awal menjalani rehabilitasi dan weight bearing. Dalam dua minggu pasca
operasi latihan isometrik atau non-bending exercise dapat dimulai. Dalam periode
enam minggu pasien sudah berjalan weight bearing sesuai dengan toleransi
pasien.
17
Biological reconstruction adalah metode rekonstruksi yang ditandai dengan
integrasi autograft dan atau proses inisiasi pembentukan tulang secara de novo
pada rekonstruksi defek tulang atau sendi. Dalam ruang lingkup onkologi
ortopaedi, biological reconstruction diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu: 1). transplantasi tulang yang vital-vascularized atau non-vascularized
autograft, 2). implantasi tulang non-vital berupa extracorporeal devitalized
autograft.
b. Amputasi
2. Kemoterapi
18
Osteosarkoma salah satu dari solid tumor dimana adjuvant kemoterapi terbukti
bermanfaat.
Ketentuan umum;
c. Performance status 0,1 (WHO), fungsi organ-organ (jantung, paru, liver, ginjal)
baik. Komorbid infeksi, TB, hepatitis B dan C., bila ada diobati.
d. Pasca kemoterapi; follow up: respon terapi yang terukur, diameter, vaskularisasi,
konsistensi, berkala, klinis dan radiologi (RECIST) darah perifer lengkap, ureum–
kreatinin dan fungsi organ lain yang terkait oleh internis.
Dengan demikian efek samping yang merugikan secara dini bisa diketahui dan
pencegahan atau pengobatan dini bisa dilakukan. Kemoterapi terdiri dari berbagai
obat kemo dan berbagai protokol. Namun untuk mempermudah dibagi dalam
berbagai kelompok:
19
utama. Dengan bukti reccurent rate 80% tanpa adjuvant versus 30% dengan
adjuvant kemoterapi. Dan 2 tahun bebas relaps adalah 17% pada kelompok
observasi versus 66% pada kelompok adjuvant. Penelitian EOI (European
Osteosarcoma Intergroup), 6 siklus cisplatin-doxorubicyn versus 4 cylus High-
dose MTX, doxorubicyn dan cisplatin, walau stastitik tidak bermakna, pada
kelompok cisplati – doxorubicyn, overall survival (OS) lebih tinggi 64% versus
50%. Dan 5 tahun disease free survival (DFS) pada kelompok cisplatin-
doxorubicyn lebih tinggi, yakni 57% versus 41%, dimana secara statistik
bermakna p=0,02. (Mayo clinic). Pemilihan protokol dianjurkan cisplatin-
doxorubicyn sebagai first line.
b. Terapi lini kedua (relapsed/ refractory or metastatic disease):
i. Docetaxel dan gemcitabine
ii. Cyclophosphamide dan etoposide
iii. Gemcitabine
iv. Ifosfamide dan etoposide
v. Ifosfamide, carboplatin dan etoposide
vi. High dose methotrexate, etoposide dan ifosfamide
Apabila pasien relaps, target adalah palliative terapi, yaitu kualitas hidup, dan
bila mungkin desertai survival lebih panjang. Apabila memungkinkan di dilakukan
salvage kemoterapi paliatif dengan regimen sebagai berikut:
a. Ifosfamide–etoposide
b. High dose MTX–carboplatin
20
c. Gemcitabine -docetaxel.
3. Radioterapi
Prinsip radioterapi pada osteosarkoma dapat dibedakan untuk lokasi tumor primer
dan lesi metastasis. Pilihan Radiasi pada tumor primer berupa radiasi eksterna dengan
kriteria -untuk dilakukan pada kasus batas sayatan positif pasca operasi, reseksi
subtotal, dan kasus yang tidak dapat dioperasi. Untuk radiasi pasca operasi, dapat
diberikan dosis 54-66 Gy. Sementara untuk kasus yang unresectable dipertimbangkan
pemberian dosis 60-70 Gy, bergantung pada toleransi jaringan sehat. Radiasi juga dapat
diberikan sebagai terapi paliatif pada kasus metastasis, misalnya nyeri hebat atau
perdarahan. Dosis paliatif biasanya 40 Gy yang dapat terbagi dalam fraksinasi
konvensional, 2 Gy per hari atau hipofraksinasi.
4. Localized disease
Menurut rekomendasi guidelines, eksisi luas merupakan terapi primer pada pasien
dengan derajat rendah (intramedular dan permukaan) oteosarkoma dan lesi pariosteal.
Pada periosteal osteosarcoma penatalaksanaan disesuaikan dengan derajat tinggi
osteosarkoma lainnya. Setelah derajat luas maka dilanjutkan dengan kemoterapi setelah
operasi. Operasi re-reseksi dengan atau tanpa radioterapi perlu dipertimbangkan untuk
pasien dengan margin jaringan positif.
Pada yang resectable dengan metastasis paru, visceral, atau tulang, maka terapi
untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat keganasan
tinggi dan didukung dengan kemoterapi serta metastasektomi. Pada yang unresectable
penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi, radioterapi dan melakukan evaluasi
ulang tumor primer untuk mengontrol tumor secara lokal.
6. Tatalaksana Nyeri
21
Tatalaksana nyeri dapat mengikuti tiga langkah stepladder WHO:
a. Apabila nyeri ringan maka diberikan analgetik sederhana seperti NSAID atau -
paracetamol,
b. nyeri sedang diberikan opioid lemah dan analgetik sederhana dan
c. pada nyeri berat diberikan kombinasi opioid kuat dan analgetik sederhana.
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOSARKOMA
3.1 Pengkajian
23
Kemungkinan ada salah seorang keluarga yang pernah menderita kanker.
a. Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya secret pada lubang hidung,
pergerakan cuping hidung waktu bernapas,auskultasi bunyi napas apakah
bersih atau ronchi,serta frekuensi napas
b. Sistem kardiovaskuler
Terjadinya peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, tetapi keadaan tersebut
tergantung dari nyeri yang dirasakan individu.
c. Sistem pencernaan
Kaji keadaan mulut, gigi, bibir, kaji abdomen untuk mengetahui peristaltik
usus.
d. Sistem persyarafan
Sistem neurosensori yang dikaji adalah fungsi cerebral, fungsikranial, dan
fungsi sensori mengkaji : Nyeri superfisial,sensasi suhu, sensasi posisi
(Fransisca, 2008)
e. Sistem penginderaan
Pada sistem penginderaan kemungkinan tidak ada gangguan pada klien
Osteosarkoma.
f. Sistem muskuloskeletal
Rentang sendi yang menunjukan kemampuan luas gerak persendian tertentu,
mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri
yang dikatakan klienwaktu bergerak, observasi adanya luka, adanya
kelemahan danpenurunan toleransi terhadap aktifitas. Pengkajian system
motorik keseimbangan koordinasi gerakan adalah, cepat,berselang-selang, dan
ataksia (Fransisca, 2008)
g. Sistem integumen
Kaji keadaan kulit, tekstur, kelembaban, turgor, warna, dan fungsi perabaan.
Kaji keadaan luka. Pada klien Osteosarkoma terdapat luka dengan panjang
tergantung dari luas luka, terdapat kemerahan dan terjadi pembesaran pada
daerah luka.
h. Sistem endokrin
24
Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedeme atau tidak pada kelenjar
getah bening, ada riwayat alergi atau tidak. Biasanya tidak ada masalah pada
sistem endokrin.
i. Sistem perkemihan
Kaji adanya nyeri pada saat berkemih, adanya nyeri tekan dan benjolan.
j. Pola Aktivitas
Pada klien Osteosarkoma biasanya aktivitas sehari-harinya terganggu begitu
juga pada status personal hygiene akan mengalami perubahan sehingga
personal hygiene klien dibantu oleh keluarga atau perawat di ruangan.
k. Keadaan Umum
1. Penampilan
Terlihat lemah dan lesu ketika banyak bergerak dan beraktivitas.
2. Kesadaran
Tingkat kesadaran klien apakah compos mentis (sadar sepenuhnya)
dengan GCS 15-14, apatis (acuh tak acuh) dengan GCS 13-12, samnolen
(keadaan keasadaran yang mau tidur saja) dengan GCS 11-10, delirium
(keadaan kacau motorik) dengan GCS 9-7, sopor (keadaan kesadaran yang
menyerupai koma) dengan GCS 9-7, coma (keadaan kesadaran yang
hilang sama sekali)dengan GCS<7).
3. Berat badan dan tinggi badan
Meliputi berat badan dan tinggi badan sebelum sakit dan sesudahsakit.
4. Tanda-tanda vital
25
e. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin
fosfatase.
f. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya.
g. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”,
( Rasjad. 2003 )
26
3.3 Intervensi Keperawatan
27
atau berulang tanpa (1605) non farmakologi (biofeedbck, memfokuskan perhatian,
akhir yang dapat TENS, hypnosis, relaksasi, memungkinkan pasien untuk
sebelumnya
4. Implementasikan 4. Analgesik dikontrol pasien sehingga
c. Fokus pada diri
Kriteria Hasil :
sendiri penggunaan pasien – pemberian obat tepat waktu,
28
untuk
Faktor yang
mengurangi nyeri
berhubungan :
b. Melaporkan
c. Gangguan c. Memperlihatkan
kronis
d. Gangguan pola tidur
e. Infiltrasi tumor
f. Kerusakan sistem
saraf
g. Pasca trauma karena
gangguan (infeksi,
inflamasi)
29
olahraga an selama
Koordinasi Terapi latihan ambulasi (0221)
3 x 24 jam
Hambatan mobilitas pergerakan hal 440
pasien
fisik (00085) : (0212)
memperlih Aktivitas :
keterbatassan dalam Kemampuan
atkan
gerakan fisik satu atau berpindah a. Tentukan batasan pergerakan a. Memberikan informasi untuk
mobilitas
lebih ekstremitas (0210) sendi dan efeknya terhadap mengembangkan rencana
fisik.
secara mandiri dan Ambulasi fungsi sendi perawatan bagi program
terarah. (0200) rehabilitasi.
30
d. Tremor akibat mempertahankan tonus/ kekuatan
bergerak ototdan mobilisasi sendi dan
menurunkan resiko kehilangan
kalsium dari tulang.
Faktor yang
berhubungan : d. Dukung ambulasi jika d. Latihan berjalan dapat meningkatlan
memungkinkan keamanan dan keefektifan pasien
a. Gang.muskuloskeletal dalam berjalan. Alat bantu gerak
b. Gang.neuromuskular dapat menurunkan kelemahan,
31
penurunan fungsi.
32
e. Tidak ada bagian personal yang tepat
tubuh c. Mempertahankan
interaksi sosial c. Bantu pasien untuk c. Meningkatkan perasaan harga diri
mengidentifikasi tindakan –
tindakan yang akan
Faktor yang
meningkatkan penampilan
berhubungan :
a. Perubahan fungsi d. Gunakan latihan membuka diri d. Teman senasib yang telah melalui
dengan kelompok remaja atau pengalaman yang sama bertindak
tubuh
lainnya yang berhasil dalam sebagai model peran dan dapat
b. Prosedur bedah
rehabilitasi memberikan keabsahan
pernyataan juga harapan untuk
pemulihan dan masa depan yang
normal
33
kekhawatiran yang berkurang
Tingkat kecemasan
samar disertai respons
(1211)
otonom, perasaan takut Aktivitas :
yang disebabkan oleh Kelas N : Adaptasi
antisipasi terhadap a. Jelaskan semua prosedur a. Informasi akurat memungkinkan
psikososial
bahaya. termasuk sensasi yang pasien mengalami situasi lebih
Koping (1302) dirasakan yang mungkin efektif dengan realitas, karenanya
akan dialami klien selama menurunkan ansietas dan rasa
prosedur dilakukan takut karena ketidaktahuan
Batasan karakteristik :
34
d. Simpatis :anoreksia, cara yang tepat orang terdekat terlibat dengan
peningkatan TD, tepat
RR, nadi
a. Ancaman pada
kematian
b. Ancaman pada
status terkini
c. stressor
35
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteosarkoma merupakan suatu neoplasma dimana jaringan osteoid disintesis oleh sel
ganas. Penyebabnya belum jelas diketahui, namun berbagai agen dan status penyakit
dihubungkan dengan perkembangan penyakit ini.
4.2 Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, Gloria. Dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi keenam. Yogyakarta
:Mocomedia
Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Kawiyana Siki. Osteosarkoma Diagnosis Dan Penanganannya. Sub Bagian / SMF Orthopaedi
dan Traumatologi Bagian Bedah FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar
Moorhead, sue. Dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi kelima. Yogyakarta
:Mocomedia
Norahmawati Eviana. 2009. Fine Needle Aspiration Biopsy Mempunyai Peranan Penting dan
Akurasi Tinggi Sebagai Metode Diagnostik Preoperatif Tumor Tulang. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus 2009; Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
37