Bedah Plastik Lapkas
Bedah Plastik Lapkas
FLAME BURN
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Frank Bietra Buchari, Sp.BP-RE
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Flame
Burn”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah, Divisi Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Frank Bietra Buchari, Sp.BP-RE, selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 41
iv
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Luka bakar bukan luka biasa, luka bakar mempunyai dampak langsung
terhadap perubahan lokal maupun sistemik tubuh yang tidak terjadi pada
kebanyakan luka lain, merupakan kasus yang memerlukan perhatian khusus
dibidang medis. Angka mortalitas masih tetap tinggi, dalam tahun 1998-2003 di
RSUPN Cipto Mangunkusumo tercatat sekitar 36,5%. Di Amerika Serikat, sekitar
1,25 juta orang dirawat karena luka bakar tiap tahunnya, 50.000 pasien harus
dirawat dirumah sakit, dan 5.500 pasien meninggal karena luka bakar tiap
tahunnya. Luka bakar termal mempengaruhi lebih dari 2 juta orang pertahun,
dengan 4% nya harus dirawat di rumah sakit dan 0,5% meninggal. Keberhasilan
dari penyelamatan luka bakarberhubungan dengan umur penderita, ukuran luka
bakar, dan ada atau tidaknya cedera inhalasi. Luka bakar menyebabkan banyak
komplikasi dan kematian. Luka bakar berat (primary insult) dapat menyebabkan
lepasnya mediator inflamasi massif yang selanjutnya menyebabkan lingkaran
setan inflamasi yang menyebabkan immunosupresi meningkatkan kepekaan
pasien terhadap infeksi dan kegagalan multi-organ diikuti kematian. 1,2,3
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Mengetahui alur penanganan kegawat daruratan di Instalasi Gawat Darurat
khususnya sepsis.
kedokteran.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan laporan ini adalah
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol).
Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah
meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman
luka bakar.
Berdasarkankedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar,
yaitu luka bakar derajat I, II, atau III: (FKUI)
a. Derajat I(Superficial)
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak
jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh
dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai
eritema dan tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
ter-iritasi dan hipersensitivitas lokal.Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.
dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga
cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
Lengan 9% --- 18 %
------------------------------------------------
100 %
10
• Luka Bakar derajat Dua >25% luas permukaan tubuh pada dewasa
• Luka Bakar derajat Dua >20% luas permukaan tubuh pada anak-anak
• Luka Bakar derajat Tiga >10% luas permukaan tubuh
• Mengenai wajah, kedua mata, kedua tangan, kaki atau perineum
• Semua luka bakar listrik/elektrik
• Semua luka bakar inhalasi
• Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain1
disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama
bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin
mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh
luasnya luka bakar.6
Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona
koagulasi.Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai
kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin
berakhir dengan nekrosis jaringan.
Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan
umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan
spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.5
Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih
daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi
awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia
sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas
‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas
berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul
atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat
untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting
dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.
Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat
membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi.
Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum
dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika
diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.4
1. mengaturposisipasien
2. latihanpernafasan
3. melatihrefleksbatuk
Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah
posisi tegak (menggunakan rotating/circulating bed) atau setengah duduk;
bukan berbaring (supinasi). Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-
kasus cedera inhalasi, antara lain lateral dekubitus dan pronasi; yang dikaitkan
17
dengan drenase secret dalam mengatasi hipersekresi. Dengan intubasi dan atau
krikotiroidotomi, posisipronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan, namun
dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalah. Latihan
pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik
belum stabil dan kesadaran belum baik; latihan aktif dilakukan bila kondisi
hemodinamik stabil dan kesadaran lebih baik. Latihan yang dikerjakan khususnya
melatih otot-otot pernafasan, dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan
tambahan, vibrasi dan clapping.
4. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai
fasilitas pemeliharaan jalan nafas.
5. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar disbanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan
bila san bronco alveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan
intubasi.
6. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi
jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen
dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk
radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
7. Perawatan jalan nafas
a. Penghisapansekret (secaraberkala)
b. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen
jalan nafas dan mencairkan secret kental sehingga mudah dikeluarkan.Terapi
inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah
dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan
18
c. Resusitasinutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan
sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka
pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan
sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak.
Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi viliusus. Dengan demikian diharapkan pemberian
nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.
1. Eksisi tangensial
Suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai
dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang
22
2. Eksisi fasial
Teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.
Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full
thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang
digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”.
Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,
endpoint yang lebih mudah ditentukan
- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada
saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari
eksisi.2
yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka
bakar ketebalan penuh, yang basanya diambil dari kulit paha, aksila atau split
thickness dari beberapa area. Kosmetik, durabilitas dan massa jaringan akan lebih
baik dengan menggunakan grafting full thickness.3,9
Manajemen Awal13,16
1. Difficult airway
2. Inadequate resuscitated patient
3. Difficulty in establishing IV access
4. Hyperkalemic response to scoline
5. Resistance to non-depolarising muscle relaxant
6. Significant blood and plasma loss
7. Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi
8. Mudah jatuh pada kondisi hipotermia
9. Membutuhkan postoperative analgesia
Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng
assesment kerusakan jalan napas, gangguan fungsi organ lain yang disebabkan
oleh trauma luka bakar, kemungkinan kerusakan jaringan lain.
I. PRIMARY SURVEY20
a. History / anamnesa
Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif
tetap harus kita lakukan seperti :
1. Darah rutin
2. Darah Lengkap
3. Albumin
4. RFT dan LFT
5. Elektrolit, Na, K, Cl, HCO3
6. Blood urea nitrogen
7. Urinalisa
8.Foto Thorak
9. AGD
10. Carboxy Hemoglobin
11. ECG
25
1. Evaluasi :
8. Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk
mempersiapkan pasien dengan optimal.
Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar
di wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka. Adanya edema,
jaringan parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan
leher.
Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis
pembedahan. Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar
dapat menggunakan elektroda berjarum. Apabila ujung jari tidak akurat mengukur
saturasi menggunakan oksimetri nadi, maka dapat dignakan tempat lain seperti
telinga, hidung, atau lidah. Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral,
kateter arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi. Monitor
temperatur sangat diperlukan, karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi
hipotermia. Suhu kamar operasi diupayakan > 28°C dan semua cairan intravena
harus dihangatkan terlebih dahulu.
Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 38,5°C
yang disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus
28
- Kebutuhanoksigenpasien
- Kebutuhanpasienuntuknyeri post operative
- Temperaturtubuhpasien, kemungkinanmembutuhkanpenghangat
- Kebutuhancairanpasien
2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berasal dari 2 sumber; luka itu sendiri maupun
gangguan dalam proses penyembuhan luka. Komplikasi yang dapat timbul
antara lain:5
1. Infeksi dan sepsis
2. Kegagalan multi-organ
3. SIRS (Systemicinflammatory response syndrome )
4. Sindroma respiratoriakut
5. Gangguanperfusi
6. Pembentukan sikatrik dan kontraktur otot
7. Deformitas
29
2.12 PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu factor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul pada
lukabakarantara lain gagalginjalakut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
sertaparuthipertrofik dan kontraktur.
BAB 3
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Luka bakar pada dada, perut, dan kedua tangan
Telaah :
Hal ini telah dialami pasien lebih kurang 3 hari yang lalu. Pasien saat melakukan
simulasi kebakaran terkena semburan api saat menyiram bensin. Riwayat trauma
kepala disangkal, sesak nafas dan nyeri dada disangkal. BAK warna kuning pekat.
BAB normal. Trauma inhalasi (-). Suara serak tidak dijumpai. Pasien sebelumnya
dirawat di RS Nias.
Primary Survey:
Airway: clear, snoring (-), gurgling (-), crowing (-)
SP: Vesikular, ST (-)
Breathing: spontan, RR: 20 x/I, SpO2: 99%, dengan pemberian Nasal Kanul
Circulation: akral hangat, CRT<2”, TD: 120/60, HR: 98x/i
Disability: GCS 15
Exposure:
Wajah dan leher: superficial – mid dermal burns 0%
Dada dan Perut : superficial dermal – full thickness burns 18%
Punggung : 18%
Ekstremitas atas kanan – kiri : 18%
Ekstremitas bawah kanan – kiri : 0%
30
31
Total : 54%
RPT : Tidakjelas
RPO : Tidak jelas
- Hati
Albumin 2.2 3,5-5,0
- Karbohidrat
BUN 30 9-21
Ureum 64 19-44
Kreatinin 0.85 0,7-1.3
- Elektrolit
Natrium 132 135-155
Kalium 3.1 3,6-5,5
32
Diagnosis kerja: flame burn mid to deep dermal 54% on the chest, abdomen, both
arm and back + hipoalbumin
P: O2 10 liter via NRM
Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
Inj. Tetagam 1 amp / IM
Resusitasi cairan: Bexter
4 x 54% x 80kg = 17.280 cc
8 jam I = diberikan 50 % = 8.640 cc
16 jam II = diberikan 50 % = 8.640 cc
Pantau Urin Output
Pasang NGT
Balut kasa lembab
Informed Consent tindakan debridement
R: Cek Lab
BAB 4
FOLLOW UP
20 September 2019
S Sesak (+)
O Sensorium: Compos Mentis
Airway clear, SP: vesikular, ST: -/- , RR: 22x/i
Akral H/M/K, TD: 130/80. HR: 92x/i
UOP (+) warna kuning
Abdomen soepel, peristaltik (+) normal
Edema (-), fraktur (-)
A flame burn mid to deep dermal 54% on the chest, abdomen, both arm and
back + hipoalbumin
P - IVFD Asering 20 gtt/I
- Inj. Meropenem 1 amp/ 8 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam
- Clinimix lipid 1 x 1 bag /24 jam
- Diet TKTP ekstrasusu 2 gelas / hari dan putih telur 8 butir / hari
21 September 2019
S Sesak (+)
O Sensorium: Compos Mentis
Airway clear, SP: vesikular, ST: -/- , RR: 22x/i
Akral H/M/K, TD: 130/90. HR: 82x/i
UOP (+) warna kuning
Abdomen soepel, peristaltik (+) normal
Edema (-), fraktur (-)
A flame burn mid to deep dermal 54% on the chest, abdomen, both arm and
back + hipoalbumin
P - IVFD Asering 20 gtt/I
33
- Inj. Meropenem 1 amp/ 8 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam
- Clinimix lipid 1 x 1 bag /24 jam
- Diet TKTP ekstrasusu 2 gelas / hari dan putih telur 8 butir / hari
22 September 2019
S Nyeri berkurang
O Sensorium: Compos Mentis
Airway clear, SP: vesikular, ST: -/- , RR: 22x/i, SaO2: 99%
Akral H/M/K, TD: 120/70. HR: 103x/i
UOP (+) warnakuning
Abdomen soepel, peristaltik (+) normal
Edema (-), fraktur (-)
A flame burn mid to deep dermal 54% on the chest, abdomen, both arm and
back + hipoalbumin
P - IVFD RL 36 gtt/I
- Ketorolac 30 mg/24 jam
- Ceftriaxone 1 gr/24 jam
- Ranitidine 2x50 mg /24 jam
- Clinimix lipid 1 x 1 bag /24 jam
- Diet TKTP ekstrasusu 2 gelas / hari dan putihtelur 8 butir / hari
34
35
BAB 5
DISKUSI
Teori Kasus
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan Tn. MH, Laki-laki berusia 35
atau kehilangan jaringan yang disebabkan tahun dating dengan keluhan luka
kontak dengan sumber panas seperti api, air bakar.
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi
Secara umum tingkat keparahan luka bakar Luka di hamper seluruh tubuh.
ditentukan menurut luas dan kedalaman Derajat luka bakar: Superficial to
kerusakan jaringan yang diakibatkan. full thickness 54%
a. Derajat I (Superficial) Wajah dan leher: superficial
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga – mid dermal burns 0%
masih menyisakan banyak jaringan untuk Dada dan Perut : superficial
dapat melakukan regenerasi dermal – full thickness burns
b. Derajat II (Partial thickness) 18%
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai Punggung : 18%
kedalaman dermis namun masih terdapat Ekstremitas atas kanan – kiri
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi : 18%
dan epitelisasi. Ekstremitasbawahkanan –
c. Derajat III (full thickness) kiri : 0%
Mengenai seluruh lapisankulit,
dari Total : 54%
subkutis hingga mungkin organ atau jaringan
yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak
tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi
dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk
menumbuhkan kembali jaringan kulit harus
dilakukan cangkok kulit. Gejala yang
menyertai justru tanpa nyeri maupun bula,
karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit
yang memiliki persarafan sudah tidak intak.
36
Masalah yang timbul pada luka bakar Trauma inhalasi (-), suaraserak (-
fase akut terutama berkaitan dengan gangguan )
jalan nafas (cedera inhalasi), gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi;
ketiganya menyebabkan gangguan perfusi
jaringan yang menyebabkan kematian dalam
waktu singkat; atau bila korban dapat
bertahan (hidup) selama fase akut disertai
kemungkinan timbulnya SIRS dan MODS
yang berakhir fatal.
Cedera inhalasi merupakan gangguan
mukosa saluran nafas akibat paparan atau
kontak dengan sumber termis (sangat jarang),
sisa pembakaran yang tidak sempurna (toxic
fumes), berbagai zat toksik seperti CO dan
zat kimia lainnya. Cedera inhalasi ini
umumnya dijumpai pada luka bakar yang
disebabkan api, terperangkap di ruang
tertutup, atau terpapar pada zat kimia. Dugaan
kuat mengenai adanya cedera inhalasi ini bila
37
Balut kasa lembab, Analgetik ( injketorolac 30mg / 5 jam) dan Antibiotik broad
spectrum inj. Ceftriaxone 1g IV / 12 jam . Selanjutnya pada pasien ini dilakukan
tindakan debridement.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Roberta.,L. H., 2004, Adult Perioperative Anesthesia, Elsevier Mosby,
Philadelphia.
Song, C. 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka
Bakar Masa Kini, Seminar Luka Bakar. Pp 18-22.
Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury
and acute respiratory distress syndrome, the clinical syndrome. Clin
chest med 2000; vol 21 no.3. Available in website:
http://www.home.mdconsult.com/das/article/body/1/jorg.
Steinberg KP, Hudson LD. Acute respiratory distress syndrome: Acute lung injury
and acute respiratory distress syndrome, the clinical syndrome. Clin
chest med 2000; vol 21 no.3.
Stoelting. R. K., . Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice, 3 rd
edition., Lippincott-Raven Publishers, Philladelphia.
Sutjahjo, R. A. 2004. Nyeri pada Luka Bakar. Departement of Anesthesiology
&Reanimation School of Medicine. Airlangga University. Dr. Soetomo
General Hospital. Surabaya.
Tomashefsky J.F., Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary
pathology of acute respiratory distress syndrome. Clin chest med 2014;
vol 21 no.3. Available in website: http://www. home.
mdconsult.com/das/article/body/1/jorg.
Tomashefsky JF. Acute respiratory distress syndrome: Pulmonary pathology of
acute respiratory distresssyndrome. Clin chest med 2012; vol 21
no. 3.
43