Anda di halaman 1dari 16

Konsep dan Implementasi Al-Mudharabah dan Akad Tijarah

lainnya pada Asuransi Syariah


MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
“Matematika Asuransi Syariah”
Dosen pengampu :
Samsul Bakri, M.Pd.

Disusun oleh kelompok 8 :


1. Zulia Lesti (12204173028)
2. Muh. Fatkhur Rouf (12204173125)
3. Anisa Nur Afdhila (12204173250)

TADRIS MATEMATIKA
FAKUTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami sebagai
mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan oleh Bapak Dosen dalam
rangka menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami. Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang.

Ucapan terima kasih kepada Bapak selaku dosen pengampu pada mata
kuliah Matematika Asuransi Syariah ini yang telah memberikan bimbingan serta
arahan sehingga makalah yang berjudul “Konsep dan Implementasi Al-
Mudharabah dan Akad Tijarah Lainnya Pada Asuransi Syariah” ini selesai tepat
waktu. Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Tulungagung, 25 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2

A. Pengertian Mudharabah ....................................................................... 2


B. Landasan Syar’i Al-Mudharabah ......................................................... 2
C. Rukun Mudharabah .............................................................................. 4
D. Jenis-jenis Mudharabah ....................................................................... 5
E. Syarat Mudharabah .............................................................................. 5
F. Manfaat dan Keunggulan ..................................................................... 6
G. Kerugian ............................................................................................... 7
H. Sistem Mudharabah pada Asuransi Umum .......................................... 7
I. Tatacara ................................................................................................ 8
J. Akad Tijarah ........................................................................................ 9
K. Jenis-jenis Akad Tijarah ...................................................................... 9

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 12

A. Kesimpulan .......................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, dengan lahirnya bank yang beroperasi pada prinsip
syari’ah seperti dalam bentuk bank muamalat Indonesia dan bank perkreditan
rakyat islam, pengetahuan tentang bank islam ini sangat dibutuhkan baik bagi
para ilmuwan maupun masyarakat luas. Lebih-lebih masyarakat Indonesia
yang mayoritas penduduknya muslim sehingga minat terhadap lembaga
keuangan syari’ah (asuransi syari’ah) sangat diminati. Tetapi meskipun
lembaga-lembaga keuangan syari’ah mulai menyebar diberbagai pelosok
tanah air banyak masyarakat yang belum mengenal produk-produk asuransi
syari’ah. Kajian tentang asuransi sangat menarik sekali diantara prinsip
ekonomi syariah lainya. Kajian mengenai asuransi syari’ah terlahir satu paket
dengan kajian perbankan syari’ah, yaitu sama-sama muncul kepermukaan
tatkala dunia islam tertarik untuk mengkaji secara mendalam apa dan
bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi syari’ah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dan implementasi al-mudharabah dan akad tijarah
lainnya pada asuransi syariah?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dan implementasi al-mudharabah dan akad tijarah
lainnya pada asuransi syariah?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau
lebih, dimana pihak pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain
menyediakan tenaga dan keahlian dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
diantara mereka sesuai1 dengan kesepakatan yang mereka tetapkan bersama.
Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa mudharabah adalah kerja
sama antara modal dengan tenaga atau keahlian. Dengan demikian, dalam
mudharabah ada unsur syirkah atau kerja sama, hanya saja bukan kerja sama
antara harta dengan harta atau tenaga dengan tenaga, melainkan antara harta
dengan tenaga. Di samping itu, juga terdapat unsur syirkah (kepemilikan
bersama) dalam keuntungan. Namun apabila terjadi kerugian maka kerugian
tersebut di tanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengelola tidak dibebani
kerugian, karena ia telah rugi tenaga tanpa keuntungan. Oleh karena itu,
beberapa ulama memasukkan mudharabah ke dalam salah satu jenis syirkah,
seperti yang dikemukakan oleh Hanabilah.2
B. Landasan syar’i Al – Mudharabah
Berikut dalil – dalil dari Al-Qur’an yang berkenaan dengan mudharabah.

ِ‫ّللا‬ ِ ‫ض ٰى ۙ َوآخ َُرونَ يَض ِْربُونَ فِي ا ْْل َ ْر‬


ْ َ‫ض يَ ْبتَغُونَ ِم ْن ف‬
َ ‫ض ِل‬ َ ‫ون ِم ْن ُك ْم َم ْر‬ َ ‫ع ِل َم أ َ ْن‬
ُ ‫سيَ ُك‬ َ

“Sebagian dari mereka orang – orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah.”(al-Muzammil: 20)

َ ‫ض ِل‬
ِ‫ّللا‬ ِ ‫ص ََلة ُ فَا ْنتَش ُِروا فِي ْاْل َ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَغُوا ِم ْن ف‬ َ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَإِذَا ق‬
ِ َ‫ضي‬

“Apabila telah selesai shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk
menjalankan urusan masing – masing) dan carilah karunia Allah.”(al-
Jumuah: 10

1
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: AMZAH, 2015), hal. 366
2
Ibid, hal. 367.

2
‫علَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أ َ ْن ت َ ْبتَغُوا‬ َ ‫لَي‬
َ ‫ْس‬
‫فَض اَْل ِم ْن َربِ ُك ْم‬
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu.”(al-
Baqarah: 198)
Semua ayat – ayat ini, kata az-Zahaili, dengan sifatnya yang menerangkan
keharusan pada harta melalui kontrak mudharabah. Dari as-Sunnah pula
terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a bahwa Sayyidina
Abbas bin Abdul Muthalib apabila menyerahkan harta sebagai mudharabah
mensyaratkan kepada mitra usahanya supaya jangan membawa hartanya
menyeberang laut, menuruni lembah, dan membeli binatang yang hidup. Jika
dia menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab
atas dana tersebut. Syarat yang diletakkan oleh al-Abbas ini disampaikan
kepada Rasulullah dan beliau membolehkan.3

Berikut ini beberapa hadits dan keterangan lain berkenaan dengan al –


mudharabah.

1. Hadits di mana Ibnu Majah meriwayatkan dari Suhaib r.a bahwa Nabi
Muhammad bersabda,
“Tiga perkara yang di dalamnya terdapat keberkatan, yaitu menjual
dengan harga yang tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah (makanan) bukan untuk di
jual.”
2. Rasulullah diriwayatkan pernah bersabda, yaitu tatkala seorang laki – laki
membawa tiga anak wanita seperti seorang tahanan,
“Wahai hamba – hamba Allah, lakukanlah mudharabah dengan laki – laki
tersebut, pinjami dia.”4
3. Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa sebelum pengangkatan Muhammad
saw. sebagai Rasul, beliau pergi ke Syiria untuk berdagang membawa

3
Keterangan ini saya kutip dari az-Zuhaili, hal. 842.
4
As-Sarakhsi, al-Mabsut, vol.11, hal. 151, dan vol. 22, hal.. 99.

3
barang dagangan milik Khadijah dengan berdasar pada sistem mudharabah
(bagi hasil).5
4. Ibnu Rush dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid berkata, “Tidak ada
perbedaan pendapat di antara kaum muslimin mengenai sahnya prinsip
qirab atau mudharabah. Ia diamalkan sebelum islam dan islam
membenarkannya. Mereka semua bersepakat bahwa ia merupakan keadaan
di mana seseorang memberikan pihak lain modal yang pihak tersebut
menggunakannya dalam perniagaan. Pengguna modal tersebut sepakat
dengan syarat – syarat bagi hasil yang disepakati kedua belah pihak,
sepertiga seperempat ataupun mungkin setengah.”6

C. RUKUN MUDHARABAH
Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah adalah ijab dan qobul, dengan
menggunakan lafal yang menunjukkan kepada arti mudharabah. Lafal yang
digunakan untuk ijab adalah lafal mudharabah, muqaradhah, dan
mu’amalah,7 serta lafal-lafal lain yang artinya sama dengan lafal-lafal
tersebut. Sebagai contoh, pemilik modal mengatakan:”Ambillah modal ini
dengan mudharabah, dengan ketentuan keuntungan yang diperoleh dibagi di
antara kita berdua dengan nisbah setengah, seperempat, atau sepertiga.”
Adapun lafal qabul yang digunakan oleh ‘amil mudharib (pengelola) adalah
lafal: saya ambil, atau saya terima, atau saya setuju dan semacamnya. Apabila
ijab dan qabul telah terpenuhi maka akad mudharabah telah sah.
Menurut jumhur ulama, rukun mudharabah ada tiga, yaitu
a) Aqid, yaitu pemilik modal dan pengelola (‘amil/mudharib),
b) Ma’qud ‘alaih, yaitu modal, tenaga (pekerjaan) dan keuntungan, dan
c) Shigat, yaitu ijab dan qabul.

Sedangkan Syafi’iyah menyatakan bahwa rukun mudharabah ada lima, yaitu


a. Modal

5
Al-Khafif, hal. 63. Dalam Nejatullah Siddiqi, hal. 4.
6
Muhammad Uzair, Khursid Ahmad (ed), Some Conceptual and Practical Aspects of Interest
Free Banking: Studies in Islamic Economics, The Islamic Foundation, Leicester, 1980, hal.
45-46.
7
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, …, hal. 370.

4
b. Tenaga (pekerjaan)
c. Keuntungan
d. Shighat, dan
e. ‘aqidain.8

D. JENIS-JENIS
a. Mudharabah Muthlaqah
Adalah jenis mudharabah di mana pemilik dana memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat. Dalam mudharabah
muthlaqah, pengelola dana memiliki kewenangan untuk melakukan apa
saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu.
Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau
kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.9
b. Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan
kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan atau objek
investasi atau sektor usaha. Apabila pengelola dana bertindak bertentangan
dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola
dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.10
E. SYARAT MUDHARABAH
Mudharabah merupakan perjanjian dengan sistem profit and loss sharing,
shahibul mal memperoleh bagian tertentu dari keuntungan atau bisa juga
kerugian dari proyek yang telah dibiayai. Syarat yang harus dipenuhi dari
kegiatan muamalah tersebut adalah:
Pertama
Pemodal dan pengelola harus memenuhi persyaratan berikut.

8
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, …, hal. 371.
9
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, (Padang :
Akademia Permata, 2012), hal, 223
10
Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syari‟ah, (Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal. 223

5
a. Pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara
hukum.
b. Keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-
masing pihak.

Kedua

Sighat (ijab dan qabul) berupa ucapan (sight), yaitu penawaran dan
penerimaan (ijab dan qabul) harus diucapkan kedua11 belah pihak untuk
menunjukkan kemauan mereka guna menyempurnakan kontrak.

Ketiga

Modal adalah sejumlah uang yang diberikan penyedia dan kepada pengelola
untuk menginvestasikan dalam aktivitas mudharabah.

Keempat

Nisbah (keuntungan) adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari


modal.Kedua belah pihak harus menyepakati biaya-biaya yang ditanggung
kedua belah pihak.

F. MANFAAT DAN KEUNGGULAN


Keistimewaan sistem mudharabah adalah karena adanya peran ganda
mudharib, yaitu bisa sebagai wakil sekaligus mitra.Mudharib adalah wakil
pemilik dana dari setiap transaksi yang ia lakukan dan ia juga menjadi mitra
pemilik dana ketika ada keuntungan.
Beberapa manfaat dan keunggulan konsep mudharabah jika diterapkan di
lembaga perbankan dan asuransi, yaitu :
a. Lembaga/perusahaan asuransi atau bank akan menikmati peningkatan bagi
hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah secara
tetap, tetapi disesuaikan dengan12 pendapatan atau hasil usaha bank.
Dengan demikian, bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

11
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), hal 134.
12
Ibid, hal 135.

6
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus
kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Lembaga/perusahaan asuransi atau bank akan lebih selektif dan hati-hati
(prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar
terjadilah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah berbeda dengan prinsip
bunga
.
G. KERUGIAN
Penerapan prinsip keadilan dan kejujuran dalam sistem mudharabah
tercermin ketika kegiatan bisnis yang dilakukan mudharib tidak menghasilkan
keuntungan atau kerugian, perusahaan tidak mendapat apa-apa, dan modal
tidak kembali. Jika perusahaan mengalami kerugian, kerugian tersebut
dibebankan pada modal. Perusahaan tidak mendapatkan imbalan karena
kebijakan yang ada dalam manajemen perusahaan itu sendiri sehingga
pengusaha (mudharib) mengalami kerugian besar. Jadi, ia tidak perlu dihukum
dengan membebankan kerugian atas modal. Berdasarkan hal tersebut,
berlakulah prinsip keadilan dan kejujuran. Hukuman atas gagalnya pemasukan
tambahan modal ini tidak sepantasnya dibebankan kepada pihak yang
menjalankan usaha tersebut. Kerugiannya terletak pada kenyataan bahwa
kegagalan untuk menambah ke dalam modal yang telah13 ditanamkan
menyebabkan dia batal memperoleh semua imbalan bagi usaha bisnis yang
telah dikeluarkannya.

H. SISTEM MUDHARABAH PADA ASURANSI UMUM


Penerapan akad mudharabah pada asuransi umum atau general insurance
diatur sebagai berikut.
a. Surplus underwriting dari hasil operasi yang didapat perusahaan dibagi di
antara operator dan peserta atau partisipan.

13
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), hal 139.

7
b. Mudharabah dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang surplus
underwriting yang diperoleh.

Perhitungan mudharabah harus didasarkan atau dilihat dari kinerja yang


sebenarnya dilakukan perusahaan asuransi.Pembayaran mudharabah tidak di-
offset langsung dengan premi renewel, kecuali jika diminta oleh peserta dan
mudharabah tidak dibayarkan di muka.

Setiap peserta akan mendapatkan hasil mudharabah dengan beberapa


ketentuan berikut.

a. Polis sudah jatuh tempo.


b. Peserta telah membayar premi takaful kontribusi.
c. Peserta belum pernah menerima pembayaran klaim selama periode
covered.

Dalam melakukan pembayaran, perusahaan asuransi syariah menerapkan


beberapa formula perhitungan mudharabah, di antaranya berdasarkan periode
tafakul, tafakul contribution, tanggal pembayaran atau rate mudharabah.14

I. TATACARA
Tatacara yang dilakukan perusahaan asuransi umum syariah dalam melakukan
pembayaran mudharabah adalah sebagai berikut.
a. Cadangan mudharabah dibagikan kepada peserta yang selesai
pertanggungannya dengan menggunakan rate atas premi yang disetor
peserta.
b. Peserta yang menerima mudharabah adalah peserta yang tidak
mendapatkan manfaat klaim.
c. Peserta yang melakukan keterlambatan pelunasan diberikan mudharabah
secara proporsional.
d. Peserta yang polisnya telah jatuh tempo dikirimi surat konfirmasi untuk
menentukan pembayaran mudharabah.
e. Pengiriman surat konfirmasi mudharabah bersamaan dengan pengiriman
surat konfrmasi perpanjangan yang dilakukan customer care.

14
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, …, hal 140.

8
f. Konfirmasi mudharabah dari nasabah segera diserahkan kepada divisi
keuangan agar segera dilakukan pembayaran.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah


perjanjian di antara paling sedikit dua pihak. Satu pihak disebut pemilik
modal/ shahibul mal atau rabb al-mal yang bisa lebih dari satu pihak, dan
pihak lan disebut pengusaha (mudharib).15

J. AKAD TIJARAH
Akad Tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
mencari keuntungan, seperti akad mudharabah (profit sharing), as-Salam
(meminjamkan barang), akad syirkah (kerja sama), akad ijarah (sewa), dan
akad Muzara’ah (pengelolaan tanah dan bagi hasil)

K. JENIS-JENIS AKAD TIJARAH


Beberapa bentuk akad yang diterapkan dalam asuransi syariah selain akad
mudharabah adalah bentuk akad berikut.
a) Akad Wakalah
b) Akad Wadiah
c) Akad Musyarakah

Bentuk-bentuk akad tersebut diterapkan berdasarkan situasi dan kondisi dari


kegiatan bisnis yang dilakukan pihak-pihak yang bersangkutan.Masing-
masing akad mempunyai ciri-ciri atau ketentuan yang berbeda dalam
penerapannya.Berikut garis besar pengertian akad-akad tersebut.16

a) Wakalah

Wakalah/wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian


mandat. Dengan demikian, wakalah adalah pelimpahan, pendelegasian
wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk
melaksanakan sesuatu atas nama pihak pertama. Sistem pemasaran dengan

15
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, …, hal 142.
16
Ibid, hal 163.

9
menggunakan agen merupakan salah satu penerapan dari sistem al-
wakalah.

b) Al-Wadiah

Al-Wadiah diartikan sebagai meninggalkan atau meletakkan, yaitu


meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara/dijaga. Namun,
menurut istilah, al-wadiah adalah memberikan kekuasaan kepada orang
lain untuk menjaga hartanya/ barangnya dengan terang-terangan atau
isyarat yang semakna dengan itu. Konsep al-wadiah yang diterapkan
adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro.
Sementara itu ,wadi’ah amanah menyatakan bahwa harta titipan tidak
boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dititipi, sedangkan dalam wadi’ah
dhamanah pihak yang dititipi (bank/asuransi) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan
tersebut.

c) Musyarakah

Sistem musyarakah/syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih


dalam usaha tertentu dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan
berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama17 menjalankan sesuatu serta
adanya pembagian keuntungan dan kerugian dalam bagian yang
ditentukan.

Pada hakikatnya, bentuk kerja sama dalam asuransi adalah bentuk


kerja sama yang dilandasi prinsip al-musyarakah. Dalam kerja sama ini
ada pihak yang mempunyai dana dan modal, da nada pihak lain yang
hanya memiliki tenaga dan skill serta profesionalisme. Al-musahamah
“kontribusi” merupakan bagian dari al-musyarakah.Al-musahamah oleh
beberapa ahli asuransi syariah digunakan sebagai pengganti istilah tabarru.

Dalam investasi, produk asuransi jiwa syariah mengandung unsur


tabungan. Ada dua akad yang digunakan, yaitu akad mudharabah untuk

17
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, …, hal 164.

10
transaksi investasi modal perusahaan, dana peserta, dan dana tabarru yang
biasa diinvestasikan pada bank syariah. Sementara itu, investasi yang
menggunakan fund manager memakai akad wakalah dengan
mengeluarkan iuran (fee) untuk pengelola perusahaan.

Perusahaan asuransi syariah mendapat income berdasarkan tiga sumber,


yaitu return on investment dari shareholders fund, share profit/surplus dari
participant fund untuk produk-produk non saving, dan share return on
investment dari participant fund untuk produk-produk saving. Return on
investment dari share-holder fund dapat diperoleh sampai sebesar 100%
dari hasil investasi. Dari share surplus danaparticipant fund (nonsaving)
dan share return on investment dari saving sebesar yang diperjanjikan
dalam skim bagi hasil. Skim tersebut ditentukan oleh manajemen atas
persetujuan Dewan Pengawas Syariah.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mudharabah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau
lebih, dimana pihak pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain
menyediakan tenaga dan keahlian dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
diantara mereka sesuai dengan kesepakatan yang mereka tetapkan bersama.
Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah adalah ijab dan qobul, dengan
menggunakan lafal yang menunjukkan kepada arti mudharabah
Jenis-jenis Mudharabah yaitu, Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah
Muqayyadah
Keistimewaan sistem mudharabah adalah karena adanya peran ganda
mudharib, yaitu bisa sebagai wakil sekaligus mitra.Mudharib adalah wakil
pemilik dana dari setiap transaksi yang ia lakukan dan ia juga menjadi mitra
pemilik dana ketika ada keuntungan.
Akad Tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
mencari keuntungan, seperti akad mudharabah (profit sharing), as-Salam
(meminjamkan barang), akad syirkah (kerja sama), akad ijarah (sewa), dan
akad Muzara’ah (pengelolaan tanah dan bagi hasil)
Beberapa bentuk akad yang diterapkan dalam asuransi syariah selain akad
mudharabah adalah bentuk akad berikut.
a) Akad Wakalah
b) Akad Wadiah
c) Akad Musyarakah
B. SARAN
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaaat serta menambah
pengetahuan dan wawasan kita semua tentang Konsep dan Implementasi Al-
Mudharabah dan Akad Tijarah Lainnyan Dalam Asuransi Syariah. Selain itu,
Makalah ini juga diharapakan dapat menjadi bahan pelajaran untuk
kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amrin, Abdullah. Asuransi Syariah. 2006. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Muslich, Ahmad Wardi. 2015. Fiqh Muamalat. Jakarta: AMZAH.

Salman, Kautsar Riza. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK


Syariah. Padang : Akademia Permata.

Sholihin, Ahmad Ifham. 2010. Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syari‟ah.


Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Uzair, Muhammad. Khursid Ahmad (ed). 1980. Some Conceptual and Practical
Aspects of Interest Free Banking: Studies in Islamic Economics. Leicester:
The Islamic Foundation.

13

Anda mungkin juga menyukai