PENDAHULUAN
Keberadaan industri pertambangan di Indonesia yang sampai dengan saat ini masih
menjadi salah satu penghasil devisa besar. Jika dikaitkan dengan aspek ketenagakerjaan
(penyerapan tenaga kerja) dan usaha mempersiapkan masyarakat di daerah pertambangan
untuk dapat bertahan dengan sektor ekonomi lain sebagai penunjang, yang dalam kasus ini
kita indikasikan melalui cadangan batubara (terkait dengan umur tambang) akan muncul
berbagai permasalahan, untuk lebih jelasnya dapat dibaca pada tema memandang keterkaitan
antara peningkatan produksi batubara dengan investasi dan penyerapan tenaga kerja pada
perusahaan pertambangan batubara dalam proyek listrik 10.000 mw.
Indonesia merupakan salah satu negara yang beruntung memiliki kekayaan sumber daya alam
yang cukup “besar”, baik sumber daya yang tidak dapat terbaharui maupun yang dapat
terbaharui. Dalam konteks ini tidak digunakan kata “melimpah”, sebab kata “besar” itu
adalah relatif. Sementara, kata “melimpah” seolah tidak habis-habis atau tidak terbatas.
Contohnya, sumber daya batubara Indonesia mencapai 104 miliar ton dan cadangan 21 miliar
ton. Berdasarkan data BP Statistical Review 2010, cadangan Indonesia hanya 0,5 persen dari
cadangan dunia. Sedangkan bila kita berasumsi 21 miliar ton dihitung semua sebagai
cadangan yang mineable jumlahnya tidak sampai 2,5 persen. Potensi mineral dan batubara
tersebar di berbagai kepulauan di Indonesia. Karena memiliki potensi ekonomi yang cukup
besar maka sejak lama sumber daya mineral dan batubara telah menjadi andalan
pembangunan ekonomi.
Pertanyaannya, sejauh mana manfaat dari bahan galian mineral dan batubara ini bisa
dioptimalkan sebagai modal pembangunan? Hal ini merupakan isu sentral terkait dengan
pengembangan mineral dan batubara Indonesia saat ini. Pertanyaan ini adalah sebuah hal
yang wajar, mengingat di dalam konteks pengembangannya terdapat sejumlah paradoks.
Pertama, di satu sisi jumlah sumber daya dan cadangan mineral dan batubara ini sebagai
sumber daya yang tidak bisa terbaharui tentunya terbatas jumlahnya, namun produksinya dari
tahun ke tahun terus meningkat tanpa bisa ditahan. Kedua, kebutuhan domestik meningkat
tapi ekspor juga meningkat lebih cepat lagi. Ketiga, Indonesia masih menjual barang mentah
termasuk sebagian besar produksi mineral dan batubara dan menjadi pasar barang jadi.
1.3 Tujuan
Adapun Tujuannya :
1. Mengetahui Pokok pembahasan tentang hukum Pemanfaatan Sumberdaya
Mineral dan Energi
2. Mengetahui Sistem Tarif Bea pada Pemanfaatan SDME
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat :
Mendapatkan Pengetahuan yang luas mengenai Pemanfaatan Sumberdaya Mineral
dan Energi
BAB II
PEMBAHASAN
.
POKOK PEMBAHASAN TIAP BAB
UU NO.4 TAHUN 2009
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian pertambangan yang dilakukan
oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (selanjutnya akan disebut Menteri), gubernur,
bupati/walikota dan lembaga riset wajib diolah menjadi peta potensi mineral dan/atau
batubara dan harus dilaporkan ke Menteri untuk dilakukan evaluasi oleh Menteri sebagai
bahan penyusunan rencana WP. Rencana WP ditetapkan oleh Menteri menjadi WP setelah
berkoordinasi dengan gubernur, bupati/walikota dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) yang dapat ditinjau kembali satu kali dalam 5 tahun. Gubernur atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mengusulkan perubahan WP kepada
Menteri berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian. WP dapat terdiri atas : Wilayah Usaha
Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dan/atau Wilayah
Pencadangan Negara (WPN).WUP ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan
gubernur dan bupati/walikota setempat. Khusus penetapan WUP pertambangan mineral
bukan logam dan batuan dapat dilimpahkan kepada gubernur. Untuk menetapkan WUP,
Menteri dan gubernur dapat melakukan eksplorasi untuk memperoleh data dan informasi
yang berupa: peta, yang terdiri atas peta geologi dan peta formasi batuan pembawa dan/atau
peta geokimia dan peta geofisika serta perkiraan sumber daya dan cadangan. WUP dapat
terdiri atas : Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) radioaktif, WIUP mineral logam,
WIUP batubara, WIUP mineral bukan logam, dan/atau WIUP batuan.WIUP mineral logam
dan/atau batubara ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan gubernur dan
bupati/walikota setempat. Untuk WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan ditetapkan oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
permohonan dari badan usaha, koperasi, atau perseorangan. Rencana penetapan wilayah di
dalam WP ini ditetapkan menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh bupati/walikota
setempat setelah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan DPRD
Kabupaten/Kota. Penetapan WPR disampaikan secara tertulis oleh bupati/walikota kepada
Menteri dan gubernur.Untuk kepentingan strategis nasional, Menteri menetapkan Wilayah
Pencadangan Negara (WPN) setelah mendapat persetujuan DPR. Menteri menyusun rencana
penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WPN berdasarkan peta potensi mineral
dan/atau batubara serta peta potensi cadangan mineral dan/atau batubara. Wilayah di dalam
WP yang memenuhi kriteria ditetapkan menjadi WPN oleh Menteri setelah memperhatikan
aspirasi daerah dan mendapat persetujuan dari DPR. WPN yang ditetapkan untuk komoditas
tertentu antara lain tembaga, timah, emas, besi, nikel, bauksit dan batubara dapat diusahakan
sebagian luas wilayahnya setelah berubah statusnya menjadi Wilayah Usaha Pertambangan
Khusus (WUPK) dengan persetujuan dari DPR berdasarkan usulan Menteri.Untuk
menetapkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dalam suatu WUPK harus
memenuhi kriteria: letak geografis, kaidah konservasi, daya dukung lingkungan, optimalisasi
sumber daya mineral logam dan/atau batubara, dan tingkat kepadatan penduduk. Peta zonasi
untuk WIUP Eksplorasi dan WIUPK Eksplorasi pada kawasan lindung dapat di-delineasi
menjadi peta zonasi WIUP Operasi Produksi atau WIUPK Operasi Produksi. Delineasi zonasi
dilakukan berdasarkan hasil kajian kelayakan dan memperhatikan keseimbangan antara biaya
dan manfaat serta antara resiko dan manfaat dalam konversi kawasan lindung. Keseimbangan
antara biaya dan manfaat dan antara resiko dan manfaat dilakukan dengan memperhitungkan
paling sedikit mengenai reklamasi, pascatambang, teknologi, program pengembangan
masyarakat yang berkelanjutan, dan pengelolaan lingkungan.Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota wajib mengelola data dan informasi kegiatan usaha
pertambangan sesuai dengan kewenangannya. Pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota wajib menyampaikan data dan inforrnasi usaha pertambangan kepada
Pemerintah yang merupakan milik negara dan dikelola oleh Menteri. WP dikelola oleh
Menteri dalam suatu sistem informasi WP yang terintegrasi secara nasional untuk melakukan
penyeragaman mengenai sistem koordinat dan peta dasar dalam penerbitan WUP, WIUP,
WPR, WPN, WUPK, dan WIUPK yang harus dapat diakses juga oleh pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota dengan menggunakan sistem koordinat Datum Geodesi
Nasional.Ketentuan peralihan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini sebagai berikut :
Perubahan Ke Lima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
PP NO 1 TAHUN 2017
Perubahan Ke Empat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Perubahan Ke Tiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral
PP NO. 78 TAHUN 2010
Permen 24 telah memuat pasal khusus tentang keterlibatan masyarakat dalam usaha
jasa pertambangan, terutama tata kelola mineral timah. Selain itu, pengaturan mengenai
penggunaan alat berat juga diperjelas. Karena itu, Nur yakin Permen 24 lebih memudahkan
masyarakat menjalankan usaha tambang mereka.
3. Rekomendasi ekspor diberikan untuk menentukan; a. Jenis dan mutu produk sesuai batasan
minimum pengolahan. b. Jumlah tertentu yang dapat diekspor berdasarkan: estimasi
cadangan atau jaminan pasokan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan fasilitas pemurnian;
jumlah penjualan ke luar negeri dalam persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya tahun
berjalan; kapasitas input fasilitas pemurnian; dan kemajuan fisik pembangunan fasilitas
pemurnian, persetujuan dan penolakan rekomendasi ekspor diberikan paling lambat 14 hari
kerja.
TARIF BEA/ ROYALTY IURAN BARANG TAMBANG
Sebelum adanya pemberlakuan bea keluar ini, bahwa eksportir mineral hanya
berkewajiban melaporkan kegiatan ekspornya ke Ditjen Bea dan Cukai tanpa adanya
pengecekan harga dan volume hasil mineral terlebih dahulu. Kemungkinan terjadinya
kebocoran ekspor tambang mineral sangatlah besar.
Untuk itu, penetapan bea keluar dinilai tepat untuk menertibkan kegiatan ekspor di
Indonesia serta mengoptimalkan dan menjaga penerimaan negara. Penetapan bea keluar ini
hanya berlaku bagi 65 jenis hasil tambang berupa 21 logam, 10 non logam dan 34 batu-
batuan. “Bea keluar ini sifatnya flat bagi 65 jenis hasil tambang, yaitu 20 persen dari Harga
Patokan Ekspor (HPE) yang akan ditetapkan secara berkala,” ujarnya. Sementara itu, bagi
eksportir yang ingin melakukan aktivitas ekspor tambang mineral mentah, setiap eksportir
harus terdaftar di Kemendag dan mendapatkan rekomendasi dari Kementerian ESDM terlebih
dahulu. Isi rekomendasi itu berupa ketentuan yang telah ditentukan oleh Kementerian ESDM
beberapa saat lalu, salah satunya adalah bukti clean and clear. Tujuannya, lanjut Bambang,
agar tidak terjadi tumpang tindih dengan eksportir lain. Masing-masing eksportir yang sudah
tedaftar, sambungnya, wajib melunasi royalty yang akan dikutip oleh Kementerian ESDM.
Namun, Bambang menegaskan penetapan bea cukai ini sebagai disinsentif ekspor bukan
sebagai penerimaan pajak. Penetapan bea cukai ini juga untuk menunjang pelaksanaan UU
No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
Terkait Permendag No. 29 Tahun 2012 yang diterbitkan beberapa waktu lalu oleh
Kemendag, Direktur Perdagangan Luar Negeri Kemendag Dedi Shaleh mengatakan, sudah
ada lima perusahaan tambang yang mendapatkan Eksportir Terdaftar Produk Pertambangan
(ET-Pertambangan). Tetapi jika lima perusahaan tersebut ingin mendapatkan izin ekspor
pertambangan, mereka harus mendapatkan surat bukti ekspor tambang mineral dari
Kementerian ESDM. Salah satu dari lima perusahaan itu adalah PT Antam Tbk. Sedangkan
yang lainnya adalah perusahaa swasta.
PEMBANGUNAN SMELTER
Sejak terbitnya Permen ESDM No. 7 Tahun 2012, sebanyak 126 perusahaan tambang
telah menyerahkan proposal perencanaan pembangunan smelter ke Kementerian ESDM.
Peningkatan jumlah perusahaan yang berniat untuk membangun smelter di Indonesia
merupakan salah satu hal positif yang harus disambut baik. Dirjen Mineral dan Batubara
Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, mengatakan sejak disahkannya UU No. 4 Tahun 2009
tentang Minerba, yang mewajibkan setiap perusahaan tambang membangun smelter di
Indonesia, hanya tujuh perusahaan yang telah memenuhi hal tersebut. Melihat pergerakan
yang lamban dari para pengusaha pertambangan dan meningkatnya jumlah ekspor biji
mineral hingga 4000 persen, akhirnya Kementerian ESDM mengeluarkan peraturan
pelarangan ekspor. Namun, ia menegaskan bahwa keseluruhan proposal tersebut akan dikaji
ulang. Pasalnya, jika 126 proposal tersebut dikabulkan, maka akan terlalu banyak
pembangunan smelter di Indonesia. Ia khawatir penyerahan proposal ini hanya dijadikan alat
untuk dapat melakukan ekspor, sementara kesungguhannya dipertanyakan. Selain itu,
peningkatan jumlah proposal perencanaan pembangungan smelter ini juga tidak lepas dari
kebijakan pemerintah untuk menetapkan bea keluar bagi ekspor biji mineral sebesar 20
persen. Kebijakan ini pun dinilai sebagai salah satu alasan perusahaan tambang untuk
membangun smelter.
Penetapan bea keluar ini, tentunya akan memberikan dampak positif bagi penerimaan
negara. Pasalnya, hal ini menuntut perusahaan tambang untuk tidak melakukan ekspor biji
mineral. Melalui pengolahan dan pemurnian yang dilakukan di dalam negeri, akan
menaikkan penerimaan negara puluhan kali lipat dari penerimaan hasil ekspor biji mineral.
DJBC akan terus melakukan komunikasi yang intens dengan Kementerian ESDM dan
Kemendag untuk mengetahui secara akurat tentang aktivitas ekspor mineral di Indonesia.
Selain itu, pihaknya akan mengawasi kegiatan ekspor biji mineral agar semua pelaku usaha
dapat mematuhi semua kebijakan ini.
Pasal 124
1) penyelidikan umum;
2) eksplorasi;
3) studi kelayakan;
4) konstruksi pertambangan;
5) pengangkutan;
6) lingkungan pertambangan;
1) penambangan; atau
2) pengolahan dan pemurnian.
Pasal 125
Pasal 126
Pasal 127
Pasal 128
(1) Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan
pendapatan daerah.
(2) Pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
(3) Penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. iuran tetap;
b. iuran eksplorasi;
(5) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pajak daerah;
Pasal 129
Pasal 130
(1) Pemegang IUP atau IUPK tidak dikenai iuran produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128 ayat (4) huruf c dan pajak daerah dan
retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (5)
atas tanah/batuan yang ikut tergali pada saat penambangan.
Pasal 131
Besarnya pajak dan penerimaan negara bukan pajak yang dipungut dari
pemegang IUP, MR, atau IUPK ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 132
(2) Besaran tarif iuran produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 133
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
dan Batubara
POKOK PEMBAHASAN UU, PP, PERMEN ESDM DAN
TARIF BEA PADA PEMANFAATAN SDME
Oleh
03021181722011
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Berkah dan Anugerah-Nya sehingga paper ini dapat terselesaikan dengan baik dengan judul
“Pokok Pembahasan UU, PP, PERMEN ESDM dan Tarif Bea Pada Pemanfaatan SDME”.
Makalah ini Saya tulis sebagai salah satu syarat pemenuhan Tugas ke-1.
Telah banyak hikmah, manfaat dan ilmu pengetahuan yang kami peroleh selama
melakukan dan menyusun Paper ini, oleh karna itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Prof. Ir. Subriyer Nasyir, M.S., PhD, Dekan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
2. Dr. Hj. Rr. Harminuke Eko Handayani, S.T., M.T., dan Ir. Bochori, M.T., IPM., selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya.
3. Ir.Mukiat, M. S. Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Pemanfaatan Sumberdaya
Mineral dan Energi
4. Pihak lain yang juga telah membantu menyelesaikan makalah ini
Menyadari bahwa substansi paper ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis
Ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan...................................................................................................................1
1.1 LatarBelakang...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................................
1.4 Manfaat.....................................................................................................................
Bab II Pokok Pembahasan........................................................................................................3
2.1 Undang-undang........................................................................................................
2.2 Peraturan Pemerintah................................................................................................
2.3 Peraturan Menteri................................................................................ ....................
2.4 Tarif Bea Pemanfaatan SDME.................................................................................
Bab III Kesimpulan................................................................................................................30
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................
3.2 Saran.........................................................................................................................
Daftar Pustaka....................................................................................................................................31
iii