Anda di halaman 1dari 5

Sistem pembayaran INA-CBG’s merupakan pembayaran

berdasarkan tarif pengelompokan diagnosis yang mempunyai kedekatan

secara klinis dan homogenitas sumber daya yang dipergunakan. umah sakit

akan mendapat pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh

suatu kelompok diagnosis. Sistem ini telah diterapkan oleh Kementerian

Kesehatan Republik Indonsesia dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan

khususnya untuk masyarakat miskin sejak tahun 2010. Sistem ini bersifat

dinamis yang artinya total jumlah CBG (Case Based Groups) bisa disesuaikan

berdasarkan kebutuhan sebuah Negara. Sistem ini juga dapat digunakan jika

terdapat perubahan dalam pengkodean diagnosa dan prosedur sesuai dengan

sistem klarifikasi baru (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Pengelompokan ini dilakukan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang

terdiri dari 14.500 kode diagnose (ICD-10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan

(ICD-9CM). Untuk mengkombinasi ribuan kode tersebut tidak mungkin

dilakukan secara manual. Perangkat yang digunakan untuk mengkombinasi

kode tersebut disebut Grouper. Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000

kode ke dalam banyak kelompok atau group yang terdiri dari 23 MCD

(MajorDiagnotic Category), terdiri pula dari 1077 kode INA-DRG yang

terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode untuk rawat jalan

Verifikasi Klaim Berbasis INA-CBG

Berdasarkan petunjuk teknis verifikasi klaim yang dikeluarkan oleh

Direktorat Pelayanan BPJS (2014 : 4-6), ditetapkan beberapa hal meliputi

berkas klaim yang akan diverifikasi dan tahapan verifikasi administrasi klaim,

berikut ini adalah penjabarannya:

1. Berkas klaim yang akan diverifikasi


a) Rawat Jalan

1) Surat Eligibilitas Peserta (SEP).

2) Surat bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan

prosedur serta ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab

Pasien (DPP).

Pada kasus tertentu apabila ada pembayaran klaim diluar

INA-CBG diperlukan tambahan bukti pendukung:

a) Protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obat khusus.

b) Resep dan alat kesehatan.

c) Tanda terima alat bantu kesehatan (kacamata, alat bantu

dengar, alat bantu gerak dll).

b) Rawat Inap

1) Surat perintah rawat inap.

2) Surat Eligibilitas Peserta (SEP).

3) Resume medis yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta

ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPP).

4) Pada kasus tertentu apabila ada pembayaran klaim diluar

INA-CBG diperlukan tambahan bukti pendukung:

a) Protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obat khusus.

b) Resep dan alat kesehatan.

c) Tanda terima alat bantu kesehatan (kacamata, alat bantu

dengar, alat bantu gerak dll).

2. Tahap Verifikasi Administrasi Klaim

a) Verifikasi Administrasi Kepesertaan

Verifikasi administrasi kepesertaan adalah meneliti kesesuaian berkas


klaim yaitu antara Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan data

kepesertaan yang diinput dalam aplikasi INA CBG.

Verifikasi Administrasi Pelayanan

Hal yang harus diperhatikan dalam verifikasi administrasi pelayanan

adalah:

1) Mencocokan kesesuaian berkas klaim dengan berkas yang

dipersyaratkan.

2) Apabila terjadi ketidaksesuaian antara kelengkapan dan

keabsahan berkas maka berkas dikembalikan ke Rumah sakit

untuk dilengkapi.

3) Kesesuaian antara tindakan operasi dengan spesialisasi operator

ditentukan oleh kewenangan medis yang diberikan Direktur

Rumah sakit secara tertulis. Perlu dilakukan konfirmasi terlebih

dahulu.

F. CLINICAL PATHTWAY

Menurut Hernowo, dkk (2018) merupakan dasar penyusunan paket

tarif yang diberlakukan oleh BPJS kesehatan adalah, konsep clinical

pathtway. Konsep tarif Clinical pathway (CP) adalah perencanaan pelayanan

terpadu yang merangkum setiap langkah pelayanan yang dilaksanakan pada

pasien mulai masuk sampai pasien keluar berdasarkan standar pelayanan

kedokteran, standar asuhan keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya

berbasiskan bukti (diagnosa) dengan hasil yang dapat diukur dalam jangka

waktu tertentu (long ofstays/LOS) selama di Rumah sakit (UU No.29 Tahun

2009 Praktik Kedokteran Pasal 44 ayat 3 dan PermenKes No. 148/IX/2010).

(Basmala dalam Hernowo. 2018) Clinical pathway dapat membantu Rumah


sakit dalam hal :

a. Memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada kondisi klinis tertentu

untuk setiap pasien, setiap tindakan klinis dapat ditelusuri dan dimonitor.

b. Memberikan rencana tata laksana hari demi hari dengan standar pelayanan

yang dianggap sesuai.

c. Pelayanan dalam Clinical pathwaybersifat multidisiplin, perkembangan

pasien dapat dimonitor setiap hari, baik intervensi maupun outcomenya.

d. MembantuRumah sakit mengembangkan sistem kendali pelayanan.

e. Dapat digunakan untuk keperluan perhitungan harga pokok layanan

(penghitungan pembiayaan).

G. TARIF INA-CBG’s

Penghitungan tarif INA-CBG’s berbasis pada data costing dan koding

rumah sakit.

1. Data costing

Data costing adalah data yang didapat dari Rumah sakit terpilih (rumah

sakit sempel) referensi dari kelas uumah sakit, jenis rumah sakit maupun

kepemilikan rumah sakit (rumah sakit swasta maupun pemerintah),

meliputi seluruh data baiaya yang dikeluarkan oleh Rumah sakit, tidak

termasuk obat yang sumber pembiayaanya dari program pemerintah.

Data koding

Data koding adalah data yang diperoleh dari data koding rumah sakit

peyedia pelayanan kesehatan (PPK) Jamkesmas untuk penyusunan tarif

JKN digunakan data costing 137 Rumah sakit pemerintah dan swasta

serta 6 juta data koding (kasus).

Dalam peraturan Presiden Nomer 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan


Kesehatan , tarif Indonesian Case Based Group’s adalah besaran pembayaran

klaim oleh BPJS Kesehan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas

paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit

yang besaranya ditetapkan dalam PMK Nomer 59 tahun 2014, (Gani, 1996

dalam Hotma).

Identifikasi dan laporan selisih merupakan tahap pertama menuju

pengendalian selisih dan perbaikan operasional. Suatu sistem biaya standar

yang efektif mensyaratkan agar manajemen bereaksi secara tepat terhadap

selisih karena selisih yang tidak terkoreksi dapat mempengaruhi perusahaan.

Besaran selisih serta dampaknya pada operasional di masa mendatang

mempengaruhi reaksi perusahaan terhadap selisih. Selisih kecil biasa terjadi

dan sebagian besar tidak memerlukan perhatian khusus dari manajemen,

kecuali ada selisih tertentu. Selisih tidak menguntungkan kecil yang tetap,

mungkin memerlukan perhatian manajemen karena efek kumulatifnya pada

operasional bisa substansial dan bisa mencerminkan kemunduran operasional.

(Blocher/Chen,Lin, 2001 dalam Hotma)

Anda mungkin juga menyukai