Anda di halaman 1dari 80

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR
RS ROYAL PROGRESS
NOMOR 002/PER/DIR/RSRP/I/2018
TENTANG
PEDOMANPENATALAKSANAAN
HAK PASIEN DAN KELUARGA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Saat sekarang ini masyarakat sudah semakin cermat dan kritis terhadap produk jasa yang
diperolehnya termasuk pelayanan yang diberikan dalam bidang kesehatan. Hal ini tentunya
memacu instansi rumah sakit khususnya rumah sakit swata untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya mulai dari pra sampai pasca pelayanan. Pelayanan yang prima akan
meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap rumah sakit tersebut.

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit). Sedangkan pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010, rumah sakit merupakan
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan yang meliputi preventif, kuratif,
rehabilitatif dan promotif mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam hubungan
hukum perjanjian terapeutik dengan pasien sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Melalui mottonya,
Melayani dengan Penuh Cinta Kasih, RS Royal Progress berkomitmen untuk memberikan
pelayanan medis yang terbaik kepada masyarakat, memberikan penjelasan medis yang
komprehensif kepada seluruh pasien dan menjunjung tinggi keselamatan pasien serta hak
dan kewajiban pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 1


Rumahsakit menghormati hak dan kewajiban pasien, serta dalam banyak hal menghormati
keluarga pasien, terutama hak untuk menetukan informasi apa saja yang dapat disampaikan
kepada keluarga atau pihak lain terkait asuhan pasien. Sebagai contoh,pasien tidak ingin
diagnosis dirinya disampaikan kepada keluarga.

Pelaksanaan hak dan kewajiban antara rumah sakit dan pasien merupakan sebuah tanggung
jawab yang lahir dari hubungan hukum diantara keduanya. Setiap upaya pelayanan medis
seperti pengobatan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit
terhadap pasien merupakan wujud pelaksanaan dari kewajiban rumah sakit dalam memenuhi
hak-hak pasien.

Kepemimpinan rumah sakit bertanggung jawab bagaimana memperlakukan pasiennya dan


pimpinan perlu mengetahui serta memahami hak pasien dan keluarga juga tanggung
jawabnya seperti ditentukan dala peraturan perundang – undangan.

1.2. TUJUAN
Setelah membaca pedoman ini, diharapkan mampu memahami dan memenuhi hak-hak
pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan.

1.3. BATASAN OPERASIONAL


1. Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak
lahir bahkan sebelum lahir. Berdasarkan kamus Bahasa Indonesia, hak merupakan
sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas
sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.

2. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus
dilaksanakan).

3. General Consent atau Persetujuan Umum adalah pernyataan kesepakatan yang diberikan
oleh pasien terhadap peraturan rumah sakit yang bersifat umum.

4. Informed Consent adalah suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atau usaha medis
yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 2


dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai
dengan informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

5. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam keadaan
sehat maupun sakit.

6. Dokter dan Dokter Gigi adalah seorang tenaga kesehatan yang menjadi tempat kontak
pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang
dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin,
sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam
koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab
profesional, hukum, etika dan moral.

7. Keluarga adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-
saudara kandung.
 Ayah adalah ayah kandung atau ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
 Ibu adalah ibu kandung atau ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
 Suami adalah seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Istri adalah seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-
laki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri, perlindungan hak
keluarga dapat diberikan kepada salah satu dari istri.

1.4. RUANG LINGKUP


Hak pasien selalu dihubungkan dengan pemeliharaan kesehatan yang bertujuan agar pasien
mendapatkan upaya kesehatan, sarana kesehatan dan bantuan dari tenaga kesehatan yang
memenuhi standar pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan UU No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 3


A. Prinsip Dalam Pelayanan Kesehatan :
a) Bahwa upaya kesehatan yang semula dititikberatkan pada upaya penyembuhan
penderita, secara berangsur-angsur berkembang kearah keterpaduan upaya
kesehatan yang menyeluruh.
b) Bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh
masyarakat perlu adanya perlindungan hak pasien dan keluarga.
c) Bahwa keberhasilan pembangunan di berbagai bidang dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dan
kesadaran akan hidup sehat.
d) Bahwa meningkatkanya kebutuhan pelayanan dan pemerataan yang mencakup
tenaga, sarana, prasarana baik jumlah maupun mutu.
e) Bahwa pelayanan kesehatan sangat penting apabila dihadapkan kepada pasien yang
sangat membutuhkan pelayanan kesehatan dengan baik dan dapat memuaskan para
pasien.
f) Perlindungan merupakan hal yang essensial dalam kehidupan karena merupakan
sifat yang melekat pada setiap hak yang dimiliki.
g) Bahwa seseorang dapat menuntut haknya apabila telah memenuhi kewajibannya,
oleh karena itu kewajiban menjadi hak yang paling utama dilakukan.
h) Bahwa perlindungan bagi tenaga kesehatan maupun pasien merupakan hal yang
bersifat timbal balik, yaitu pihak-pihak tersebut dapat terlindungi hak-haknya bila
melakukan kewajibannya.
i) Bahwa dalam kondisi tertentu pasien tidak memiliki kemampuan untuk
mendapatkan informasi atau penjelasan mengenai haknya sehingga akan
disampaikan melalui keluarga.
j) Bahwa untuk mengatur pemenuhan perlindungan hak pasien dan keluarga harus ada
pedoman sebagai acuan bagi seluruh petugas rumah sakit.

B. Hak Pasien dan Keluarga


Dalam pelayanan kesehatan, pasien memiliki hak-hak yang telah diatur dalam Undang
Undang RI No. 44 Tahun 2009 Pasal 32 tentang Rumah Sakit, yaitu :
a. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit.
b. Pasien berhak memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 4


c. Pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskriminasi.
d. Pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
e. Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi.
f. Pasien berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
g. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
h. Pasien berhak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di
luar Rumah Sakit.
i. Pasien berhak mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
j. Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan.
k. Pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
l. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
m. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
o. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas prilaku Rumah Sakit
terhadap dirinya.
p. Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianutnya.
q. Pasien berhak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata maupun pidana.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 5


r. Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 menyebutkan beberapa hak
pasien, yaitu hak atas informasi, hak atas second opinion, hak atas kerahasiaan, hak
atas persetujuan tindakan medis, hak atas masalah spiritual dan hak atas ganti rugi.

Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4 – 8 disebutkan setiap
orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkat, menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan,
lingkungan yang sehat, info dan edukasi kesehatan yang seimbang dan bertanggung
jawab, dan informasi tentang data kesehatan dirinya. Hak-hak pasien dalam UU
No.36 tahun 2009 itu diantaranya meliputi :
a. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
b. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin yang bersangkutan,
kepentingan yang bersangkutan, kepentingan masyarakat).
c. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).

Pada UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga
diatur hak-hak pasien, yang meliputi :
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 ayat (3).
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
d. Menolak tindakan medis.
e. Mendapatkan isi rekam medis.

Terkait rekam medis, Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 pasal 12 menyebutkan :
a. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
b. Isi rekam medis merupakan milik pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 6


c. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan
rekam medis.
d. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan,
dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan
tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Hak pasien lainnya :
a. Pasien berhak mendapatkan pelayanan kerohanian.
b. Pasien berhak mendapatkan perlindungan terhadap kebutuhan privasinya.
c. Pasien berhak mendapatkan perlindungan terhadap harta yang dimilikinya.
d. Pasien berhak mendapatkan perlindungan terhadap kekerasan fisik.
e. Pasien berhak mendapatkan perlindungan terhadap kerahasiaan informasi yang
berkaitan dengan kondisi kesehatannya.
f. Pasien dan keluarga berhak mendapatkan edukasi tentang pelayanan.
g. Pasien berhak menolak atau tidak melanjutkan pengobatan.
h. Pasien berhak menolak atau memberhentikan resusitasi atau bantuan hidup dasar.
i. Pasien dan keluarga berhak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang
pelayanan.
j. Pasien dan keluarga berhak mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent)
k. Pasien berhak mendapatkan pelayanan tahap terminal di akhir kehidupannya.

C. Kewajiban Rumah Sakit


Kewajiban rumah sakit menurut UU No 44 tahun 2009, pasal 29, adalah sebagai
berikut:
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau
bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 7
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. menyelenggarakan rekam medis;
i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah,
parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak,
lanjut usia;
j. melaksanakan sistem rujukan;
k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar
profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n. melaksanakan etika Rumah Sakit;
o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional;
q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws);
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit
dalam melaksanakan tugas; dan
t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.

Kewajiban rumah sakit menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 4 tahun 2018, pasal
2, adalah sebagai berikut:
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin;
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 8
f. melaksanakan fungsi sosial;
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. menyelenggarakan rekam medis;
i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak meliputi sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita
menyusui, anak-anak, lanjut usia;
j. melaksanakan sistem rujukan;
k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang-undangan;
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban
pasien;
m. menghormati dan melindungi hak pasien;

n. melaksanakan etika Rumah Sakit;


o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional;
q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rumah Sakit mempunyai
kewajiban mengupayakan:
a. keamanan dan pembatasan akses pada unit kerja tertentu yang memerlukan
pengamanan khusus; dan
b. keamanan Pasien, pengunjung, dan petugas di Rumah Sakit

Kewajiban Rumah Sakit memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah
Sakit kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a berupa:
a. informasi umum tentang Rumah Sakit; dan
b. informasi yang berkaitan dengan pelayanan medis kepada Pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 9


Informasi yang berkaitan dengan pelayanan medis kepada Pasien meliputi:
1. pemberi pelayanan;
2. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
3. tujuan tindakan medis;
4. alternatif tindakan;
5. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
6. rehabilitatif;
7. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan; dan
8. perkiraan pembiayaan.

Ketentuan lain tentang Kewajiban rumah sakit adalah:


a. Pasien diminta persetujuaannya untuk membuka informasi yang tidak tercakup
dalam undang-undang dan peraturan.
b. Rumah sakit menghormati kerahasiaan informasi kesehatan pasien dengan
membatasi akses ke ruang penyimpanan rekam medik pasien di tempat umum dan
sebagainya.
c. Rumah sakit merespon terhadap permintaan pasien dan keluarganya untuk
memberikan pelayanan kerohanian atau sejenisnya berkenaan dengan agama dan
kepercayaan pasien.
d. Menyediakan partisi atau sekat pemisah untuk menghormati privasi pasien di ruang
perawatan.
e. Menyediakan locker atau lemari untuk menyimpan harta benda pasien.
f. Memasang CCTV pada area yang memerlukan pengawasan ketat dan area rumah
sakit yang jauh dari keamanan.
g. Memasang akses pin pada pintu ruangan yang memiliki akses terbatas, seperti
ruang bayi, ruang perawatan, ruang rekam medik, dan sebagainya.
h. Melindungi pasien dari kekerasan fisik dengan memantau ketat pengunjung yang
masuk ke ruang perawatan dan mewajibkan pengunjung untuk memakai ID Card.
i. Menyediakan tenaga keamanan untuk memantau area di lingkungan rumah sakit.
j. Menyediakan tenaga penterjemah baik bagi pasien yang tidak bisa memahami
bahasa Indonesia maupun bagi pasien tuna rungu.
k. Membentuk Tim Manajemen Nyeri untuk mengatasi nyeri pada pasien.
l. Membentuk Tim Code Blue untuk memberikan pelayanan resusitasi bagi pasien
yang membutuhkan.
m. Memberikan informasi bila terjadi penundaan pelayanan.
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 10
n. Menyediakan formulir permintaan pelayanan kerohanian.
o. Menyediakan formulir permintaan penyimpanan harta benda.
p. Menyediakan formulir pelepasan informasi.
q. Menyediakan formulir permintaan privasi.
r. Menyediakan formulir permintaan penterjemah.

D. Kewajiban Pasien
Selain hak, pasien juga memiliki kewajiban yang terdapat dalam persetujuan umum
yang diberikan kepada pasien pada saat masuk ruang rawat inap atau pada saat
melakukan pendaftaran pertama kali sebagai pasien rawat jalan. Kewajiban pasien
telah diatur dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran terutama pasal
53 UU, yang meliputi :
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
d. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Kewajiban Pasien menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI no. 4 tahun 2018 adalah:
Dalam menerima pelayanan dari Rumah Sakit, Pasien mempunyai kewajiban:
a. Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
b. Menggunakanfasilitas Rumah Sakit secara bertanggung jawab;
c. menghormati hak Pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta
petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit ;
d. memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
e. memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan
yang dimilikinya;
f. mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di
Rumah Sakit dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah
mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
g. menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan
dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan untuk
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 11


h. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Kewajiban Pasien lainnya adalah :


a. Memberikan data pribadi secara lengkap dan akurat, seperti nama lengkap,
tanggal lahir, alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
b. Memberikan data keluarga yang dapat dihubungi bila pasien dalam keadaan
darurat.
c. Bertanya bila pasien tidak mengerti diagnosa atau rencana pengobatan yang akan
pasien jalani. Pasien dan keluarga bertanggung jawab untuk memberitahu pihak
rumah sakit apabila pasien tidak mengerti prosedur yang akan dijalankan.
d. Memberitahukan perubahan yang terjadi atas kondisi dan kesehatan pasien.
e. Berpartisipasi aktif dalam pengobatan pasien, termasuk pemberian keputusan
mengenai rencana perawatan kesehatan pasien termasuk pengambilan obat-obatan
dan pembuatan janji konsultasi dengan dokter pada kunjungan berikutnya.
f. Menginformasikan pihak rumah sakit apabila pasien mengalami hambatan dengan
rencana pengobatan yang diberikan.
g. Bertanggung jawab atas semua konsekuensi yang ada apabila pasien menolak
pengobatan medis atau meninggalkan rumah sakit tanpa persetujuan dokter.
h. Memperlakukan petugas rumah sakit, pasien lainnya dan pengunjung dengan
sopan.
i. Datang sesuai dengan waktu yang dijanjikan. Jika pasien tidak bisa hadir sesuai
dengan perjanjian, silahkan memberitahu pihak rumah sakit sebelumnya.
j. Menghormati privasi pasien lainnya.
k. Bertanggung jawab atas keamanan barang-barang berharga dan barang-barang
pribadi pasien selama berada di rumah sakit.
l. Tidak melakukan perbuatan yang melanggar tata krama dan etika yang berlaku.
m. Menggunakan dan menjaga properti dan fasilitas rumah sakit dengan baik.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 12


BAB II
TATA LAKSANA HAK PASIEN DAN KELUARGA

2.1 Pengertian
Hak Pasian
Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum
untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
Kewajiban
Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang atau suatu
badan hukum.
Pasien
Penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Brayat Minulya, baik sehat
maupun sakit.

2.2 Tujuan
Setelah membaca tatalaksana Hak pasien dan keluarga ini, diharapkan petugas terkait
mampu memahami dan memenuhi hak-hak pasien dalam memberikan pelayanan
kesehatan

2.3 Ruang Lingkup


Tatalaksana ini digunakan di Rumah Sakit Royal Progress
a. Setiap pasien yang akan dirawat mendapatkan penjelasan mengenai hak dan
kewajiban pasien
b. Petugas Admission menjelaskan mengenai hak dan kewajiban pasien sejak awal
pasien baru berobat rawat jalan dan awal masuk rawat inap

2.4 Tatalaksana
a. Setaiap pasien baru rawat jalan dan setiap pasien rawat inap akan dijelaskan tentang
hak dan tanggung jawab pasien
b. Petugas Admission memberikan informasi kepada pasien dan atau keluarga tentang
18 butir hak pasien (sesuai pasal 32 UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit)
c. Petugas Admission memberikan informasi kepada pasien dan atau keluarga tentang
tanggung jawab dan kewajiban pasien (sesuai pasal 28 Peraturan Menteri
Kesehatan RI No 69 tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien)
d. Petgas admissioan juga memberikan informasi tentang persetujuan umum
tindakan kedokteran
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 13
e. Setelah pemberian informasi, petugas admission akan melakukan verifikasi tentang
pemahaman pasien
f. Bila pasien dan atau keluarga sudah mengerti, maka pasien dan atau keluarga diminta
untuk memberikan persetujuan umum dan menandatangani form persetujuan umum
tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab pasien serta persetujuan umum tindakan
kedokteran
g. Formulir persetujuan umum yang telah ditanda tangani pasien atau keluarga,
dimasukkan kedalam staus rekam medis pasien
h. Pasien dan atau keluarga diberi materi/ lieflet tentang Hak, kewajiban dan tanggung
jawab pasien dan keluarga

2.5 Dokumentasi
Bukti pemberian informasi Hak pasien dan Keluarga didokumentasikan dalam formulir
Persetujuan umum

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 14


BAB III
TATALAKSANA PELAYANAN KEROHANIAN

3.1 Pengertian
Pelayanan kerohanian rumah sakit merupakan pelayanan kerohanian untuk memberikan
bimbingan spiritual kepada para pasien yang sedang dirawat di rumah sakit Royal
Progress. Pelayanan Rohani adalah suatu usaha bimbingan untuk pasien rawat inap agar
mampu memahami arti dan makna hidup sesuai dengan keyakinan dan agama yang
dianut masing-masing. Pelayanan Rohani juga untuk melengkapi pelayanan dari
kelahiran sampai kematian di Rumah Sakit Royal Progress dengan pelayanan yang
penuh dengan cinta kasih

Rumah sakit memberikan asuhan dengan menghargai agama, keyakinan, dan nilai –
nilai pribadi pasien, serta merespon permintaan yang berkaitan dengan bimbingan
kerohanian. Untuk itu rumah sakit melakukan identifikasi agama, keyakinan dan nilai –
nilai pribadi pasien agar dalam memberikan asuhan selaras dengan agama, keyakinan
dan nilai – nilai pribadi.

Asuhan pasien yang menghargai agama, keyakian dan nilai – nilai pribadi akan
membantu kelancaran proses asuhan serta memberikan hasil asuhan yang lebih baik.
Setiap Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus melakukan identifikasi agama, dan
memehami agama, keyakinan dan nilai –nilai pribadi pasien,serta menerapkan
dalamasuhan pasien yang diberikan.
3.2 Tujuan
Tatalaksanan pelayanan kerohanian bertujuan untuk menstandarkan pelayanan
kerohanian di Rumah Sakit Royal Progress.
Kegiatan kerohanian juga bertujuan untuk membantu pasien agar mereka tetap merasa
percaya diri dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi penderitaan atau sakit yang
sedang dideritanya. Pelayanan kerohanian sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pada pasien tahap terminal, dimana seseorang mengalami penyakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Kondisi pasien dalam tahap terminal sangat individual tergantung dari kondisi fisik,
psikologis, sosial dan kehidupan spiritual yang dialami.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 15


3.3 Ruang Lingkup
Pelayanan rohani untuk pasien rawat inap di Rumah Sakit Royal Progress
3.4 Tata Laksana
a. Perawat memberikan informasi kepada pasien saat pasien masuk ke rawat inap
tentang pelayanan kerohanian di rumah sakit Royal Progress, serta membantu
request permintaan tersebut.
b. Perawat memberikan formulir serta meminta keluarga pasien/pasien untuk mengisi
formulir dan menginformasikan pasien bahwa customer service akan memberikan
informasi konfirmasi pelayanan kerohanian dalam waktu 1 x 24 jam. Perawat
memberikan formulir ke customer service dari hari senin-jumat antara jam 08.00-
19.00WIB dan hari sabtu jam 08.00-13.00WIB . Bila hari minggu, tanggung jawab
customer service akan di layani oleh admission rawat inap. Customer service atau
admission wajib untuk menghubungi pasien kembali dengan nama penanggung
jawab kerohanian dalam waktu 1 x 24jam.
c. Customer service/admission akan menghubungi petugas kerohanian atas permintaan
di formulir tersebut. Bila waktu yang di diminta pasien tidak bisa tercapai, admission
atau customer service wajib tulis waktu yang bisa diberikan sebagai pelayanan
pemberian alternative.
d. Customer service akan konfirmasi nama & waktu petugas pelayanan ini kepada
pasien dan keluarga pasien. Jika pasien atau keluarga pasien tidak di tempat,
customer service/admission wajib tinggalkan fotokopi formulir fotokopi, dan
menulis: nama customer service/admission, nomor telepon yang bisa dihubungi
untuk konfirmasi kembali ke petugas kerohanian, jam penitipan surat dan nama yang
dititipkan.
e. Bila janji sudah pasti, customer service/admission harus beritahu perawat di lantai
yang akan dikunjungi kerohian dan sekuriti untuk penerimaan tamu. Kartu identitas
tetap harus ditukar pada saat pengunjungan dari petugas kerohanian.
f. Kerohanian datang ke RSRP dan wajib lapor ke security. Security akan memberikan
kartu ID untuk naik ke lantai pasien dimana harus minta bantuan perawat untuk
mengantarnya ke kamar pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 16


3.5 Tata Laksana Permintaan Pelayanan Kerohanian di Luar Daftar Pelayanan
Kerohanian RS Royal Progress
1. Perawat memberikan informasi kepada pasien bahwa saat ini rumah sakit royal
progress melayani permintaan kerohanian agama kristen,katolik, dan Budha.
2. Perawat meminta referensi kepada pasien tentang pelayanan kerohanian yang bisa
dihubungi untuk memberikan pelayanan.
3. Menghubungi customer service untuk mengambil formulir yang ditulis pasien
beserta nomor telepon yang direfensikan oleh pasien.
4. Petugas Customer service/admission akan menghubungi petugas kerohanian atas
permintaan di formulir tersebut. Bila waktu yang di request pasien tidak bisa
tercapai, admission atau customer service wajib meminta kembali referensi yang
lain untuk bisa diberikan sebagai pelayanan pemberian alternative.
5. Bila janji sudah pasti, customer service/admission harus beritahu perawat di lantai
yang akan dikunjungi kerohian dan sekuriti untuk penerimaan tamu. Kartu
identitas tetap harus ditukar pada saat pengunjungan dari petugas kerohanian.
6. Kerohanian datang ke RSRP dan wajib lapor ke security. Security akan
memberikan kartu ID untuk naik ke lantai pasien dimana harus minta bantuan
perawat untuk mengantarnya ke kamar pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 17


Alur Proses Pelayanan Kerohanian

Permintan Pasien tentang kerohanian

(H=0)

Pasien isi formulir & Perawat akan


diinfokan kembali 1x24 jam ke
pasien.

(H=0)

Cust.Service/admission hubungi
kerohanian dan beritahu ke pasien,
suster dan sekuriti tentang rencana
kedatangan petugas kerohanian

(di hari perjanjian)


Kerohanian ke RSRP, lapor ke
sekuriti, lalu ke perawat untuk diantar
ke pasien

3.6 Dokumentasi
Bukti permintaan dan pemberian pelayanan rohani didokumentasikan dibagian
customer service

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 18


BAB IV
TATALAKSANA MENJAGA KERAHASIAAN INFORMASI DAN KEBUTUHAN
PRIVASI PASIEN

4.1 Pengertian

Setiap informasi yang berhubungan dengan kondisi kesehatan pasien adalah rahasia,
dan kerahasiaan itu akan dijaga sesuai peraturan perundangan. Rumah sakit menghargai
informasi tersebut sebagai rahasia dan juga menghormati privasi pasien serta
menerapkan regulasi yang melindungi informasi dan privasi tersebut dari
penyalahgunaan. Regulasi yang ada mencakup informasi yang dapat diberikan sesuai
kebutuhan peraturan perundang-undangan.

Rumah sakit tidak mencantumkan informasi rahasia pasien pada pintu pasien, lobby
atau ruang perawat (nurse station) dan tidak mengadakan diskusi yang terkait dengan
pasien di ruang publik. Staf memberitahu pasien tentang bagaimana rumah sakit
menghargai kerahasiaan informasi dan privasi mereka.

Staf menyadari peraturan perundang – undangan yang mengatur kerahasiaan informasi


serta memberitahukan pasien bagaiman rumah sakitmenghargai kerahasiaan informasi
dan privasi mereka. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)memberitahu pada
pasien atau keluarga tentang informasi kondisi pasien disetiap terjadi perubahan.

Hak privasi pasien adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan
kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas, dan legalitas. Pasien berhak
mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya. Hak pasien dalam hal privasi meliputi :
1. Privasi identitas pasien
2. Privasi di ruang perawatan
3. Privasi di ruang pemeriksaan
4. Privasi saat dilakukan tindakan
5. Privasi saat transportasi
6. Privasi saat di kamar operasi
7. Privasi rekam medik
8. Privasi saat akan mengakhiri kehidupan
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 19
4.2. Tujuan
Memberikan jaminan kerahasiaan dan privasi pasien dan memberikan penghargaan atas
privasi pasien meningkatkan kepercayaan dan kenyamanan pasien dengan memastikan
bahwa sistem pelayanan kesehatan cukup adil dan responsif dalam memberikan
kebutuhan dan hak pelanggan.

4.3 Ruang Lingkup


a. Seluruh unit pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Royal Progress
1. Instalasi rawat inap
2. Instalasi rawat jalan
3. MCU
4. ICU/NICU/PICU, HND
5. IGD
6. OK
7. Pelayanan diagnostik
b. Panduan ini dibuat untuk diketahui dan dijalankan oleh semua petugas Rumah Sakit
Royal Progress

4.4 Tatalaksana
A. Menjaga Kerahasiaan Informasi Pasien
1. Setiap pasien baru rawat jalan dan setiap pasien akan rawat inap, petugas
registrasi/ admission menjelaskan tentang menjaga kerahasiaan informasi
pasien yang tertera dalam formulir persetujuan umum/ general concent
2. Petugas admission menjelaskan juga tentang pelepasan informasi apa saja yang
berhubungan dengan pelayanan yang boleh diketahui keluarganya/ pihak lain
yang menjadi bagian dari persetujuan umum/general consent
3. Bila pasien adalah tanggungan dari perusahaan rekanan rumah sakit (Asuransi,
perusahaan, BPJS, dll), maka pasien diminta persetujuannya untuk pelepasan
informasi kepada pihak luar tersebut (Asuransi, perusahaan, BPJS, dll)
4. Bila pasien dirawat inap, maka pasien/ keluarga dijelaskan dan menandatangani
tentang informasi membuka rahasia kedokteran

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 20


B. Menjaga Privaci pasien
1. Standar menjaga privasi identitas pasien :
a. Menjaga identitas pasien/informasi tentang kesehatan atau kondisi pasien agar
tidak dapat dilihat/terbaca oleh khalayak umum.
b. Identitas pasien tidak dicantumkan di depan kamar pasien atau nurse station.
c. Menggunakan simbol atau istilah yang hanya diketahui oleh petugas RS Royal
Progress
2. Standar privasi di ruang perawatan :
a. Untuk kamar perawatan yang memuat lebih dari satu orang di setiap tempat tidur
pasien agar dipasang gorden/sampiran.
b. Memastikan pintu /gorden dalam posisi tertutup.
c. Memastikan pasien perempuan terpisah dengan pasien laki-laki, apabila dalam
kondisi darurat dimana pasien laki-laki bercampur dengan pasien perempuan oleh
adanya kebijakan tidak boleh menolak pasien maka harus sepengetahuan dan
persetujuan dari pasien dan keluarga.
d. Peliputan yang dilakukan oleh media massa baik berupa wawancara atau
pengambilan gambar harus mendapat ijin dari Manajemen, dokter dan perawat
yang merawat pasien dan pasien serta keluarganya.

3. Menjaga privasi di ruang pemeriksaan :


a. Menempatkan pasien di ruang pemeriksaan
b. Menutup gorden saat melakukan pemeriksaan
c. Memasang selimut saat melakukan pemeriksaan
d. Memberitahukan pasien/keluarga akan dilakukan pemeriksaan dan seijin pasien
e. Menutup pintu/gorden kamar periksa pada saat pemeriksaan

4. Menjaga privasi saat melakukan tindakan :


a. Membuka bagian yang akan diintervensi
b. Memberikan pakaian khusus pada pasien bila diperlukan
c. Menutup pintu/gorden dan meminta keluarga pasien menunggu di luar ruangan /
memberikan ijin untuk menunggu kepada keluarga yang mempunyai keterkaitan
/kepentingan dengan kondisi pasien bila diperlukan.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 21


5. Standar menjaga privasi saat melakukan transportasi:
a. Menutup tubuh pasien dengan selimut.
b. Memastikan bahwa semua bagian tubuh pasien tertutup kecuali muka pasien.
c. Menaikkan pengaman tempat tidur pasien.
d. Bila pasien pakai kursi roda, pastikan bagian bawah tubuh pasien tertutup selimut

6. Standar menjaga privasi di kamar operasi :


a. Membuka bagian/area yang akan dioperasi.
b. Tidak membicarakan privasi pasien walaupun pasien sudah dianestesi.
c. Jangan tertawa/menertawakan keadaan pasien walaupun pasien dalam kondisi
dterbius/ pengaruh obat anestesi.
d. Menutup kembali tubuh pasien saat selesai operasi.
7. Standar menjaga privasi rekam medis pasien:
a. Memastikan penempatan rekam medis pasien di tempat yang aman.
b. Permintaan rekam medis pasien hanya bisa diberikan untuk kepentingan
pengobatan pasien dan untuk kepentingan lain harus sesuai aturan dan pinjaman
menggunakan bon peminjaman
c. Rekam medis tidak boleh digandakan/difotocopi atau difoto.
d. Semua rekam medis pasien pulang harus dikembalikan di Rekam Medis dalam
waktu 24 jam.
8. Standar menjaga privasi pasien yang akan mengakhiri kehidupan :
a. Keluarga pasien diinformasikan kondisi pasien
b. Bila pasien dirawat di bangsal perawatan maka pasien dipindahkan di tempat
khusus dengan menutup gorden sehingga terpisah dari pandangan pasien lainnya.
c. Mengurangi kegiatan di kamar tersebut atau meminimalkan kebisingan.
d. Menfasilitasi bila keluarga pasien membutuhkan pendampingan rohaniawan
e. Segera hubungi kamar jenazah untuk memindahkan jenazah dari ruang perawatan
ke kamar jenazah.

II. Dokumentasi
Penjelasan Informasi Hak Pasien dan Keluarga khususnya tentang privacy pasien
didokumentasikan dalam statur rekam medis pasien pasien

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 22


BAB V
TATALAKSANA PERLINDUNGAN HARTA BENDA MILIK PASIEN

5.1 Pengertian

Pengertian perlindungan adalah proses menjaga atau perbuatan untuk melindungi.


Harta benda adalah barang kekayaan. Rumah sakit memberitahu pasien tentang
tanggung jawab rumah sakit terhadap barang milik pasien dan batasan – batasannya.

Rumah sakit bertanggung jawab terhadap barang milik pasienyang dibawa masuk ker
umah sakit sesuai dengan batasan.Rumah sakit memiliki proses untuk
mengidentifikasi dan melindungi barang milik pasien yang dititipkan atau pasien
tidak dapat menjaganya untuk memastikan barang tidak hilang atau dicuri.
5.2 Tujuan
1. Tujuan utama perlindungan harta benda adalah untuk menjaga keamanan yang
memiliki harta benda tersebut
2. Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya adanya kehilangan
harta benda pribadi pada pasien/pengunjung/karyawan selama berada di rumah
sakit.
3. Mengurangi kejadian yang berhubungan dengan adanya kecurian dari pihak
dalam atau luar pada pasien

5.3 Ruang Lingkup


 Tatalaksana ini diterapkan kepada semua pasien selama berada dalam rumah
sakit.

 Proses ini berlaku di unit darurat, pasien pelayanan 1 hari (one day care), rawat
inap,pasien yang tidak mampu menjaga barang miliknya, dan mereka yang tidak
mampu membuat keputusantentang barang miliknya.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 23


Kewajiban dan Tanggung Jawab
1. Staf yang terkait
a. Memahami dan menerapkan prosedur perlindungan harta benda pribadi
milik pasien
b. Memastikan prosedur perlindungan harta benda pribadi milik pasien
yang benar ketika pasien selama berada di rumah sakit
c. Memastikan harta benda tersimpan dengan baik. Jika terdapat kesalahan
penyimpanan maka penyimpanan harus dipindah tempatnya
d. Melaporkan kejadian salah prosedur perlindungan harta benda milik
pasien
2. Petugas Keamanan/ Security
a. Bertanggung jawab memberikan pengamanan harta benda pasien dan
memastikan pengamanan tersebut tercatat pada laporan petugas
keamanan
b. Memastikan harta benda tersimpan dengan baik. Jika terdapat kesalahan
penyimpanan maka penyimpanan harus dipindah tempatnya

5.4 Tatalaksana
a. Petugas Admission akan memberikan informasi pada pasien atau keluarga
yang akan rawat inap tentang tanggung jawab rumah sakit dalam
perlindungan harta benda milik pasien
b. Bila pasien tidak dapat melindungi harta benda miliknya, maka perlindungan
akan diambil alih oleh rumah sakit
c. Pastikan bahwa pasien sudah menyetujui dan mengerti tentang informasi
yang disampaikan tentang perlindungan harta benda
d. Pastikan pasien memberikan Surat Pernyataan bahwa bersedia tidak akan
menuntut apapun pada pihak rumah sakit apabila terjadi kehilangan harta
benda karena sudah diinformasikan bahwa rumah sakit tidak bertanggung
atasa harta benda pribadi milik pasien bila pasien kooperatif atau ada keluarga
yang mendampingi
e. Pastikan adanya proses serah terima penyimpanan sementara untuk harta
benda pribadi milik pasien apabila pada pasien tersebut tidak ada keluarga
yang mendampingi dan akan dilakukan tindakan pelayanan kesehatan

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 24


f. Segera hubungi pihak keamanan untuk kasus kehilangan harta benda milik
pasien jika ada peristiwa kehilangan
g. Jika perlu hubungi pihak yang berwajib untuk menangani kasus kehilangan
harta benda milik pasien jika kasus tersebut berlanjut

Tindakan/prosedur yang membutuhkan perlindungan harta benda pasien


a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan perlindungan harta
benda pasien :
 Pada saat pasien tidak ada keluarga yang mendampingi sedangkan
pada pasien tersebut akan dilakukan tindakan pelayanan kesehatan
 Pada saat pasien mengalami hilang kesadaran/hilang ingatan
b. Staf RS Royal Progress yang terkait harus memberikan perlindungan
harta benda pasien dengan benar dengan menanyakan kejelasan informasi
yang disampaikan oleh Unit Admission untuk tidak meninggalkan harta
benda khususnya yang berharga diluar pengamatan pasien, kemudian
membandingkannya dengan adanya Surat Pernyataan yang tercantum di
rekam medis.

5.5 Dokumentasi
Bukti pemberian informasi perlindungan harta milik pasien didokumentasikan
dalam formulir persetujuan umum dan disimpan dalam rekam medis pasien.
Bukti serah terima barang milik pasien yang dilindungi rumah sakit,
didokumentasikan dalam formulir serah terima barang yang disimpan diunit
tempat barang disimpan (IRNA atau unit keamanan)

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 25


BAB VI
TATALAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK

6.1 Pengertian
Pengertian perlindungan adalah proses menjaga atau perbuatan untuk melindungi.
 Kekerasan Fisik pada pasien/pengunjung/karyawan adalah tindakan fisik yang
dilakukan terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual
dan psikologi.
 Rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien berisiko yang tidak dapat
melindungi dirinya sendiri,misalnya: bayi anak – anak, pasien cacat, manula, pasca
bedah, gangguan jiwa, gangguan kesadaran,dll, serta menetapkan tingkat
perlindungan terhadappasien tersebut.

6.2 Tujuan
1. Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya adanya kekerasan fisik
pada pasien/pengunjung/karyawan selama berada di rumah sakit.
2. Mengurangi kejadian yang berhubungan dengan adanya serangan dari pihak luar
pada pasien/pengunjung/karyawan. Serangan ini dapat berupa: Tindakan itu antara
lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam, menembak, mendorong
(paksa), menjepit Mengurangi kejadian cidera pada pasien/pengunjung/karyawan
selama berada dalam rumah sakit

6.3. Ruang Lingkup


1. Tatalaksana ini diterapkan kepada semua pasien selama berada dalam rumah
sakit.
2. Rumah sakit menjaga keamanan dalam tiga area yaitu:
a. Area publik yang terbuka untuk umum seperti area parkir, rawat jalan dan
penunjang pelayanan.
b. Area tertutup dimana pada area ini hanya bisa dimasuki orang tertentu dengan
ijin khusus dan pakaian tertentu misalnya kamar operasi
c. Area semi terbuka, yaitu area yang terbuka pada saat-saat tertentu dan
tertutup pada saat yang lain, misalnya rawat inap pada saat jam berkunjung
menjadi area terbuka tetapi diluar jam berkunjung menjadi area tertutup untuk

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 26


itu pengunjung diluar jam berkunjung harus diatur, diidentifikasi dan
menggunakan identitas pengunjung

3. Perlindungan ini mencakup tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga mencakup hal –
hal terkait keamanan, seperti kelalaian (negligent) dalam asuhan, tidakmemberi
layanan, atau tidak memberi bantuan waktu terjadi kebekaran.
4. Semua petugas terkait memahami tanggung jawabnya dalam proses ini dan
pelaksana tatalaksana ini adalah semua karyawan yang bekerja di rumah sakit
(medis ataupun non medis).

6.4 Prinsip
1. Semua pasien/pengunjung/karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama berada dirumah
sakit.
2. Setiap pasien/pengunjung/karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
menggunakan tanda pengenal berupa tanda identitas pasien, kartu
visitor/pengunjung atau kartu pengenal karyawan.
3. Tujuan utama tanda identifikasi ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.
4. Tanda identitas pasien, kartu visitor/pengunjung, atau kartu pengenal karyawan ini
digunakan pada proses untuk adanya pasien/pengunjung/karyawan masuk dalam
rumah sakit.

6.5 Kewajiban dan Tanggung Jawab


1. Seluruh Staf Rumah Sakit
a. Memahami dan menerapkan prosedur identifikasi pasien/pengunjung/karyawan
b. Memastikan identifikasi pasien/pengunjung yang benar ketika
pasien/pengunjung selama berada di rumah sakit
c. Melaporkan kejadian salah identifikasi pasien/pengunjung/karyawan; termasuk
hilangnya tanda pengenal/tanda visitor/kartu pengenal.
2. SDM yang bertugas
Admission/ registrasi :
a. Bertanggung jawab memberikan tanda identitas pasien/ gelang/ label identitas
dan memastikan kebenaran data yang tercatat di tanda pengenal.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 27


b. Memastikan tanda identitas terpasang dengan baik. Jika terdapat kesalahan data,
tanda identitas harus diganti, dan bebas coretan.
Petugas Keamanan/Security
a. Bertanggung jawab memberikan tanda visitor untuk pengunjung yang datang
diluar jam berkunjung dan memastikan adanya pencatatan data berdasarkan
tanda pengenal yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor) yang tercatat pada
buku tamu.
b. Memastikan tanda visitor pengunjung terpasang dengan baik (tidak rusak dan
bebas coretan). Jika rusak maka harus segera diganti.
HRD
a. Bertanggung jawab memberikan kartu pengenal karyawan dan memastikan
adanya pencatatan data berdasarkan CV yang ada dalam file karyawan (hasil
rekruitment).
b. Memastikan kartu pengenal karyawan terpasang dengan baik (tidak rusak dan
bebas coretan). Jika rusak maka harus segera diganti.

Penanggung Jawab Unit terkait


a. Memastikan seluruh staf diunitnya memahami prosedur identifikasi
pasien/pengunjung/karyawan dan memastikan kebenaran data yang tercatat di
tanda pengenal/buku laporan keamanan/data karyawan di HRD,
b. Menyelidiki semua insiden salah identifikasi pasien/pengunjung/karyawan dan
memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali
kejadian tersebut.

6.6 Tata Laksana Identifikasi


A. Identitas Pasien/gelang/ label identitas
Setiap pasien yang berobat ke RS Royal Progress akan dibuatkan label identitas
pasien. Setiap pasien rawat inap di berikan gelang identitas.
1. Tata laksana Identitas Pasien
a. Semua pasien yang berobat ke RS Royal Progress harus diidentifikasi
dengan benar sebelum masuk dalam lingkungan rumah sakit dengan
menggunakan tanda/ label/ gelang identitas pasien.
b. Pastikan bahwa pasien harus terlindungi dari semua ancaman baik berupa
fisik ataupun melalui alat komunikasi.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 28


c. Untuk pasien yang diketahui berisiko terhadap terjadinya kekerasan fifik,
maka pastikan pasien selalu dalam pengawasan petugas.
d. Pastikan pengamanan secara ketat pada pasien selama pasien mendapatkan
perawatan.
e. Bila pasien adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
Kekerasan Pada Anak , intervensi/intimidasi dengan kasus berlanjut, bila
perlu hubungi pihak berwajib
f. Untuk pasien rawat inap, gelang identitas hanya boleh dilepas saat pasien
keluar/pulang dari lingkungan rumah sakit.
2. Tindakan/ prosedur yang membutuhkan identifikasi
a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan identifikasi
pengunjung :
 Pada saat terjadi serangan secara fisik
 Pada saat terjadi intervensi/intimidasi via telepon
b. Para staf RS Royal Progress harus mengkonfirmasi identitas pasien korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kekerasan pada Anak dengan
benar dengan menanyakan nama dan tanggal lahir pasien, kemudian
membandingkannya dengan yang tercantum di rekam medis dan gelang
pengenal. Jangan menyebutkan nama, tanggal lahir, dan alamat pasien dan
meminta pasien untuk mengkonfirmasi dengan jawaban ya / tidak.
c. Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak memakai tanda
identitas pasien. Tanda Identitas harus dipakaikan ulang oleh perawat yang
bertugas menangani pasien secara personal sebelum pasien menjalani suatu
prosedur.
b. Tanda identitas pasien sebaiknya mencakup 3 detail wajib, yaitu :
(1) Berwarna sesuai dengan aturan WHO
(2) Warna abu – abu untuk tindakan kekerasan pada orang dewasa
(3) Warna pink untuk tindakan kekerasan pada anak
c. Mudah dikenali namun tidak mencolok dengan berupa tanda pita/pakaian
berwana khusus
B. Identitas Pengunjung
1. Tatalaksana Identifikasi Pengunjung
b. Semua pengunjung rawat inap yang datang diluar jam berkunjung harus
diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam lingkungan rawat inap

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 29


dengan menggunakan tanda pengenal yang masih berlaku (KTP, SIM,
Paspor).
c. Pastikan pemakaian tanda visitor pada pengunjung di daerah dada (tempat
yang mudah terlihat), jelaskan dan pastikan tanda visitor terpasang dengan
baik dan nyaman untuk pengunjung.
d. Tanda visitor harus diberikan pada semua pengunjung rawat ianap yang
datang diluar jam berkunjung tidak ada pengecualian dan harus dipakai
selama berada dalam lingkungan rawat inap.
e. Jika tidak dapat diberikan pada pengunjung karena merupakan tamu penting
(sudah ada janji dengan pihak manajemen) maka pastikan pengunjung
tersebut dikenali oleh pihak manajemen sebelum bertemu dengan pihak
manajemen rumah sakit.
Pada situasi di mana tidak dapat diberikan tanda visitor maka tanda
pengenal yang masih berlaku (KTP/SIM/Paspor) harus dipastikan
dititipkan/ditinggal pada pihak keamanan.
f. Tanda visitor hanya boleh dilepas saat pengunjung keluar/pulang dari
lingkungan rumah sakit. Tanda visitor tersebut hanya boleh dilepas di
depan dan dikembalikan pada pihak keamanan dengan menukar tanda
pengenal yang masih berlaku (KTP/SIM/Paspor) yang sudah
dititipkan/ditinggalkan pada saat akan memasuki dalam lingkungan rumah
sakit.
g. Tanda visitor sebaiknya mencakup 2 detail wajib yang dapat
mengidentifikasi pengunjung, yaitu:
(1) Berwarna terang,mudah dikenali
(2) Tercantum nomor kedatangan/kunjungan
h. Pada saat meninggalkan tanda pengenal (KTP/SIM/Paspor) di pos
keamanan sebaiknya mencakup 2 detail wajib yang dapat mengidentifikasi
pengunjung, yaitu:
(1) Tanda pengenal masih berlaku
(2) Tanda pengenal harus asli/bukan fotocopy
i. Pada saat mendata pengunjung di pos keamanan sebaiknya mencakup 3
detail wajib yang dapat mengidentifikasi pengunjung, yaitu :
(1) Nama pengunjung harus ditulis sesuai dengan tanda pengenal/tidak
boleh disingkat/nama nama panggilan (minimal dua suku kata)

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 30


(2) Alamat pengunjung harus ditulis berdasarkan tempat tinggal saat ini
(3) Nomor telepon pengunjung harus ditulis yang digunakan saat ini/masih
berfungsi
j. Jangan pernah mencoret dan merobek tanda visitor.
k. Jika tanda visitor rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan tanda visitor
yang baru.
l. Jelaskan prosedur tanda visitor dan tujuannya kepada pengunjung.
m. Periksa ulang 2 (dua) detail data di buku laporan sebelum pengunjung
menerima tanda visitor.
n. Saat menanyakan identitas pengunjung, selalu gunakan pertanyaan terbuka,
misalnya: „Siapa nama Anda?‟ (jangan menggunakan pertanyaan tertutup
seperti „Apakah nama anda Ibu Susi?‟)
o. Jika pengunjung tidak mampu memberitahukan namanya (misalnya pada
pengunjung tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa), verifikasi identitas
pengunjung kepada keluarga / pengantarnya. Jika mungkin, tanda visitor
jangan dijadikan satu-satunya bentuk identifikasi sebelum dilakukan suatu
intervensi. Tanya ulang nama dan alamat pengunjung, kemudian
bandingkan jawaban pengunjung dengan data yang tertulis dibuku laporan.
p. Semua pengunjung menggunakan hanya 1 tanda visitor.
q. Pengecekan buku laporan pengunjung dilakukan tiap kali pergantian jaga
petugas keamanan.
r. Unit yang menerima pengunjung harus menanyakan ulang identitas
pengunjung dan membandingkan data yang diperoleh dari laporan verivikasi
pihak keamanan
s. Pada kasus pengunjung yang tidak menggunakan tanda visitor:
 Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti:
 Menolak penggunaan tanda visitor
 Pengunjung melepas tanda visitor
 Tanda visitor hilang
 Tanda visitor harus diinformasikan akan risiko yang dapat terjadi jika
tanda visitor tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada buku
laporan petugas keamanan.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 31


 Jika pengunjung menolak menggunakan tanda visitor, petugas harus
lebih waspada dan mencari cara lain untuk mengidentifikasi pengunjung
dengan benar sebelum dilakukan pengunjung masuk dakam rumah sakit
2. Tindakan/ prosedur yang membutuhkan identifikasi
a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan identifikasi
pengunjung :
 Pada saat terjadi bencana (kebakaran, gempa)
 Pada saat evakuasi karena terjadinya bencana
 Pada saat terjadi kasus pencurian
b. Para staf RS Royal Progress harus mengkonfirmasi identifikasi pengunjung
dengan benar dengan menanyakan nama dan keperluan kunjungan,
kemudian membandingkannya dengan data berdasarkan informasi yang
didapat dari laopran petugas keamanan. Jangan menyebutkan nama dan
keperluan kunjungan dan meminta pengunjung untuk mengkonfirmasi
dengan jawaban ya / tidak.
c. Jangan melakukan prosedur apapun jika pengunjung tidak memakai tanda
visitor. Tanda visitor harus di pastikan diberikan ulang oleh petugas
keamanan yang bertugas menangani pengunjung secara personal pada saat
pengunjung datang.
C. Identitas Karyawan
1. Tata laksana Identifikasi Karyawan
a. Semua karyawan harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam
lingkungan rumah sakit dengan melalui proses kelulusan masa percobaan.
b. Pastikan pemakaian tanda pengenal pada karyawan di daerah dada (tempat
yang mudah terlihat), jelaskan dan pastikan tanda pengenal terpasang
dengan baik dan nyaman untuk karyawan. Tanda pengenal harus diberikan
pada semua pengunjung tidak ada pengecualian dan harus dipakai selama
berada dalam lingkungan rumah sakit.
c. Tanda pengenal hanya boleh dilepas saat karyawan keluar/pulang dari
lingkungan rumah atau dalam kondisi lepas dinas.
d. Tanda pengenal sebaiknya mencakup 3 detail wajib yang dapat
mengidentifikasi karyawan, yaitu:
 Karyawan menggunakan baju sesuai Unit Kerjanya
 Terdapat tulisan nama dan gelar karyawan tersebut
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 32
 Terdapat Nomor Induk Karyawan (NIK)
 Terdapat Unit Kerja karyawan tersebut
e. Jangan pernah mencoret dan merobek tanda pengenal.
f. Jika tanda pengenal rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan tanda
pengenal yang baru oleh Unit HRD.
g. Jelaskan prosedur tanda pengenal dan tujuannya kepada karyawan.
h. Periksa ulang 2 (dua) detail tanda pengenal sebelum karyawan menerima
tanda pengenal.
i. Semua karyawan menggunakan hanya 1 (satu) tanda pengenal.
j. Pada kasus karyawan yang tidak menggunakan tanda pengenal.
 Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti:
 Menolak penggunaan tanda pengenal
 Karyawan melepas tanda pengenal
 Tanda pengenal hilang
 Tanda pengenal harus diinformasikan akan risiko yang dapat terjadi jika
tanda pengenal tidak dipakai. Alasan karyawan harus dicatat pada buku
pelanggaran disiplin Unit HRD.

2. Tindakan/ prosedur yang membutuhkan tanda pengenal


a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan tanda pengenal :
 Pemberian hak karyawan
 Pemberlakuan kewajiban karyawan
 Pada saat terjadi bencana (kebakaran, gempa)
 Pada saat evakuasi karena terjadinya bencana
 Pada saat terjadi kasus pencurian
b. Para staf RS Royal Progress harus mengkonfirmasi tanda pengenal dengan
benar dengan menanyakan nama karyawan tersebut pada Unit HRD.
c. Jangan melakukan prosedur apapun jika karyawan tidak memakai tanda
pengenal. Tanda pengenal harus di pastikan diberikan ulang oleh staf Unit
HRD yang bertugas menangani karyawan pada saat karyawan tersebut mulai
pertama kali bekerja di rumah sakit.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 33


2. Tata Cara Identitas
Jenis Identititas
Identitas yang tersedia di RS Royal Progress adalah sebagai berikut :
a. Tanda identitas pasien
b. Tanda visitor/pengunjung
c. Tanda pengenal karyawan
Melepas Identitas
Pelepasan Identifikasi yang tersedia di RS Royal Progress adalah sebagai
berikut :
Pasien
Tanda pasien untuk perlindungan khusus dilaksanakan jika sudah ada
perlindungan secara hukum yang jelas pada pasien pulang atau keluar rumah
sakit oleh pihak berwajib.
Pengunjung
Tanda visitor hanya dilepas saat pengunjung pulang atau keluar dari rumah
sakit.
Karyawan
Tanda pengenal hanya dilepas saat karyawan pulang atau keluar dari rumah
sakit setelah jam dinas.

3. Pelaporan Insiden/Kejadian Kesalahan Identitas


Tata Cara Identitas Pasien
a. Contoh kesalahan yang dapat terjadi adalah:
 Mis identifikasi data / pencatatan di rekam medis
 Tidak adanya tanda sebagai pasien dengan perlindungan khusus
 Mis identifikasi laporan investigasi
 Registrasi ganda saat masuk rumah sakit
 Kesalahan penulisan tanda pasien perlindungan khusus yang masih
berlaku di buku laporan
b. Beberapa penyebab umum terjadinya misidentifikasi adalah:
 Kesalahan pada administrasi / tata usaha
 Salah memberikan tanda pasien untuk perlindungan khusus
 Kesalahan mengisi buku laporan
 Penulisan data berdasar tanda pengenal yang salah
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 34
 Pencatatan yang tidak benar / tidak lengkap / tidak terbaca
 Kegagalan verifikasi
 Tidak adekuatnya / tidak adanya protokol verifikasi
 Tidak mematuhi protokol verifikasi
 Kesulitan komunikasi
 Hambatan akibat keterbatasan fisik, kondisi, atau keterbatasan
bahasa pengunjung
 Kegagalan untuk pembacaan kembali
 Kurangnya kultur / budaya organisasi
c. Jika terjadi insiden akibat kesalahan identifikasi pengunjung pastikan
keamanan dan keselamatan pengunjung

Tata Cara Identitas Pengunjung


a. Kesalahan yang dapat terjadi adalah:
 Kesalahan penulisan tanda pengenal yang masih berlaku di buku
laporan
 Tidak adanya tanda visitor pada pengunjung yang datang diluar jam
berkunjung
 Registrasi ganda saat masuk rumah sakit
b. Beberapa penyebab umum terjadinya misidentifikasi adalah:
 Kesalahan pada administrasi / tata usaha
 Salah memberikan tanda visitor
 Kesalahan mengisi buku laporan
 Penulisan data berdasar tanda pengenal yang salah
 Pencatatan yang tidak benar / tidak lengkap / tidak terbaca
 Kegagalan verifikasi
 Tidak adekuatnya / tidak adanya protokol verifikasi
 Tidak mematuhi protokol verifikasi
 Kesulitan komunikasi
 Hambatan akibat keterbatasan fisik, kondisi, atau keterbatasan
bahasa pengunjung
 Kegagalan untuk pembacaan kembali
 Kurangnya kultur / budaya organisasi

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 35


c. Jika terjadi insiden akibat kesalahan identifikasi pengunjung, pastikan
keamanan dan keselamatan pengunjung.

Tata Cara Identitas Karyawan


a. Contoh kesalahan yang dapat terjadi adalah:
 Misidentifikasi data / pencatatan di HRD
 Tidak adanya tanda pengenal sebagai karyawan
 Misidentifikasi laporan investigasi
 Registrasi ganda saat masuk rumah sakit
 Kesalahan penulisan tanda pengenal yang masih berlaku di buku
laporan
b. Beberapa penyebab umum terjadinya misidentifikasi adalah:
 Kesalahan pada administrasi / tata usaha
 Salah memberikan tanda pengenal
 Kesalahan mengisi buku laporan
 Penulisan data berdasar tanda pengenal yang salah
 Pencatatan yang tidak benar / tidak lengkap / tidak terbaca

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 36


BAB VII
TATALAKSANA PEMBERIAN INFORMASI ASUHAN MEDIS DALAM
MENDUKUNG PARTSIPASI PASIEN DAN KELUARGA DALAM PROSES
ASUHAN

7.1. Pengertian
Pasien berhak untuk mendapatkan informasi tentang semua aspek asuhan dan
tindakan medis serta DPJP dan PPA yang memberi asuhan.
Partisipasi pasien dan keluarga dalam proses asuhan melalui pengambilan keputusan
tentang asuhan, bertanya soal asuhan, minta pendapat orang lain, dan menolak,
prosedur diagnostik atau tindakan. Rumah sakit mendorong pasien dan keluarga
terlibat dalam seluruh aspek pelayanan tersebut
7.2. Tujuan
Agar pasien dan keluarga dapat berpartisipasi dalam membuat keputusan, mereka
mendapat informasi tentang kondisi medis, setelah dilakukan asesmen, termasuk
diagnosis pasti dan rencana asuhan. Pasien dan keluarga mengerti hal yang harus
diputuskan tentang asuhan dan bagaimana mereka berpartisipasi dalam membuat
keputusan. Sebagai tambahan, pasien serta keluarga harus mengerti tentang proses
asuhan, tes pemeriksaan, prosedur, dan tindakan yang harus mendapat persetujuan
(concent) dari mereka.

7.3. Ruang Lingkup


Tatalaksana pemberian informasi ini diterapkan kepada semua pasien yang
memperoleh pelayanan kesehatan/ pengobatan di Rumah Sakit Royal Progress.

7.4. Tatalaksana
1. DPJP yang merawat pasien mempunyai tanggung jawab utama memberikan
informasi dan penjelasan yang diperlukan pasien dan keluarga.
2. Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti
atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman pasien dan
keluarga
3. Pemberian informasi meliputi semua aspek auhan dari hasil asesmen yang
meliputi:

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 37


a. Kondisi medis
b. Diagnosis pasti
c. Rencana asuhan
d. Tindakan yang akan dilakukan dan persetujuan tindakan kedokteran bila
diperlukan {inform concent)
e. Hasil dan proses asuhan/ pengobatan
f. Kemungkinan hasil yang tidak terduga
4. Bila pasien memerlukan tindakan dan prosedur, maka anggota staf/ DPJP harus
menjelaskan setiap tindakan atau prosedur tersebut yang diusulkan kepada pasien
dan keluarga. Informasi yang diberikan memuat elemen:
a) diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) dan dasar diagnosis;
b) kondisi pasien;
c) tindakan yang diusulkan;
d) tata cara dan tujuan tindakan;
e) manfaat dan risiko tindakan
f) nama orang mengerjakan tindakan;
g) kemungkinan alternatif dari tindakan;
h) prognosis dari tindakan;
i) kemungkinan hasil yang tidak terduga;
j) kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan.
5. Dalam pemberian informasi, pasien dan keluarga didorong untuk berpartisipasi
6. Staf klinis juga harus memberikan informasi pada pasien tentang nama dokter,
atau profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya sebagai penanggung jawab asuhan
pasien yang diberi izin melakukan tindakan dan prosedur.
7. Bila pasien bertanya tentang kompetensi, pengalaman,jangka waktu bekerja di
rumah sakit, dan sebagainya dari para DPJP serta PPA lainnya, maka RKK dan
SPK dari Profesional Pemberi asuhan (PPA) disediakan diunit perawatan pasien.
8. Penjelasan/ pemberian informasi dicatat dan didokumentasikan dalam berkas
rekam medis pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 38


BAB VIII
TATALAKSANA PELAYANAN SECOND OPINION

8.1 Pengertian

1. Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter atau ahli
medis terhadap suatu diagnosa, terapidan rekomendasi medis lain terhadap
penyakit seseorang.
2. Meminta Pendapat Lain( Second Opinion ) adalah pendapat medis yang diberikan
oleh dokter lain terhadap suatu diagnosa atau terapi maupun rekomendasi medis
lain terhadap penyakit yang diderita pasien. Mencari pendapat lain bisa dikatakan
sebagai upaya penemuan sudut pandang lain dari dokter kedua setelah pasien
mengunjungi atau berkonsultasi dengan dokter pertama. Second opinion hanyalah
istilah, karena dalam realitanya di lapangan, kadang pasien bisa jadi menemui
lebih dari dua dokter untuk dimintakan pendapat medisnya.

Meminta pendapat lain atau second opinion juga diatur dalam Undang Undang no.
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bagian empat pasal 32 poin H tentang hak
pasien, disebutkan bahwa "Setiap pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang
penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit".

Rumah sakit mendorong pasien dan keluarga terlibat dalam semua aspek
pelayanan. Seluruh staf sudah dilatih melaksanakan regulasi dan perannya dalam
mendukung hak pasien serta keluarganya untuk berpartisipasi didalam proses
asuhannya.

8.2. RUANG LINGKUP


Perbedaan diagnosis dan penatalaksaan penyakit oleh dokter sering terjadi di belahan
dunia manapun. Di negara yang paling maju dalam bidang kedokteranpun, para dokter
masih saja sering terjadi perbedaan dalam diagnosis maupun proses terapi, sehingga
menimbulkan keraguan pada pasien dan keluarganya.Begitu juga di Indonesia,
perbedaan pendapat para dokter dalam mengobati penderita adalah hal yang biasa

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 39


terjadi. Perbedaan dalam penentuan diagnosis dan penatalaksanaan mungkin tidak
menjadi masalah serius bila tidak menimbulkan konsekuensi yang berbahaya dan
merugikan bagi penderita. Tetapi bila hal itu menyangkut kerugian biaya yang besar
dan ancaman nyawa maka harus lebih dicermati. Sehingga sangatlah penting bagi
pasien dan keluarga untuk mendapatkan second opinion dokter lain tentang
permasalahan kesehatannya sehingga mendapatkan hasil pelayanan kesehatana yang
maksimal.
Dengan semakin meningkatnya informasi dan teknologi maka semakin terbuka
wawasan ilmu pengetahuan dan informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan ini.
Demikian juga dalam pengetahuan masyarakat tentang wawasan dan pengetahuan
tentang permasalahan kesehatannya.Informasi yang sepotong-sepotong atau salah
dalam menginterpretasikan informasi seorang pasien akan berakibat pasien atau
keluarganya merasa tindakan dokter salah atau tidak sesuai standar. Hal ini
jugamembuat pasien dan keluarganya mempertahankan informasi yang didapat tanpa
mempertimbangkan masukan dari dokter tentang fakta yang sebenarnya terjadi.
1. Pentingnya Second Opinion untuk pasien adalah :
a) Kesalahan diagnosis dan penatalaksaan pengobatan dokter sering terjadi di
belahan dunia manapun, termasuk di Indonesia
b) Perbedaan pendapat para dokter dalam mengobati penderita adalah hal yang
biasa terjadi, dan hal ini mungkin tidak menjadi masalah serius bila tidak
menimbulkan konsekuensi yang berbahaya dan merugikan bagi penderita
c) Second opinion dianjurkan bila menyangkut ancaman nyawa, kerugian biaya
atau dampak finansial yang besar.
2. Permasalahan kesehatan yang memerlukanSecond Opinion:
a) Keputusan dokter tentang tindakan operasi, apalagi yang akan membuat
perubahan anatomis permanen pada tubuh pasien dan tindakan operasi lainnya.
b) Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari 2 minggu,
misalnya pemberian obat TBC jangka panjang, pemberian antibiotika jangka
panjang dan pemberian obat-obat jangka panjang lannya
c) Keputusan dokter dalam pemberian obat yang sangat mahal : baik obat minum,
antibiotika, susu mahal atau pemberian imunisasi yang sangat mahal
d) Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada kasus
yang tidak seharusnya diberikan : seperti infeksi saluran napas, diare, muntah,

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 40


demam virus, dan sebagainya. Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi
virus tetapi selalu diberi antibiotika.
e) Keputusan dokter dalampemeriksaan laboratorium dengan biaya sangat besar
f) Keputusan dokter tentang suatu penyakit yang berulang diderita misalnya :
penyakit tifus berulang,
g) Keputusan diagnosis dokter yang meragukan: biasanya dokter tersebut
menggunakan istilah “gejala” seperti gejala tifus, gejala ADHD, gejala demam
berdarah, gejala usus buntu. Atau diagnosis autis ringan, ADHD ringan dan
gangguan perilaku lainnya.
h) Ketika pasien didiagnosa penyakit serius seperti kanker, maka pasien pun
biasanya diizinkan meminta pendapat lain.
i) Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh
institusi kesehatan nasional atau internasional : seperti pengobatan dan terapi
bioresonansi, terapi antibiotika yang berlebihan dan tidak sesuai dengan
indikasi
3. Dalam rangka membantu pasien untuk mendapatkan SecondOpinion, RS perlu
memberikan beberapa pertimbangan kepada pasien atau keluarga sebagai berikut
:
a) Second Opinionsebaiknyadidapatkandaridokter yang sesuai kompetensinya
atau keahliannya.
b) Rekomendasi atau pengalaman keberhasilan pengobatan teman atau keluarga
terhadap dokter tertentu dengan kasus yang sama sangat penting untuk
dijadikan referensi. Karena, pengalaman yang sama tersebut sangatlah penting
dijadikan sumber referensi.
c) Carilah informasi sebanyak-banyaknya di internet tentang permasalahan
kesehatan tersebut. Jangan mencari informasi sepotong-sepotong, karena
seringkali akurasinya tidak dipertanggung jawabkan. Carilah sumber informasi
internet dari sumber yang kredibel seperti : WHO, CDC, IDAI, IDI atau
organisasi resmi lainnya.
d) Bila keadaan emergensi atau kondisi tertentu maka keputusan second opinion
juga harus dilakukan dalam waktu singkat.
e) Mencari second opinion diutamakan kepada dokter yang dapat menjelaskan
dengan mudah, jelas, lengkap dan dapat diterima dengan logika. Dokter yang
beretika tidak akan pernah menyalahkan keputusan dokter sebelumnya atau

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 41


tidak akan pernah menjelekkan pendapat dokter sebelumnya atau menganggap
dirinya paling benar.
f) Bila melakukan second opinion sebaiknya tidak menceritakan pendapat dokter
sebelumnya atau mempertentangkan pendapat dokter sebelumnya, agar dokter
terakhir tersebut dapat obyektif dalam menangani kasusnya, kecuali dokter
tersebut menanyakan pengobatan yang sebelumnya pernah diberikan atau
pemeriksaan yang telah dilakukan.
g) Bila sudah memperoleh informasi tentang kesehatan jangan menggurui dokter
yang anda hadapi karena informasi yang anda dapat belum tentu benar. Tetapi
sebaiknya anda diskusikan informasi yang anda dapat dan mintakan pendapat
dokter tersebut tentang hal itu.
h) Bila pendapat lain dokter tersebut berbeda, maka biasanya penderita dapat
memutuskan salah satu keputusan berdasarkan argumen yang dapat diterima
secara logika. Dalam keadaan tertentu disarankan mengikuti advis dari dokter
yang terbukti terdapat perbaikan bermakna dalam perjalanan penyakitnya. Bila
hal itu masih membingungkan tidak ada salahnya melakukan pendapat ketiga.
Biasanya dengan berbagai pendapat tersebut penderita akan dapat
memutuskannya. Bila pendapat ketiga tersebut masih sulit dipilih biasanya
kasus yang dihadapi adalah kasus yang sangat sulit.
i) Keputusan second opinion terhadap terapi alternatif sebaiknya tidak dilakukan
karena pasti terjadi perbedaan pendapat dengan pemahaman tentang kasus yang
berbeda dan latar belakang ke ilmuan yang berbeda.
j) Kebenaran ilmiah di bidang kedokteran tidak harus berdasarkan senioritas
dokter atau gelar yang disandang. Tetapi berdasarkan kepakaran dan
landasanpertimbanganilmiah berbasis bukti penelitian di bidang kedokteran
(Evidance Base Medicine).
8.3. TATA LAKSANA
1. Second opinion atau mencari pendapat lain yang berbeda adalah merupakan hak
seorang pasien dalam memperoleh jasa pelayanan kesehatannya.
2. Hak yang dipunyai pasien ini adalah hak mendapatkan pendapat lain (second
opinion) dari dokter lainnya. Untuk mendapatkan pelayanan yang optimal, pasien
tidak usah ragu untuk mendapatkan “second opinion” tersebut. Memang biaya yang
dikeluarkan akan menjadi banyak, tetapi paling tidak bermanfaat untuk mengurangi
resiko kemungkinan komplikasi atau biaya lebih besar lagi yang akan dialaminya.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 42


Misalnya, pasien sudah direncanakan operasi caesar atau operasi usus buntu tidak
ada salahnya melakukan permintaan pendapat dokter lain.
3. Dalam melakukan “second opinion” tersebut sebaiknya dilakukan terhadap dokter
yang sama kompetensinya. Misalnya, tindakan operasi caesar harus minta “second
opinion” kepada sesama dokter kandungan bukan ke dokter umum.
4. Bila pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan dokter sangat banyak dan mahal,
tidak ada salahnya minta pendapat ke dokter lain yang kompeten.
5. Hak pasien untuk meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar
Rumah Sakit.
6. Manfaat yang bisa didapatkan dari second opinion adalah pasien lebih teredukasi
mengenai masalah kesehatan yang dihadapinya. Terdapat kondisi yang meragukan
bagi pasien pada saat meminta pendapat lain, misalnya ketika dokter pertama
menyarankan operasi, tidak mengherankan jika pendapat dari dokter lain akan
berbeda, oleh karena setiap penyakit memiliki gejala klinis yang berbeda ketika hadir
di ruang periksa sehingga mempengaruhi keputusan dokter.
7. Untuk mendapatkan second opinion, pasien dan keluarganya menghubungi perawat
atau langsung kepada dokter yang merawatnya kemudian mengemukakan
keinginannya untuk mendapatkan pendapat lain atau second opinion.
8. Dokter yang merawat berkewajiban menerangkan kepada pasien dan keluarganya hal
yang perlu dipertimbangkan dalam mendapatkan second opinion (terdapat dalam
panduan ini).
9. Apabila keputusan mengambil pendapat lain telah disepakati, maka formulir
Permintaan Pendapat Lain (Second Opinion) diisi oleh pasien atau walinya dan
diketahui oleh Dokter (DPJP) serta saksi.

8.4 DOKUMENTASI
1. Panduan Hak & Kewajiban Pasien
2. Permintaan Pendapat Lain (Second Opinion) didokumentasikan dalam formulir
second opinion dan bila telah diisi oleh pasien/ keluarga, formulir didokumentasikan
dalam rekam medis pasien

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 43


BAB IX
TATALAKSANA PENOLAKAN RESUSITASI / DNR

9.1. Latar Belakang

RJP merupakan suatu prosedur emergensi dan di rumah sakit biasanya telah dibentuk
tim khusus yang terlatih dan berpengalaman dalam melakukan RJP. Menurut statistik,
tindakan RJP dilakukan sebanyak 1/3 dari 2 miliar kematian pasien yang terjadi di
rumah sakit Amerika Serikat setiap tahunnya. Proporsi dari tindakan RJP ini dianggap
berhasil dalam merestorasi fungsi kardiopulmoner pasien. Dari pasien-pasien yang
dilakukan RJP, sebanyak 1/3-nya berhasil, dan 1/3 dari pasien-pasien yang berhasil ini
dapat bertahan hingga pulang dari rumah sakit. Tingkat keberhasilan RJP bergantung
pada sifat dan derajat penyakit pasien.

Pada suatu studi di Rumah Sakit Boston, pasien dengan kanker lanjut yang telah
bermetastasis tidak ada yang dapat bertahan hidup hingga pulang dari rumah sakit.
Diantara pasien gagal ginjal, hanya 2% yang bertahan hidup sampai pulang dari rumah
sakit. Biasanya pada pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial tetapi meninggal
sebelum pulang dari rumah sakit, hampir selalu dirawat di Ruang Rawat Intensif
(Intensive Care Unit-ICU). Pada suatu studi lainnya menyatakan bahwa sekitar 11%
pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial akan mengalami RJP ulang minimal 1 kali
selama masa perawatan di rumah sakit.

Biasanya pasien RJP yang berhasil bertahan hidup dan pulang dari rumah sakit tidak
mengalami gangguan / disfungsi yang berat. Suatu studi menyatakan bahwa 93% dari
pasien-pasien ini memiliki orientasi yang baik saat dipulangkan dari rumah sakit. Pada
pasien-pasien yang berhasil dilakukan RJP; beberapa diantaranya berhasil mengalami
pemulihan sempurna, beberapa pulih tetapi memiliki masalah kesehatan dan tidak
pernah kembali ke level normal sebelum terjadi henti jantung / napas, beberapa
mengalami kerusakan / cedera otak atau koma, dan beberapa lainnya jatuh kembali ke
dalam kondisi henti jantung / napas sehingga harus dilakukan RJP ulang.

Penting untuk mengidentifikasi pasien di mana terjadinya henti napas dan jantung
menandakan kondisi terminal penyakit pasien dan di mana usaha RJP tidak akan
membuahkan hasil (sia-sia). Dalam menetapkan kebijakan DNR, penting untuk

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 44


diketahui bahwa kebijakan ini harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh tenaga kesehatan
profesional di tingkat primer, rumah sakit, dan petugas / tim transfer intra- dan antar-
rumah sakit. Hak pasien untuk menolak RJP harus dihargai. Hal ini mungkin
dikarenakan pasien berpendapat bahwa dengan melakukan usaha RJP hanya akan
memperpanjang kualitas hidup yang buruk. Kebijakan ini hanya berkaitan dengan
usaha RJP, bukan dengan penundaan atau pembatalan pemberian tatalaksana lainnya,
seperti terapi antibiotic, nutrisi parenteral, dan sebagainya.

9.2 Pengertian

A. Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Resusitasi Jantung-Paru (RJP) didefinisikan sebagai suatu sarana dalam


memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti
napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien yang tidak sadar, tidak
bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi dan tidak
tertulis instruksi DNR di rekam medisnya.

Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada:


Penyebab terjadinya henti jantung / napas pada pasien
Penyakit / masalah medis yang mendasari
Kondisi kesehatan pasien secara umum.

Seringnya, pasien yang berhasil dilakukan RJP masih mengalami kondisi yang sakit
dan membutuhkan penanganan lebih lanjut, dan biasanya dirawat di ICU.

Angka kelangsungan hidup pasien dewasa (survival rates) yang dilakukan RJP dan
pulang dari rumah sakit sekitar 5 – 20 %, dan telah terbukti bahwa usaha RJP akan
lebih baik jika:
a. Akses ke Tim Resusitasi / Unit Gawat Darurat dilakukan lebih awal (segera)
b. Pemberian bantuan hidup dasar lebih awal
c. Pemberian bantuan hidup lanjut lebih awal

Beberapa pasien memiliki angka kelangsungan hidup yang sangat rendah (< 1-2%),
misalnya pada pasien dengan infeksi berat, tekanan darah rendah dalam jangka
waktu lama, gagal ginjal / jantung yang berat, atau keganasan dengan penyebaran
luas (metastasis). Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 45


jantung / napas di rumah sakit adalah rendah. Namun jika ditangani dengan tepat
dan segera, memiliki angka keberhasilan sebesar 70%. Angka kelangsungan hidup
pasien anak yang mengalami henti jantung / napas di luar rumah sakit masih di
bawah 10%. Pada umumnya, anak-anak yang berhasil bertahan hidup dan pulang
dari rumah sakit mengalami defisit neurologi.

B. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR)


1. Henti jantung: adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
Hal ini dapat disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, asistol, atau pulseless electrical
activity (PEA).
Untuk memperoleh RJP yang efektif, resusitasi harus dimulai sesegera mungkin
(< 3 menit setelah kejadian henti jantung).
Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya denyut nadi, dan pupil dilatasi
maksimal; hal ini bukanlah kejadian henti jantung dan tidak perlu dilakukan
tindakan resusitasi.2

2. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR): adalah suatu tindakan di mana jika pasien
mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil dan tidak
akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.
a. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen segera
untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien, patensi jalan
napas, dan sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha bantuan hidup dasar
maupun lanjut.
b. DNR tidak berartisemuatatalaksana / penanganan aktif terhadap kondisi
pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien (misalnya terapi
intravena, pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada pasien DNR.
c. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali. 2

3. Fase / kondisi terminal penyakit:adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh


cedera atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis lainnya
tidak dapat disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada akhirnya akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat, dan di mana
pengaplikasian terapi untuk memperpanjang / mempertahankan hidup hanya akan
berefek dalam memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 46


4. Pelayanan paliatif: adalah pemberian dukungan emosional dan fisik untuk
mengurangi nyeri / penderitaan pasien. Hal ini termasuk: pemberian nutrisi,
hidrasi, dan kenyamanan, kecuali terdapat instruksi spesifik untuk menunda
pemberian nutrisi / hidrasi.6

9.3. Tujuan
1. Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan Do Not
Resuscitate (DNR)tidak disalahartikan / misinterpretasi.
2. Untuk memastikan terjadinya komunikasi dan pencatatan yang jelas dan
terstandarisasi mengenai pengambilan keputusan DNR.

9.4. Tanggungjawab
1. Chief Executive Officerdan Dewan Direksi: bertanggungjawab untuk memastikan
implementasi Kebijakan Do Not Resuscitate (DNR). Fungsi ini didelegasikan kepada
Manajer Pelayanan Medis
2. Manajer Pelayanan Medis: memastikan setiap staf / petugas mengetahui dan
mematuhi kebijakan ini, serta memastikan dilakukannya audit kebijakan DNR.
3. Staf / Petugas Rumah Sakit: semua staf yang terlibat dalam pengambilan keputusan
tindakan DNR dan resusitasi memahami dan menerapkan kebijakan ini.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses ini berlangsung harus
dilaporkan pada berkas / formulir insidens sesuai dengan algoritma yang berlaku.
9.5. Tatalaksana
1. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat
keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi (DNR).
2. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.1
3. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
4. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan henti napas /
jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis lakukan jika hal ini
terjadi.
5. Pasien harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi dan
penyakit pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin terjadi. 2

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 47


6. Tanggung jawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada konsultan / dokter
umum yang bertanggungjawab atas pasien.1Jika terdapat keraguan dalam
mengambil keputusan, dapat meminta saran dari dokter senior.2
7. RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi-kondisi berikut ini:
a. RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan pasien
b. Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP
c. Terdapat alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai pengambilan
keputusan untuk tidak melakukan tindakan RJP.
d. Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan dengan alasan
kuat.
e. Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal penyakitnya / sekarat, di
mana tindakan RJP tidak dapat menunda fase terminal / kodisi sekarat pasien
dan tidak memberikan keuntungan terapetik (risiko / bahayanya melebihi
keuntungannya)
 Contoh: henti jantung / napas yang dialami pasien merupakan kejadian
alamiah akibat penyakit terminal yang diderita. Pada kasus ini, RJP mungkin
dapat mengembalikan fungsi jantung-paru pasien secara sementara tetapi
kondisi keseluruhan pasien dapat memburuk dan henti jantung / napas akan
terjadi kembali, yang merupakan bagian dari proses alamiah dan tidak dapat
terhindarkan dari proses sekarat /kematian pasien.
 Melakukan RJP pada kasus di atas akan membahayakan / merugikan pasien
dan bertolak belakang dengan etika kedokteran (prinsip „do no harm’).
8. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.
9. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik untuk pasien dan
harus didiskusikan dengan pasien meskipun tidak ada kewajiban secara etika untuk
mendiskusikan DNR dengan pasien-pasien yang menjalani perawatan paliatif (di
mana usaha RJP adalah sia-sia).1
10. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan tergantung
dengan kapasitas mental dan harapan hidup pasien. Diskusi dapat dilakukan oleh
konsultan rumah sakit, dokter umum, atau perawat yang bertugas. Staf harus
memberitahukan hasil diskusi mereka dengan pasien kepada dokter
penanggungjawab pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 48


11. Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan pasien
mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan pasien (yang
kompeten secara mental).
12. Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di rekam medis
pasien.
13. Di rekam medis, harus tercantum:
a. tulisan „Pasien ini tidak dilakukan resusitasi’
b. Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan
c. Indikasi / alasan tindakan DNR
d. Batas waktu berlakunya instruksi DNR
e. Nama dokter penanggungjawab pasien
f. Ditandatangani oleh dokter penanggungjawab pasien (yang mengambil
keputusan)
Contoh:
 Tanggal 18 Maret 2010
 Pukul 10.30 WIB
 Tidak dilakukan RJP
 Indikasi: syok kardiogenik
 Batas waktu: 24 jam
14. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan instruksi DNR,
misalnya: keganasan fase terminal.2
15. Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas di mana terdapat
kesulitan pemahaman bahasa, harus terdapat layanan penerjemah yang kompeten.
16. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan tatalaksana
pasien lainnya tetap dilakukan dengan optimal.
17. Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian / penderitaan
yang dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi keuntungan dilakukannya
terapi.
b. Pasien, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk mengambil
keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
c. RJP bertentangan dengan keputusan dini /awal yang dibuat oleh pasien, yang
bersifat valid dan matang, mengenai penolakan semua tindakan untuk
mempertahankan hidup pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 49


9.6. Keputusan Dini/Awal (Dahulu Dikenal dengan Istilah Surat Wasiat)
1. Terdapat kebijakan dari pihak rumah sakit mengenai keputusan dini akan
penolakan tindakan penyelamatan hidup / nyawa oleh pasien.
2. Dokter sebaiknya menghargai keputusan yang diambil oleh pasien (autonomi).
3. Pasien dengan keputusan dini ini tetap diberikan terapi / penanganan lainnya,
seperti pemberian obat-obatan, cairan infus, dan lain-lain.1
4. Putuskanlah apakah diskusi mengenai keputusan DNR ini perlu dilakukan.
5. Berikut adalah beberapa kondisi di mana perlu dilakukan diskusi dengan pasien:
a. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka ingin
mendiskusikan tindakan DNR dengan dokternya.
b. Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi dapat
mengakibatkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien.
c. Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya keuntungan dalam
hal medis. Diskusi harus ditekankan untuk membuat pasien menyadari,
memahami, dan menerima kondisi penyakitnya serta menerima hasil keputusan
yang telah didiskusikan. Diskusi juga membahas mengenai manajemen paliatif
dan prognosis secara keseluruhan.
6. Berikut adalah beberapa kondisi di mana tidak perlu dilakukan diskusi dengan
pasien:
a. Jika resusitasi dianggap tidak ada gunanya / sia-sia
b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya pasien
menjadi depresi.
c. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka tidak ingin
mendiskusikan hal tersebut
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam fase sekarat /
terminal dari penyakitnya.2
e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk mengambil
keputusan 1
7. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan penolakan tindakan
penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa persyaratandi bawah ini:
a. Usia pasien harus > 18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara mental untuk
mengambil keputusan

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 50


c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti harus ditulis oleh pasien sendiri atau
keluarga / kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan harus dicatat di rekam
medis.
d. Harus ditandatangani oleh 2 orang, yaitu:
 penulis / pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama pasien sambil
diarahkan oleh pasien (jika pasien tidak mampu menandatanganinya sendiri)
 1 orang lain sebagai saksi
e. Harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh pembuat
keputusan, dapat dituliskan di dokumen lain / terpisah, yang menyatakan
bahwa keputusan dini ini diaplikasikan untuk tindakan / penanganan spesifik,
bahkan jika terdapat risiko kematian.
f. Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah ini juga harus ditandatangani
dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien).1
8. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini harus atas
izin pasien.
9. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan dengan
keluarga / wali sah pasien dengan mempertimbangkan kondisi dan keinginan
pasien.2Jika tidak terdapat keluarga / wali yang sah, keputusan dapat diambil oleh
dokter penanggungjawab pasien.8
10. Jika terdapat situasi di mana pasien kehilangan kompetensinya untuk mengambil
keputusan tetapi telah membuat „keputusan dini DNR‟ sebelumnya yang valid,
keputusan ini haruslah tetap dihargai.
11. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh pasien, jika
terdapat hal-hal berikut ini:
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap keputusan dini
/awal yang dibuat, yang mempengaruhi validitas keputusan tersebut
(misalnya, pasien pindah agama)
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi tersebut dapat
mempengaruhi keputusan pasien (misalnya, perkembangan terkini dalam
tatalaksana pasien yang secara drastis mengubah prospek kondisi tertentu
pasien).
c. Situasi / kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi
d. Terdapat perdebatan / perselisihan mengenai validitas keputusan dini / awal
dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 51


12. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang pasien inginkan / maksudkan, paramedis
harus bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang terbaik untuk pasien. Dapat
meminta saran dari dokter senior juga.
13. Tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya kerena mencari ada tidaknya
instruksi DNR pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa instrusksi tersebut
ada.
14. Pasien tidak diperbolehkan menolak perawatan dasar yang diberikan.
15. Perawatan dasar ini didefinisikan sebagai pemberian tempat tidur yang nyaman
dan hangat, pengurang rasa sakit / analgesik, manajemen gejala-gejala yang
memicu stress fisik (seperti sesak napas, muntah, inkontinensia), dan manajemen
higene / kebersihan diri pasien.
16. Jika pasien tetap menolak perawatan dasar, dokter yang bertugas sebaiknya
meminta saran dari dokter senior, dan masalah ini dapat juga dibawa ke komisi
etik.
17. Rumah sakit sebaiknya membuat kerangka konsep dalam hal mengambil
keputusan DNR.1

9.7 Tatalaksana dalam Mendiskusikan Keputusan DNR dengan Pasien


1. Pastikan tercipta suasana yang kondusif, tenang, privasi pasien terjaga.
2. Kehadiran yang lengkap dari orang-orang yang ingin dilibatkan oleh pasien dalam
mendiskusikan hal ini.
3. Komunikasi dan tatap mata sebaiknya sejajar dengan tinggi / posisi pasien.
4. Jika pasien tidak keberatan, ajaklah satu orang perawat untuk mendampingi diskusi.
5. Perawat dapat membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien, memberi
dukungan dan penguatan kepada pasien setelah dokter meninggalkan ruangan.
6. Mulailah dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan umum seperti
bagaimanakah pandangan pasien terhadap penyakit dan tatalaksana yang
dijalaninya.
7. Mengangkat topik utama:
a. Mulai dengan menyatakan: “Saya ingin berdiskusi dengan Anda.”
b. “Apa yang Anda ingin kami (paramedis) lakukan jika suatu waktu Anda menjadi
terlalu sakit untuk dapat berbicara dengan kami?”
c. Salah satu hal penting adalah mengenai pertanyaan tindakan resusitasi.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 52


d. “Meskipun hal ini jarang terjadi, saya perlu untuk mempertimbangkan mengenai
tindakan apa yang harus kami lakukan jika jantung Anda berhenti.”
e. “Beberapa orang memiliki pandangan yang kuat terhadap seberapa banyak
penanganan yang ingin mereka terima jika mereka menjadi sangat sakit. Saya
ingin tahu apakah Anda pernah memikirkan hal ini.”
8. Pemilihan waktu untuk berdiskusi:
a. Bukan waktu yang bagus untuk melakukan diskusi segera setelah diagnosis
ditegakkan.
b. Waktu diskusi yang terbaik adalah saat diagnosis dan prognosis sudah jelas dan
saat pasien telah mengetahui dan menerima penyakitnya.
9. Berusahalah untuk membangun pemahaman pasien mengenai situasinya saat ini,
sifat dasar resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan resusitasi jika dilakukan,
serta harapan dan keinginan pasien. Pasien dan keluarganya sering memiliki
harapan / ekspektasi yang tidak realistis dari nilai resusitasi.
10. Berikan informasi mengenai RJP menggunakan kata-kata sederhana yang dapat
dimengerti oleh pasien.
11. Tingkat pemberian informasi harus dinilai dari respons dan pemahaman setiap
pasien.
12. Jika tidak tercapai kesepakatan, berikan pendapat dari sudut pandang dokter
(paramedis) mengenai kondisi pasien dan tindakan RJP. Dapat dengan menyatakan:
“Pendapat saya mungkin berbeda dengan apa yang Anda inginkan. Karena alasan
itulah saya ingin berdiskusi dengan Anda.”
13. Cobalah untuk mengerti:
a. Sudut pandang pasien
b. Nilai-nilai yang dianut oleh pasien
c. Ruang lingkup pengaplikasian (misalnya, penanganan apa saja yang dijalani
pasien)
14. Catat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien, dan ruang lingkup
pengaplikasian di rekam medis.
15. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai bagian dari
perawatan suportif. Banyak pasien yang merasa takut diabaikan / ditelantarkan dan
merasa nyeri, melebihi rasa takutnya akan kematian.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 53


16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-terapi mana saja yang akan tetap
diberikan, pasien masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara teratur,
pengendalian nyeri, dan memberikan kenyamanan kepada pasien.
17. Penting untuk memisahkan / membedakan keputusan DNR dengan keputusan
mengenai manajemen pasien lainnya.
18. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi dengan dokter,
akan membuat pasien merasa dihargai dan menurunkan tingkat kecemasan / stress
pasien juga.

9.8 Keputusan DNR Pada Pasien Dewasa Peri-Operatif


1. Tindakan pembedahan dan anestesi turut berkontribusi dalam perubahan kondisi
medis pasien dengan keputusan DNR sebelumnya dikarenakan adanya
perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan risiko pasien.
2. Tindakan anestesi sendiri (baik regional ataupun umum), akan menimbulkan
instabilitas kardiopulmoner yang akan membutuhkan dukungan / penanganan
medis.
3. Angka keberhasilan RJP di kamar operasi lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan di ruang rawat inap (di mana keputusan DNR ini ditetapkan).
Angka keberhasilan RJP di kamar operasi ini dapat mencapai 92%.
4. Menilik dari hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan peninjauan ulang
keputusan DNR sebelum melakukan prosedur anestesi dan pembedahan.
5. Rekomendasi:
a. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerlukan prosedur
pembedahan harus dikonsultasikan kepada tim bedah dan anestesiologis.
b. Lakukan peninjauan ulang keputusan DNR oleh anestesiologis dan dokter
bedah dengan pasien, wali, keluarga, atau dokter penanggungjawab pasien
(jika diindikasikan) sebelum melakukan prosedur anestesi dan pembedahan.
c. Tujuan peninjauan ulang ini adalah untuk memperoleh kesepakatan
mengenai penanganan apa saja yang akan boleh dilakukan selama prosedur
anestesi dan pembedahan.
d. Terdapat 3 pilihan dalam meninjau ulang keputusan DNR, yaitu:
 Pilihan pertama: keputusan DNR dibatalkan selama menjalani anestesi
dan pembedahan, dan ditinjau ulang kembali saat pasien keluar dari

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 54


ruang pemulihan. Saat menjalani pembedahan dan anestesi, lakukan RJP
jika terdapat henti jantung / napas.
 Pilihan kedua: keputusan DNR dimodifikasi, dengan mengizinkan
pemberian obat-obatan dan teknik anestesi yang sejalan / sesuai dengan
pemberian anestesi.
Hal ini termasuk:
 Monitor EKG, tekanan darah, oksigenasi, dan monitor intraoperatif
lainnya.
 Manipulasi sementara dalam menjaga jalan napas dan pernapasan
dengan intubasi dan ventilasi, jika diperlukan; dan dengan
pemahaman bahwa pasien akan bernapas secara spontan di akhir
prosedur.
 Penggunaan vasopressor atau obat anti-aritmia untuk mengkoreksi
stabilitas kardiovaskular yang berhubungan dengan pemberian
anestesi dan pembedahan.

Penggunaan kardioversi atau defibrillator untuk mengkoreksi aritmia


harus didiskusikan sebelumnya dengan pasien / wali sahnya. Lakukan
juga diskusi mengenai pemberian kompresi dada.

 Pilihan ketiga: keputusan DNR tetap berlaku (tidak ada perubahan).


 Pada beberapa kasus, pilihan ini tidak sesuai dengan pemberian
anestesi umum dalam pembedahan.
 Pasien dapat menjalani prosedur pembedahan minor dengan tetap
mempertahankan keputusan DNR-nya.
 Anestesiologis harus berdiskusi dan membuat kesepakatan dengan
psien / wali sah mengenai intervensi apa saja yang diperbolehkan,
seperti: kanulasi intravena, pemberian cairan intravena, sedasi,
analgesik, monitor, obat vasopressor, obat anti-aritmia, oksigenasi,
atau intervensi lainnya.
e. Pilihan yang telah disepakati harus dicatat di rekam medis pasien.
f. Pilihan DNR ini harus dikomunikasikan kepada semua petugas medis yang
terlibat dalam perawatan pasien di dalam kamar operasi dan ruang
pemulihan.
g. Secara hukum, yang berwenang untuk membuat keputusan DNR ini adalah:

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 55


 Pasien dewasa yang kompeten secara mental
 Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental)
 Dokter penanggungjawab pasien, yang bertindak dengan
mempertimbangkan tindakan terbaik untuk pasien(jika belum ada
keputusan DNR dini / awal yang telah dibuat oleh pasien / wali sahnya).
h. Jika setelah diskusi, masih belum terdapat kesepakatan mengenai pilihan
DNR mana yang akan digunakan, pemegang keputusan tetaplah diberikan
ke pasien/ wali sahnya.
i. Jika terdapat keraguan atau ketidakjelasan mengenai siapa yang berwenang
untuk membuat keputusan DNR, atau terdapat keraguan mengenai validitas
suatu keputusan DNR dini / awal, atau terdapat keraguan mengenai tindakan
apa yang terbaik untuk pasien; segeralah mencari saran kepada komisi etik
atau lembaga hukum setempat.
j. Dalam kondisi gawat darurat, dokter harus membuat keputusan yang
menurutnya terbaik untuk pasien dengan menggunakan semua informasi
yang tersedia.
k. Pilihan keputusan DNR ini harus diaplikasikan selama pasien berada di
kamar operasi dan ruang pemulihan.
l. Keputusan DNR ini haruslah ditinjau ulang saat pasien kembali ke ruang
rawat inap.
6. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk intervensi operatif
pada pasien dengan keputusan DNR adalah:
a. Alat bantu asupan nutrisi (misalnya: feeding tube)
b. Pembedahan segera untuk kondisi yang tidak berhubungan dengan penyakit
kronis pasien (misalnya: apendisitis akut)
c. Pembedahan segera untuk kondisi yang berhubungan edngan penyakit kronis
pasien tetapi tidak dianggap sebagai suatu bagian dari proses terminal
penyakitnya (misalnya: ileus obstruktif)
d. Prosedur untuk mengurangi nyeri (misalnya: operasi fraktur kolum femur)
e. Prosedur untuk menyediakan akses vaskular.
7. Pada situasi emergensi:
a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang mengenai
keputusan DNR sebelum melakukan anestesi, pembedahan atau resusitasi.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 56


b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi adanya
keputusan DNR dini / awal yang telah dibuat sebelumnya (jika
memungkinkan).
8. Fase pre-operatif:
a. Lakukan diskusi antara pasien / wali sah, keluarga, anestesiologis, dokter
bedah, dokter penanggungjawab pasien, dan perawat.
b. Lakukan asesmen mengenai:
 Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi pasien
 Intervensi pembedahan yang diperlukan
 Riwayat keputusan DNR sebelumnya, termasuk:
 Durasi / batas waktu berlakunya keputusan tersebut
 Siapa yang bertanggungjawab menetapkan keputusan tersebut
 Alasan keputusan tersebut dibuat
 Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien ini
perlu menjalani anestesi dan pembedahan (pertimbangkan dari sudut
pandang pasien, keluarga, dokter bedah, dan anestesiologis).
 Jika pembedahan dianggap perlu, tentukan batasan-batasan tindakan
resusitasi apa saja yang dapat dilakukan di fase peri-operatif , lakukan
komunikasi yang efektif, detail, dan terbuka dengan pasien, keluarga,
dan atau wali sah pasien.
 Jika keputusan DNR telah dibuat dan disepakati, harus dicatat di rekam
medis pasien, ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat, dan
cantumkan tanggal keputusan dibuat.
 Lakukan prosedur pembedahan segera setelah keputusan dibuat dan
kondisi medis pasien memungkinkan untuk menjalani pembedahan.
9. Fase intra-operatif
a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi.
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati untuk
menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum di-transfer
ke kamar operasi.
c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui mengenai pilihan keputusan
DNR yang diambil.
d. Dokter bedah dan anestesiologis yang terlibat dalam konsultasi pre-operatif
harus hadir selama prosedur berlangsung.
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 57
10. Fase pasca-operatif
a. Pilihan keputusan DNR harus dikomunikasikan kepada petugas di
ruang pemulihan.
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan / dipindahkan
dari ruang pemulihan.
c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi alih rawat
pasien dari ruang pemulihan ke perawat di ruang rawat inap.
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang batas
waktunya hingg pasien telah ditransfer ke ruang rawat inap pasca-
operasi. Misalnya: jika penggunaan infus epidural / alat analgesik akan
tetap dipakai oleh pasien pasca-operasi.
e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan keputusan
DNR yang dijadwalkan untuk menjalani operasi.
9.9 Keputusan DNR Pada Pediatrik
1. Pada pasien anak (usia < 18 tahun), diskusikan dengan orang tua pasien.
2. Orang tua harus mendapat informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi dan
penyakit pasien, prosedur RJP, rekomendasi mengenai RJP dan DNR.
3. Pertimbangkanlah juga kondisi emosional dan tumbuh-kembang pasien anak.
4. Instruksi DNR harus diberitahukan kepada orang tua pasien, kecuali pada kondisi
berikut ini: Jika RJP dianggap membahayakan pasien atau bersifat non-terapeutik.
5. Di rekam medis, harus tertulis hasil diskusi dokter dengan orang tua pasien.
Keputusan harus ditandatangani oleh dokter, perawat yang terlibat, dan orang tua
pasien.
6. Pada kasus tertentu, di mana orang tua tetap meminta dilakukan RJP meskipun
tim medis telah memberitahukan bahwa tindakan RJP ini membahayakan pasien /
bersifat non-terapeutik, orang tua diperbolehkan mencari pendapat ekspertise
lainnya (second opinion) atau (jika orang tua meminta) diperbolehkan melakukan
transfer pasien jika kondisi pasien memungkinkan untuk di-transfer.
7. Jika masih belum ditemukan kesepakatan antara tim medis dengan orang tua
pasien, lakukanlah proses peninjauan ulang (review) oleh tim medis untuk
menentukan apakah DNR perlu dilakukan atau tidak, seperti tercantum di bawah
ini:
a. Tim medis harus mengkonfirmasi bahwa terdapat kesepakatan diantara anggota
timnya mengenai keputusan DNR pada pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 58


b. Minta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second opinion) mengenai
apakah RJP pada pasien ini bersifat non-terapetik / membahayakan.
c. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, salah seorang anggota tim
medis harus menghubungi Komisi Etik untuk menjadwalkan konsultasi etik.
d. Jika hasil dari konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim medis harus
memberitahukan / melaporkannya kepada Kepala Pelayanan Medis dan
Lembaga Hukum.
e. Jika Kepala Pelayanan Medis setuju dan Lembaga Hukum menyatakan bahwa
keterlibatan secara hukum tidak diperlukan, orang tua harus diberitahu bahwa
keputusan DNR akan dituliskan di rekam medis pasien.
f. Jika orang tua masih tidak setuju dengan keputusan DNR ini, orang tua
sebaiknya diberikan kesempatan dan bantuan untuk mentransfer pasien ke
fasilitas lainnya yang bersedia untuk menerima pasien.
g. Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, instruksi DNR akan
dituliskan di rekam medis pasien.
8. Re-asesmen wajib terhadap keputusan DNR sebelum menjalani prosedur anestesi
dan pembedahan
a. Pasien dengan instruksi DNR biasanya sering menjalani prosedur anestesi dan
pembedahan, terutama prosedur dengan tujuan memfasilitasi perawatan atau
mengurangi nyeri.
b. Etiologi dan kejadian henti jantung selama anestesi berbeda secara signifikan
dengan situasi di luar ruang operasi sehingga perlu dilakukan re-evaluasi
mengenai instruksi DNR.
c. Faktanya, angka keberhasilan resusitasi lebih tinggi di dalam kamar operasi /
selama anestesi berlangsung.
d. Pada beberapa kasus, pasien atau orang tua menginginkan adanya pembatasan
usaha resusitasi yang digunakan sepanjang periode peri-operatif.
e. Pemberian anestesi sendiri melibatkan beberapa prosedur yang dapat dianggap
sebagai salah satu bagian dari usaha resusitasi, misalnya pemasangan kateter
intravena, pemberian cairan dan obat-obatan intravena, dan manajemen jalan
napas dan ventilasi pasien.
f. Anestesiologis harus berdiskusi dengan pasien dan atau orang tua, menilai
ulang status DNR sebelum dilakukan prosedur pembedahan, dan
mengkomunikasikan hasil diskusi ini kepada seluruh petugas rumah sakit yang

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 59


terlibat dengan perawatan pasien selama periode intra-operatif dan pasca-
operatif.
g. Terdapat 3 pilihan instruksi DNR sebelum prosedur anestesi / pembedahan:
 Pilihan pertama: instruksi DNR dibatalkan untuk sementara (jika
terjadi henti napas / jantung, dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya).
 Pilihan kedua: resusitasi terbatas (spesifik terhadap prosedur). Pasien
dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya kecuali prosedur spesifik, yaitu:
kompresi dada, kardioversi.
 Pilihan ketiga: resusitasi terbatas (spesifik terhadap tujuan). Pasien
dilakukan usaha resusitasi hanya jika efek samping yang terjadi dianggap
bersifat sementara dan reversible, berdasarkan pertimbangan dokter bedah
dan anestesiologis.
h. Harus dicatat di rekam medis pasien.
i. Saat pasien keluar / dipindahkan dari ruang pemulihan, instruksi DNR ini harus
ditinjau ulang.
j. Jika pasien / orang tua memutuskan untuk tetap memberlakukan instruksi DNR
selama menjalani prosedur anestesi / pembedahan, dokter boleh menolak untuk
berpartisipasi dalam kasus ini. pasien / keluarga harus mencari dokter lain yang
bersedia untuk merawat pasien.
9.10 Dokumentasi
1. Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis pasien
dan di formulir Do Not Resuscitate (DNR). Formulir DNR harus diisi dengan
lengkap dan disimpan di rekam medis pasien.
2. Alasan diputuskannya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis pasien dan formulir DNR.
Keputusan harus dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat dalam
aspek perawatan pasien, termasuk dokter gigi, podiatrist, dan sebagainya.
3. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian petugas / pengoperan
pasien ke petugas / unit lainnya.
4. Di rekam medis, harus dicatat juga mengenai hasil diskusi dengan pasien dan
keluarga mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dokumentasi dan komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa petugas /
unit lain mengetahui instruksi DNR ini (jika pasien ditransfer ke unit lain).

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 60


6. Petugas ambulans yang terlibat dalam transfer juga harus mengetahui akan
instruksi DNR ini.

9.11 Peninjauan Ulang Mengenai Keputusan DNR


1. Keputusan mengenai DNR ini harus ditinjau ulang secara teratur dan rutin,
terutama jika terjadi perubahan apapun terhadap kondisi dan keinginan pasien.
2. Frekuensi peninjauan ulang ini harus ditentukan oleh dokter senior yang saat
itu sedang bertugas atau oleh konsultan penanggungjawab pasien. 1
3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 7 hari sekali, tetapi dapat juga
dilakukan setiap hari pada kasus-kasus tertentu.
4. Peninjauan ulang ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi perbaikan
kondisi, dan respons pasien terhadap terapi / pengobatan. 2
Pembatalan Keputusan DNR
1. Jika instruksi DNR tidak lagi berlaku, bagian pembatalan di formulir DNR
harus dilengkapi / diisi. Dituliskan tanggal dan ditandatangani oleh dokter
senior yang saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan.
2. Pembatalan ini harus dengan jelas dicatat di dalam rekam medis pasien.

9.12 Keputusan DNR dan Transfer Pasien

Jika pasien ditransfer ke rumah sakit lain dengan instruksi DNR, dokter senior
yang saat itu sedang bertugas atau konsultan harus bertanggungjawab untuk
melakukan asesmen ulang dan mengambil

1. Keputusan berdasarkan informasi yang didapat saat itu mengenai: „Apakah


instruksi DNR masih berlaku atau tidak?‟Sebelum asesmen ulang tersebut
dilakukan, pasien masih dianggap sebagai DNR.
2. Jika pasien ditransfer ke pelayanan primer lain dengan instruksi DNR, dokter
umum di layanan primer tersebut bertanggungjawab melakukan asesmen
ulang dan pengambilan keputusan harus dikomunikasikan dengan semua
petugas yang terlibat dalam perawatan pasien. Sebelum asesmen ulang
tersebut dilakukan, pasien masih dianggap sebagai DNR.
3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNR harus tetap disertakan dalam
rekam medis pasien. Formulir DNR ini tidak boleh difotokopi.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 61


9.13 Instruksi DNR Pada Pasien di Luar Rumah Sakit
1. Pada situasi kasus emergensi yang terjadi di luar rumah sakit, usaha RJP
memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan usia sangat
lanjut atau memiliki penyakit berat / terminal.
2. Saat ini, banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk meninggal
dengan tenang dan tidak ingin menjalani intervensi yang agresif, seperti RJP.
Banyak juga pasien yang memilih dirawat di rumah sampai akhir usianya tiba. 9
3. Protokol Pelayanan Kegawatdaruratan Medis menyatakan bahwa inisiasi RJP
ditujukan kepada semua pasien yang mengalami henti jantung / napas, kecuali
pasien telah ditemukan meninggal sebelumnya dengan tanda-tanda kematian
yang jelas atau pasien memiliki instruksi tertulis DNR yang valid dan
ditandatangani oleh dokter.10
4. Tujuan dibuat panduan ini:
a. Memfasilitasi pasien untuk memilih penanganan medis apa yang mereka
inginkan dari Tim Kegawatdaruratan Medis jika terjadi henti jantung / napas
di luar rumah sakit.
b. Tim kegawatdaruratan medis meliputi: pemberi pertolongan pertama (polisi
/ pemadam kebakaran / lainnya yang mengikuti pelatihan RJP), petugas
ambulans, paramedis dan perawat di mobil rawat intensif (mobile intensive
care unit-MICU).
5. Definisi :
a. Formulir Instruksi DNR di Luar Rumah Sakit yang valid: formulir tertulis
yang dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani oleh pasien /
wali sahnya dan dokter penanggungjawab pasien. Fotokopi yang dilegalisir
dianggap sah dan berlaku. (lihat lampiran 4)
b. Gelang DNR: adalah gelang pengenal yang berarti bahwa pemakainya
memiliki instruksi DNR yang valid. Gelang ini harus telah disetujui oleh
pemerintah setempat, resmi, mudah dikenali, dan khusus / khas; dipakai di
pergelangan tangan atau kaki. Gelang ini harus dikenali oleh Tim
Kegawatdaruratan Medis dan petugas kesehatan lainnya.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 62


6. Panduan:
a. Tim Kegawatdaruratan Medis akan melakukan usaha RJP pada semua pasien
yang ditemukan henti napas/jantung kecuali jika pasien tersebut memiliki
instruksi DNR yang valid.
b. Jika pasien dengan henti jantung / napas memiliki instruksi DNR, tim
kegawatdaruratan medis harus:
(1) Melakukan asesmen mengenai tidak adanya pernapasan dan atau denyut
jantung
(2) Jika petugas tiba di tempat kejadian tanpa mobil rawat intensif (MICU),
ikuti protokol setempat
(3) Untuk petugas MICU, kontak / hubungi dokter penanggungjawab pasien
(yang menandatangani DNR) untuk mengkonfirmasi validitas instruksi
DNR-di luar rumah sakit, beritahukan kondisi pasien.
c. Jika pasien dengan instruksi DNR yang valid tidak berada dalam kondisi
henti jantung / napas, tim kegawatdaruratan medis harus:
(1) Melakukan asesmen pasien
(2) Menyediakan semua tatalaksana yang sesuai
(3) Menyediakan transportasi ke rumah sakit, jika diperlukan
(4) Menghargai dan mematuhi instruksi DNR jika terjadi henti napas /
jantung pada pasien selama transfer.
(5) Memberikan salinan instruksi DNR ke rumah sakit penerima, jika
tersedia.
d. Saat memutuskan untuk membuat instruksi DNR, dokter tidak boleh
mempengaruhi keinginan pasien / wali sahnya.
e. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan merusak /
menyobek formulir dan gelang DNR, atau dengan menyatakan secara lisan. 9
f. Validitas instruksi DNR:
(1) Hanya dokter penanggungjawab pasien yang boleh menulis instruksi
DNR untuk pasien yang dirawat di rumah.
(2) Hubungi dokter penanggungjawab pasien untuk mendiskusikan
pembuatan instruksi DNR.
(3) Pastikan formulir DNR telah diisi dengan lengkap oleh dokter, termasuk
tanda tangan dan alamat pasien / wali sah; nama, alamat, nomor telepon,
dan tanda tangan dokter; dan tanggal pembuatannya.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 63


(4) Gelang DNR dapat diperoleh dari dokter atau rumah sakit tempat pasien
berobat. (lihat lampiran 5mengenai panduan gelang DNR)
(5) Simpan salinan instruksi DNR di rumah dan selalu dibawa oleh pasien
kemanapun dia pergi.
(6) Pastikan semua keluarga / wali pasien mengetahui instruksi DNR ini.

7. Pada pasien di panti jompo: perawat pasien diperbolehkan untuk menulis


instruksi DNR dan „penolakan untuk dirawat di rumah sakit‟ (Do Not
Hospitalized), berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter.
a. Prosedur Dasar
(1) Memperoleh izin persetujuan tertulis (informed consent) dari pasien / wali
sahnya.
(2) Melengkapi „formulir instruksi DNR di luar rumah sakit‟. Berikan salinan
di rekam medis pasien. Berikan bebrapa salinan kepada pasien dan atau
keluarga / pengasuh di luar rumah sakit / panti jompo.
(3) Informasikan kepada pasien dan atau pengasuh mengenai penggunaan
formulir DNR ini dan anjurkan agar formulir ini diletakkan di tempat-
tempat yang mudah terlihat di rumah (misalnya: papan harian pasien,
senderan ranjang, pintu kamar tidur, atau kulkas).
(4) Pasien boleh menggunakan gelang DNR (tidak wajib). Gelang ini harus
dianggap valid dan mengindikasikan bahwa pasien memiliki instruksi
DNR di luar rumah sakit. Dokter harus menginformasikan kepada pasien /
wali sahnya mengenai ketersediaan gelang DNR sebagai sarana tambahan
untuk memberitahu Tim Kegawatdaruratan Medis.
(5) Lakukan peninjauan ulang terhadap status DNR secara periodikn dengan
pasien / wali sahnya, lakukan revisi terhadap rencana penanganan pasien
(jika diperlukan), dan catatlah di rekam medis pasien. Jika instruksi DNR
ini dibatalkan, berikan instruksi untuk menghancurkan / menyobek
formulir DNR dan melepas gelang DNR.
b. Rekomendasi tambahan mengenai dokumentasi instruksi DNR
(1) Dokter sebaiknya memberi catatan di kurva medis pasien mengenai
instruksi DNR, yang mencakup:
 Diagnosis
 Alasan dibuat instruksi DNR

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 64


 Kapasitas pasien dalam membuat keputusan
 Dokumentasi bahwa diskusi mengenai status DNR telah dilakukan.
tulis juga siapa saja yang mengahadiri diskusi tersebut.

c. Pembatalan instruksi DNR


Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan cara
menghancurkan / menyobek formulir dan gelang DNR, atau dengan
menyatakan secara lisan oleh pasien
8. Dokumentasi
a. Catat semua informasi pasien dan asesmen pasien
b. Catat instruksi DNR pasien yang telah divalidasi. Lampirkan salinan formulir
NDR di luar rumah sakit.
c. Ikuti protokol kegawatdaruratan medis setempat9

9.14. Pelatihan
1. Manajer Pelayanan Medis bertanggungjawab untuk mengidentifikasi pelatihan-
pelatihan apa saja yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan ini.
2. Persyaratan pelatihan yang harus dimiliki oleh personel rumah sakit harus
didiskusikan sebagai bagian dari proses Peninjauan Ulang Performa Kerja
Rumah Sakit (Performance Development Review) dan keputusan mengenai
pelatihan-pelatihan yang diperlukan harus dituliskan dalam Rencana
Pengembangan Performa Kerja Rumah Personel Rumah Sakit (Personal
Development Plan).
9.15. Peninjauan Ulang dan Audit
1. Audit akan dilakukan setiap tahunnya untuk memastikan bahwa semua
keputusan DNR didokumentasi sepenuhnya sesuai dengan kebijakan yang
berlaku.
2. Audit mengenai semua kejadian resusitasi harus dilakukan untuk memastikan
bahwa kejadian-kejadian tersebut telah sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
3. Peninjauan ulang mengenai isi dari kebijakan ini akan dilakukan 2 tahun
setelah tanggal kebijakan ini disetujui.
4. Peninjauan ulang dini dapat dilakukan jika terjadi salah satu atau lebih dari
kondisi-kondisi berikut ini:

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 65


a. Adanya perubahan atau perkembangan dalam regulasi / peraturan
perundang-undangan yang berlaku
b. Terjadinya insidens yang penting / krusial
c. Adanya alasan-alasan yang kuat / relevan lainnya.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 66


BAB X
TATALAKSANAN PELAYANAN PASIEN AKHIR KEHIDUPAN

10.1 Latar Belakang

Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik
pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru
obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung/heart failure,
penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan
lebih lanjut, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana
prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar
mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.

Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas
tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas
hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu
penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin.
Pada perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan pentingnya integrasi
perawatan lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan
baik.

10.2 Tujuan
Tujuan umum:
Sebagai arahan bagi perawatan pasien akhir kehidupan di rumah sakit

Tujuan khusus:
1. Terlaksananya perawatan pasien akhir kehidupan yang bermutu sesuai standar yang
berlaku di rumah sakit
2. Tersusunnya tatalaksana pelayanan pasien akhir kehidupan
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 67
3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

10.3 Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi
bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit
atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan suatu kehilangan.

10.4 Masalah di Akhir Kehidupan


Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien yang
sekarat
sampai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ binatang, percobaan
mengakhiri hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara medis. Di antara
hal-hal yang ekstrim tersebut ada banyak masalah seperti memulai atau menghentikan
perawatan yang dapat memperpanjang hidup, perawatan pasien dengan penyakit
stadium terminal serta kelayakan dan penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut.
Dua masalah yang pantas mendapat perhatian khusus: euthanasia dan bantuan bunuh
diri.

1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas dimaksudkan
untuk mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemen berikut: subjek
tersebut adalah orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan yang secara sukarela meminta hidupnya diakhiri; agen mengetahui
tentang kondisi pasien dan menginginkan kematian dan melakukan tindakan dengan
niat utama mengakhiri hidup orang tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas
kasih dan tanpa tujuan pribadi.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 68


2. Bantuan Bunuh Diri
Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang pengetahuan atau alat
atau keduanya yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk konseling
mengenai obat dosis letal, meresepkan obat dosis letal, atau memberikannnya.
Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan sering dianggap sama secara moral,
walaupun antara keduanya ada perbedaan yang jauh secara praktek maupun dalam
hal yuridiksi legal. Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan secara definisi harus
dibedakan dengan menunda atau menghentikan perawatan medis yang tidak
diinginkan, sia-sia atau tidak tepat at ketentuan perawatan paliatif, bahkan jika
tindakan-tindakan tersebut dapat memperpendek hidup.

Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebgai akibat dari rasa sakit
atau penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati
dari pada meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien
menganggap mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh
bantuan untuk mati. Dokter dianggap sebagai instrumen kematian yang paling tepat
karena mereka mempunyai pengetahuan medis dan akses kepada obat-obatan yang
sesuai untuk mendapatkan kematian yang cepat dan tanpa rasa sakit. Tentunya
dokter akan merasa enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan
tindakan yang ilegal di sebagian besar negara dan dilarang dalam sebagian besar
kode etik kedokteran. Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates
dan telah dinyatakan kembali oleh WMA dalam Declaration on Euthanasia:
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seorang pasien dengan
segera, tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yang
memintanya. Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dari kewajibannya
menghormati keinginan pasien untuk membiarkan proses kematian alami dalam
keadaan sakit tahap terminal.

Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter tidak
dapat melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa pada
stadium lanjut dan dimana tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-tahun terakhir
telah terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk mengurangi rasa
sakit dan penderitaan serta meningkatkan kualitas hidup.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 69


Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan
penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek dala
pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa sakit.
Semua dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai
cukup ketrampilan dalam masalah ini, dan jika mungkin juga memiliki akses
terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan paliatif. Dan di atas semuanya itu,
dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan
dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.

Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada pasien,


wakil pasein dalam mengambil keputusan, dan juga dokter. Kemungkinan
memperpanjang hidup dengan memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi,
prosedur radiologi, dan perawatan intensif memerlukan keputusan mengenai kapan
memulai tindakan tersebut dan kapan menghentikannya jika tidak berhasil.

Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien yang
kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika
penolakan itu dapat”....dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan.”menyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam menanggapi
kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka,
tak peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain sangat ingin mati
sehingga menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka
tetap hidup seperti antibiotik untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan
setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang
perawatan yang ada serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap
menghormati keputusan pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.

Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten


memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas
mengungkapkan keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan hidup
lanjut, keputusan akan lebih mudah walaupun bantuan seperti itu kadang sangat
samar-samar dan harus diinterpretasikan berdasarkan kondisi aktual pasien. Jika
pasien tidak menyatakan keinginannnya dengan jelas, wakil pasien dalam

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 70


mengambil keputusan harus menggunakan kriteria-kriteria lain untuk keputusan
perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.

10.5. Tahap-tahap Menjelang Ajal


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap menjelang ajal
(dying) dalam 5 tahap, yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti: “Seharusnya
tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”.Beberapa orang bereaksi
pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih
mengalami keadaan menjelang ajal).
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala
hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran
pada diri klien, seperti: “Mengapa hal ini terjadi dengan diriku kemarahan-
kemarahan tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan
pasien, seperti: keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang merawatnya.
3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.Pada pasien yang
sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:“Ya Tuhan,
jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.
4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien
yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga
tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini
sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-
rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan
keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 71


10.6. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang
cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada
kondisi penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi
pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit
kronik dan telah berjalan lama.

10.7 Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian


1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perutkembung, obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang
pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir yang
berfungsi sebelum meninggal.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 72


10.8 Tanda-tanda klinis saat meninggal
1. Pupil mata melebar.
2. Tidak mampu untuk bergerak.
3. Kehilangan reflek.
4. Nadi cepat dan kecil.
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

10.9 Tanda-tanda meninggal secara klinis


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.

10.10 Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap


Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat
hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada
pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-
pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan sebagainya.

2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi


Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala
sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 73


3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal
yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.
Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam
merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal
tersebut.

10.11 Tatalaksana
1. Melakukan identifikasi atau asesmen kebutuhan pasien pada akhir kehidupan atau
pasien terminal dan hasil identifikasi di dokumentasikan dalam form asesmen
pasien terminal
2. Berdasarkan hasil asesmen dibuat perencanaan asuhan pasien
3. Memberikan asuhan pasien akhir kehidupan dengan menghormati hak pasien yang
sedang menghadapi kematian dengan kebutuhan unik
4. Memberikan Bantuan Emosional
a. Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan
cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih
me rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien
dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa
bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa
yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 74


verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi
non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan
teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.

5. Memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis


a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan
sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan
sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat ini
diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-
obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah menurun
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan )
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah
menurun
e. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 75


serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena
terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji
reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan
makanan cair atau Intra Vena/Infus.
f. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus
dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus
diberikan salep
g. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih
dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga
harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

6. Memberikan bantuan memenuhi kebutuhan sosial


Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan
pasien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat,
atau anggota keluarga lain
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri
d. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak
orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien
mampu membacanya.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 76


7. Memberikan bantuan memenuhi kebutuhan spiritual
a. Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-
rencana pasien selanjutnya menjelang kematian
b. Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.
c. Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinanya/ ritual
harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga harus mampu memberikan
ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan
keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi
kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
8. Setelah pemberian asuhan pasien akhir kehidupan, dilakukan asesmen ulang pasien
akhir kehidupan dan pemberian asuhan sesuai hasil asesmen

10.12 Dokumentasi
Hasil asesmen pasien akhir kehidupan dan bukti pemberian pelayanan pasien akhir
kehidupan sesuai kebutuhan, didokumentasikan dalam rekam medis pasien

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 77


BAB XI
TATALAKSANAN PERSETUJUAN UMUM

11.1. Pengertian
General consent adalah persetujuan umum yang diberikan pasien/keluarga pasien setelah
mendapatkan informasi mengenai pelayanan kesehatan yang diperoleh selama perawatan
termasuk hak dan kewajiban pasien di dalamnya.
Informasi atau penjelasan yang didapat sesuai dengan peraturan/ketentuan yang berlaku di
RS Royal Progress, sehingga pasien mengerti akan haknya dan memenuhi apa yang
menjadi kewajibannya.
Tujuan umum dari pembuatan tatalaksana ini adalah sebagai acuan staf admission dan
registrasi RS Royal Progress dalam melaksanakan ketentuan tentang general consent.
Sedangkan tujuan khusus dari panduan ini adalah untuk melindungi hak pasien, membantu
kelancaran pelayanan kesehatan kepada pasien, meningkatkan mutu pelayanan kepada
pasien, dan memberikan kenyamanan pada pasien serta mendapatkan kepercayaan dari
pasien.

11.2 Ruang Lingkup


a. Persetujuan umum/ general consent wajib dipahami dan ditandatangani oleh pasien
sendiri pada saat pendaftaran di tempat penerimaan pasien (TPP) rawat inap atau pada
saat pasien mendaftar untuk pertama kali sebagai pasien rawat jalan.
b. Persetujuan umum/ general consent dapat ditandatangani oleh keluarga terdekat dari
pasien (next of kin) bila :
1. Pasien tidak sadar
2. Pasien masih di bawah umur (kurang dari 21 tahun) dan belum menikah
3. Pasien psikiatris / gangguan mental
4. Pasien dalam pengaruh obat
c. Urutan keluarga terdekat dari pasien (next of kin) adalah sebagai berikut :
1. Istri atau suami
2. Anak yang sudah dewasa
3. Ayah atau ibu kandung
4. Saudara kandung yang sudah dewasa
5. Walinya yang lain
6. Kakek, nenek, paman, bibi atau saudara sepupu yang sudah dewasa

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 78


11.3 Tatalaksana
a. Petugas Admission / Registrasi memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban
pasien serta gambaran umum dari persetujuan umum / general consent.
b. Pasien juga diinformasikan mengenai tes dan pengobatan mana yang memerlukan
persetujuan umum tindakan/ general concent for treatment.
c. Bila pasien sudah paham , maka pasien atau keluarga diminta untuk menandatangani
formulir persetujuan umum
d. Pasien yang akan mendapatkan pelayanan rawat inap/rawat jalan di RS Royal Progress
harus memahami dan menandatangani persetujuan umum/general consent
11.4. Dokumentasi
Formulir persetuuan umum/ general consent didokumentasikan dalam rekam medis pasien.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 79


BAB XII
PENUTUP
Dengan ditetapkannya Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan Keluarga maka setiap petugas
Rumah Sakit Royal Progress agar melaksanakan Hak Pasien dan Keluarga dengan sebaik -
baiknya.

Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 80

Anda mungkin juga menyukai