PERATURAN DIREKTUR
RS ROYAL PROGRESS
NOMOR 002/PER/DIR/RSRP/I/2018
TENTANG
PEDOMANPENATALAKSANAAN
HAK PASIEN DAN KELUARGA
BAB I
PENDAHULUAN
Saat sekarang ini masyarakat sudah semakin cermat dan kritis terhadap produk jasa yang
diperolehnya termasuk pelayanan yang diberikan dalam bidang kesehatan. Hal ini tentunya
memacu instansi rumah sakit khususnya rumah sakit swata untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya mulai dari pra sampai pasca pelayanan. Pelayanan yang prima akan
meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap rumah sakit tersebut.
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit). Sedangkan pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010, rumah sakit merupakan
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan yang meliputi preventif, kuratif,
rehabilitatif dan promotif mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam hubungan
hukum perjanjian terapeutik dengan pasien sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Melalui mottonya,
Melayani dengan Penuh Cinta Kasih, RS Royal Progress berkomitmen untuk memberikan
pelayanan medis yang terbaik kepada masyarakat, memberikan penjelasan medis yang
komprehensif kepada seluruh pasien dan menjunjung tinggi keselamatan pasien serta hak
dan kewajiban pasien.
Pelaksanaan hak dan kewajiban antara rumah sakit dan pasien merupakan sebuah tanggung
jawab yang lahir dari hubungan hukum diantara keduanya. Setiap upaya pelayanan medis
seperti pengobatan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit
terhadap pasien merupakan wujud pelaksanaan dari kewajiban rumah sakit dalam memenuhi
hak-hak pasien.
1.2. TUJUAN
Setelah membaca pedoman ini, diharapkan mampu memahami dan memenuhi hak-hak
pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan.
2. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus
dilaksanakan).
3. General Consent atau Persetujuan Umum adalah pernyataan kesepakatan yang diberikan
oleh pasien terhadap peraturan rumah sakit yang bersifat umum.
4. Informed Consent adalah suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atau usaha medis
yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi
5. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam keadaan
sehat maupun sakit.
6. Dokter dan Dokter Gigi adalah seorang tenaga kesehatan yang menjadi tempat kontak
pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang
dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin,
sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam
koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab
profesional, hukum, etika dan moral.
7. Keluarga adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-
saudara kandung.
Ayah adalah ayah kandung atau ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Ibu adalah ibu kandung atau ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Suami adalah seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Istri adalah seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-
laki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri, perlindungan hak
keluarga dapat diberikan kepada salah satu dari istri.
Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 menyebutkan beberapa hak
pasien, yaitu hak atas informasi, hak atas second opinion, hak atas kerahasiaan, hak
atas persetujuan tindakan medis, hak atas masalah spiritual dan hak atas ganti rugi.
Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4 – 8 disebutkan setiap
orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkat, menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan,
lingkungan yang sehat, info dan edukasi kesehatan yang seimbang dan bertanggung
jawab, dan informasi tentang data kesehatan dirinya. Hak-hak pasien dalam UU
No.36 tahun 2009 itu diantaranya meliputi :
a. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
b. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin yang bersangkutan,
kepentingan yang bersangkutan, kepentingan masyarakat).
c. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).
Pada UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga
diatur hak-hak pasien, yang meliputi :
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 ayat (3).
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
d. Menolak tindakan medis.
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Terkait rekam medis, Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 pasal 12 menyebutkan :
a. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
b. Isi rekam medis merupakan milik pasien.
Kewajiban rumah sakit menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 4 tahun 2018, pasal
2, adalah sebagai berikut:
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin;
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 8
f. melaksanakan fungsi sosial;
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. menyelenggarakan rekam medis;
i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak meliputi sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita
menyusui, anak-anak, lanjut usia;
j. melaksanakan sistem rujukan;
k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang-undangan;
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban
pasien;
m. menghormati dan melindungi hak pasien;
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rumah Sakit mempunyai
kewajiban mengupayakan:
a. keamanan dan pembatasan akses pada unit kerja tertentu yang memerlukan
pengamanan khusus; dan
b. keamanan Pasien, pengunjung, dan petugas di Rumah Sakit
Kewajiban Rumah Sakit memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah
Sakit kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a berupa:
a. informasi umum tentang Rumah Sakit; dan
b. informasi yang berkaitan dengan pelayanan medis kepada Pasien.
D. Kewajiban Pasien
Selain hak, pasien juga memiliki kewajiban yang terdapat dalam persetujuan umum
yang diberikan kepada pasien pada saat masuk ruang rawat inap atau pada saat
melakukan pendaftaran pertama kali sebagai pasien rawat jalan. Kewajiban pasien
telah diatur dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran terutama pasal
53 UU, yang meliputi :
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
d. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Kewajiban Pasien menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI no. 4 tahun 2018 adalah:
Dalam menerima pelayanan dari Rumah Sakit, Pasien mempunyai kewajiban:
a. Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
b. Menggunakanfasilitas Rumah Sakit secara bertanggung jawab;
c. menghormati hak Pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta
petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit ;
d. memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
e. memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan
yang dimilikinya;
f. mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di
Rumah Sakit dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah
mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
g. menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan
dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan untuk
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
2.1 Pengertian
Hak Pasian
Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum
untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
Kewajiban
Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang atau suatu
badan hukum.
Pasien
Penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Brayat Minulya, baik sehat
maupun sakit.
2.2 Tujuan
Setelah membaca tatalaksana Hak pasien dan keluarga ini, diharapkan petugas terkait
mampu memahami dan memenuhi hak-hak pasien dalam memberikan pelayanan
kesehatan
2.4 Tatalaksana
a. Setaiap pasien baru rawat jalan dan setiap pasien rawat inap akan dijelaskan tentang
hak dan tanggung jawab pasien
b. Petugas Admission memberikan informasi kepada pasien dan atau keluarga tentang
18 butir hak pasien (sesuai pasal 32 UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit)
c. Petugas Admission memberikan informasi kepada pasien dan atau keluarga tentang
tanggung jawab dan kewajiban pasien (sesuai pasal 28 Peraturan Menteri
Kesehatan RI No 69 tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien)
d. Petgas admissioan juga memberikan informasi tentang persetujuan umum
tindakan kedokteran
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 13
e. Setelah pemberian informasi, petugas admission akan melakukan verifikasi tentang
pemahaman pasien
f. Bila pasien dan atau keluarga sudah mengerti, maka pasien dan atau keluarga diminta
untuk memberikan persetujuan umum dan menandatangani form persetujuan umum
tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab pasien serta persetujuan umum tindakan
kedokteran
g. Formulir persetujuan umum yang telah ditanda tangani pasien atau keluarga,
dimasukkan kedalam staus rekam medis pasien
h. Pasien dan atau keluarga diberi materi/ lieflet tentang Hak, kewajiban dan tanggung
jawab pasien dan keluarga
2.5 Dokumentasi
Bukti pemberian informasi Hak pasien dan Keluarga didokumentasikan dalam formulir
Persetujuan umum
3.1 Pengertian
Pelayanan kerohanian rumah sakit merupakan pelayanan kerohanian untuk memberikan
bimbingan spiritual kepada para pasien yang sedang dirawat di rumah sakit Royal
Progress. Pelayanan Rohani adalah suatu usaha bimbingan untuk pasien rawat inap agar
mampu memahami arti dan makna hidup sesuai dengan keyakinan dan agama yang
dianut masing-masing. Pelayanan Rohani juga untuk melengkapi pelayanan dari
kelahiran sampai kematian di Rumah Sakit Royal Progress dengan pelayanan yang
penuh dengan cinta kasih
Rumah sakit memberikan asuhan dengan menghargai agama, keyakinan, dan nilai –
nilai pribadi pasien, serta merespon permintaan yang berkaitan dengan bimbingan
kerohanian. Untuk itu rumah sakit melakukan identifikasi agama, keyakinan dan nilai –
nilai pribadi pasien agar dalam memberikan asuhan selaras dengan agama, keyakinan
dan nilai – nilai pribadi.
Asuhan pasien yang menghargai agama, keyakian dan nilai – nilai pribadi akan
membantu kelancaran proses asuhan serta memberikan hasil asuhan yang lebih baik.
Setiap Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus melakukan identifikasi agama, dan
memehami agama, keyakinan dan nilai –nilai pribadi pasien,serta menerapkan
dalamasuhan pasien yang diberikan.
3.2 Tujuan
Tatalaksanan pelayanan kerohanian bertujuan untuk menstandarkan pelayanan
kerohanian di Rumah Sakit Royal Progress.
Kegiatan kerohanian juga bertujuan untuk membantu pasien agar mereka tetap merasa
percaya diri dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi penderitaan atau sakit yang
sedang dideritanya. Pelayanan kerohanian sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pada pasien tahap terminal, dimana seseorang mengalami penyakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Kondisi pasien dalam tahap terminal sangat individual tergantung dari kondisi fisik,
psikologis, sosial dan kehidupan spiritual yang dialami.
(H=0)
(H=0)
Cust.Service/admission hubungi
kerohanian dan beritahu ke pasien,
suster dan sekuriti tentang rencana
kedatangan petugas kerohanian
3.6 Dokumentasi
Bukti permintaan dan pemberian pelayanan rohani didokumentasikan dibagian
customer service
4.1 Pengertian
Setiap informasi yang berhubungan dengan kondisi kesehatan pasien adalah rahasia,
dan kerahasiaan itu akan dijaga sesuai peraturan perundangan. Rumah sakit menghargai
informasi tersebut sebagai rahasia dan juga menghormati privasi pasien serta
menerapkan regulasi yang melindungi informasi dan privasi tersebut dari
penyalahgunaan. Regulasi yang ada mencakup informasi yang dapat diberikan sesuai
kebutuhan peraturan perundang-undangan.
Rumah sakit tidak mencantumkan informasi rahasia pasien pada pintu pasien, lobby
atau ruang perawat (nurse station) dan tidak mengadakan diskusi yang terkait dengan
pasien di ruang publik. Staf memberitahu pasien tentang bagaimana rumah sakit
menghargai kerahasiaan informasi dan privasi mereka.
Hak privasi pasien adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan
kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas, dan legalitas. Pasien berhak
mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya. Hak pasien dalam hal privasi meliputi :
1. Privasi identitas pasien
2. Privasi di ruang perawatan
3. Privasi di ruang pemeriksaan
4. Privasi saat dilakukan tindakan
5. Privasi saat transportasi
6. Privasi saat di kamar operasi
7. Privasi rekam medik
8. Privasi saat akan mengakhiri kehidupan
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 19
4.2. Tujuan
Memberikan jaminan kerahasiaan dan privasi pasien dan memberikan penghargaan atas
privasi pasien meningkatkan kepercayaan dan kenyamanan pasien dengan memastikan
bahwa sistem pelayanan kesehatan cukup adil dan responsif dalam memberikan
kebutuhan dan hak pelanggan.
4.4 Tatalaksana
A. Menjaga Kerahasiaan Informasi Pasien
1. Setiap pasien baru rawat jalan dan setiap pasien akan rawat inap, petugas
registrasi/ admission menjelaskan tentang menjaga kerahasiaan informasi
pasien yang tertera dalam formulir persetujuan umum/ general concent
2. Petugas admission menjelaskan juga tentang pelepasan informasi apa saja yang
berhubungan dengan pelayanan yang boleh diketahui keluarganya/ pihak lain
yang menjadi bagian dari persetujuan umum/general consent
3. Bila pasien adalah tanggungan dari perusahaan rekanan rumah sakit (Asuransi,
perusahaan, BPJS, dll), maka pasien diminta persetujuannya untuk pelepasan
informasi kepada pihak luar tersebut (Asuransi, perusahaan, BPJS, dll)
4. Bila pasien dirawat inap, maka pasien/ keluarga dijelaskan dan menandatangani
tentang informasi membuka rahasia kedokteran
II. Dokumentasi
Penjelasan Informasi Hak Pasien dan Keluarga khususnya tentang privacy pasien
didokumentasikan dalam statur rekam medis pasien pasien
5.1 Pengertian
Rumah sakit bertanggung jawab terhadap barang milik pasienyang dibawa masuk ker
umah sakit sesuai dengan batasan.Rumah sakit memiliki proses untuk
mengidentifikasi dan melindungi barang milik pasien yang dititipkan atau pasien
tidak dapat menjaganya untuk memastikan barang tidak hilang atau dicuri.
5.2 Tujuan
1. Tujuan utama perlindungan harta benda adalah untuk menjaga keamanan yang
memiliki harta benda tersebut
2. Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya adanya kehilangan
harta benda pribadi pada pasien/pengunjung/karyawan selama berada di rumah
sakit.
3. Mengurangi kejadian yang berhubungan dengan adanya kecurian dari pihak
dalam atau luar pada pasien
Proses ini berlaku di unit darurat, pasien pelayanan 1 hari (one day care), rawat
inap,pasien yang tidak mampu menjaga barang miliknya, dan mereka yang tidak
mampu membuat keputusantentang barang miliknya.
5.4 Tatalaksana
a. Petugas Admission akan memberikan informasi pada pasien atau keluarga
yang akan rawat inap tentang tanggung jawab rumah sakit dalam
perlindungan harta benda milik pasien
b. Bila pasien tidak dapat melindungi harta benda miliknya, maka perlindungan
akan diambil alih oleh rumah sakit
c. Pastikan bahwa pasien sudah menyetujui dan mengerti tentang informasi
yang disampaikan tentang perlindungan harta benda
d. Pastikan pasien memberikan Surat Pernyataan bahwa bersedia tidak akan
menuntut apapun pada pihak rumah sakit apabila terjadi kehilangan harta
benda karena sudah diinformasikan bahwa rumah sakit tidak bertanggung
atasa harta benda pribadi milik pasien bila pasien kooperatif atau ada keluarga
yang mendampingi
e. Pastikan adanya proses serah terima penyimpanan sementara untuk harta
benda pribadi milik pasien apabila pada pasien tersebut tidak ada keluarga
yang mendampingi dan akan dilakukan tindakan pelayanan kesehatan
5.5 Dokumentasi
Bukti pemberian informasi perlindungan harta milik pasien didokumentasikan
dalam formulir persetujuan umum dan disimpan dalam rekam medis pasien.
Bukti serah terima barang milik pasien yang dilindungi rumah sakit,
didokumentasikan dalam formulir serah terima barang yang disimpan diunit
tempat barang disimpan (IRNA atau unit keamanan)
6.1 Pengertian
Pengertian perlindungan adalah proses menjaga atau perbuatan untuk melindungi.
Kekerasan Fisik pada pasien/pengunjung/karyawan adalah tindakan fisik yang
dilakukan terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual
dan psikologi.
Rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien berisiko yang tidak dapat
melindungi dirinya sendiri,misalnya: bayi anak – anak, pasien cacat, manula, pasca
bedah, gangguan jiwa, gangguan kesadaran,dll, serta menetapkan tingkat
perlindungan terhadappasien tersebut.
6.2 Tujuan
1. Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya adanya kekerasan fisik
pada pasien/pengunjung/karyawan selama berada di rumah sakit.
2. Mengurangi kejadian yang berhubungan dengan adanya serangan dari pihak luar
pada pasien/pengunjung/karyawan. Serangan ini dapat berupa: Tindakan itu antara
lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam, menembak, mendorong
(paksa), menjepit Mengurangi kejadian cidera pada pasien/pengunjung/karyawan
selama berada dalam rumah sakit
3. Perlindungan ini mencakup tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga mencakup hal –
hal terkait keamanan, seperti kelalaian (negligent) dalam asuhan, tidakmemberi
layanan, atau tidak memberi bantuan waktu terjadi kebekaran.
4. Semua petugas terkait memahami tanggung jawabnya dalam proses ini dan
pelaksana tatalaksana ini adalah semua karyawan yang bekerja di rumah sakit
(medis ataupun non medis).
6.4 Prinsip
1. Semua pasien/pengunjung/karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama berada dirumah
sakit.
2. Setiap pasien/pengunjung/karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
menggunakan tanda pengenal berupa tanda identitas pasien, kartu
visitor/pengunjung atau kartu pengenal karyawan.
3. Tujuan utama tanda identifikasi ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.
4. Tanda identitas pasien, kartu visitor/pengunjung, atau kartu pengenal karyawan ini
digunakan pada proses untuk adanya pasien/pengunjung/karyawan masuk dalam
rumah sakit.
7.1. Pengertian
Pasien berhak untuk mendapatkan informasi tentang semua aspek asuhan dan
tindakan medis serta DPJP dan PPA yang memberi asuhan.
Partisipasi pasien dan keluarga dalam proses asuhan melalui pengambilan keputusan
tentang asuhan, bertanya soal asuhan, minta pendapat orang lain, dan menolak,
prosedur diagnostik atau tindakan. Rumah sakit mendorong pasien dan keluarga
terlibat dalam seluruh aspek pelayanan tersebut
7.2. Tujuan
Agar pasien dan keluarga dapat berpartisipasi dalam membuat keputusan, mereka
mendapat informasi tentang kondisi medis, setelah dilakukan asesmen, termasuk
diagnosis pasti dan rencana asuhan. Pasien dan keluarga mengerti hal yang harus
diputuskan tentang asuhan dan bagaimana mereka berpartisipasi dalam membuat
keputusan. Sebagai tambahan, pasien serta keluarga harus mengerti tentang proses
asuhan, tes pemeriksaan, prosedur, dan tindakan yang harus mendapat persetujuan
(concent) dari mereka.
7.4. Tatalaksana
1. DPJP yang merawat pasien mempunyai tanggung jawab utama memberikan
informasi dan penjelasan yang diperlukan pasien dan keluarga.
2. Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti
atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman pasien dan
keluarga
3. Pemberian informasi meliputi semua aspek auhan dari hasil asesmen yang
meliputi:
8.1 Pengertian
1. Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter atau ahli
medis terhadap suatu diagnosa, terapidan rekomendasi medis lain terhadap
penyakit seseorang.
2. Meminta Pendapat Lain( Second Opinion ) adalah pendapat medis yang diberikan
oleh dokter lain terhadap suatu diagnosa atau terapi maupun rekomendasi medis
lain terhadap penyakit yang diderita pasien. Mencari pendapat lain bisa dikatakan
sebagai upaya penemuan sudut pandang lain dari dokter kedua setelah pasien
mengunjungi atau berkonsultasi dengan dokter pertama. Second opinion hanyalah
istilah, karena dalam realitanya di lapangan, kadang pasien bisa jadi menemui
lebih dari dua dokter untuk dimintakan pendapat medisnya.
Meminta pendapat lain atau second opinion juga diatur dalam Undang Undang no.
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bagian empat pasal 32 poin H tentang hak
pasien, disebutkan bahwa "Setiap pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang
penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit".
Rumah sakit mendorong pasien dan keluarga terlibat dalam semua aspek
pelayanan. Seluruh staf sudah dilatih melaksanakan regulasi dan perannya dalam
mendukung hak pasien serta keluarganya untuk berpartisipasi didalam proses
asuhannya.
8.4 DOKUMENTASI
1. Panduan Hak & Kewajiban Pasien
2. Permintaan Pendapat Lain (Second Opinion) didokumentasikan dalam formulir
second opinion dan bila telah diisi oleh pasien/ keluarga, formulir didokumentasikan
dalam rekam medis pasien
RJP merupakan suatu prosedur emergensi dan di rumah sakit biasanya telah dibentuk
tim khusus yang terlatih dan berpengalaman dalam melakukan RJP. Menurut statistik,
tindakan RJP dilakukan sebanyak 1/3 dari 2 miliar kematian pasien yang terjadi di
rumah sakit Amerika Serikat setiap tahunnya. Proporsi dari tindakan RJP ini dianggap
berhasil dalam merestorasi fungsi kardiopulmoner pasien. Dari pasien-pasien yang
dilakukan RJP, sebanyak 1/3-nya berhasil, dan 1/3 dari pasien-pasien yang berhasil ini
dapat bertahan hingga pulang dari rumah sakit. Tingkat keberhasilan RJP bergantung
pada sifat dan derajat penyakit pasien.
Pada suatu studi di Rumah Sakit Boston, pasien dengan kanker lanjut yang telah
bermetastasis tidak ada yang dapat bertahan hidup hingga pulang dari rumah sakit.
Diantara pasien gagal ginjal, hanya 2% yang bertahan hidup sampai pulang dari rumah
sakit. Biasanya pada pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial tetapi meninggal
sebelum pulang dari rumah sakit, hampir selalu dirawat di Ruang Rawat Intensif
(Intensive Care Unit-ICU). Pada suatu studi lainnya menyatakan bahwa sekitar 11%
pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial akan mengalami RJP ulang minimal 1 kali
selama masa perawatan di rumah sakit.
Biasanya pasien RJP yang berhasil bertahan hidup dan pulang dari rumah sakit tidak
mengalami gangguan / disfungsi yang berat. Suatu studi menyatakan bahwa 93% dari
pasien-pasien ini memiliki orientasi yang baik saat dipulangkan dari rumah sakit. Pada
pasien-pasien yang berhasil dilakukan RJP; beberapa diantaranya berhasil mengalami
pemulihan sempurna, beberapa pulih tetapi memiliki masalah kesehatan dan tidak
pernah kembali ke level normal sebelum terjadi henti jantung / napas, beberapa
mengalami kerusakan / cedera otak atau koma, dan beberapa lainnya jatuh kembali ke
dalam kondisi henti jantung / napas sehingga harus dilakukan RJP ulang.
Penting untuk mengidentifikasi pasien di mana terjadinya henti napas dan jantung
menandakan kondisi terminal penyakit pasien dan di mana usaha RJP tidak akan
membuahkan hasil (sia-sia). Dalam menetapkan kebijakan DNR, penting untuk
9.2 Pengertian
Seringnya, pasien yang berhasil dilakukan RJP masih mengalami kondisi yang sakit
dan membutuhkan penanganan lebih lanjut, dan biasanya dirawat di ICU.
Angka kelangsungan hidup pasien dewasa (survival rates) yang dilakukan RJP dan
pulang dari rumah sakit sekitar 5 – 20 %, dan telah terbukti bahwa usaha RJP akan
lebih baik jika:
a. Akses ke Tim Resusitasi / Unit Gawat Darurat dilakukan lebih awal (segera)
b. Pemberian bantuan hidup dasar lebih awal
c. Pemberian bantuan hidup lanjut lebih awal
Beberapa pasien memiliki angka kelangsungan hidup yang sangat rendah (< 1-2%),
misalnya pada pasien dengan infeksi berat, tekanan darah rendah dalam jangka
waktu lama, gagal ginjal / jantung yang berat, atau keganasan dengan penyebaran
luas (metastasis). Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti
2. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR): adalah suatu tindakan di mana jika pasien
mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil dan tidak
akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.
a. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen segera
untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien, patensi jalan
napas, dan sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha bantuan hidup dasar
maupun lanjut.
b. DNR tidak berartisemuatatalaksana / penanganan aktif terhadap kondisi
pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien (misalnya terapi
intravena, pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada pasien DNR.
c. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali. 2
9.3. Tujuan
1. Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan Do Not
Resuscitate (DNR)tidak disalahartikan / misinterpretasi.
2. Untuk memastikan terjadinya komunikasi dan pencatatan yang jelas dan
terstandarisasi mengenai pengambilan keputusan DNR.
9.4. Tanggungjawab
1. Chief Executive Officerdan Dewan Direksi: bertanggungjawab untuk memastikan
implementasi Kebijakan Do Not Resuscitate (DNR). Fungsi ini didelegasikan kepada
Manajer Pelayanan Medis
2. Manajer Pelayanan Medis: memastikan setiap staf / petugas mengetahui dan
mematuhi kebijakan ini, serta memastikan dilakukannya audit kebijakan DNR.
3. Staf / Petugas Rumah Sakit: semua staf yang terlibat dalam pengambilan keputusan
tindakan DNR dan resusitasi memahami dan menerapkan kebijakan ini.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses ini berlangsung harus
dilaporkan pada berkas / formulir insidens sesuai dengan algoritma yang berlaku.
9.5. Tatalaksana
1. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat
keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi (DNR).
2. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.1
3. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
4. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan henti napas /
jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis lakukan jika hal ini
terjadi.
5. Pasien harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi dan
penyakit pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin terjadi. 2
Jika pasien ditransfer ke rumah sakit lain dengan instruksi DNR, dokter senior
yang saat itu sedang bertugas atau konsultan harus bertanggungjawab untuk
melakukan asesmen ulang dan mengambil
9.14. Pelatihan
1. Manajer Pelayanan Medis bertanggungjawab untuk mengidentifikasi pelatihan-
pelatihan apa saja yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan ini.
2. Persyaratan pelatihan yang harus dimiliki oleh personel rumah sakit harus
didiskusikan sebagai bagian dari proses Peninjauan Ulang Performa Kerja
Rumah Sakit (Performance Development Review) dan keputusan mengenai
pelatihan-pelatihan yang diperlukan harus dituliskan dalam Rencana
Pengembangan Performa Kerja Rumah Personel Rumah Sakit (Personal
Development Plan).
9.15. Peninjauan Ulang dan Audit
1. Audit akan dilakukan setiap tahunnya untuk memastikan bahwa semua
keputusan DNR didokumentasi sepenuhnya sesuai dengan kebijakan yang
berlaku.
2. Audit mengenai semua kejadian resusitasi harus dilakukan untuk memastikan
bahwa kejadian-kejadian tersebut telah sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
3. Peninjauan ulang mengenai isi dari kebijakan ini akan dilakukan 2 tahun
setelah tanggal kebijakan ini disetujui.
4. Peninjauan ulang dini dapat dilakukan jika terjadi salah satu atau lebih dari
kondisi-kondisi berikut ini:
Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik
pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru
obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung/heart failure,
penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan
lebih lanjut, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana
prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar
mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas
tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas
hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu
penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin.
Pada perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan pentingnya integrasi
perawatan lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan
baik.
10.2 Tujuan
Tujuan umum:
Sebagai arahan bagi perawatan pasien akhir kehidupan di rumah sakit
Tujuan khusus:
1. Terlaksananya perawatan pasien akhir kehidupan yang bermutu sesuai standar yang
berlaku di rumah sakit
2. Tersusunnya tatalaksana pelayanan pasien akhir kehidupan
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 67
3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
10.3 Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi
bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit
atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan suatu kehilangan.
1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas dimaksudkan
untuk mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemen berikut: subjek
tersebut adalah orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan yang secara sukarela meminta hidupnya diakhiri; agen mengetahui
tentang kondisi pasien dan menginginkan kematian dan melakukan tindakan dengan
niat utama mengakhiri hidup orang tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas
kasih dan tanpa tujuan pribadi.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebgai akibat dari rasa sakit
atau penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati
dari pada meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien
menganggap mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh
bantuan untuk mati. Dokter dianggap sebagai instrumen kematian yang paling tepat
karena mereka mempunyai pengetahuan medis dan akses kepada obat-obatan yang
sesuai untuk mendapatkan kematian yang cepat dan tanpa rasa sakit. Tentunya
dokter akan merasa enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan
tindakan yang ilegal di sebagian besar negara dan dilarang dalam sebagian besar
kode etik kedokteran. Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates
dan telah dinyatakan kembali oleh WMA dalam Declaration on Euthanasia:
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seorang pasien dengan
segera, tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yang
memintanya. Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dari kewajibannya
menghormati keinginan pasien untuk membiarkan proses kematian alami dalam
keadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter tidak
dapat melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa pada
stadium lanjut dan dimana tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-tahun terakhir
telah terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk mengurangi rasa
sakit dan penderitaan serta meningkatkan kualitas hidup.
Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien yang
kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika
penolakan itu dapat”....dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan.”menyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam menanggapi
kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka,
tak peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain sangat ingin mati
sehingga menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka
tetap hidup seperti antibiotik untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan
setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang
perawatan yang ada serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap
menghormati keputusan pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.
10.11 Tatalaksana
1. Melakukan identifikasi atau asesmen kebutuhan pasien pada akhir kehidupan atau
pasien terminal dan hasil identifikasi di dokumentasikan dalam form asesmen
pasien terminal
2. Berdasarkan hasil asesmen dibuat perencanaan asuhan pasien
3. Memberikan asuhan pasien akhir kehidupan dengan menghormati hak pasien yang
sedang menghadapi kematian dengan kebutuhan unik
4. Memberikan Bantuan Emosional
a. Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan
cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih
me rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien
dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa
bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa
yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non
10.12 Dokumentasi
Hasil asesmen pasien akhir kehidupan dan bukti pemberian pelayanan pasien akhir
kehidupan sesuai kebutuhan, didokumentasikan dalam rekam medis pasien
11.1. Pengertian
General consent adalah persetujuan umum yang diberikan pasien/keluarga pasien setelah
mendapatkan informasi mengenai pelayanan kesehatan yang diperoleh selama perawatan
termasuk hak dan kewajiban pasien di dalamnya.
Informasi atau penjelasan yang didapat sesuai dengan peraturan/ketentuan yang berlaku di
RS Royal Progress, sehingga pasien mengerti akan haknya dan memenuhi apa yang
menjadi kewajibannya.
Tujuan umum dari pembuatan tatalaksana ini adalah sebagai acuan staf admission dan
registrasi RS Royal Progress dalam melaksanakan ketentuan tentang general consent.
Sedangkan tujuan khusus dari panduan ini adalah untuk melindungi hak pasien, membantu
kelancaran pelayanan kesehatan kepada pasien, meningkatkan mutu pelayanan kepada
pasien, dan memberikan kenyamanan pada pasien serta mendapatkan kepercayaan dari
pasien.