Anda di halaman 1dari 7

CEDERA KEPALA

DEFENISI
Cedera adalah : suatu gangguan trauma fungsi yang disertai / tanpa disertai perdarahan
intersisial dalam substansi otak tanpa diikutinya kontinuitas otak CR. Syamsum Hidayat,
dkk, 1997).
Cedera kepala merupakan adanya pukulan benturan mendadak pada kepala dengan
atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan Nartin, 1996)
Kontusio serebral merupakan cidera kepala berat dimana otak mengalami memar
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi.

ETIOLOGI
– Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal
– Trauma oleh benda tumpul menyebabkan ke substansi otak energi
Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap
lapisan pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak

PATOFISIOLOGI
Mekanisme cedera memegan peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepata (aselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam seperti trauma
akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera
periambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung seperti yang
terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alaba dan batang orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba, cerdera robekan atau
hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya meliputi :
hiperemia (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler
serta vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra kronial dan akhirnya
peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.
Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal” dan “menyebar”
sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya untuk menggunakan hasil dengan
lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan lokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intra serebral serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar
dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk
yaitu : cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak. Jenis cedera
ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera
menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua – duanya, situasi yang terjadi
pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera kepala berat bukan karena peluru.
Akibat dari trauma otak ini akan bergantung :
1. Kekuatan benturan
Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu diteruskan pada
substansi otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang jalan yang dilewati karena
jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
2. Akselerasi dan deselerasi
Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam.
Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam
Keduanya mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba
tanpa kontak langsung. Kekuatan ini menyebabkan isi dalam tengkorak yang keras
bergerak dan otak akan membentur permukaan dalam tengkorak pada otak yang
berlawanan.
3. Kup dan kontra kup
Cedera “cup” mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat daerah yang
terbentur, sedangkan kerusakan cedera “kontra cup” berlawanan pada sisi desakan
benturan.
4. Lokasi benturan
Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera kepala terbesar
adalah bagian anterior dari lobus frantalis dan temporalis, bagian posterior lobus
aksipitalis dan bagian atas mesensefalon.
5. Rotasi
Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.

6. Fractur impresi
Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong fragmen tentang turun
menekan otak yang lebih dalam ketebalan tulang otak itu sendiri, akibat fraktur ini dapat
menimbulkan kontak cairan serebraspimal (CSS) dalam ruang sobarachnoid dalam
sinus kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS) akan mengalir ke hidung, telinga,
menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi cairan spinal

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA


1. Menurut jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan geger otak ringan
dengan cedera serebral yang luas.
2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (glasgown coma scale)
a. Cedera kepala ringan/minor
• GCS 13-15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
• Tidak ada fraktur tengkorak
• Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
b. Cedera kepala sedang
• GCS 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang dari 24
jam
• Dapat mengalami fraktur tengkorak
• Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
3. Cedera kepala barat
• GCS 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
• Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
Gangguan yang Menyertai Cedera Kepala
1. Pada gangguan otak
a. Comotio serebral /gegar serebral
• Tidak sadar kurang dari 10 menit
• Muntah – muntah, pusing
• Tidak ada tanda – tanda defisit neurologik
b. Contusio serebri
• Tidak sadar lebih dari 10 menir, bila area yang terkena luas, dapat berlangsung lebih
dari 2 – 3 hari setelah cedera.
• Muntah, amnesia retrograd
• Ada tanda – tanda 3 defisit neurologik
2. Perdarahan epidural/epidural hematom
Menyebabkan suatu akumulasi darah pada ruang antara durameter dan tulang
tengkorak yang sebabkan oleh robeknya arterimeningeal media didaerah perictal
temporal akibatnya :
• Peningkatan TIK yang menimbulkan gangguan nafas, bradikardi dan penurunan
TTU.
• Herniasi otak yang dapat menimbulkan :
a. Peningkatan sirkulasi arteri pada formatio retikularis media oblongata yang dapat
menimbulkan penurunan kesadaran
b. Penekanan syaraf kranial III (N. okulomotorius) yang dapat menimbulkan dilatasi
pupil
3. Hematom subdural
Akumulasi bekuan darah antara durameter dan arachnoid yang disebabkan oleh
robekan vena yang terjadi diruang subdural
4. Hematoma subarachnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara lapisan arahnoid piamter
seringkali terjadi karena adanya robekan vena yang ada didaerah tersebut.
5. Hemaroma intra kranial
Pengumpulan darah 25 ml atau lebih pada parakim otak penyebabnya seringkali karena
adanya impresi fractur, gerakan aselarasi dan deselerasi yang tiba – tiba.
6. Fractur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu menghilangkan tenaga
benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan
luasnya kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan belum memberi hasil yang
cukup.
b. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang pacologis
c. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru
d. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang tengkorak
yang akan meningkat TIK
e. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam meningkatkan / perubahan mental

KOMPLIKASI
• Meningitis
• Kejang
• SIADH (Sindroma Of In Apropriate ADH)
• Atelektasis
• Residual defisit neurologik
• Kontraktur
• Pneumonia

PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Umum
 Airway : – Pertahankan kepatenan jalan nafas
– Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah
penekanan/bendungan pada vena jugularis
– Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
 Breathing : – Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
– Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
 Circulation : – Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill,
sianosis pada kuku, bibir)
– Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap cahaya
– Monitoring tanda – tanda vital
– Pemberian cairan dan elektrolit
– Monitoring intake dan output

b. Khusus
• Konservatif : Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian steroid
• Operatif : Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
• Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema
• Pemberian diet/nutrisi
• Rehabilitasi, fisioterapi

Prioritas Keperawatan
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi
3. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum trauma
4. Meningkatkan koping individu dan keluarga
5. Memberikan informasi
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Indentitas kilen
2. Riwayat kesehatan
A. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah ada penurunan kesadaran, muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah,
paralysis, perdarahan, fraktur
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah ada penyakit sistem persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit
darah, riwayat penyakit sistemik / pernafasan Cardiovaskuler dan metabolik
C. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat Penyakit menular
3. Pemeriksaan Fisik
A. Tingkat Kesadaran (GCS)
1. Respon Membuka Mata ………………………….4
 Spontan 4
 Terhadap Suara 3
 Terhadap nyeri 2
 Tidak ada respon 1
2. Respon Verbal ………………………………………..5
 Terorientasi 5
 Cakap bingung 4
 Kata tak sesuai 3
 Menggumam 2
 Tak ada respon 1
3. Respon Motorik………………………………6
 Mengikuti Perintah 6
 Menunjuk terhadap rasangan 5
 Menghindar stimulus 4
 Fleksi abnormal 3
 Ekstersi abnormal 2
 Tak ada respon 1
B. Tingkat Keparahan Cedera Kepala
1. Ringan (GCS 13 – 15)
2. Sedang (GCS 9 – 12)
3. Berat (GCS 3 – 8)
C. Aspek Neurologis
 Kaji GCS
 Disorientasi tempat / waktu
 Refleksi Patologis & Fisiologis
 Nervus Cranialis XII nervus (sensasi, pola bicara abnormal)
 Status Motorik
Skala Kelemahan Otot
0 : Tidak ada kontrak
1 : Ada Kontraksi
2 : Bergerak tak bisa menahan gravitasi
3 : Bergerak mampu menahan gravitasi
4 : Normal
 Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia
 5 – 6 cm = kerusakan batang otak
 Mengecil = Metabolis Abnormal & disfungsi encephalo
 Pin-point = Kerusakan pons, batang otak
 Perubahan tanda-tanda vital
 Tanda-tanda peningkatan TIK
 Penurunan kesadaran
 Gelisah letargi
 Sakit kepala
 Muntah proyektif
 Pupil edema
 Pelambatan nadi
 Pelebaran tekanan nadi
 Peningkatan tekanan darah sistolik
D. Aspek Kardiovaskuler
• Perubahan TD (menurun/meningkat)
• Denyut nadi : Bradikardi, Tachi kardi, irama tidak teratur
• TD naik, TIK naik
E. Sistem Pernafasan
• Perubahan pola nafas
• Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
F. Kebutusan Dasar
• Eliminasi
Perubahan pada BAB/BAK
o Inkontinensia, obstipasi
o Hematuri
• Nutrisi : mual, muntah, gangguan mencerna/menelan makanan.
• Istirahat : kelemahan, mobilisasi, tidur kurang
G. Pengkajian Psikologis
• Gangguan emosi/apatis, delirium
H. Pengkajian Sosial
• Hubungan dengan orang terdekat
• Kemampuan komunikasi
I. Pengkajian Spiritual
• Ketaatan terhadap agama
J. Pemeriksaan Diagnostik
• Hasil radiologi / CT Scan
 Hematom serebral
 Edem serebral
 Perdarahan intrakranial
 Fraktur tulang tengkorak
• AGD : PO2, PH, HCO3-
Untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (memeprtahankan AGD dalam rentang normal
untuk menjamin aliran darah serebral adekuat.
• Elektrolit serum
Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium, retensi Na
berakhir dapat beberapa hari, diikuti dengan diuresis Na, peningkatan letargi, konfusi
dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
• Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum
• CSS : warna, komposisi, tekanan

KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan ruangan
untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/kognitif, terapi
pembatasan/kewaspadaan keamanan, mis tirah baring, immobilisasi
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh/resiko terhadap b.d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran, kelemahan otot
yang diperlukan untuk mengunyah, menelan)
4. Resti perubahan suhu tubuh berhubungan dengan trauma jaringan otak.
5. Resiko cidera berlanjut berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran,
gelisah, agitasi, gerakan involunter dan kejang.

Daftar Pustaka
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah, IAPK, Pajajaran, Bandung.
Elizabeth J. Corwin, 1996, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo, 1994, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Meg Gulanik, 1994, Nursing Care Plans, Mosby, New York.
Swear Ingen, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai