Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemajuan pesat pada sarana transportasi dapat memberikan dampak

positif dan negatif. Dampak positif adalah dapat memenuhi kebutuhan hidup

dengan cepat tanpa harus berjalan kaki, sedangkan dampak negatifnya dapat

terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan patah tulang bahkan

kematian. Kejadian patah tulang cukup tinggi khususnya di Bali. Berdasarkan

catatan dari rekan medis rawat inap Rumah Sakit Sanglah Denpasar,

didapatkan data sebagai berikut : untuk patah tulang anggota gerak pada tahun

1999 sebanyak 3615 kasus, pada tahun 2000 sebanyak 3921 kasus sedangkan

untuk patah tulang femur tahun 2001 sebanyak 214 kasus. Pada laki-laki

sebanyak 171 kasus, sedangkan pada perempuan sebanyak 43 kasus. Pada

tahun 2002 laki-laki sebanyak 152 kasus dan perempuan sebanyak 74 kasus.

Kejadian patah tulang femur lebih banyak pada laki-laki dibandingkan

perempuan dengan kelompok umur yang paling banyak terjadi pada umur 25

– 44 tahun.

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan, baik yang

bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga

fisik (Zairin Noor helmi,2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang

dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth,2002).

1
Fraktur dapat terjadi pada seluruh kelompok usia baik anak – anak,

remaja, dewasa, dan lansia atau lanjut usia. Patah tulang atau fraktutr juga

terjadi pada setiap jenis kelamin baik laki – laki maupun perempuan, serta

dapat terjadi pada setiap tulang ditubuh kita baik yang kecil maupun yang

besar. Fraktur dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan jika

penanganannya diabaikan, seperti kemampuan gerak aktivitas yang terbatas,

kemampuan otot, infeksi, nyeri, gangguan tidur dan masalah yang lainnya

yang perlu dilakukan penanganan agar tidak menimbulkan masalah kesehatan

yang lainnya.

Banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh fraktur maka diperlukan

penanganan yang baik dan tepat untuk meningkatkan derajat kesehatan

melalui asuhan keperawatan pada system musculoskeletal khusunya fraktur.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat yaitu :

a. Bagaimana Anatomi dan fisiologi tulang?

b. Apa definisi dari fraktur?

c. Bagaimana Etiologi fraktur?

d. Bagaimana Klasifikasi fraktur?

e. Bagaimana manefestasi klinis fraktur?

f. Bagaimana patofisiologi fraktur?

g. Bagaiman pemeriksaan diagnostik fraktur?

h. Bagaimana penatalaksanaan medis fraktur?


2

2
i. Bagaimana proses penyembuhan fraktur?

j. Bagaimana konsep asuhan keperawatan fraktur?

C. TUJUAN
Adapun tujuan makalah ini yaiutu :

1. Tujuan Umum

Diharapkan agar Mahasiswa Keperawatan, sebagai calon perawat


mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pada muskoluskeletal anak, dewasa, dan lansia berdasarkan
jenis fraktur dan garis fraktur.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi sistem
muskuloskeletal.
b. Mahasiswa mengeteahui pengertian fraktur.
c. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi fraktur.
d. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi fraktur.
e. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis fraktur.
f. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi fraktur.
g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik fraktur.
h. Mahasiswa dapat mengetahui penatlaksanaan medis fraktur.
i. Mahasiswa dapat mengetahui proses penyembuhan fraktur.

3
j. Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem musculoskeletal, fraktur pada
anak, dewasa, dan lansia berdasarkan jenis fraktur dan garis fraktur.

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG

1. Struktur Tulang

4
a) Struktur tulang terdiri dari beberapa lapisan yaitu

b) Periosteum adalah lapisan terluar tulang yang mengandung saraf ,


pembuluh darah, dan limfatik.

c) Benang Sharpey adalah lapisan dibawah periosteum yang mengikat


tulang dengan benang kolagen.

d) Korteks adalah lapsan yang masuk ke tulang yang bersifat keras


dan tebal sering disebut juga tulang kompak.

e) System haversian adalah korteks yang soli dan sangat kuat yang
disusun dalam unit structural.

2. Sel – Sel Tulang

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu :

a) Osteoblast adalah sel pembentuk tulang yang berada dibawah sel


tulang.

b) Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks.

c) Osteoklast adalah sel penghancur tulang yang menyerap kembali


tulang yang rusak dan tua.

3. Jenis – Jenis Tulang

a) Tubuh tersusun dari 206 tulang yang terdiri dari :

b) Tulang Panjang seperti femur , tibia, fibula, humerus dan lainnya.

c) Tulang Pendek seperti tarsal, karpal, dan lainnya.

d) Tulang pipih seperti sternum, cranium, dan lainnya.

e) Tulang tak beraturan seperti vertebra.

5
B. PENGERTIAN FRAKTUR

Fraktur adalah Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang


rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Zairin Noor helmi,2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth,2002). Fraktur terjadi jika tulang
dikanai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Fraktur dapat
disebabkan oleh pukulan langsung , gaya meremuk , gerak puntir mendadak ,
dan bahkan kontraksi otot yang ekstrem. Fraktur dapat menyebabkan
kerusakan jaringan sekitarnya,merobek otot, pecahnya pembuluh darah,
rupture tendon , kerusakan saraf, dislokasi sendi, pendarahan otto dan sendi.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2007).

C. ETIOLOGI FRAKTUR

Fraktur dapat terjadi karena trauma dan tekanan yang diterima oleh tulang.
Trauma yang menyebab fraktur di bagi menjadi dua yaitu :

1. Trauma langsung yaitu trauma yang langsung menyebabkan


tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan. Fraktur
yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengikuti
kerusakan.

6
2. Trauma tidak langsung adalah merupakan suatu kondisi trauma
dihantarakan lebih jauh dari daerah fraktur. Missalnya , jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada kondisi
ini jaringan lunak tetap utuh.

D. KLASIFIKASI FRAKTUR

1. Berdasarkan sifat atau klinis fraktur

a) Fraktur tertutup (close fraktur)

Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh


fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan
atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

b) Fraktur terbuka (open fracture)

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubugan dengan


lingkungan luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak
karenafragmen tulang menembus kulit, dapat berbentuk dari dalam
(from within) atau dari luar (from without).

2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.


a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti
terlihat pada foto.
b) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

3. Berdasarkan sudut garis patahan dan jenis traumanya

a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang


dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

7
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.

4. Berdasarkan Jumlah Garis Patahan

a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.

E. MANEFESTASI KLINIS

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen


tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

F. PATOFISIOLOGI

8
Path Way (WOC) Fraktur

9
PK.
Hemora gi

Pk.
Sindrome
komparte
men

Tekanan
sumsum
tulang
lebih tinggi
dari tek
kapiler

Globulin
lemak

Aliran
pemb.drh

Pk.Emboli

Masuk ke
otak,
paru,ginjal

10

10
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK FRAKTUR

1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan


tulang yang cedera.

2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans


3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca
meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cederah hati.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).

a) Pemasangan Bidai

Bidai dipasang segera setelah cedera terjadi, bidai temporer harus


dipasangkan untuk memungkinkan imobilisasi area tubuh yang cedera,
seelum dilakukan terapi atau sampai bengkak mereda.Bidai juga
bertujuan untuk terapiutik. Jenis bidai ada bivalted, bidai
inflatable,bidai Thomas (bidai cincin) yang digunakan bersama
traksi(Caroline Bunker,2015).

11

11
b) Gips

Gips adalah cetakan padat yang digunakan untuk memungkinkan


imobilisasi fraktur, meredakan nyeri melalui istirahat dan menstabilkan
fraktur yang tidak stabil (Caroline Bunker,2015). Jenis – jenis gips
yaitu

1) Gips plester merupakan gips yang berbentuk plester yang


lebih gampang dibentuk sesuai bentuk tubuh yang mengalami
fraktur , gips plester memerlukan perawatan yang tepat agar dapat
imobilisasi daerah cedera, karena 24 samapi 48 jam gips plester
masih basah sehingga perlu ditopang sampai kering.

2) Gips sintetik , menggunakan material yang ringan seperti


fiberglass, lebih cepat kering sekitar 15 menit.

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari


fraktur.
a) Traksi

Traksi merupakan penarikan yang dilakukan baik pada kulit maupun


tulang pada bagian yang mengalami fraktur dengan tujuan agar tulang
kembali keposisi semula dan dipertahankan sampai terjadi
penyembuhan (Caroline Bunker,2015).

Jenis – jenis traksi yaitu :

1) Traksi kulit yang diaplikasikan pada kulit pasienyang


mentransmisikan ke struktur muakuloskeletal. Seperti traksi
Bryant ,traksi buck, traksi Dunlop, traksi pelvis.

2) Traksi skeletal

12

12
Traksi yang langsung diaplikasikan pada tulang pasien. Ada
dua jenis traksi skeletal yaitu balanced suspension traction dan
skull tongs traction.

Selain yang disebutkan di atas ada juga dengan menggunakan


pembedah dan pemasangan fiksasi secara internal (ORIF)
seperti pemasangan plate screw, wire dan secara Eksternal
(OREF).

I. PROSES PENYEMBUHAN DAN KOMPLIKASI FRAKTUR


1. Proses Penyembuhan Fraktur

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang
(Helmi,2012), yaitu:

a) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.


Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

b) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro


kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang

13

13
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.

c) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan


osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.

d) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah


menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal.

e) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.(Black, J.M, et al, 1993
dan Apley, A.Graham,1993) .

14

14
2. Komplikasi fraktur
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock

15

15
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama


1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supLai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-
9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik. (Helmi,2012)

16

16
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA FRAKTUR

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode


proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap,
yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
17

17
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang
menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa
reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau
klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
18

18
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius,
Donna D,1995).
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia.

19

19
Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.

c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan
pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat,
Budi Anna, 1991)
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara

20

20
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000).
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain
tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 2000).
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang
keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada
diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D,
1995).
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000).
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
21

21
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
- Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
- Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus
raba sama.
- Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau
suara tambahan lainnya.
22

22
- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing,
atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
-
k) Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-
mur.
l) Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler,
hepar tidak teraba.
- Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
- Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
- Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
b) Cape au lait spot (birth mark).
c) Fistulae
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan
hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:

23

23
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit.
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).
d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada
tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya. Lansia mengalami penurunan pada sistem
muskuloskeletal. Salah satu diantaranya adalah penurunan
kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot
(atropi otot). Ukuran otot mengecil dan penurunan massa
otot lebih banyak terjadi pada ekstrimitas bawah. Sel otot
yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak.
Kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot
menurun dengan bertambahnya usia. Kekuatan otot
ekstrimitas bawah berkurang sebesar 40% antara usia 30
sampai 80 tahun (Gunarto, 2005).
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
B. ANALISA DATA
DATA PENYEBAB MASALAH
24

24
Ds : Terlepasnya Nyeri Akut
Klien mengeluh nyeri pada kontinuitas tulang
daerah fraktur
P : setiap kali digerakkan Deformitas
Q : nyeri hebat
R : bagian ekstremitas Spasme otot
yang terkena fraktur
S : skala nyeri 7 (1 – 10)
Penekanan saraf
T : setiap saat

Nyeri Akut
Do :
Wajah klien tampak
meringis.
Klien mengusap – usap
daerah yang sakit.

Ds : Deformitas tulang Kerusakan


Klien mengeluh terasa panas Integritas Kulit
pada daerah fraktur Imbolisasi fisik
Do :
Adanya robekan pada kulit Pressure yang lama
klien. pada kulit
Kulit klien tampak menipis
pada daerah yang Gangguan sirkulasi
mengalami takanan yang
lama. Terjadinya laserasi

Kerusakan Integritas
kulit

Ds : Kerusakan integritas Resiko tinggi infeksi


- kulit
Do :

25

25
⁻ Luka pada Kontak dengan
fraktur kuman pathogen
rmenunjukkan tanda-
tanda infeksi Port D’ entry kuman
⁻ Luka fraktur
tampak terbuka Resiko tinggi infeksi
⁻ Peningkatan
suhu tubuh diatas
normal
⁻ Pemeriksaan
lab menunjukan
peningkatan WBC
DO: diskontinuitas Kerusakan mobilitas
Hasil foto radiologi terlihat tulang fisik
adanya fraktur di bagian
ekstremitas tindakan pembedahan

DS:
terpasang fiksasi
-Klien tidak mampu
menggerakkan ekstreitas yang
keterbatasan gerak dan
mengalami fraktur
aktivitas
-Terpasang fiksasi pada daerah
fraktur yang mengalami
Kerusakan mobilitas
pembedahan
fisik

DO: kerusakan mobiitas Defisit Perawatan


1. Klien tidak mandi fisik Diri
karena takut lukanya Tidak bisa melakukan
terkena air kebersihan diri sendiri
2. Rambut terlihat kumal
dan bau Defisit Perawatan Diri

DS:
Klien mengatakan tidak bisa
mandi dan melakukan
kebersihan diri sendiri.

Ds : fraktur Resiko kerusakan


- pertukaran gas
Do : diskontinuitas

26

26
-Pemeriksaan AGD tulang, pembuluh
menunjukkan penurunan darah dan jaringan
dalam batas normal sekitar
-. Auskultasi bunyi napas
terjadinya ketidaksamaan, Globulin lemak
bunyi hiperesonan, juga Masuk ke Aliran
adanya pemb.drh
gemericik/ronkhi/mengi dan Masuk ke otak,
inspirasi mengorok atau bunyi paru,ginjal
sesak napas.
Ins-inspeksi kulit ada petekie di Hipoksi,takipnea
atas garis putting; pada aksila,
meluas ke abdomen atau
tubuh; mukosa mulut, palatum Risk Kerusakan
keras; kantung konjungtiva dan pertkrn gas
retina.

DO: fraktur Kurang


3. Klien dan keluarga pengetahuan
tampak bertanya-tanya diskontinuitas tulang,
tentang penyakit dan proses
pengobatannya
pembuluh darah dan
DS: jaringan sekitar
Klien dan keluarga
proses perjalanan
mengatakan tidak paham
penyakit
terhadap penyakitnya dan
proses pengobatan
kurang terpapar
informasi terhadap
proses penyakit

kurang pengetahuan

C. Diagnosa keperawatan

27

27
1. Nyeri akut berhubungan dengan refleksi spasme otot, gerakan

fragmen tulang yang patah, oedema jaringan, dan cedera pad jaringan

lunak.
2. Risiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

aliran darah , perubahan membran kapiler.


3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera atau trauma

jaringan, imobilisasi
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan kemampuan

primer , sisi masuk organisme sekunder trauma jaringan


5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan

ketahanan sekunder akibat fraktur.


6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpadannya

terhadap informasi
7. Sindrome kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan

pergerakan traksi sekunder akibat fraktur.

28

28

Anda mungkin juga menyukai