Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

‘’PERUBAHAN BIO-PSIKO-SOSIAL-SPRITUAL PADA

LANSIA

OLEH :

1. DEVY TRI LESTARI 1820086


2. RIMA ELFIANA 1820104
3. SANTOSO 1820098
4. YUNI PURWATI 1820093

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGAM STUDI KEPERAWATAN PROGAM SARJANA

MALANG

2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar

7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS, 1992). Bahkan

data Biro Sensus Amerika Serikat memperkirakan Indonesia akan

mengalami pertambahan warga lanjut usia terbesar diseluruh dunia pada

tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella dan Taeuber, 1993).


Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah

populasi lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan hampir mencapai

600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun 2050, pada

saat itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun)
Proyeksi penduduk oeleh Biro Pusat Statistik menggabarakn bahwa

antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah balita, yaitu

sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk.


Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara

dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka akan makin tinggi

pula angka harapan hidup penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup

orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi

pasti masalah lansai mulai mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat.

Hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap berhasilnya pembangunan,

yaitu bertambahnya usia harapan hidup dan banyaknya jumlah lansia di

Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan makin

panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat yang telah dicapai dalam

pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman,

keahlian dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam

pembangunan. Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik

dan/atau mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk berperan dalam


pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dari

pemerintah dann masyarakat (GBHN, 1993).


Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para

profesional kesehatan, serta bekerjasama dengan pihak swasta dan

masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan kematian

(mortalitas) lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, dan lain-

lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu ditingkat individu

lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW),

Sasana Tresna Wreda (STW), Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Dasar

(primer), Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (sekunder),

dan Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi

permasalahan yang terjadi pada lansia.


Perancangan Hari Lanjut Usia Nasional (HALUN) pada tanggal 29 Mei

1996 di Semarang Oleh Presiden Soeharto merupakan bukti dan

penghargaan pemerintah terhadap lansia.


Pada sebuah provinsi di Cina disebutkan terdapat populasi lansia yang

sebagian besar berusia lebih dari 100 tahun masih hidup dengan sehat dan

sedikit sekali prevalensi kepikunaannya. Menurut mereka, rahasianya adalah

menghindari makanan modern, banyak mengonsumsi sayur dan buah,

aktivitas fisik yang tinggi, sosialisasidengna warga lainnya, serta hidup

ditempat yang sangant bersih dan jauh dari polusi udara.


Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat

mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi

beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Unruk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliaah Keperawatan

Gerontik serta mengetahui tentang perubahan biopsiko-sosial-

spiritual pada lansia.


2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian lansia dan tipe-tipe lansia
b. Agar mahasiswa mengetahui berbagai teori lansia
c. Agar mahasiswa mengetahui masalah-masalah kesehatan lansia
d. Agar mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kesehatan lansia

C. Manfaat

Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasi untuk menambah

pengetahuan kesehatan

2. Untuk Mahasiswa: di harapkan makalah ini dapat bermanfaat

sebagai bahan pembanding tugas serupa.

BAB II
PEMBAHASAN TEORI

A. Pengertian Lansia
Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang berumur 60

tahun atau lebih dan mengalami kemunduran fisik, mental dan

sosial (Nugroho, 2008). Menurut World Health Organisation

(WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun

keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut

Aging Process atau proses penuaan. Proses menua bersifat


individual :dimana proses menua pada setiap orang berbeda-bed,

setiap lanjutusia mempunyai kebiasaan atau life style yang berbeda

dan tidak ada satu factor pun yang ditemukan dapat mencegah

proses menua ( Padila,2013).

B. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) ada empat kategori

yakni:

(1) Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun)


(2) Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)
(3) Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun)
(4) Usia sangat tua (very old) (diatas 90 tahun)
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 batasan mengenai

lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria

maupun wanita (Kushariyadi, 2011).

C. Perubahan yang terjadi pada lansia


1. Perubahan Fisik
a. Perubahan Sel
b. Perubahan pada sel terjadi penuruan jumlah dan pembesaran ukuran,

berkurangnya jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular,

menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati,

terganggunya mekanisme perbaikan sel dan terjadi penurunan berat

otak 5-10% (Nugroho, 2008).


c. Perubahan Sistem Saraf
Menurunnya hubungan persyarafan, mengecilnya saraf panca indra,

berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya

saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu

dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin dan terjadi defisit


memori (Nugroho, 2008). Dampak fungsional dari gangguan-

gangguan tersebut berpengaruh terhadap pemahaman dalam

berbicara, gangguan komunikasi, ketakutan dan kecemasan yang

berhubungan dengan bahaya keamanan lingkungan (Widyanto,

2014).

d. Sistem Kardiovaskular
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta

menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun yang

mengakibatkan kontraksi dan volume jantung menurun, kehilangan

elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk

oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk bisa

menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg, tekanan

darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat

(Nugroho, 2008).
e. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Temperatur tubuh menurun (hipotermi) secara fisiologis akibat

metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan

tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi

rendahnya aktifitas otot (Nugroho, 2008).

f. Sistem Pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,

aktifitas dari silia menurun, paru-paru kehilangan elastisitas,

kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas


pernafasan maksimum dan kedalaman bernafas menurun, alveoli

ukurannya melebar dari biasanya (Nugroho, 2008).

g. Perubahan Sistem Pencernaan

Menurunnya selera makan, rasa haus, asupan makanan dan kalori,

mudah terjadi konstipasi, penurunan produksi saliva, karies gigi,

gerak peristaltik usus dan pertambahan waktu pengosongan lambung

(Mujahidullah, 2012).

h. Perubahan Sistem Genitourinaria


Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, penyaringan di

glomerolus menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang, otot-

otot vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200

ml atau menyebabkan frekuensi berkemih meningkat (Nugroho,

2008).
i. Perubahan Sistem Muskuloskeletal dan Integumen

Tulang kehilangan densitasnya sehingga makin rapuh, kifosis,

persediaan membesar dan menjadi kaku, tendon mengkerut dan

mengalami sklerosis, atrofi gerak menjadi lamban, otot-otot kram

dan tremor (Nugroho, 2008).


2. Perubahan Psikologis

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran,

penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan

fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya

badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,

penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan

keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak


mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih

sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika

keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk

berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus

muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung

diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-

rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga

perilakunya seperti anak kecil.


Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada

umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita

(budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota

keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat

umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh

kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak

punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang,

atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan

pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan

sendiri, seringkali menjadi terlantar.


3. Perubahan Psikologis
a. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia,

gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum,

gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Tanda dan

gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda,

tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi

pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan


kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi

secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.


Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang

kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian

dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan

hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”).


Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres

pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu

cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu tergantung

beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti :

hydroxyzine, Buspirone.
b. Depresi
Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam

problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi

depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-

masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi.

Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda

dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.


Gejala depresi pada lansia, yaitu :
 Gejala utama:
 Afek depresi
 Kehilangan minat
 Berkurangnya energi (mudah lelah)
 Gejala lain:
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Kurang percaya diri
 Sering merasa bersala
 Pesimis
 Ide bunuh diri
 Gangguan pada tidur
 Gangguan nafsu makan

Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat

dibedakan beberapa bentuk berdasarkan berat ringannya :


 Depresi ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak

terganggu.
 Depresi sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak

terganggu.
 Depresi berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat

terganggu.

Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara

faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik.


 Biologik: sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis

seperti hipertensi, DM, strokeketerbatasan gerak, gangguan

pendengaran atau penglihatan.


 Sosial: kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan,

kesepian, isolasi sosial.


 Psikologis: kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang

tidak terselesai.

c. Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering

berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur.

Fenomena yang sering dikeluhkan lansia dari pada usia dewasa

muda adalah :
 Gangguan tidu
 Ngantuk siang hari
 Tidur sejenak di siang hari
 Pemakaian obat hipnotik
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang

berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat

medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping

perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan

tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan


mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan.

Ganguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye

movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga

termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.


Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak

terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam

tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan

konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur

pada lansia. Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan

dosis yang sesuai dengan kondisi masing-masing lansia dengan

tidak lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif,

perilaku, psikomotor, gangguan daya ingat, dan insomnia.


d. Paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam

mereka, membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau

mencuri barang miliknya.


Bila kondisi ini berlangsung lama dan tidak ada dasarnya, hal

ini merupakan kondisi yang disebut paranoid.


Gejala-gejalanya antara lain:
 Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-

teman, atau orang-orang disekelilingnya;


 Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian

menuduh orang-orang disekelilingnya mencuri atau

menyembunyikan barang miliknya;


 Paranoid dapat merupakan manisfestasi dari masalah

lain, seperti depresi dan rasa marah yang ditahan.

Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid

adalah memberikan rasa aman dan mengurangi rasa curiga


dengan memberikan alasan yang jelas dalam setiap kegiatan.

Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.

4. Perubahan Spiritual
Kepercayaan dan keyakinan yang dinyatakan para lansia

didukung oleh Fowler (1981, dalam Kozier, 2004) yang

menjelaskan bahwa keimanan dapat dimiliki pada orang yang

beragama maupun yang tidak beragama. Dengan selalu

mengingat Tuhan dalam hidup akan membuat seseorang merasa

damai dan tentram (Al-Isawi, 2005). Menurut hasil penelitian

yang dilakukan Isnaeni (2012) lansia merasa bahagia walaupun

hidup di NAFTALI, DKK. 128 Buletin Psikologi panti

dikarenakan adanya aktivitas seharihari dan berdoa serta

melakukan kegiatan keagamaan, sehingga rasa syukur muncul

dan membawa ketenangan pada mereka.


Semua lansia yang tinggal menyatakan dirinya lebih rutin

melaksanakan ibadah. Semua lansia diwajibkan mengikuti

ibadah tersebut, salah satu lansia mengatakan mereka akan

ditegur atau dimarahi jika tidak mengikuti ibadah tersebut.

Partisipan yang tinggal di rumah menyatakan dirinya rutin

beribadah di masjid dan di gereja, serta rutin mengikuti

perkumpulan keagamaan. Sedangkan satu partisipan yang lain

menyatakan tidak memiliki ritual ibadah seperti yang umum

dilakukan oleh orang yang beragama. Lansia yang tinggal di

panti maupun di rumah berdoa kapan saja dan di mana saja.

Partisipan menyatakan segala harapan mereka kepada Tuhan,


serta mendoakan keluarga dan orang-orang yang mereka kasihi.

Mereka juga mengatakan merasakan adanya rasa damai setelah

mereka berdoa. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh

Benson (2000) bahwa doa yang dilakukan berulang-ulang

(repetitive prayer) akan membawa berbagai perubahan

fisiologis, seperti berkurangnya kecepatan detak jantung,

menurunnya kecepatan nafas, menurunnya tekanan darah,

melambatnya gelombang otak dan pengurangan menyeluruh

kecepatan metabolisme. Kondisi ini disebut sebagai respon

relaksasi
Hasil studi menyebutkan bahwa aktivitas beribadah atau

bermeditasi diasosiasikan dengan panjangnya usia (McCullough

& Others, 2000 dalam Santrock, 2006). Hasil studi lainnya yang

mendukung adalah dari Seybold&Hill (2001 dalam Papalia,

2003) yang menyatakan bahwa ada asosiasi yang positif antara

religiusitas atau spiritualitas dengan well being, kepuasan

pernikahan, dan keberfungsian psikologis; serta asosiasi yang

negatif dengan bunuh diri, penyimpangan, kriminalitas, dan

penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Hal ini mungkin

terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stress dan

menahan produksi hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin.

Pengurangan hormon stress ini dihubungkan dengan beberapa

keuntungan pada aspek kesehatan, termasuk sistem kekebalan

tubuh yang semakin kuat (McCullough & Others, 2000 dalam


Santrock, 2006). Agama dapat memainkan peran penting dalam

kehidupan orang-orang tua (Mcfadden, 1996).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1

ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa

usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

Teori-teori proses penuaan:

1. Teori biologi
 Teori genetik dan mutasi
 Immunology slow theory
 Teori stress
 Teori radikal bebas
 Teori rantai silang
2. Teori psikologi
3. Teori sosial
 Teori interaksi sosial
 Teori penarikan diri
 Teori aktivitas
 Teori kesinambungan
 Teori perkembangan
 Teori stratifikasi usia

4. Teori spiritual
Masalah-masalah pada kesehatan lansia:
a. Penurunan Masalah Fisik Dan Fungsi Tubuh
 Sistem pernapasan
 Sistem kardiovaskular
 Sistem reproduksi
 Sistem gastrointestinal
 Sistem persyarafan
 Sistem muskuloskeletal
 Sistem urinarius
 Penurunan fungsi panca indera
 Penurunan fungsi endokrin

Penyakit yang sering diderita lansia:

 Diabetes militus
 Osteoporosis
 Dementia type Alzheimer
 Penyakit Jantung

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia:

 Sosial
 Budaya
 Ekonomi
 Spiritual
 Lingkungan
B. Saran
Sebagaimana dalam pandangan islam, orang tua atau orang yang lebih

tua dari kita harus dihormati, dikasihi serta disayangi dan diperhatikan.

Betapa beruntungnya menjadi tua, ada banyak sekali orang yang tidak bisa

menginjak usia tua, ada banyak sekali mereka yang tidak bisa melihat anak

serta cucunya tumbuh menjadi dewasa. Jadi, ketika kita bisa melihat orang

tua kita menjadi tua atau menginjak usia lanjut itulah saatnya kesempatan

untuk kita menyenangkan masa-masa tua mereka dengan kesuksesan anak-

anaknya.
Sebagai perawat yang profesional yang sudah mempelajari ilmu

gerontologi sudah sewajarnya memberikan pelayanan kesehatan yang

sebaik-baiknya untuk para lansia tidak hanya memberikan pelayanan

terhadap kebutuhan biologisnya saja tetapi mencakup kebutuhan psikologis

dan spiritualnya.
Untuk para pembaca makalah ini silahkan memberikan masukan

maupun kritikan atas kekurangan dari makalah ini supaya untuk makalah-

makalah selanjutnya bisa jauh lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Beare, Stanley. 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi ke-2. Jakarta:

Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:


Salemba Medika

Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontologi (3rd ed.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai