Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN HOLISTIK PADA KLIEN DENGAN

KONDISI KRITIIS

NINA ENDAH 1, HENI PURWANTI 2, YUNI PURWATI 3, NINA WULANDARI 4

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN 2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan kritis merupakan area spesialistik dari keperawatan yang
dikembangkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan klien dengan
masalah kesehatan akut dan mengancam jiwa yang memerlukan perawatan
secara intensif (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Perkembangan teknologi dan
intervensi medis untuk pemulihan pasien-pasien kritis telah berdampak pada
meningkatnya pengakuan akan pentingnya peran keperawatan dalam
mengobservasi dan monitoring pasien-pasien kritis. Bahkan, dokter akan
sangat tergantung pada perawat dalam mengawasi perubahan-perubahan
yang terjadi pada pasien kritis termasuk melakukan penanganan awal ketika
dokter tersebut tidak ada di tempat.
Perkembangan dibidang keperawatan kritis yang begitu pesat,
terutama dengan ditemukannya berbagai alat canggih dan tindakan medis
yang kompleks, telah membawa dampak semakin cepat dan akuratnya terapi
atau intervensi yang diberikan untuk pemulihan pasien kritis. Namun disisi
lain, hal ini berdampak pula pada terkonsentrasinya sebagian besar
perhatian perawat pada aspek teknis prosedural penggunaan alat-alat
canggih tersebut dan fokus asuhan keperawatan lebih ke aspek fisik/biologis
ketimbang memperhatikan pasien secara utuh sebagai manusia yang
multidimensi meliputi fisik, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual (Relf &
Kaplow, NA).
Hal ini pula yang menyebabkan asuhan keperawatan menjadi
terfragmentasi dan terisolasi pada masalah fisik dan mekanik dan
terabaikannya nilai-nilai filosofis keperawatan yang lebih menekankan pada
aspek holistik dan humanistik. Disamping itu, perawatan menjadi lebih
terbatas pada pasien secara individu ketimbang melihat pasien sebagai satu
kesatuan atau bagian yang tak terpisahkan dari keluarga, yang juga memiliki
kebutuhan akan keperawatan. Keyakinan keperawatan akan nilai-nilai
holistik dan humanistik dalam pelayanan kesehatan sebetulnya sudah
ditanamkan sejak masa Florence Nightingale yang hidup pada tahun 1820
sampai 1910. Florence mengajarkan bahwa fokus keperawatan adalah
keutuhan klien sebagai manusia (unity), kesehatan dan kebaikan (wellness),
dan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya. Namun,
perkembangan keperawatan setelah masa Florence Nightingale banyak
mengalami pasang surut dan lebih didominasi atau diarahkan oleh
perkembangan kedokteran yang lebih menekankan pada aspek-aspek
biomedis. Hal inilah yang mendorong para pemikir dan ilmuwan
keperawatan untuk merevitalisasi keyakinan keperawatan holistik dan
mengimplementasikannya dalam tatanan praktik keperawatan secara nyata.
Upaya-upaya yang ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut, diantaranya
melalui penelitian-penelitian untuk pengembangan teori-teori keperawatan
holistik, pengembangan terapi modalitas keperawatan berbasis keyakinan
holistik, aplikasi konsep holistik ke tatanan nyata praktik keperawatan, serta
pengembangan kurikulum pendidikan perawat.
Mengingat pentingnya menggugah kesadaran dan motivasi perawat
untuk merevitalisasi nilai-nilai keperawatan holistik dan menerapkannya
diberbagai tatanan pelayanan keperawatan termasuk di area keperawatan
kritis, maka diperlukan adanya upaya-upaya yang sungguhsungguh untuk
menggali, memahami, dan mengimplementasikan nilai-nilai keperawatan
holistik sekaligus melakukan evaluasi dan refleksi terhadap praktik-praktik
layanan keperawatan yang sudah diberikan, apakah sudah bisa memenuhi
kebutuhan klien secara komprehensif, utuh, dan berkualitas, sehingga
kalaupun penyakitnya tidak bisa disembuhkan, namun klien dan
keluarganya merasakan kepuasan akan layanan keperawatan yang diberikan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan secara utuh (satu kesatuan) yang
meliputi aspek fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual pada
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Perawat mampu memahami filosofi holistik dan pendidikan.
2. Mengutamakan etika holistik dan mengembangkan riset
keperawatan.
3. Sebagai wujud perawatan mandiri perawat.
4. Mampu melaksanakan komunikasi holistik, menciptakan
lingkungan terapeutik dan berbudaya.
5. Perawat mampu melaksanakan proses carring holistik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keperawatan Holistik


Kata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)”
yang berarti satu kesatuan yang utuh (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000).
Hal ini berarti manusia holistik adalah suatu kesatuan yang utuh, lebih dari
atau bukan hanya merupakan gabungan dari beberapa komponen
penyusunnya. Asosiasi Perawat Holistik Amerika (2007) mendefinisikan
“keperawatan holistik” sebagai praktik keperawatan yang menekankan pada
penyembuhan (healing) dari manusia secara utuh yang meliputi aspek badan
(body), jiwa (spirit), dan pikiran (mind). Keperawatan holistik didedikasikan
untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu, masyarakat, dan
lingkungan. Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang
berpusat pada orang dengan menyertakan konsep-konsep holism, healing,
dan transpersonal caring sebagai konsep inti. Praktik keperawatan holistik
lebih menekankan pada perawatan mandiri (self-care), itikad kuat
(intentionality), keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence),
kesadaran penuh (mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi,
sebagai landasan bagi praktik keperawatan professional.
Terdapat lima nilai inti dari keperawatan holistik, yaitu
1) Filosofi holistik dan pendidikan,
2) Etika holistik dan riset,
3) Perawatan mandiri perawat,
4) Komunikasi holistik, lingkungan terapetik dan mampu budaya, dan
5) Proses caring holistik.
Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan
kerja yang sehat bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki
komitmen untuk mengembangkan praktik dan kebijakan yang lebih
humanistik di tatanan pelayanan kesehatan. Perawat holistik menyadari akan
pentingnya perawatan mandiri, mereka menghargai dirinya sendiri dan
memobilisasi sumber daya yang ada untuk merawat dirinya sendiri
(Asosiasi Perawat Holistik Amerika, 2007). Perawatan mandiri dalam
konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai tingkat kesehatan dan
kesejahteraan optimal melalui cara-cara saling melengkapi, mendukung, dan
memberdayakan. Perawat holistik berkomitmen untuk belajar terus
menerus, mengembangkan peribadi dan professional dalam rentang yang
berkelanjutan

2.2 Karakeristik Pasien Di Unit Perawatan Kritis


Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya
merupakan hal yang tidak diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan
yang asing, peralatan-peralatan yang kompleks, kondisi pasien kritis lain
yang lebih dahulu dirawat, dan personel yang belum dikenal sebelumnya
dapat merupakan sumber stress bagi pasien dan keluarganya. Pasien kritis
adalah pasien yang beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan yang
mengancam jiwa baik aktual maupun potensial (Urden, Stacy, & Lough,
2006). Pasien-pasien tersebut memerlukan perawatan yang intensif dan
pengawasan yang ketat dari para perawat dan petugas medis.
Perubahan-perubahan fungsi normal akibat dari perkembangan
penyakit, obat-obat sedatif, alat-alat bantu termasuk ventilator mekanik,
dapat berkontribusi terhadap kemungkinan perubahan status mental pasien
(Urden, Stacy, & Lough, 2006). Gangguan tidur dan rangsangan yang
berlebihan dari lingkungan dapat juga memperberat kemampuan kognitif
pasien untuk memahami informasi, belajar, membuat keputusan, dan
beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini berdampak pada
ketentuan pengambilan keputusan, misalnya “informed consent”, yang tidak
mungkin dilakukan oleh pasien sendiri, dan biasanya diwakili oleh keluarga
terdekat.
Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi pasien-pasien kritis,
masalah psykososial juga bisa terjadi pada pasien-pasien kritis. Masalah ini
umumnya muncul akibat stressor tinggi dan kemampuan koping pasien
terbatas untuk mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman
pasien bervariasi dari individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis
minimal harus berhadapan dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden,
Stacy, & Lough, 2006):
- Ancaman kematian
- Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau
keterbatasan akibat penyakit
- Nyeri atau ketidaknyamanan
- Kurang tidur
- Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal
karena terintubasi
- Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai
- Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari
- Kehilangan control terhadap lingkungan
- Kehilangan peran yang biasa dijalankan
- Kehilangan harga diri
- Kecemasan
- Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative
- Distress spiritual
Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang
dimunculkan, akan sangat tergantung pada faktor-faktor:
- Lamanya terpapar stressor (akut atau kronis)
- Efek kumulatif dari stressor yang simultan
- Sekuen/urutan datangnya stressor
- Pengalaman sebelumnya terpapar stressor dan keefektifan strategi
koping
- Besarnya dukungan sosial
Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun sosial,
dapat menimbulkan respon secara fisik. Beberapa literature mengungkap
adanya hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan badan dengan respon
kekebalan tubuh terhadap stress.

2.3 Perawatan Holistik Dan Model Sinergi Di Unit Perawatan Kritis


Penerapan perawatan holistik memerlukan pertimbangan dari berbagai
faktor baik individu maupun lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dan
kesejahteraan pasien dan kemampuan koping dalam menghadapin situasi
krisis seperti kondisi sakit baik akut maupun kronis. Untuk bisa memenuhi
hal tersebut, perawat memerlukan dasar pengetahuan yang handal tentang
anatomi fisiologi, proses penyakit, regimen tindakan, perilaku, spiritualitas,
dan respon manusia. Perawat kritis tidak hanya mampu bekerja dengan
teknologi tinggi, melainkan juga harus “tahu pasien” dalam artian
memahami pasien seutuhnya agar bisa memberikan asuhan keperawatan
yang humanistik, individual, dan holistik.
Nilai “presence” atau menghadirkan diri secara utuh untuk membantu
pasien, merefleksikan salah satu aspek dari caring dalam keperawatan.
Caring juga dapat meliputi mengidentifikasi masalah pasien secara dini,
memutuskan dan melaksanakan intervensi yang tepat yang didasarkan pada
pemahaman terhadap pengalaman pasien sebelumnya, aspek keyakinan dan
budaya pasien, pola perilaku, perasaan, dan kecenderungan pasien.
Penelitian yang dilakukan Jenny dan Logan (1996) mengungkap perilaku
caring perawat menurut pasien adalah diantaranya mengurangi
ketidaknyamanan, pembelaan (advocacy), member dukungan
(encouragement), dan menghormati pasien sebagai individu yang unik. Seni
dari caring memerlukan keterampilan dalam komunikasi dan hubungan
interpersonal, komitment peribadi, dan kemampuan untuk menjalin
hubungan saling percaya. keterampilan interpersonal sangatlah diperlukan
oleh perawat dalam mengaplikasikan perawatan holistik. Wysong dan
Driver (2009) melakukan penelitian tentang keterampilan apa saja yang
perlu dimiliki oleh perawat di unit kritis menurut persepsi pasien, hasilnya
mengungkap beberapa atribut kemampuan interpersonal, yaitu: - Ramah,
ceria, senyum, gembira.
- Perduli, baik, kasih sayang
- Percaya diri
- Memperlakukan pasien sebagai manusia
- Mencintai pekerjaan
- Berjiwa humor
- Memiliki waktu untuk pasien
- Terorganisir
- Memiliki ingatan yang baik
- Rapih penampilan fisik
- Baik dalam bertutur/menggunakan bahasa
- Pendengar yang baik
- Menyenangkan/memberikan kenyamanan
- Kontak emosional

Disamping atribut skill interpersonal, ada atribut berpikir kritis yang


menurut pasien penting dimilki oleh seorang perawat kritis, diantaranya:
- Mampu membuat keputusan klinis yang akurat
- Dapat mengkaji situasi dan mengambil tindakan yang tepat
- Menggunakan akal sehat (logika)
- Memberikan jawaban dan informasi yang jelas
- Menawarkan saran dan arahan
- Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan, kondisi klinis, dan
pengobatan

Sejak tahun 1999, Asosiasi Perawat Kritis Amerika telah


mengembangkan dan menerapkan model yang disebut “Synergy Model”
untuk mengaitkan antara praktik perawat kritis tersertifikasi dengan luaran
pelayanan keperawatan. Model sinergi menjelaskan praktik keperawatan
berdasar pada kebutuhan dan karakteristik pasien daripada berdasarkan
penyakit dan terapi modalitas. Premis atau keyakinan yang mendasaari
adalah bahwa kebutuhan dan karakteristik pasien dan keluarga akan
mempengaruhi dan mengarahkan karakteristik dan kompetensi perawat.
Karena setiap pasien memiliki karakteristik unik dalam situasi klinis
tertentu, perawat harus merespon dengan karakteristik dan kompetensi yang
unik pula. Apabila karakteristik pasien cocok dengan kompetensi yang
ditampilkan perawat, maka luaran pasien yang optimal dan sinergi bisa
tercapai. Dua ajaran utama dari model ini, yaitu; karakteristik pasien
merupakan perhatian utama bagi perawat, dan kompetensi perawat
merupakan hal terpenting bagi pasien.
Meskipun setiap pasien dan keluarga memiliki keunikan,
namunmereka memiliki kesamaan kebutuhan dan pengalaman dalam suatu
rentang continuum dari rendah ke tinggi. Semakin berat gangguan pasien,
semakin kompleks permasalahan yang dialami pasien. Praktik keperawatan
ditentukan oleh kebutuhan pasien dan keluarga. Asuhan keperawatan
merupakan refleksi perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
keluarga. Model sinergi berfokus pada kontribusi unik dari keperawatan
terhadap asuhan pasien dengan menekankan pada peran professional
perawat. Ada 8 karakteristik pasien dan 8 kompetensi perawat yang
bersinergi dalam suatu rentang continuum dari competent ke ahli, serta
mencerminkan hubungan yang harmonis antara pasien dan keluarga, dan
pasien dan perawat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HOLISTIK PADA KLIEN
DENGAN KONDISI KRITIS

3.1 Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan kondisi kritis, menggunakan
pendekatan holistik yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien
bukan hanya pada penyakit dan aspek pengobatan saja tetapi juga aspek
psikososial lainnya. Salah satu metode untuk membantu perawat dalam
mengkaji psikososial pada klien terminal yaitu dengan metode “PERSON”
P : Personal Stranghai
Yaitu: kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatan/
pekerjaan
E : Emotional Reaction
Reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien
R : Respon to Stres
Respon klien terhadap situasi saat ini atau di masa lalu.
S : Support Sistem
Keluarga atau orang lain yang berarti
O : Optimum Health Goal
Alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)
N : Nexsus
Pengkajian yang perlu diperhatikan dengan klien dengan kondisi
kritis menggunakan pendekatan:

3.1.1 Faktor predisposisi


Faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien dengan kondisi
kritis, sistem pendekatan bagi klien. Ras Kerud telah
mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan yaitu:
1. Riwayat psikososial
2. Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis
3. Kemampuan koping
4. Tingkat perkembangan
5. Adanya reaksi sedih dan kehilangan
3.1.2 Faktor sosio kultural
Klien mengekspresikan sesuai tahap perkembangan, pola kultur
terhadap kesehatan, penyakit dan kematian yang dikomunikasikan
baik secara verbal maupun nonverbal.
3.1.3 Faktor presipitasi
1. Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian.
2. Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.
3. Support dari keluarga dan orang terdekat.
4. Hilangnya harga diri karena kebutuhan tidak terpenuhi
sehingga klien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada
semangat hidup.
3.1.4 Faktor perilaku
1. Respon terhadap klien.
2. Respon terhadap diagnosa.
3. Isolasi sosial.
3.1.5 Mekanisme koping
1. Denial
Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit
fisik yang berfungsi sebagai pelindung klien untuk memahami
penyakit secara bertahap adalah:
a. Tahap awal (Intial Stage)
Tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan “saya
harus meninggal karena penyakit ini.”
b. Tahap kronik (Kronik Stage)
Persetujuan dengan proses penyakit “Aku menyadari
dengan sakit akan meninggal tetapi tidak sekarang”
terjadi secara mendadak dan timbul perlahan-lahan.
c. Tahap akhir (Finansial Stage)
Menerima kehilangaan “saya akan meninggal” kedamaian
dalam kematian sesuai kepercayaan.
2. Regresi
Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan fungsi
perannya.
3. Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi
keterbatasan karena penyakit yang dialami.
4. Belum menyadari (Clossed Awereness)
Klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan
kematian tidak mengerti mengapa klien sakit.
5. Berpura-pura (Mutual Prelensa)
6. Menyadari (Open Awereness)

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.2.1 Ansietas / cemas berhubungan dengan rasa takut
3.2.2 Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri
3.2.3 Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri fisiologi atau
emosional
3.2.4 Depresi berhubungan dengan keadaan fisik yang bertambah parah
dan kunjungan keluarga yang tidak teratur
3.2.5 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan denial
3.2.6 Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan rasa takut
3.2.7 Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan denial
3.2.8 Perubahn proses keluarga berhubungan dengan kehilangan anggota
keluarga
3.2.9 Takut (kematian atau katidaktahuan) berhubungan dengan tidak
memprediksi masa depan.
3.2.10 Antisipasi berduka berhubungan dengan antisipasi kehilangan..
3.2.11 Disfungsi berduka berhubungan dengan kehilangan
3.2.12 Putus harapan berhubungan dengan perubahan fungsi
3.2.13 Potensial self care defisit berhubungan dengan meningkatnya
ketergantungan pada orang lain tentang perawtan
3.2.14 Gangguan self konsep berhubungan dengan kehilangan fungsi fisik /
mental
3.2.15 Dystress spiritual

3.3 Perencanaan Keperawatan


Tujuan perawatan pada klien kritis:
3.3.1 Membantu klien untuk hidup lebih nyaman dan sepenuhnya sampai
meninggal.
3.3.2 Membantu keluarga memberi support pada klien
3.3.3 Membantu klien dan keluarga untuk menerima perhatian

3.4 Intervensi Keperawatan


3.4.1 KOMUNIKASI
1. Denial, pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik
komunikasi:
a. Listening
Dengarkan apa yang diungkapkan klien.
b. Sient
Mengkomunikasikan minat perawat pada klien secara non
verbal.
c. Broad opening
Mengkomunikasikan topik / pikiran yang sedang dipikirkan
klien.
2. Anger, pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik
komunikasi:
a. Listening: perawat berusaha dengan sabar mendengar
apapun yang dikatakan klien.
b. Bargaining
c. Focusing
Bantu klien mengembangkan topik atau hal yang penting.
d. Sharing perception
Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai
kemampuan untuk meluruskan kerancuan.
3. Acceptance
a. Informing
Membantu dalam memberikan penkes tentang aspek yang
sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian klien.
b. Broad opening
Komunikasikan kepada klien tentang apa yang
dipikirkannya dan harapan-harapannya.
c. Focusing
Membantu klien mendiskusikan hal yang mencapai topik
utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai.

3.4.2 PERSIAPAN KLIEN


1. Fase Denial
a. Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan
sentuhan dan ciptakan suasana tenang.
b. Menganjurkan klien untuk tetap dalam pertahanan dengan
tidak menghindar dari situasi sesungguhnya.
2. Fase Anger
a. Membiarkan klien untuk mengekspresikan keinginan,
menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada
mereka.
b. Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah
injuri.
3. Fase Berganing
a. Ajarkan klien agar dapat membuat keputusan dalam
hidupnya yang bermakna.
b. Dengarkan klien pada saat bercerita tentang hidupnya.
4. Fase Depresi
a. Perlakukan klien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap
realitas.
b. Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi klien jika ada asal
pengertian harusnya diklarifikasi.
5. Fase Acceptance
a. Bina hubungan saling percaya/ BHSP.
b. Pertahankan hubungan klien dengan orang-orang terdekat.

3.5 Intervensi Dengan Keluarga


3.5.1 Bantu keluarga untuk mengenal koping klien dalam melewati fase
ini.
3.5.2 Bantu keluarga dalam melewati proses kematian, resolusi yang dapat
dilakukan setelah kematian.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pasien kritis yang dirawat di Unit Perawatan Intensif merupakan
sosok manusia yang utuh dan unik yang sedang mengalami
gangguan/masalah kesehatan yang kompleks. Cara pandang perawat
terhadap pasien akan menentukan pola interaksi dan pendekatan ke pasien
secara keseluruhan. Berkembang pesatnya teknologi dibidang perawatan
intensif seyogyanya tidak menggeser pandangan folosofis perawat terhadap
pasien dan keluarga dan mengurangi interaksi caring antara perawat dan
pasien/keluarga. Keyakinan dan nilai-nilai keperawatan holistik bisa
dijadikan landasan penguat untuk menerapkan nilai-nilai caring yang
menjadi inti/ruhnya keperawatan. Model Sinergi, memberikan ilustrasi
konkrit tentang penerapan nilai-nilai caring yang holistic dalam kontek
membangun hubungan interaksi yang harmonis antara perawat dan
pasien/keluarga dalam upaya mencapai tujuan bersama, yaitu kesehatan dan
kesejahteraan bagi pasien dan keluarganya yang merupakan cita-cita luhur
dari profesi keperawatan.
4.2 Saran
4.2.1 Diharapkan bagi perawat untuk mampu memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif dan paripurna supaya masalah
yang dialami pasien dapat teratasi secara menyeluruh sesuai dengan
konsep keperawatan holistik, yang meliputi aspek fisik, biologis,
psikologis, sosial, kulturan dan spiritual pada semua pasien.
4.2.2 Perawat diharapkan untuk selalu meningkatkan kompetensinya di
bidang keperawatan holistik melalui pengembangan berbagai macam
keilmuan, riset dan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Perawat Amerika, 2001. Konsep Keperawatan Holistik.

Dossey, Keegan, dan Guztea, 2000. Konsep Holistic.

Ibrahim K, 2012. Aplikasi Keperawatan Kritis di Area Keperawatan Kritis:


http//www.scholar

Mundakir, dkk, (2016). Pendekatan Model Asuhan Keperawatan Holistik Sebagai


Upaya Peningkatan Kepuasan dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1, 2.

Nugroho. 2018. Karya Tulis Ilmiah Pasien Kritis: http //e-resources-pnri.go.id


https://cuitycuitytea.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-terminal.htm

Sulisnadewi, 2013. Efektifitas Pendidikan Kesehatan. http//www.scholar

Urden, L.D., Stacy, K.M., & Lough, M.E. (2006). Thelan’s Critical care Nursing,
Diagnosis and Management.

Wysong dan Oliver, 2009. Aplikasi Keperawatan Holistik.

Anda mungkin juga menyukai