Anda di halaman 1dari 7

B.

KONSEP HOLISTIK DALAM KEPERAWATAN KRITIS

PENGERTIAN

Kata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)” yang berarti satu
kesatuan yang utuh (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Hal ini berarti manusia holistik adalah
suatu kesatuan yang utuh, lebih dari atau bukan hanya merupakan gabungan dari beberapa
komponen penyusunnya. Asosiasi Perawat Holistik Amerika (2007) mendefinisikan
“keperawatan holistik” sebagai praktik keperawatan yang menekankan pada penyembuhan
(healing) dari manusia secara utuh yang meliputi aspek badan (body), jiwa (spirit), dan pikiran
(mind). Keperawatan holistik didedikasikan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
individu, masyarakat, dan lingkungan. Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang
berpusat pada orang dengan menyertakan konsep-konsep holism, healing, dan transpersonal
caring sebagai konsep inti. Praktik keperawatan holistik lebih menekankan pada perawatan
mandiri (self-care), itikad kuat (intentionality), keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh
(presence), kesadaran penuh (mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai
landasan bagi praktik keperawatan professional (Hess, Bark, & Southhard, 2010). Terdapat lima
nilai inti dari keperawatan holistik, yaitu 1) filosofi holistik dan pendidikan, 2) etika holistik dan
riset, 3) perawatan mandiri perawat, 4) komunikasi holistik, lingkungan terapetik dan mampu
budaya, dan 5) proses caring holistik (Frisch, 2009).

Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat
bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki komitmen untuk mengembangkan praktik dan
kebijakan yang lebih humanistik di tatanan pelayanan kesehatan. Perawat holistik menyadari
akan pentingnya perawatan mandiri, mereka menghargai dirinya sendiri dan memobilisasi
sumber daya yang ada untuk merawat dirinya sendiri (Asosiasi Perawat Holistik Amerika, 2007).
Perawatan mandiri dalam konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai tingkat kesehatan
dan kesejahteraan optimal melalui cara-cara saling melengkapi, mendukung, dan
memberdayakan. Perawat holistik berkomitmen untuk belajar terus menerus, mengembangkan
peribadi dan professional dalam rentang yang berkelanjutan.
KARAKERISTIK PASIEN DI UNIT PERAWATAN KRITIS

Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya merupakan hal yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan yang asing, peralatan-peralatan yang kompleks,
kondisi pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan personel yang belum dikenal
sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi pasien dan keluarganya. Pasien kritis adalah
pasien yang beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan yang mengancam jiwa baik aktual
maupun potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Pasien-pasien tersebut memerlukan perawatan
yang intensif dan pengawasan yang ketat dari para perawat dan petugas medis.

Perubahan-perubahan fungsi normal akibat dari perkembangan penyakit, obat-obat


sedatif, alat-alat bantu termasuk ventilator mekanik, dapat berkontribusi terhadap kemungkinan
perubahan status mental pasien (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Gangguan tidur dan rangsangan
yang berlebihan dari lingkungan dapat juga memperberat kemampuan kognitif pasien untuk
memahami informasi, belajar, membuat keputusan, dan beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Hal ini berdampak pada ketentuan pengambilan keputusan, misalnya “informed consent”,
yang tidak mungkin dilakukan oleh pasien sendiri, dan biasanya diwakili oleh keluarga terdekat.

Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi pasien-pasien kritis, masalah


psykososial juga bisa terjadi pada pasien-pasien kritis. Masalah ini umumnya muncul akibat
stressor tinggi dan kemampuan koping pasien terbatas untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Walaupun pengalaman pasien bervariasi dari individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis
minimal harus berhadapan dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden, Stacy, & Lough,
2006):

─ Ancaman kematian
─ Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau keterbatasan akibat penyakit
─ Nyeri atau ketidaknyamanan
─ Kurang tidur
─ Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal karena terintubasi
─ Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai
─ Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari
─ Kehilangan control terhadap lingkungan
─ Kehilangan peran yang biasa dijalankan
─ Kehilangan harga diri - Kecemasan
─ Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative
─ Distress spiritual

Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang dimunculkan, akan sangat
tergantung pada faktor-faktor:

─ Lamanya terpapar stressor (akut atau kronis)


─ Efek kumulatif dari stressor yang simultan
─ Sekuen/urutan datangnya stressor
─ Pengalaman sebelumnya terpapar stressor dan keefektifan strategi koping
─ Besarnya dukungan sosial

Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun sosial, dapat menimbulkan respon
secara fisik. Beberapa literature mengungkap adanya hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan
badan dengan respon kekebalan tubuh terhadap stress (Osho, 1994; Urden, Stacy, & Lough,
2006).

PERAWATAN HOLISTIK DAN MODEL SINERGI DI UNIT PERAWATAN KRITIS

Penerapan perawatan holistik memerlukan pertimbangan dari berbagai faktor baik


individu maupun lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan pasien dan
kemampuan koping dalam menghadapin situasi krisis seperti kondisi sakit baik akut maupun
kronis. Untuk bisa memenuhi hal tersebut, perawat memerlukan dasar pengetahuan yang handal
tentang anatomi fisiologi, proses penyakit, regimen tindakan, perilaku, spiritualitas, dan respon
manusia. Perawat kritis tidak hanya mampu bekerja dengan teknologi tinggi, melainkan juga
harus “tahu pasien” dalam artian memahami pasien seutuhnya agar bisa memberikan asuhan
keperawatan yang humanistik, individual, dan holistik.

Nilai “presence” atau menghadirkan diri secara utuh untuk membantu pasien,
merefleksikan salah satu aspek dari caring dalam keperawatan. Caring juga dapat meliputi
mengidentifikasi masalah pasien secara dini, memutuskan dan melaksanakan intervensi yang
tepat yang didasarkan pada pemahaman terhadap pengalaman pasien sebelumnya, aspek
keyakinan dan budaya pasien, pola perilaku, perasaan, dan kecenderungan pasien. Penelitian
yang dilakukan Jenny dan Logan (1996) mengungkap perilaku caring perawat menurut pasien
adalah diantaranya mengurangi ketidaknyamanan, pembelaan (advocacy), member dukungan
(encouragement), dan menghormati pasien sebagai individu yang unik. Seni dari caring
memerlukan keterampilan dalam komunikasi dan hubungan interpersonal, komitment peribadi,
dan kemampuan untuk menjalin hubungan saling percaya.

Keterampilan interpersonal sangatlah diperlukan oleh perawat dalam mengaplikasikan


perawatan holistik. Wysong dan Driver (2009) melakukan penelitian tentang keterampilan apa
saja yang perlu dimiliki oleh perawat di unit kritis menurut persepsi pasien, hasilnya
mengungkap beberapa atribut kemampuan interpersonal, yaitu:

─ Ramah, ceria, senyum,gembira


─ Perduli, baik, kasih sayang
─ Percaya diri
─ Memperlakukan pasien sebagai manusia
─ Mencintai pekerjaan
─ Berjiwa humor
─ Memiliki waktu untuk pasien
─ Terorganisir
─ Memiliki ingatan yang baik
─ Rapih penampilan fisik
─ Baik dalam bertutur/menggunakan bahasa
─ Pendengar yang baik
─ Menyenangkan/memberikan kenyamanan
─ Kontak emosional

Disamping atribut skill interpersonal, ada atribut berpikir kritis yang menurut pasien penting
dimilki oleh seorang perawat kritis, diantaranya:

─ Mampu membuat keputusan klinis yang akurat


─ Dapat mengkaji situasi dan mengambil tindakan yang tepat
─ Menggunakan akal sehat (logika)
─ Memberikan jawaban dan informasi yang jelas
─ Menawarkan saran dan arahan
─ Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan, kondisi klinis, dan pengobatan

Sejak tahun 1999, Asosiasi Perawat Kritis Amerika telah mengembangkan dan menerapkan
model yang disebut “Synergy Model” untuk mengaitkan antara praktik perawat kritis
tersertifikasi dengan luaran pelayanan keperawatan (Relf & Kaplow, NA). Model sinergi
menjelaskan praktik keperawatan berdasar pada kebutuhan dan karakteristik pasien daripada
berdasarkan penyakit dan terapi modalitas. Premis atau keyakinan yang mendasaari adalah
bahwa kebutuhan dan karakteristik pasien dan keluarga akan mempengaruhi dan mengarahkan
karakteristik dan kompetensi perawat. Karena setiap pasien memiliki karakteristik unik dalam
situasi klinis tertentu, perawat harus merespon dengan karakteristik dan kompetensi yang unik
pula. Apabila karakteristik pasien cocok dengan kompetensi yang ditampilkan perawat, maka
luaran pasien yang optimal dan sinergi bisa tercapai. Dua ajaran utama dari model ini, yaitu;
karakteristik pasien merupakan perhatian utama bagi perawat, dan kompetensi perawat
merupakan hal terpenting bagi pasien.

Meskipun setiap pasien dan keluarga memiliki keunikan, namun mereka memiliki
kesamaan kebutuhan dan pengalaman dalam suatu rentang continuum dari rendah ke tinggi.
Semakin berat gangguan pasien, semakin kompleks permasalahan yang dialami pasien. Praktik
keperawatan ditentukan oleh kebutuhan pasien dan keluarga. Asuhan keperawatan merupakan
refleksi perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga. Model sinergi berfokus pada kontribusi unik dari
keperawatan terhadap asuhan pasien dengan menekankan pada peran professional perawat. Ada
8 karakteristik pasien dan 8 kompetensi perawat yang bersinergi dalam suatu rentang continuum
dari competent ke ahli, serta mencerminkan hubungan yang harmonis antara pasien dan
keluarga, dan pasien dan perawat. Model tersebut seperti tergambar dalam gambar berikut:
Gambar 1: Hubungan antara pasien/keluarga dan perawat dan Model Sinergi (Relf & Kaplow,
NA)

PENUTUP

Pasien kritis yang dirawat di Unit Perawatan Intensif merupakan sosok manusia yang
utuh dan unik yang sedang mengalami gangguan/masalah kesehatan yang kompleks. Cara
pandang perawat terhadap pasien akan menentukan pola interaksi dan pendekatan ke pasien
secara keseluruhan. Berkembang pesatnya teknologi dibidang perawatan intensif seyogyanya
tidak menggeser pandangan folosofis perawat terhadap pasien dan keluarga dan mengurangi
interaksi caring antara perawat dan pasien/keluarga. Keyakinan dan nilai-nilai keperawatan
holistik bisa dijadikan landasan penguat untuk menerapkan nilai-nilai caring yang menjadi
inti/ruhnya keperawatan. Model Sinergi, memberikan ilustrasi konkrit tentang penerapan nilai-
nilai caring yang holistic dalam kontek membangun hubungan interaksi yang harmonis antara
perawat dan pasien/keluarga dalam upaya mencapai tujuan bersama, yaitu kesehatan dan
kesejahteraan bagi pasien dan keluarganya yang merupakan cita-cita luhur dari profesi
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bell, L.,(2008). AACN Scope and Standards for Acute and Critical Care Nursing Practice.
American Association of Critical-Care Nurses

Dossey,B.M., Keegan, L., & Guzzetta, C.E. (2000). Holistic Nursing: A Handbook for Practice,
3rd eds. Gaithersburg: Aspen Publisher

Frisch, N.C. (2009). Standard for holistic nursing practice: A way to think about our care that
includes complementary and alternative modalities. Diakses dari
http://www.nursingworld.org/ojin/topic15/tpc15_4.htm

Hess, D., Bark, L.A., & Southard, M.E. (2007). White Paper: Holistic Nurse Coaching. AHNA
Holistic Nurse Coach Task Force Members

Hudak, C.M, & Gallo, B.M (1994). Critical care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia: JB
Lippincott Company

Mariano, C. (2007). Holistic Nursing: Scope and Standards of practice. American Holistic
Nurses Association (AHNA)

Osho (1994). Relationship between mind, body, and health. In Osho, From medication to
meditation, England: Thec. W. Daniel Company Limited

Relf, M., & Kaplow, R. (NA). Critical Care Nursing Practice: An Integration of Caring,
Competence, and Commitment to Excellence Urden, L.D., Stacy, K.M., & Lough, M.E.
(2006). Thelan’s Critical care Nursing, Diagnosis and Management, St. Louis: Mosby

Wysong, P.R., & Driver., E. (2009). Patients’ Perceptions of Nurses’ Skill. Critical Care Nurse,
29, (4), 24-29

Anda mungkin juga menyukai