Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu komponen pembangunan
bidang kesehatan, dan merupakan bagian integral dari sistem kesehatan
Nasional. Perawat juga ikut menentukan mutu pelayanan dari kesehatan.
Tenaga keperawatan secara keseluruhan jumlahnya mendominasi tenaga
kesehatan yang ada, dimana keperawatan memberikan konstribusi yang
unik terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang
relative, berkelanjutan, koordinatif dan advokatif. Keperawatan sebagai
suatu profesi menekankan kepada bentuk pelayanan professional yang
sesuai dengan standart dengan memperhatikan kaidah etik dan moral
sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh masyarakat.
Perawat yang profesional adalah seorang perawat yang memiliki
dan menerapkan teknologi keperawatan dalam menjalankan praktek
keperawatan. Ketrampilan tehnikal dan ketrampilan interpersonal dan
menggunakan etika profesi baik dalam melaksanakan praktek profesi
maupun dalam kehidupan profesi. Untuk meningkatkan mutu dan citra
suatu rumah sakit, seorang perawat perlu adanya peningkatan komunikasi
antar persona khususnya dalam hubungan antar persona antara perawat
dengan keluarga pasien. Sehingga perawat harus mempunyai bekal
berkomunikasi dengan baik.
Evidence-Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang
dapat digunakan dalam praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan
evidence atau fakta. Selama ini, khususnya dalam keperawatan terutama
keperawatan kritis, seringkali ditemui praktik-praktik atau intervensi yang
berdasarkan “biasanya juga begitu”. Sebagai contoh, penerapan kompres
dingin dan alkohol bath masih sering digunakan tidak hanya oleh
masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan, dengan asumsi dapat
menurunkan suhu tubuh lebih cepat, sedangkan penelitian terbaru
mengungkapkan bahwa penggunaan kompres hangat dan teknik tepid
sponge meningkatkan efektifitas penggunaan kompres dalam menurunkan
suhu tubuh.
Merubah sikap adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan mungkin
hal yang sia-sia. Orang tidak akan bisa merubah adat orang lain, kecuali
orang-orang di dalamnya yang merubah diri mereka sendiri. Tetapi
meningkatkan kesadaran, dan masalah kesehatan di masyarakat, akan
meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Tentu
pelayanan yang paling efektif dan efisien menjadi tuntutan sekaligus
tantangan besar yang harus di cari problem solving-nya.
Penggunaan evidence base dalam praktek keperawatan kritis akan
menjadi dasar scientific dalam pengambilan keputusan klinis sehingga
intervensi yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan. Sayangnya
pendekatan evidence base di Indonesia belum berkembang termasuk
penggunaan hasil riset ke dalam praktek keperawatan kritis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, bagaimana hasil-hasil
penelitian (Evidence Based Practice) pada kasus kritis berbagai sistem?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan
menalaah hasil-hasil penelitian (Evidence Based Practice) pada kasus
kritis berbagai sistem.

D. Manfaat
1. Teoritis
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pengembangan mata
ajar keperawatan kritis khususnya dalam hasil-hasil penelitian.
2. Praktis
Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk menerapkan hasil-
hasil penelitian dalam kasus kritis berbagai sistem melalui langkah-
langkah yang telah tersedia.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini dibagi dalam beberapa bab, yaitu:
Bab I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan
sistematika penulisan.
Bab II : Berisi telaah pustaka yang terdiri dari hasil-hasil
penelitian terkait kasus kritis berbagai sistem.
Bab III : Berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Hasil-hasil Penelitian terkait Kasus Kritis Berbagai Sistem


1. Sistem Penilaian di Unit Perawatan Intensif
a. Pendahuluan
Penilaian hasil perawatan medis sudah dimulai sejak tahun
1863, saat pertama kali Florence Nightingale pertama kali
membahas masalah ini. Awalnya, prediksi hasil pada kondisi kritisi
didasarkan pada penilaian subjektif dokter. Pesatnya
perkembangan Unit Perawatan Intensif (ICU) menciptakan
kebutuhan untuk pengukuran hasil kuantitatif yang relean secara
klinis dalam mengevaluasi efektifitas praktik pengobatan.
Pada sebagian besar sistem penilaian, skor dikumpulkan
dari data yang dikumpulkan pada hari pertama perawatan di ICU—
seperti, Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
(APACHE), Simplifi Ed Acute Physiology Score (SAPS) dan
Mortality Prediction Model (MPM).
Sementara sistem penilaian yang lain, skor dikumpulkan
secara terus-menerus setiap hari selama dirawat di ICU dan
minimal selama 3 hari perawatan—seperti, Organ Dysfunction and
Infection System (ODIN), Sequential Organ Failure Assessment
(SOFA), Multiple Organ Dysfunction Score (MODS), Logistic
Organ Dysfunction (LOD) model, dan Three-day Recalibrating
ICU Outcomes (TRIOS). Skor dinilai baik secara subjektif maupun
objektif. Skor subjektif ditetapkan oleh panel ahli yang memilih
variabel dan menetapkan bobot untuk setiap variabel berdasarkan
pendapat pribadi mereka—seperti, APACHE II, ODIN dan SOFA.
Sementara skor objektif dinilai menggunakan teknik pemodelan
regresi logistik dan penilaian klinis untuk menentukan rentang dan
bobot penilaian—seperti, APACHE III, SAPS II, MPM II, MODS,
skor LOD (LODS) dan TRIOS.
b. APACHE II
Skor APACHE II pertama kali dikembangkan oleh Knaus
dkk., pada tahun 1985 dengan menggunakan tiga komponen
penilaian; acute physiological score (APS), komponen terbesar
yang diturunkan dari 12 pengukuran klinis yang didapatkan dalam
24 jam perawatan di Instalasi Rawat Inap. Hasil pengukuran yang
paling abnormal dipergunakan untuk menghasilkan komponen
APS untuk skor APACHE II. Jika ada variabel yang tidak diukur
maka dianggap memiliki nilai 0.
Penilaian APACHE II hingga saat ini masih menjadi
pilihan sebagai predictor mortalitas pasien yang dirawat di IRI.
Namun, ada beberapa kendala yang ditemukan pada penilaian
APACHE II seperti biaya yang lebih besar akibat banyak variabel
laboratorium yang diperiksa dan waktu untuk mendapatkan hasil
yang cukup lama.
Sistem APACHE II ini dideklarasikan sebagai “gold
standard” untuk evaluasi pasien perawatan intensif, dan
merupakan salah satu sistem penilaian yang sering digunakan pada
perawatan intesif seluruh dunia.
Tabel 2.1 Metode APACHE II
c. SAPS II
SAPS II dikembangkan pada tahun 1993 oleh Le Gall dkk.,
yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan pasien ICU. Skor
total SAPS II merupakan jumlah skor nilai terburuk untuk setiap
variabel dalam 24 jam pertama masuk unit perawatan intesif/ICU
(Intensive Care Unit). Model ini mencakup 17 variabel; 12 variabel
fisiologis, usia, jenis masuk, dan tiga variabel terkait penyakit.
Seperti sistem penilaian lainnya, skor SAPS II mencatat nilai
terburuk dari variabel yang dipilih, dalam 24 jam pertama setelah
masuk. Skor SAPS II dapat bervariasi antara 0 dan 163 poin (0-116
poin untuk variabel fisiologis, 0-17 untuk poin usia, 0-30 poin
untuk diagnosis sebelumnya). Probabilitas kematian kemudian
dihitung menggunakan regresi logistik.
Tabel 2.2 SAPS II
d. MODS
Pada tahun 1995, dalam sebuah artikel Marshall dkk.,
mengusulkan sistem skoring objektif untuk mengukur tingkat
keparahan disfungsi multipel organ, sebagai hasil dari kondisi
kritis yang dilakukan penilaian terhadap 692 populasi pasien.
MODS merupakan sistem skoring berdasarkan enam
kegagalan organ. Penilaian yang diberikan 0-4 (maksimum 24).
Sistem skoring ini dapat menjadi indikator prognostik bila
diterapkan pada hari pertama masuk ICU, dan bila dinilai berkala
menunjukkan diskriminasi yang sangat baik dan kematian yang
tidak hanya bergantung pada skor masuk, tetapi juga pada lama
perawatan ICU, sehingga mungkin bermanfaat sebagai titik akhir
alternatif uji klinis yang melibatkan pasien sakit kritis.
Tabel 2.3 MODS
e. SOFA
Skoring penilaian SOFA menjadi hasil pengembangan dari
pertemuan European Society of Intensive Care pada tahun 1994,
yang kemudian direvisi pada tahun 1996. Pada tahun 1998, skoring
penilaian SOFA kemudian dilakukan evaluasi oleh Vincent dkk.,
terhadap 1449 pasien.
SOFA menilai beratnya disfungsi organ secara berkala pada
pasien sepsis, namun juga dapat diaplikasikan pada pasien non
sepsis. Pada perkembangannya, terdapat hubungan erat antara
kegagalan organ dengan kematian.
Kegagalan organ multipel dan nilai SOFA yang tinggi
dihubungkan dengan tingginya angka kematian. Vosylius dkk.,
menunjukkan bahwa skor berkala/periodik lebih baik pada hasil
diskriminatif dibandingkan dengan skor SOFA non periodik dalam
memprediksi mortalitas.
Tabel 2.4 SOFA
f. LODS
Le Gall dkk., awalnya mengusulkan LODS pada tahun
1996, dimana 12 variabel diuji dan definisi enam kegagalan
multipel organ. Skoring penilaian ini telah diuji dari waktu ke
waktu. Perbedaan antara LODS pada hari ke 3 dan hari ke 1 sangat
prediktif dengan hasil rumah sakit. LODS dirancang untuk
menggabungkan pengukuran keparahan disfungsi multipel organ
menjadi skor tunggal.
Tabel 2.5 LODS

g. MPM II
MPM II pertama kali dikembangkan oleh Lemeshow dkk.,
yang merupakan model yang memberikan kemungkinan kematian
di rumah sakit secara langsung. Terdapat empat model penilaian
yang diusulkan: pada saat masuk, 24 jam, 48 jam dan 72 jam
setelah masuk. Versi awal dari model ini dirancang untuk
memprediksi kematian di rumah sakit berdasarkan data dari waktu
penerimaan dan setelah 24 jam pertama di ICU. Model tambahan
kemudian dikembangkan, termasuk data dari 48 hingga 72 jam
setelah masuk ke ICU. Skor penilaian terdiri dari status kesehatan
kronis, diagnosis akut, beberapa variabel fisiologis dan beberapa
variabel lainnya termasuk ventilasi mekanis. MPM II pada 48 dan
72 jam menggunakan variabel yang sama seperti MPM II pada 24
jam.
Tabel 2.6 MPM II
h. Sistem ODIN
Pada tahun 1993 Fagon dkk., mengusulkan sistem ODIN
sebagai salah satu skoring penilaian pada pasien ICU. Ini termasuk
data yang direkam dalam 24 jam pertama penerimaan ICU jika ada
atau tidak adanya disfungsi pada enam organ ditambah satu infeksi
dan membedakan prognosis sesuai dengan jenis kegagalan; tingkat
kematian tertinggi ditemukan berhubungan dengan hati diikuti oleh
hematologi dan ginjal disfungsi dan terendah dengan disfungsi
pernapasan dan infeksi. Dengan mempertimbangkan jumlah dan
jenis disfungsi organ, model regresi logistik kemudian digunakan
untuk menghitung probabilitas individu dari kematian yang
tergantung pada bobot statistik yang ditetapkan untuk setiap ODIN
(dalam urutan menurun berikut ini keparahan: Kardiovaskular,
ginjal, pernapasan, neurologis, hematologi, disfungsi hati, dan
infeksi).
Tabel 2.7 Sistem ODIN
i. TRIOS
Pada tahun 2001, Timsit dkk., mengusulkan skor komposit
TRIOS menggunakan SAPS II dan LODS untuk memprediksi
kondisi kritis selama 72 jam lebih selama dirawat di ICU. Dengan
menggunakan regresi logistik, probabilitas di kematian di rumah
sakit dapat dihitung. Skoring penilaian TRIOS memiliki kualitas
statistik yang sangat baik dan dapat digunakan untuk tujuan
penelitian.
Tabel 2.8 TRIOS

j. GCS
Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan alat universal
untuk penilaian cepat tingkat kesadaran pasien cedera dan sebagai
panduan untuk tingkat keparahan cedera otak. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa ada korelasi yang baik antara GCS dan
hasil neurologis. Pada variabel verbal dan motorik dimodifikasi
untuk membantu evaluasi tingkat kesadaran pada bayi dan anak-
anak.
Tabel 2.9 Skor GCS
2. PIC Tools
a. Definisi
PIC skor digunakan sebagai alat penilaian untuk
mengevaluasi dan memantau pasien dengan kondisi kritis akibat
multipel fraktur costae. Penilaian merujuk pada nyeri, kapasitas
inspirasi, dan batuk. PIC skor pertama kali dikembangkan oleh
rumah sakit Wellspan York, York, Pennyslavania, USA, yang
dipresentasikan pada pertemuan Peningkatan Kualitas Trauma
pada tahun 2014.
Total skor berkisar dari 3 sampai 10, dimana 10 adalah skor
tetrtinggi. Pada variabel nyeri dinilai menggunakan skala 1-3, yang
mana mewakili skor nyeri yang dilaporkan pasien dengan skala
subjektif—yaitu, 3 poin jika terkontrol (skor numerik subjektif 0-
4), 2 poin jika terkontrol sebagian (skor numerik subjektif 5-7), dan
3 poin jika tidak dapat terkontrol/parah (skor numerik subjektif 8-
1-0). Kapasitas inspirasi dinilai pada skala 1-4, terkait dengan
‘sasaran’ dan tingkat ‘waspada’ untuk spirometri berdasarkan
normogram prediktif jenis kelamin untuk usia dan tinggi
sebagaimana tersedia dalam sisipan produk spirometer (sasaran
ditetapkann pada 80% dari kapasitas inspirasi yang diharapkan,
tingkat waspada adalah 15 mL/kg atau maksimum 1500 mL).
Pasien mendapat empat poin jika mampu setidaknya mencapai
sasaran inspirasi volume spirometri, tiga poin jika berada di antara
level sasaran dan waspada, dua poin jika kurang dari volume
peringatan, dan satu poin jika tidak dapat melakukan spirometri
inspirasi. Penilaian terakhir adalah kemampuan batuk, dimana
batuk dinilai secara subjektif oleh tim medis, tiga poin jika
kemampuan batuk kuat, dua poin jika lemah, dan satu poin jika
tidak bisa batuk sama sekali (Witt & Bulger, 2016).
b. Skor Penilaian PIC Tools
Gambar 2.1 PIC Skor

1) Skor total dapat berkisar dari 3 hingga 10, dimana 10 adalah


skor tertinggi.
2) Nyeri dinilai pada skala 1-3, mewakili skor nyeri yang
dilaporkan pasien pada skala 0-10 secara subjektif: 3 poin jika
di kontrol (skala numerik subjektif 0-4), 2 poin jika dikontrol
secara moderat (skala numerik subjektif 5-7), atau 1 poin jika
berat (skala numerik subjektif 8-10).
3) Pasien menerima 4 poin jika mampu mencapai setidaknya
volume spirometri inspirasi maksimal. 3 jika ada antara tingkat
sasaran dan kewaspadaan. 2 jika kurang dari volume waspada,
dan 1 jika tidak dapat melakukan spirometri inspirasi.
4) Batuk dinilai secara subjektif oleh perawat di samping tempat
tidur dan diberi tiga poin jika kuat, dua poin jika lemah, dan
satu poin jika tidak ada.
5) Pasien yang menerima perawatan ICU menjalani penilaian
skor PIC per jam, dan pasien yang menerima perawtan akut
menjalani penilaian setiap 4 jam.
6) Dokter yang bertanggung jawab dan terapis pernafasan
diberitahu jika pasien menerima skor 1 dalam kategori apapun
atau skor keseluruhan ≤ 4 walaupun ada intervensi.
c. Protokol Manajemen Fraktur Iga

Intervensi dan sistem Penanganan Kontrol Nyeri

Terapi Sistem Pernafasan Tindakan Utama

Analgesia sistemik multimodal


Pengkajian Intake : terapis diberikan saat masuk atau pada
pernafasanmengukur volume saat ekstubas, tanpa kontra
spirometri awal, target sasaran indikasi
(kapasitas inspirasi 80%) dan
1. Pengobatan psikoaktif
derajat kewaspadaan (15 ml/kg
2. Gabapentin
atau maksimal 1500ml) 3. Acetaminopen (oral/IV)
4. Ketorolac IV atau celloxib
1. Pasien ICU dalam waktu 1
oral
jam setelah masuk
5. PCA atau opioid oral
2. Pasien perawatan akut
dalam waktu 6jam setelah Konsultasi pelayanan anastesi
masuk
nyeri akut, jika nyeri persistent
dan/atau tidak ada perbaikan
Evaluasi bertahap dari terapi
dalam parameter pernafasan
sistem pernafasan
setelah 6-8 jam
Pertimbangan pemasangan
1. Pasien ICU setiaap 4 jam kateter neurexial (ditentukan
2. Pasien perawatan akut secara individual)
setiap 6 jam
Perawatan di tempat tidur
Penilaian lebih dalam ps.
Geriatrik yg mungkin kurang
toleran thdp analgesia sistemik
Eleveasi kepala tempat tidur 300
multimodal
tanpa kontra indikasi

Edukasi dan pemberdayaan pasien dan


Latihan nafas : Menggunakan
keluarga
spirometer intensif/jam, batuk,
dan lat. Nafas dalam
Tindakan Keperawatan

Mobilisasi setidaknya 3 kali


sehari taanpa kontra indikasi Anjurkan pasien latihan nafas
dengan teknik yang tepat
menggunakan spirometri
Skor PIC ditampilkan dipapan intensif dan batuk dan latihan
tulis dan dalam rekam medis nafas dalam
elektronik.

1. Pasien ICU setiap jam Berikan handout edukasi pada


2. Pasien perawatan akut ps. dan kluarga
setiap 4 jam
Papan skor PIC ditempatkan di
ruang ps. di lokasi yg terlihat,
Tindakan Utama
memungkinkan ps. dan keluarga
untuk memantau kemajuan
Evaluasi berkelanjutan, pasien
koordinasi perawatan,
pengganbungan skor PIC dan
volume IS setiap shift

Minimakan cairan intravena jika


memungkinkan

Kelompok Waspada : Total PIC skor ≤ , atau skor 1 poin di setiap kategori PIC, walaupun sudah
diberikan intervensi

Kriteria ICU : Pasien usia ≥ 65 tahun fraktur ≥ 3 tulang iga.


3. Penilaian Skala Nyeri menggunakan CPOT
a. Definisi
CPOT (Critical Care Pain Observation Tool) merupakan
instrumen pengkajian nyeri yang dikembangkan oleh Gelinas dkk.,
pada tahun 2006. Instrumen pengkajian nyeri tersebut terdiri dari 4
item penilaian, setiap item memiliki kategori yang berbeda, yaitu
ekspresi wajah, pergerakan badan, tegangan otot dan keteraturan
dengan ventilator untuk pasien terintubasi dan pasien yang tidak
terintubasi. Jumlah skor yang diperoleh dalam rentang 0-8.
OBSERVASI FASTHUG
Hari/Tanggal : __________________ (Perawatan ICU Hari ke- ____)
Duty (siang) Duty (siang) Duty (siang)
Feeding □ enteral □ oral □ enteral □ oral □ enteral □ oral
□ tube feeding □ tube feeding □ tube feeding
□ parenteral □ p-TPN ( ) hari □ parenteral □ p-TPN ( ) hari □ parenteral □ p-TPN ( ) hari
□ c-TPN ( ) hari □ c-TPN ( ) hari □ c-TPN ( ) hari
□ Kristaloid ( ) hari □ Kristaloid ( ) hari □ Kristaloid ( ) hari
Analgesia* NRS : ( ) / CPOT : ( ) NRS : ( ) / CPOT : ( ) NRS : ( ) / CPOT : ( )
Obat-obatan : Obat-obatan : Obat-obatan :

□ Tidak dapat terapi analgesik □ Tidak dapat terapi analgesik □ Tidak dapat terapi analgesik
Sedation* RASS Score : ( ) RASS Score : ( ) RASS Score : ( )
Obat-obatan : Obat-obatan : Obat-obatan :

□ Tidak dapat terapi sedasi □ Tidak dapat terapi sedasi □ Tidak dapat terapi sedasi
Thromboembolic □ Iya : □ Antikoagulan □ Iya : □ Antikoagulan □ Iya : □ Antikoagulan
Prophylaxis □ Antiembolic-stocking □ Antiembolic-stocking □ Antiembolic-stocking
□ IPC □ IPC □ IPC
□ Tidak □ Tidak □ Tidak
Head elevation* □ Iya (>30o) □ Tidak □ Iya (>30o) □ Tidak □ Iya (>30o) □ Tidak
Ulcer prevention* □ Iya □ Tidak □ Iya □ Tidak □ Iya □ Tidak
Glucose control* Pemeriksaan GDS? □ Iya □ Tidak Pemeriksaan GDS? □ Iya □ Tidak Pemeriksaan GDS? □ Iya □ Tidak
Penatalaksanaan □ Terapi oral Penatalaksanaan □ Terapi oral Penatalaksanaan □ Terapi oral
□ Terapi insulin □ Terapi insulin □ Terapi insulin
GDS < 80 □ Iya □ Tidak GDS < 80 □ Iya □ Tidak GDS < 80 □ Iya □ Tidak
GDS > 180 □ Iya □ Tidak GDS > 180 □ Iya □ Tidak GDS > 180 □ Iya □ Tidak
Rekomendasi/Catatan : Rekomendasi/Catatan : Rekomendasi/Catatan :

Perawat : Perawat : Perawat :

____________________________________ ____________________________________ ____________________________________

Anda mungkin juga menyukai