Anda di halaman 1dari 49

Adhan Azhari Rauf

Chandra Anggara
Diah Nur Islamiyah
Eny Setyawati
Istiqomah
Punang Anggara KELOMPOK 3
Samini
Ummi Rusiana
Victoria Paningoan

PROSES KEPERAWATAN JIWA, SOCIOCULTURAL


CONTEXT OF PSYCHIATRIC NURSING
CARE, LEGAL AND ETHICAL CONTEXT OF PSYCHIATRIC
NURSING
CARE DAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH
PSIKOSOSIAL, KECEMASAN, KONSEP DIRI,
KEHILANGAN DAN DISTRESS SPIRITUAL
PENDAHULUAN

American Psychiatric
Association (2013)
gangguan jiwa UU No. 36, 2014
merupakan sekumpulan Terdapat 13 jenis tenaga
gangguan pada fungsi kesehatan diantaranya yaitu
pikir, emosi, perilaku dan tenaga medis, tenaga gizi, tenaga
sosialisasi dengan orang kebidanan, tenaga kefarmasian,
sekitar. tenaga keperawatan, tenaga
kesehatan masyarakat, tenaga
psikologi klinis, tenaga keteknisian
medis, tenaga teknik biomedika,
tenaga kesehatan lingkungan,
tenaga keterapian fisik, tenaga
kesehatan tradisional
PROSES KEPERAWATAN JIWA
PENGKAJIAN ANALISA

DIAGNOSA INTERVENSI

IMPLEMENTASI EVALUASI
PENGKAJIAN

• Kesadaran / daya tilik diri (Self Awareness)


• Observasi akurat
• Komunikasi terapeutik
Perawat • Berespon efektif

•Wawancara: auto dan allo anamnesis


•Observasi
Teknik •Pemeriksaan fisik

•Data subyektif & obyektif (berdasarkan SIFAT)


•Data primer & sekunder (berdasarkan SUMBER)
Data
ANALISA DATA

• Daftar semua masalah yang ada


CARI
MASALAH

•1.Fokus pada Ancaman Kehidupan


•2.Fokus pada Keluhan / Masalah Utama
PRIORITAS •3.Fokus pada Akibat dari masalah utama

•4.Fokus pada Penyebab dari masalah utama


•5.Fokus pada Kebutuhan
DIAGNOSA

Rumusannya adalah
rumusan “problem”

etiologi dari diagnosa tidak perlu


dicantumkan tetapi cukup dimengerti
dan dipahami.
INTERVENSI

 Tujuan umum tindakan keperwatan


 Tujuan khusus tindakan keperaatan

 Kriteria evaluasi

 Tindakan kep untuk mencapai tujuan

 Rasional
Implementasi Tindakan
1. Perlu memvalidasi apakah rencana tindakan yang
ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini
(here and now).
2. Perawat mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai
dengan tindakan yang akan dilaksanakan.
3. Harus membuat kontrak dengan pasien dengan
menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta
pasien yang diharapkan
4. Mendokumentasikan apa yang telah dilaksanakan.
EVALUASI
S : Respon subyektif sementara atau setelah tindakan
keperawatan.
Mis: pasien mengatakan suara yg ia dengar membuatnya
marah.
O : Respon obyektif yg ditampilkan oleh pasien sementara
atau setelah tindakan kep.
Mis: ekspresi wajah tegang, nada suara tinggi.
A : Assesment; hasil kesimpulan penilaian
subyektif dan obyektif yg ditampilkan
pasien.
Mis: pasien menyadari halusinasi yg
dialaminya.
P : Rencana tindak lanjut terdiri dari
tindak lanjut pasien dan perawat.
SOSIOCULTURAL
TERAPI LINGKUNGAN
DISTRIBUSI
KEKUATAN

PERAN
KOMUNIKASI
KELUARGA &
TERBUKA
MASYARAKAT

AKTIVITAS STRUKTUR
KERJA INTERAKSI
Legal and ethical context of
psychiatric nursing
care
Asuhan Keperawatan klien dengan
masalah psikososial, kecemasan,
konsep diri, kehilangan dan distress
spiritual
PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan
makhluk tuhan yang lainnya. Mengapa demikian? Tentu jawabannya karena
manusia telah diberkahi dengan akal dan fikiran yang bisa membuat
manusia tampil sebagai khalifah dimuka bumi ini.
Setiap manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap angung atau
maha.kepercyaan inilah yang disebut sebagai spriritual. Spiritual ini sebagai
kontrol manusia dalam bertindak
Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan. Berdasarkan
konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata
: makna, harapan, kerukunan, dan sistem kepercayaan (Dyson, Cobb,
Forman, 1997)
LEGAL ETHIC OF PSYCHIATRIC NURSING

Klien psikiatri memiliki hak legal, sama seperti klien

ditempat lain. Isu legal dan etik yang dibahas pada

bagian ini terutama berkaitan dengan topik klien yang

menunjukkan sikap bermusuhan dan agresif, tetapi

berlaku untuk semua klien di lingkungan kesehatan jiwa.


1. Hospitalisasi Involunter
Kebanyakan klien masuk ke tempat rawat inap atas dasar sukarela. Hal ini berarti
mereka ingin mencari terapi dan setuju dirawat di rumah sakit. Akan tetapi,
beberapa klien tidak mau dirawat di rumah sakit dan diobati. Keinginan mereka
dihargai kecuali mereka berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain
(misalnya : mereka mengancam atau berupaya bunuh diri atau membahayakan
orang lain).

2. Keluar dari Rumah Sakit


Klien yang masuk rumah sakit secara sukarela memiliki hak untuk meninggalkan
rumah sakit jika mereka tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Selama berada di rumah sakit, klien tersebut minum obat-obatan dan membaik
cukup cepat sehingga ia memenuhi syarat untuk pulang ketika ia tidak lagi
berbahaya. Beberapa klien berhenti minum obat-obatan setelah pulang dari rumah
sakit dan kembali mengancam, agresif, atau berbahaya
3.Hak-hak Klien
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang
diberikan kepada semua orang, kecuali hak untuk
meninggalkan rumah sakit dalam kasus komitmen involunter.
Klien memiliki hak untuk menolak terapi, mengirim dan
menerima surat yang masih tertutup, dan menerima atau
menolak pengunjung. Setiap larangan ( misalnya : surat,
pengunjung, pakaian) harus ditetapkan oleh pengadilan atau
instruksi dokter untuk alasan yang dapat diverifikasi dan
didokumentasikan.
a. Hak-hak Pasien Berdasarkan American Hospital Association (1992) :
Pasien memiliki hak untuk mendapatkan perawatan yang penuh rasa
hormat dan perhatian.
• Hak pasien jiwa secara umum (Stuart & Laraia, 2001) :
• Hak untuk berkomunikasi dengan orang lain di luar RS dengan
berkorespondensi, telepon dan mendapatkan kunjungan
• Hak untuk berpakaian
• Hak untuk beribadah
• Hak untuk dipekerjakan apabila memungkinkan
• Hak untuk menyimpan dan membuang barang
• Hak untuk melaksanakan keinginannya
• Hak untuk memiliki hubungan kontraktual
• Hak untuk membeli barang
• Hak untuk pendidikan
• Hak untuk habeas corpus
• Hak untuk pemeriksaan jiwa atas inisiatif pasien
• Hak pelayanan sipil
• Hak mempertahankan lisensi hukum; supir, lisensi profesi
• Hak untuk memuntut dan dituntut
• Hak untuk menikah dan bercerai
• Hak untuk tidak mendapatkan restrain mekanik yang tidak
perlu
• Hak untuk review status secara periodic
• Hak untuk perwalian hokum
• Hak untuk privasi
• Hak untuk informend consent
• Hak untuk menolak perawatan
4. Konservator

Pengangkatan konservator atau pelindung hukum merupakan proses yang


terpisah dari komitmen sipil. Individu yang mengalami disabilitas berat
terbukti tidak kompeten tidak dapat menyediakan makanan, pakaian, dan
tempat tinggal bagi diri mereka sendiri walaupun sumber-sumber tersedia
dan tidak dapat bertindak sesuai keinginan mereka sendiri, dapat
memerlukan pengangkatan seorang konservator.
5. Lingkungan yang Kurang Restriktif
Klien memiliki hak untuk menjalani terapi di lingkungan yang kurang
restriktif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini berarti
bahwa klien tidak harus dirawat di rumah sakit jika ia dapat diobati di
lingkungan rawat jalan atau group home.
5
6. Kewajiban untuk Memperingatkan Pihak Ketiga

Satu pengecualian terhadap hak klien dalam kerahasiaan ialah


kewajiban untuk memperingatkan, yang didasarkan pada
keputusan Pengadilan Tinggi California, dalam Tarasoff vs.
Regents of the University of California.

Klinisi harus mengajukan empat pertanyaan untuk


menentukan apakah terdapat kewajiban untuk
memperingatkan (Felthous, 1999) :
Apakah klien berbahaya bagi orang lain ?
Apakah bahaya tersebut akibat gangguan jiwa serius ?
Apakah bahaya tersebut segera terjadi ?
Apakah bahaya tersebut ditargetkan pada korban yang dapart
diidentifikasi ?
7. Peran Legal Perawat
Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal:
1. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
2. Perawat sebagai pekerja
3. Perawat sebagai warga Negara.

Masalah Legal Dalam Praktek Keperawatan


• Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yg memadai tidak
tersedia standar praktek dan tidak ada kontrak kerja.
• Perawat profesional perlu memahami aspek legal untuk melindungi diri
dan melindungi hak-hak pasien dan memahami batas legal yang
mempengaruhi praktek keperawatan.
• Pedoman legal Undang-undang praktek, peraturan Kep Men Kes No
1239 dan Hukum adat.
8. Pertanggung Jawaban Pidana Terkait Dengan Kondisi Jiwa Seseorang

• Tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang diduga


memiliki kelainan jiwa perlu mendapatkan penyelididkan dari seorang
ahli kesehatan jiwa ( Visum et repertum psikiatrikum; VER)
• Argumen yang menyebutkan bahwa seseorang yang didakwa
melakukan tindakan kriminal dianggap tidak bersalah karena orang
tersebut tidak bisa mengontrol perbuatannya atau tidak mengerti
perbedaan antara benar dan salah yang dikenal sebagai Peraturan
M’Naghten.
• Saat orang tersebut memenuhi kriteria, dia dapat dinyatakan tidak
bersalah karena mengalami gangguan jiwa.
ASUHAN KEPERAWATAN
PSIKOSOSIAL
Ansietas
Ansietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak
menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang
akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi
badaniah yang khas dan yang akan datang berulang
Ansietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan
oleh dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan
membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan
seseorang individu atau kelompok biososialnya. (J.J GROEN)
Faktor Predisposisi

1. Teori Psikoanalitik

Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ID, EGO Dan

SUPER EGO”

2. Teori Interpersonal

Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal

3. Teori Perilaku

Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu

kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.


a. Penggolongan Ansietas
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Ansietas ringan berhubungan dengan
ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
2. Ansietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi.
3. Ansietas berat
Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon takut dan distres.
Bentuk Gangguan Ansietas
Gangguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan meningkat,
berlangsung 15-30 menit, ketika individu mengalami ketakutan emosional yang besar
juga ketidaknyamanan fisiologis.
Ada dua kriteria Gangguan panik: gangguan panik tanpa agorafobia dan gangguan panik
dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik

Pedoman Diagnosis Agrafobia


Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit
meloloskan diri
Situasi dihindari, misal jarang bepergian
Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal fobia
sosial
Pedoman Diagnostik Gangguan Panik
Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan
Sekurangnya satu serangan, diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap akan
mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan, perubahan perilaku
bermakna berhubungan dengan serangan
Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis umum
Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal gangguan
obsesif - kompulsif.
Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia
TERAPI

Konseling dan medikasi.


Konseling: ajari pasien untuk diam di tempat sampai serangan
panik berlalu, konsentrasikan diri untuk mengatasi ansietas bukan
pada gejala fisik, rileks, latihan pernafasan. Identifikasikan rasa
takut selama serangan. Diskusikan cara menghadapi rasa takut
saya tidak mengalami serangan jantung, hanya panik, akan berlalu.
Medikasi: banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak
membutuhkan medikasi. Bila serangan sering dan berat, atau
secara bermakna dalam keadaan depresi beri antidepresan
(imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100 150 mg
malam selama 2 minggu). Bila serangan jarang dan terbatas beri
anti ansietas, jangka pendek (lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau
alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari pemberian jangka panjang
dan pemberian medikasi yang tidak perlu.
FOBIA adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang

menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau

situasi yang ditakuti.

•Fobia spesifik : takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit,

cedera, dsb.

•Fobia sosial :takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai

lingkungan sosial seperti berbicara di depan umum, dsb.


TERAPI

Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur


pernafasan, membuat daftar situasi yang ditakuti atau dihindari,
diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut tersebut. Dengan
konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi. Bila ada
depresi bisa diberi antidepresan lmipramin 50 150 mg/ hari. Bila ada
ansietas beri antiansietas dalam waktu singkat, karena bisa
menimbulkan ketergantungan. Beta blokerdapat mengurangi gejala
fisik. Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap.
GangguanObsesif – Kompulsif
OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan
dan tidak dikehendaki.
KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan
tidak dikehendaki.

Terapi
Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang
berulang dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi
perilaku kompulsif. Latihan pernafasan. Bicarakan apa yang akan dilakukan
pasien untuk mengatasi situasi, kenali dari perkuat hal yang berhasil
mengatasi situasi. Bila diperlukan bisa diberi Klomipramin 100 - 150 mg,
atau golongan Selected Serotonin Reuptake Inhibitors.
• Ganguan Stres Pasca – Trauma
Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres
pasca-trauma, bila mereka mengalami suatu stres yang akan
bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma bisa
berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan,
pemerkosaan, kecelakaan.
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman
kembali trauma melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang
persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan
responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan
dan persisten
•Gangguan Stres Akut

Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada

seseorang tanpa adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai

respons terhadap stres fisik maupun mental yang luar biasa dan

biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Stresornya

dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa .


•Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup
sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman
yang pernah dialami setiap individu selama rentang kehidupannya (Potter
& Perry, 1997).

Kehilangan maturasional(maturational losses) adalah suatu bentuk dari


kehilangan yang penting dan melibatkan semua harapan hidup yang
secara normal berubah disepanjang kehidupan.

Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasa. Rasa kehilangan aktual


(actual loss) terjadi ketika seseorang tidak dapat lagi merasakan,
mendengar, atau mengenali seseorang atau objek.
1. Jenis-jenis Kehilangan
Menurut Aziz Alimul (2014), kehilangan digolongkan menjadi
beberapa jenis yakni sebagai berikut:
•Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran
akibat bencana).
•Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah,
dirawat di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
•Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya
pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat, perawat
yang dipercaya, atau binatang peliharaan).
•Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik).
•Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman

dekat, atau diri sendiri).


Dampak dari Kehilangan

•Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan

atau berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa

takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.

•Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat

menyebabkan disintegrasi dalam keluarga.

•Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan

hidup, dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan

semangat hidup orang yang ditinggalkan.


Pengertian Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan
(Aziz Alimul, 2014).

Jenis-jenis Berduka
Berduka yang Normal (non-komplikasi) merupakan reaksi terhadap
kematian yang paling umum terjadi.
Berduka Berkomplikasi
Pada sebagian kecil individu, adaptasi terhadap berduka yang normal
tidak terjadi.Pada berduka berkomplikasi (disfungsional), berduka yang
dirasakan individu berkepanjangan atau kesulitan saat ingin bergerak
maju setelah mengalami rasa kehilangan.
Berduka yang Diantisipasi
Seseorang akan mengalami berduka yang diantisipasi (anticipatory grief), suatu
proses pelepasan bawah sadar atau “membiarkan pergi” sebelum rasa kehilangan
aktual atau kematian terjadi, terutama terjadi dalam situasi rasa kehilangan yang
diperpanjang atau telah diperkirakan (Corless, 2006).
Berduka yang Tidak Lepas
Individu mengalami berduka yang tidak lepas (disenfranchised grief), yang juga
dikenal sebagai berduka marginal atau tidak didukung, ketika hubungan mereka
dengan orang yang sudah meninggal tidak disetujui secara sosial, tidak dapat diakui
secara terbuka didepan umum, atau terlihat kurang signifikan (Hooyman & Kremer,
2006).
Berduka Tertutup
Berduka yang tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka.Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin.
Respons Berduka dan Rangkaian Proses Berduka

Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat

melalui tahap-tahap berikut (Kubler-Ross, dalam Potter &

Perry, 1997).

Tahap Pengingkaran.

Tahap Marah

Tahap Tawar-Menawar

Tahap Depresi

Tahap Penerimaan
Distress Spiritual
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain,
seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (EGC,
2008).
Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah
kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya.
Penyebab
Menurut Budi anna keliat (2011) penyebab distres spiritual adalah sebagai
berikut :
Pengkajian Fisik Abuse
Pengkajian Psikologis Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah,
dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
Pengkajian Sosial Budaya dukungan sosial dalam memahami keyakinan
klien (Spencer, 1998).
Patofisiologi distress spiritual

tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi otak.
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya
ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf
simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini
kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian
pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status
emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan
perubahan emosional, perilaku dan kepribadian.

Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap


stresor akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku
maladaptif dan sering dihubungkan dengan munculnya gangguan
jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan
munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik,
psikologis, sosial termasuk spiritual.
Karakteristik distres spiritual

Karakteristik Distres Spritual menurut EGC (2008) meliputi empat hubungan

dasar yaitu :

Hubungan dengan diri

Hubungan dengan orang lain

Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam

Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya


PENGKAJIAN

•Kaji faktor predisposisi

•Kaji Stressor Presipitasi

•Kaji Perilaku
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
•Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan

gagal mengambil keputusan.

•Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan.

•Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan financial.

•Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian

saudara kandung.

•Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dampak anak sakit.

•Ketakutan berhubungan dengan rencana pembedahan.


DX 1: Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal
mengambil keputusan.
Kriteria hasil:
•Klien tidak akan menciderai diri sendiri dan orang lain.
•Klien akan berkomunikasi dengan efektif.
•Klien akan menyampaikan pengetahuan tentang gangguan panik.
•Klien akan mengungkapkan rasa pengendalian diri.
Intervensi:
•Bantu klien berfokus pada pernapasan lambat dan melatihnya bernapas secara
ritmik.
•Bantu klien mempertahankan kebiasaan makan teratur dan seimbang.
•Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan perilaku distraksi seperti:
berbicara kepada orang lain, melibatkannya dalam aktivitas fisik.
•Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang direncanakan sebelumnya
dan telah terlatih.
•Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan situasi yang
menimbulkan ansietas.
DX 2: kecemasan berat berhubungan dengan konflik perkawinan.
Kriteria hasil:
•Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya.
•Klien mengidentifikasi respon terhadap stress.
•Klien mendiskusiksn suatu topik ketika bertemu dengan perawat.
Intervensi:
•Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang yang hangat, menjadi
pendengar yang baik.
•Bantu klien mengenali perasaan cemas dan menyadari nilainya.
•Melakukan komunikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari topic yang ringan.
•Bantu klien mengidentifikasi respon terhadap sters.
DX 3: Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kematian
saudara kandung
Kriteria hasil:
•Klien memiliki koping terhadap ancaman.
•Strategi koping positif.
•Untuk mengetahui sebab biologis.
•Klien melakukan aktifitas seperti biasanya.
Intervensi:
•Dorong klien untuk menggunakan koping adaptif dan efektif yang telah
berhasil digunakan pada masa lampau.
•Bantu klien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.
•Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif.
•Konseling dan penyuluhan keluarga ataupun orang terdekat tentang
penyebab biologis.
•Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini akan
membatasi klien untuk menggunakan mekanisme koping yang tidak
adekuat.
DX 4: ketakutan yang berhubungan dengan rencana pembedahan.
Kriteria hasil:
•Meningkatkan kesadaran diri klien.
•Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya.
•Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan.
Intervensi:
•Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka perasaan
cemasnya dan menangani secara konstruktif dan gunakan cara yang
dilakukan perawat secara terapeutik untuk membantu mengatasi kecemasan
klien.
•Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan membatasi
interaksi dengan orang lain atau kurangi kontak dengan penyebab stresnya.
•Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek
yang ditakutinya, tidak ada argument, tidak mendukung fobianya, terapkan
batasan perilaku klien untuk membantu mencapai kepuasan dengan aspek
lain.

Anda mungkin juga menyukai