Anda di halaman 1dari 18

JENIS TUMBUHAN PENGHASIL PEWARNA ALAMI KAIN TENUN DI SUKU

DAWAN

OLEH

NAMA : HILDA MONICA DETHAN


NIM: 1601040019
SEMESTER: VII (Tujuh)
MATA KULIAH : ETNOBOTANI

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

KUPANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Etnobotani dengan Judul “Jenis
Tumbuhan Penghasil Pewarna Alami Kain Tenun Di Suku Dawan”

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penulisan ini tidak terlepas dari
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Karena itu
dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan limpah terima kasih yang tulus kepada
dosen pengampuh matakuliah Etnobotani Dr. Andam S. Ardan, S.Si, M.Si yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dari awal penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan. Khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
diharapkan demi penyempurnaan isi makalah ini.

Kupang, September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pewarna Alami 3
2.2 Jenis Tumbuhan Penghasil Pewarna Alami 3
2.3 Cara Pengolahan Beberapa Tumbuhan Penghasil Pewarna Alami ` 12

BAB III : PENUTUP


3.1 Simpulan 14
3.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak tepat pada
garis katulistiwa. Kondisi ini membuat Indonesia memiliki iklim tropis yang strategis
bagi berbagai makhluk hidup baik tumbuhan, hewan, maupun mikroorganisme untuk
hidup dan berkembang biak. Diperkirakan 17% fauna dan flora di Dunia berada di
Indonesia dan terdapat 54.000 jenis tumbuhan sehingga Indonesia dikategorikan sebagai
negara dengan tingkat keanekaragaman hayati kedua terbesar di dunia. Dari sejumlah
spesies yang ada diantaranya merupakan tanaman pangan, tanaman sandang, tanaman
papan, maupun tanaman obat.

Salah satu pulau di Indonesia yang kaya akan tanaman berdaya guna adalah Pulau
Timor. Di pulau ini terdapat kekayaan istimewa yang kaya akan tanaman penghasil
perwarna alami. Tidak heran jika di pulau ini banyak pengrajin tenun ikat yang
memanfaatkan tum uhan sebagai sumber pewarna alami sehingga memberikan warna
kain tenun yang berkualitas baik. Zat pewarna alam ini diperoleh dengan ekstraksi atau
perebusan secara tradisional. Bagian-bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat
pewarna alam adalah kulit kayu, batang, daun, akar dan daging buah.

Suku Dawan merupakan penduduk asli pulau Timor. Secara umum, sebagian besar
masyarakat suku Dawan banyak menempati daerah pedalaman, salah satunya pada
kabupaten Kupang. Masyarakat Dawan banyak memanfaatkan tumbuhan dalam
kehidupan sehari- hari.Salah satu bentuk pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan
masyarakat adalah sebagai bahan pembuat kain tenu (bahasa Timor = tenun ikat).

Kerajinan tenun ikat adalah salah satu bentuk industri rumah tangga yang dikenal
secara turun temurun dan digunakan pada setiap acara adat maupun sebagai bahan
pakaian sehari-hari. Pembuatan kain tenun ini dilakukan secara tradisional oleh
masyarakat pedalaman dan sudah menjadi bagian dari aktivitas mereka sehari-hari. Untuk
membuat kain tenun ikat diperlukan pewarna yang akan memberikan corak dan motif dari
kain yang dibuat. Banyak jenis tanaman dan hewan yang mempunyai warna-warna indah
dan cemerlang. Pemakaian zat warna yang berasal dari tanaman dan hewan ini telah
banyak dilakukan oleh para pengrajin tenun ikat, namun yang paling banyak digunakan

4
adalah yang berasal dari daun tanaman yang diperoleh dari hutan. Pemanfaatan pewarna
alami dalam pembuatan kain tenun ikat saat ini mengalami penggerusan. Sebagian besar
penenun telah beralih pada pewarnaan mengunakan bahan pewarna sintetik yang lebih
praktik, murah, dan mudah dicari. Padahal penggunaan pewarna alami dapat memberikan
beberapa keuntungan, karena tidak toksik terhadap kulit, warna lebih istimewa, lembut
dan tidak mudah luntur.

Tenun ikat dengan bahan pewarna alami merupakan salah satu bentuk pengetahuan
tradisional masyarakat yang perlu didukung, sehingga dapat dilestarikan dan
dikembangkan dengan lebih baik. Berdasarkan latar belakang, maka penulis tertarik untuk
memberi edukasi pada khalayak umum melalui makalah yang berjudul “Pemanfaatan
Tumbuhan sebagai Bahan Pewarna Alami Kain Tenun di Suku Dawan”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pewarna alami?


1.2.2 Jenis-jenis tumbuhan apa saja yang dipakai sebagai penghasil zat warna alami
dalam pembuatan kain tenun di suku Dawan?
1.2.3Bagaimana pengolahan tumbuhan tersebut sehingga menghasilkan pewarna alami?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuannya adalah :

1.3.1Mengetahui pengertian pewarna alami

1.3.2Mengetahui jenis- jenis tumbuhan yang dipakai sebagai penghasil zat warna alami
untuk pembuatan kain tenun di Suku Dawan

1.3.3. Untuk mengetahui pengolahan tanaman penghasil pewarna sehingga menghasilkan


pewarna alami.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pewarna Alami

Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan (seperti
bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak dahulu sehingga
sudah diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh ( Winarno, 1997). Tumbuhan
memiliki zat pewarna yang bisa digunakan sebagai pewarna alami baik dari akar, batang,
hingga daunnya. Sedangkan pewarna buatan atau sintetik merupakan zat warna yang
dihasilkan atau dibuat oleh manusia dengan menggunakan bahan kimia. Zat warna buatan
biasanya melalui beberapa proses dan pengujian dengan menggunakan bahan kimia
lainnya untuk memeastikan apakah zat tersebut layak untuk digunakan.

Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam warna
yang dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur
tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya.\

Masyarakat suku Dawan memanfaatkan bahan pewarna alami dalam proses


pewarnaan makanan maupun pewarnaan benang tenun. Beberapa bahan yang sering
digunakan dalam pewarna benang antara lain daun muda jati (Tectona grandis), akar
mengkudu (Morinda citrifolia), rimpang kunyit (Curcuma sp.), kulit batang kasuari
(Casuarina sp.), dan akar pinang (Areca catechu), dan nila (Indigofera sp).

2.2 Jenis Tumbuhan Penghasil Pewarna Alami di Suku Dawan

Saat ini warna yang banyak digunakan pengrajin di Suku Dawan adalah warna
merah, dbiru, kuning, coklat Bahan pewarna alam yang digunakan berasal dari bagian
tumbuhan (daun, batang, buah, biji, akar dan kulit kayu). Empat jenis diantaranya berupa
pohon hutan dimana bagian yang dimanfaatkan adalah buah, akar dan kulit kayu
(pepagan) serta satu jenis berupa pohon yaitu mengkudu (Morinda citrifolia.). Adalina et
al. (2013) menjelaskan bahwa pengrajin kain tenun ikat di suku Dawan menggunakan
Morinda citrifolia sebagai bahan utama pewarna merah dalam pewarnaan kain tenun ikat
dan menambahkan kemiri untuk perekat atau pengikat warna.

6
2.2.1 Jenis- jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pewarna dan warna yang
dihasilkan di Suku Dawan disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Jenis Tumbuhan Pengasil Pewarna Alami di Suku Dawan
N Jenis Tumbuahn Bagian yang Warna yang
o Dimanfaatkan Dihasilkan
Nama Daerah Nama Ilmiah/Family

1 Nila Indigofera tinctoria Daun,batang,biji Biru-hitam


L./Fabaceae
2 Mengkudu Morinda Akar Merah
citrifolia/Rubiaceae

4 Mahoni Swietenia Kulit batang/buah Merah kecoklatan


macrophylla
King/Meliaceae

5 Jati Areca catechu Daun Merah


/Lamiaceae

6 Kasuari Artocarpus communis Kulit Merah ungu

7 Huki atau kunyit Curcuma domestica Rimpang Kuning

8 Puah atau Pinang Areca catechu Akar Coklat kemerahan


L/arecaceae

Sumber : Pribadi

7
2.2.2 Deskripsi Tumbuhan
2.2.2.1 Nila (Indigofera sp).
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Subfamili: Faboideae
Bangsa: Indigofereae
Genus: Indigofera
Spesies: I. tinctoria
Nama binomial
Indigofera tinctoria
L.
Gambar 2.1 Daun Nila (Indigofera tinctoria L)
Sumber: id.wikipedia.org

Tanaman Indigofera spp. adalah salah satu genus legum pohon terbesar dengan
perkiraan 700 spesies, 45 jenis tersebar diseluruh wilayah tropis. Spesies Indigofera
kebanyakan berupa semak meskipun ada beberapa yang herba, dan beberapa lainnya
membentuk pohon kecil dengan tinggi mencapai 5 sampai 6 meter.

Ciri tanaman Indigofera memiliki daun yang menyirip dengan ukuran 3-25 cm,
dengan bunga kecil berbentuk raceme dengan ukuran panjang 2-15 cm. Tanaman
Indigofera sp. dapat beradaptasi tinggi pada kisaran lingkungan yang luas, dan memiliki
berbagai macam morfologi dan sifat agronomi yang sangat penting terhadap
penggunaannya sebagai hijauan dan tanaman penutup tanah (cover crops). Ciri–ciri
legum Indigofera sp. adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan
dan salinitas, saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk merespon curah
hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivor merupakan potensi yang baik
sebagai cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi-kering dan daerah kering.

8
2.2.2.2 Mengkudu (Morinda citrifolia)

Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
Divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledonae
Ordo Rubiales
Genus Morinda
Spesies M. citrifolia L.
Nama binomial
Morinda citrifolia
L.

Gambar 2.2 Daun Mengkudu (Morinda citrifolia)


Sumber : id.wikipedia.org

Pohon mengkudu tidak begitu besar, tingginya antara 4–6 m. batang bengkok-
bengkok, berdahan kaku, kasar, dan memiliki akar tunggang yang tertancap dalam. Kulit
batang cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuning-kuniangan, berbelah dangkal, tidak
berbulu,anak cabangnya bersegai empat. Tajuknya selalu hijau sepanjang tahun. Kayu
mengkudu mudah sekali dibelah setelah dikeringkan. Bisa digunakan untuk penopang
tanaman lada.

Berdaun tebal mengkilap. Daun mengkudu terletak berhadap-hadapan. Ukuran


daun besar-besar, tebal, dan tunggal. Bentuknya jorong-lanset, berukuran 15-50 x 5–
17 cm. tepi daun rata, ujung lancip pendek. Pangkal daun berbentuk pasak. Urat daun
menyirip. Warna hiaju mengkilap, tidak berbulu. Pangkal daun pendek, berukuran 0,5-
2,5 cm. Ukuran daun penumpu bervariasi, berbentuk segitiga lebar. Daun mengkudu
dapat dimakan sebagai sayuran. Nilai gizi tinggi karena banyak mengandung vitamin A.
yg katanya bisa menyembuhkan ambein.

Bunga tersusun majemuk, perbungaan bertipe bongkol bulat, bertangkai 1–4 cm,
tumbuh di ketiak daun penumpu yang berhadapan dengan daun yang tumbuh normal.
Bunga banci, mahkota bunga putih, berbentuk corong, panjangnya bisa mencapai 1,5 cm.

9
Benang sari tertancap di mulut mahkota. Kepala putik berputing dua. Bunga itu mekar
dari kelopak berbentuk seperti tandan. Bunganya putih dan harum.

Buah majemuk, terbentuk dari bakal-bakal buah yang menyatu dan bongkol di
bagian dalamnya; perkembangan buah bertahap mengikuti proses pemekaran bunga yang
dimulai dari bagian ujung bongkol menuju ke pangkal; diameter 7,5–10 cm. Permukaan
buah majemuk seperti terbagi dalam sekat-sekat poligonal (segi banyak) yang berbintik-
bintik dan berkutil, yang berasal dari sisa bakal buah tunggalnya. Warna hijau ketika
mengkal, menjelang masak menjadi putih kekuningan, dan akhirnya putih pucat ketika
masak. Daging buah lunak, tersusun dari buah-buah batu berbentuk piramida dengan
daging buah berwarna putih, terbentuk dari mesokarp. Daging buah banyak mengandung
air yang aromanya seperti keju busuk atau bau kambing yang timbul karena
pencampuran antara asam kaprat (asam lemak dengan sepuluh atom karbon), asam
kaproat (C6), dan asam kaprilat (C8). Diduga kedua senyawa terakhir
bersifat antibiotik aktif.

2.2.2.3 Mahoni (Morinda citrifolia)

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Meliaceae

Genus : Swietenia

Spesies : S. macrophylla K.

Gambar 2.3 Daun Mahoni (Morinda citrifolia)


Sumber: id.wikipedia.org

Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35–40 m dan
diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit
luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang
berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur

10
dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota
bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari
putih, kuning kecoklatan.

Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih,
warnanya hitam atau cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan
tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon
pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat tumbuh subur bila tumbuh
di pasir payau dekat dengan pantai.

2.2.2.4 Jati (Tectona grandis)

Kingdom: Plantae
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
ordo Lamiales
Famili Lamiaceae
Genus Tectona
Spesies: T. grandis
Binomial name
Tectona grandis
L.f.

Gambar 2.4 Daun Jati (Tectona grandis)


Sumber: id.wikipedia.org

Pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang
bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18–20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak
terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian
jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw.,
bambu) tampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-
abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.dan seringkali masyarakat
indonesia salah mengartikan jati dengan tanaman jabon( antocephalus cadamba ) padahal
mereka dari jenis yang berbeda.Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa
selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter.
Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5
meter.

11
Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar,
berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon
yang berumur lebih daripada 80 tahun.

Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang
sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60–70 cm × 80–
100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus
dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna
kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting
yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.

Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar,


berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di
ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan,
8 mm. Berumah satu.

Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti
tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh
perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil. Nilai Rf pada daun
jati sendiri sebesar 0,58-0,63.

2.2.2.5 Kasuari (Casuarina equisetifolia L.)

Kingdom: Plantae
Clade: Angiosperms
Clade: Eudicots
Clade: Rosids
Order: Fagales
Family: Casuarinaceae
Genus: Casuarina
Species: C. equisetifolia
Binomial name
Casuarina equisetifolia L.

Gambar 2.5 Daun Kasuari (Casuarina equisetifolia L.)


Sumber: id.wikipedia.org

12
Kasuari sendiri merupakan tetumbuhan hijau abadi yang sepintas lalu dapat
disangka sebagai tusam karena rantingnya yang beruas pada dahan besar kelihatan seperti
jarum, dan buahnya mirip runjung kecil. Namun kenyataannya pepohonan ini bukan
termasuk Gymnospermae, sehingga mempunyai bunga, baik jantan maupun betina. Bunga
betinanya tampak seperti berkas rambut, kecil dan kemerah-merahan.

Ranting yang ramping, hijau hingga abu-abu yang mengandung daun


timbangan menit dalam bulatan 5-20. Bunga - bunga apetalous diproduksi
dalam perbungaan kecil seperti catkin . Sebagian besar spesies dioecious , tetapi beberapa
spesies monoecious . Buahnya adalah kayu, struktur oval yang dangkal
menyerupai kerucut konifer , terdiri dari banyak karper , masing-masing berisi biji tunggal

2.2.2.6 Rimpang Kunyit(Curcuma longa)


Kingdom: Plantae
Divisi Tracheophyta
Kelas Magnoliopsida
Ordo Zingiberales
Famili Zingiberaceae
Genus Curcuma
Spesies C. longa
Nama binomial
Curcuma longa L.

Gambar 2.6 Rimpang Kunyit (Curcuma longa)


Sumber: id.wikipedia.org

Kunyit atau kunir, (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.),
adalah termasuk salah satu tanaman rempah-rempah dan obat asli dari wilayah
Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami penyebaran ke daerah
Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan
India serta bangsa Asia umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik
sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu, pewarna atau untuk menjaga kesehatan
dan kecantikan.

13
2.2.2.7 Pinang (Areca catechu)
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Genus: Areca
Spesies: A. catechu
Nama binomial
Areca catechu
L.

Gambar 2.7 akar pinang (Areca catechu)


Sumber: id.wikipedia.org
Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika
bagian timur. Pinang juga merupakan nama buahnya yang diperdagangkan orang. Pinang
mempunyai Batang lurus langsing, dapat mencapai ketinggian 25 m dengan diameter lk
15 cm, meski ada pula yang lebih besar. Tajuk tidak rimbun.

Pelepah daun berbentuk tabung dengan panjang 80 cm, tangkai daun pendek;
helaian daun panjangnya sampai 80 cm, anak daun 85 x 5 cm, dengan ujung sobek dan
bergerigi.

Tongkol bunga dengan seludang (spatha) yang panjang dan mudah rontok, muncul
di bawah daun, panjang lebih kurang 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap,
sumbu ujung sampai panjang 35 cm, dengan 1 bunga betina pada pangkal, di atasnya
dengan banyak bunga jantan tersusun dalam 2 baris yang tertancap dalam alur. Bunga
jantan panjang 4 mm, putih kuning; benang sari 6. Bunga betina panjang lebih kurang
1,5 cm, hijau; bakal buah beruang 1.

Buah buni bulat telur terbalik memanjang, merah oranye, panjang 3,5 – 7 cm,
dengan dinding buah yang berserabut. Biji 1 berbentuk telur.

14
2.3 Cara Pengolahan Tumbuhan Penghasil Pewarna Alami di Suku Dawan

2.3.1 Pengolahan tanaman pewarna tenun ikat untuk menghasilkan warna biru yaitu
dengan menggunakan daun Nila (Indigofera tinctoria L). Jenis Nila (Indigofera
tinctoria) umumnya dipungut pengrajin di kebun atau di pekarangan. Menurut
Hana dkk (2018), marga Indigofera mencakup perdu, perdu kecil dan terna (yang
kemudian berkayu di pangkal batangnya), tingginya bervariasi 1 sampai 3 m,
dapat tumbuh dari 0 sampai 1.650 m dpl. Jenis- jenis Indigofera tumbuh di
tempat terbuka dengan sinar matahari penuh. Dari pengamatan di lapangan, jenis
yang umumnya digunakan sebagai bahan pewarna biru atau hitam di Suku
Dawanadalah Nila (Indigofera tinctoria L)., berupa semak/terna dengan tinggi
sampai satu meter.
Cara pengolahan :
1. 1 kg daun Nila (Indigofera tinctoria L) segar direndam dengan 5 liter air,
diberi pemberat agar daun tetap terendam biasanya memakan waktu 24-
48 jam.
2. Setelah itu, masukkan ± 30 g bubuk kapur. Setelah proses di atas, benang
yang sudah di ikat siap untuk proses pewarnaan.
3. Proses pencelupan atau perendaman berlangsung selama 2 hari dan
pencelupan dapat diulangi kembali apabila warna yang dihasilkan dirasa
kurang terang sebanyak 4 kali perendaman.
4. Untuk menghasilkan warna hitam benang yang sudah proses perendaman
warna biru dilanjutkan dengan perendaman menggunakan akar tanaman
Mengkudu (Morinda citrifolia L) dan Kulit batang/cabang dan daun
kering tanaman Loba (Symplocos sp).
2.3.1 Pengolahan tanaman pewarna tenun ikat untuk menghasilkan warna Merah yaitu
dengan menggunakan akar tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan daun
kering tanaman Loba (Symplocos sp).
Akar Mengkudu (Morinda citrifolia) dipungut pengrajin dari pohon yang
tumbuh di pekarangan, kebun dan hutan. Menurut Lemmens &Wulijarni-
Soetjipto dalam Hana dkk (2018), Morinda citrifolia L. Adalah tumbuhan berupa
perdu atau pohon kecil yang bengkok-bengkok dengan tajuk merunjung, tinggi
3–10 m, memiliki akar tunggang yang tertancap dalam, pepagannya berwarna
cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuning-kuningan. Pepagan akar mengkudu

15
mengandung bahan pokok pewarna morinda yang merupakan bentuk hidrolisis
(merah) dari glikosida morindin.
Cara pengolahan :
1. Akar tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L) 2 karung (20 kg) dan kulit
batang/cabang dan daun kering tanaman Loba (Symplocos sp) 20 ikat (10
kg).
2. Sebelum akar tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan kulit
batang/cabang dan daun kering tanaman Loba (Symplocos sp) terlebih
dahulu dipotong kecil-kecil lalu ditumbuk secara terpisah
3. Akar tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan kulit batang/cabang
dan daun kering tanaman Loba (Symplocos sp) ditumbuk, dicampurkan air
secukupnya. Benang yang sudah diikat siap untuk proses perendaman
selama 2 hari.
2.3.3 Pengolahan tanaman pewarna tenun ikat untuk menghasilkan warna kuning yaitu
menggunakan daging buah kunyit (Curcuma longa).
kebanyakankunyiti dilakukan dengan menggunakan biji. Daging buah kemiri
digunakan untuk bumbu masak, obat-obatan, bahan baku cat, sabun, kosmetik dan juga
sebagai bahan pewarna tenun ikat.
Cara pengolahan :
1. Daging kunyit(Curcuma longa.) diambil secukupnya sesuai 3 kg, sebelum ditumbuk
daging kunyit dipotong kecil- kecil lalu ditumbuk .
2. Setelah bahan tersebut ditumbuk, dicampurkan air secukupnya, Benang yang sudah
diikat siap untuk proses perendaman selama 2 hari.

16
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Jenis-jenis tumbuhan penghasil pewarna alami di suku Dawan terdiri dari 8 jenis
tumbuhan dari Family yang berbeda-beda.
2. Warna yang dihasilkan berbagai macam yakni biru kehitaman, merah, kuning, merah
kecoklatan, merah ungu, cokelat kemerahan
3. Cara pengolahan tanaman sehingga menghasilkan pewarna alami pada umunya masih
menggunakan teknik tradisional.
B. Saran

Perlu juga penelitian lebih banyak agar dapat mengekspos jenis-jenis tumbuhan
penghasil pewarna sehingga diketahui oleh masyarakat luas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Paul, R., M. Jayesh, and S.R. Naik, 1994, Natural Dye: Classification, extraction and
fastness properties, Sevak Prakashan, Bombay
Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia. (Terjemahan), ITB, Bandung

Klapotke, T.M., 2002, Why Do (Maple) Leaves Change Color in the Fall, University
of Munich, Munich

18

Anda mungkin juga menyukai