Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit

ini disebabkan oleh infeksi bakteri corynebacterium diphtheria yaitu kuman yang menginfeksi

saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, Nasofaring (bagian antara hidung dan faring atau

tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemar

oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus

difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama

dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda.

Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu,

menjaga kebersihan diri sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.

Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak diperkenalkan vaksin DPT

(Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan

pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit

tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap penyakit

yang menyerang saluran pernafasan ini.

Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles

Dalam bahasa Inggris. Campak, pada masa lalu dianggap sebagai suatu hal yang harus dialami

oleh setiap anak, mereka beranggapan, bahwa penyakit Campak dapat sembuh sendiri bila ruam

sudah keluar, sehingga anak yang sakit Campak tidak perlu diobati. Ada anggapan bahwa

1|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


semakin banyak ruam keluar semakin baik. Bahkan ada upaya dari masyarakat untuk

mempercepat keluarnya ruam, dan ada pula kepercayaan bahwa penyakit Campak akan

berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan muncul dirongga tubuh lain seperti

dalam tenggorokan, paru-paru, perut atau usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan sesak napas

atau diare yang dapat menyebabkan kematian. 12,13

Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah, penyakit ini dapat

dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari mereka yang

mencapai usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan Campak yang mencapai

lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan jumlah kasus Campak akan

menurun oleh karena terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity).

1.2 TUJUAN UMUM

Untuk memenuhi tugas untuk mata kuliah K3

1.3 TUJUAN KHUSUS

 Untuk mengetahui pengertian difteria

Untuk megetahui etiologi, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan, askep untuk

penyakit Difteria.

 Untuk mengetahui pengertian campak,epidiemologi, penyebab, Pencegahan campak

2|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


BAB II

PEMBAHASAN

A. DIFTERI

1. Definisi

Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang di sebabkan oleh kuman

corynebacterium diphtheria.mudah menular dan yang di serang terutama traktus respiratorius

bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudomembran dan di lepaskannya eksotoksin

yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.

2. Etiologi

Di sebabkan oleh corynebacterium diphtheria,bakteri gram positif yang bersifat

polimorf,tidak bergerak dan tidak membentuk spora.pewarnaan sediaan langsung dapat di

lakukan dengan biru metilen atau biru toluidin.basil ini dapat di temukan dengan langsung dari

lesi

3. Sifat-sifat kuman

Polimorf,gram positif,tidak bergerak dan tidak membentuk spora,mati pada pemanasan 60 c

selama 10 menit,tahan sampai beberapa minggu dalam es,air,susu dan lender yang telah

mongering.terdapat 3jenis basil yaitu bentuk gravis,mitis dan intermedius atas dasar perbedaan

bentuk kolonindalam biakan agar darah yang mengandung kalium telurit.

Basil dapat membentuk

3|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


1. pseudomembran yang sukar diangkat,mudah berdarah dan berwarna putih keabu-abuan

yang meliputi daerah yang terkena terdiri dari fibrin,leukosit,jaringan nekrotik dan basil.

2. eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam di absorbs

dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung,ginjal dan

jaringan saraf.satu perlima puluh ml toksin dapat membunuh marmut dan lebih kurang 1/50

dosisi ini di pakai untuk uji schick.

-Schick tes

Tes kulit ini digunakan untuk menetukan status imunitas penderita.tes ini tidak berguna untuk

diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian.

Caranya:0,1 ml (1/50 MLD)cairan toksin difteri di suntikkan intradermal.bila dalam tubuh

penderita tidak ada antitoksin,terjadi pembengkakan,eritema dan sakit yang terjadi 3-5 hari

setelah suntikan.bila pada tubuh penderita terdapat antitoksin maka toksin akan dinetralisir

sehingga tidak terjadi reaksi kulit.

4. patogenesis

Basil hidup dan berkembang pada traktus respitarius bagian atas terlebih-lebih bila terdapat

peradangan kronis pada tonsil,sinus dan lain-lain.tetapi walaupun jarang basil dapat pula hidup

pada daerah vulva,telinga dan kulit.pada tempat ini basil membentuk pseudomembran dan

melepaskan eksotoksin.pseudomembran dapat timbul local atau kemudian menyebar dari faring

atau tonsil ke laring dan seluruh traktus respiratorius bagian atas sehingga menimbulkan gejala

yang lebih berat .kelenjar getah bening sekitarnya akan mengalami hyperplasia dan mengandung

toksin.eksotoksin dapat mengenai jantung dan menyebabkan miokarditis toksik atau mengenai

4|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama pada otot-otot pernafasan.toksin juga

menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal,malahan dapat timbul nefritis

interstitialis(jarang sekali).kematian terutama di sebabkan oleh sumbatan membrane pada laring

dan trakea,gagal jantung,gagal pernafasanatau akibat komplikasi yang sering yaitu

bronkopneumonia.

5. Epidemiologi

Penularan umumnya melalui udara,berupa infeksi droplet selain itu dapat pula melalui benda

atau makanan yang terkontaminasi.

6. Klasifikasi

Biasanya pembagian di buat menurut tempat atau lokalisasi jaringan yang terkena

infeksi.pembagian berdasarkan berat ringannya penyakit jug di ajukan oleh beach dkk.(1950)

sebagai berikut:

1. infeksi ringan

2. Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fausial dengan gejala hanya nyeri

menelan.

3. infeksi sedang

Pseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior faring dengan edema

ringan laring yang dapat diatasi dengan pegobatan konservatif

4. infeksi berat

5|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


Di sertai gejala sumbatan jalan nafas yang berat,yang hanya dapat diatasi dengan

trakeastomi.juga gejala komplikasi miokarditis,paralisis ataupun nefritis dapat

menyertainya.

5. Gejala klinis

Masa tunas 2-7 hari.selanjutnya gejala klinis dapat di bagi dalam gejala umum dan gejala

lokal serta gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena gejala umum yang timbul

berupa demam tidak terlalu tinggi,lesu,pucat,nyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak

penderita sangat lemah sekali.gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap

bagian yang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan serak dan

stridor,sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena

seperti miokarditis,paralisis jaringan saraf atau nefritis.

 Difteri hidung

Gejalanya paling ringan dan jarang terdapat (hanya 2%).mula-mula hanya tampak

pilek,tetapi kemudian sekeret yang kluar tercampur darah sedikit yang berasal dari

pseudomembran.penyebaran pseudomembran dapat pula mencapai faring dan

laring.penderita diobati seperti penderita difteri lainnya.

 Difteri faring dan tonsil (difteri fausial)

Paling sering di jumpai (75%).terdapat radang akut tenggorokan,demam sampai 38,5

cc,takikardi,tampak lemah,napas berbau,timbul pembengkakan kelenjar regional (bull

neck).membran dapat berwarna putih,abu-abu kotor,atau abu kehijauan dengan tepi yang

6|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


sedikit terangkat.bila membran diangkat akan timbul pendarahan.tetapi prosedur ini

dikontradikasikan memper cepatpenyerapan toksin.

 Difteri laring dan trakea

Lebih sering sebagai jalaran difteri faring dan tonsil (3 kali lebih banyak )dari pada

primer mengenai laring.gejala gangguan jalan nafas berupa suara serak dan stiridor

inspirasi jelas dan bila lebih berat dapat timbul sesak nafas berat,sianosis,demam sampai

40 cc dan tampak retraksi suprasternal serta epigastrium.pembesaran kelenjar regional

akan menyebabkan bull neck.pada pemeriksaan laring tampak kemerahan,sebab,banyak

sekeret dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran.bila anak terlihat sesak dan payah

sekali maka harus segera ditolong dengan tindakan trakeostomi sebagai pertolongan

pertama.

 Difteri kutaneus

Merupakan keadaan yang sangat jarang sekali terdapatan eng tie (1965) mendapatkan

30% infeksi kulit yang diperiksanya mengandung kuman difteri.dapat pula timbul di

daerah konjungtiva,vagina dan umbilikus.

7. Diagnosis

Diagnosis dini difteri sangat penting karena keterlambatan pemberian antitoksin sangat

mempengaruhi prognosa penderita.Diagnosis harus segera ditegakkan berdasarkan

gejala-gejala klinik tanpa menunggu hasil mikrobiologi.karena preparat smear kurang

dapat di percaya,sedangkan untuk biakan membutuhkan waktu beberapa hari. adanya

membran di tenggorok tidak terlalu spesifik untuk difteri,karena beberapa penyakit lain

7|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


juga dapat ditemui adanya membran.tetapi membran pada difteri agak berbeda dengan

membran penyakit lain,warna membran pada difteri lebih gelap dan lebih keabu-abuan

disertai dengan lebih banyak fibrin dan melekat dengan mukosa dibawahnya.bila

diangkat terjadi pendarahan.biasanya dimulai dari tonsil dan menyebar ke uvula.

 Diagnosa banding

Pada difteri nasal perdarahan yang timbul Harus dibedakan dengan perdarahan akibat

luka dalam hidung,korpus alienium atau sifilis kongenital.

a) Tonsilitis folikularis atau lakunaris

terutama bila membran masih berupa bintik-bintik putih.anak harus dianggap sebagai

penderita difteri bila panas tidak terlalu tinggi tetapi anak tampak lemah dan terdapat

membran putih kelabu dan mudah berdarah bila diangkat.tonsilitis lakunaris biasanya

disertai panas yang tinggi sedangkan anak tampak tidak terlampau lemah,faring dan

tonsil tampak hiperimis dengan membran putih kekuningan,rapuh dan lembek,tidak

mudah berdarah dan hanya terdapat pada tonsil saja.

b) Angina plaut vincent

penyakit ini juga membentuk membran yang rapuh,tebal,berbau dan tidak mudah

berdarah.sediaan langsung akan menunjukkan kuman fisiformis (gram positif) dan

spirila (gram negatif).

c) Infeksi tenggorok oleh mononukleosus infeksiosa

8|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


d) terdapat kelainan ulkus membranosa yang btidak mudah berdarah dan disertai

pembengkakan kelenjar umum.khas pada penyakit ini terdapat peningkatan monosit

dalam darah tepi.

e) Blood dyscrasia (misal agranulositosis dan leukemia)

f) mungkin pula ditemukan ulkus membranusa pada faring dan tonsil.difteri laring harus

dibedakan dengan laringitis akuta,laringotrakeitis,laringitis membranosa(dengan

membran rapuh yang tidak berdarah)atau benda asing pada laring,yang semuanyaakan

memberikan gejala stridor inspirasi dan sesak.

8. Pengobatan

a. Pengobatan umum

terdiri dari perawatan yang baik,mutlak ditempat tidur,isolasi penderita dari

pengawasan yang ketat atas kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan EKG

setiap minggu.

b. Pengobatan spesifik

1. Anti diphtheria serum(ADS) diberikan sebanyak 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-

turut dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata.bila ternyata penderita peka terhadap

serum tersebut,maka harus dilakukan desensitisasi dengan cara besredka.

2. Antibiotika.di bagian ilmu kesehatan anak FKUI-RSCM jakarta diberikan penisilin

prokain 50.000 U/kgbb/hari sampai 3 hari bebas panas.pada pederita yang dilkukan

trakeaostomi,ditambahkan kloram fenikol 75 mg/kgbb/hari,dibagi 4 dosis.

9|PENYAKIT DIFTERI, CAMPAK


3. Kortikostiroid.obat ini di maksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis

yang sangat berbahaya.dapat diberikanprednison 2 mg/kgbb/hari,selama 3 minggu yang

kemudian dihentikan secara bertahap.

9. Komplikasi

1.Saluran pernafasan

Obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya,bronkopneumonia atelektasis.

2. Kardiovaskuler

Miokarditis akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit ini

3. Urogenital

dapat terjadi nefritiS

4. Susunan saraf

kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang mengenai sistem susunan saraf

terutama sistem motorik.

10. Pencegahan

1. Isolasi

penderita penderita difteri harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah

pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat corynebacterium diphtheria 2 kali

berturut-turut.

2. Imunisasi

10 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
imunisasi dasar di mulai pada umur 3 bulan di lakukan 3 kali berturut-turut dengan selang

waktu 1 bulan.biasanya di berikan bersama-sama toksoid tetanus dan basil B.pertusis yang telah

di matikan sehingga di sebut tripel vaksin DTP dan diberikan dengan dosis 0,5 ml subcutan atau

intramuskular .vaksinasi ulang dilakukan 1 tahun sesudah suntikan terakhir dari imunisasi dasar

atau kira-kira umur 1 ½ -2 tahun dan pada umur 5 tahun.selanjutnya setiap 5 tahun sampai

dengan usia 15 tahun hanya di berikan vaksin difteri dan tetanus (vaksin DT) atau apabila ada

kontak dengan penderita difteri.

3. Pencarian dan kemudian mengobati karier difteri .

dilkukan dengan uji schick,yaitu bila hasil negatif (mungkin penderita karier atau pernah

mendapat imunisasi)mka harus dilakukan hapusan tenggorok.jika ternyata ditemukan

corynebacterium diphtheria,penderita harus diobati dan bila perlu dilakukan tonsilektomi

11. Prognosis

Nelson berpendapat kematian penderita difteri sebesar 3-5% dan sangat bergantung pada:

1. Umur penderita,karena makin muda umur anak prognosis makin buruk.

2. Perjalanan penyakit,karena makin lanjut makin buruk proknosisnya.

3. Letak lesi difteri

4. Keadaan umum penderita,misalnya prognosisnya kurang baik pada penderita gizi

kurang

5. Pengobatan.makin lambat pemberian antitoksin,prognoasis akan makin buruk.

11 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
B. CAMPAK

1. Definisi

Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.

Campak disebut juga rubeola, morbili, atau measles. Penyakit ini ditularkan melalui droplet

ataupun kontak dengan penderita. Penyakit ini memiliki masa inkubasi 8-13 hari. Campak

ditandai dengan gejala awal demam, batuk, pilek, dan konjungtivitis yang kemudian diikuti

dengan bercak kemerahan pada kulit (rash). 1,7,8 Dampak penyakit campak di kemudian hari

adalah kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca campak, sindrom

radang otak pada anak diatas 10 tahun, dan tuberkulosis paru menjadi lebih parah setelah sakit

campak berat. 2)

2. Penyebab Penyakit Campak

Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan

paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140 mm,

dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya terdapat

nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat

(RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari myxovirus. Selubung luar

sering menunjukkan tonjolan pendek, sa tu protein yang berada di selubung luar muncul sebagai

hemaglutinin.

12 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Gambar 1. Virus Campak

2. Sifat Virus

Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat, apabila

berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada temperatur kamar virus Campak

kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 – 5 hari. Tanpa media protein virus Campak hanya

dapat hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar ultraviolet. Virus Campak termasuk

mikroorganisme yang bersifat ether labile karena selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu

kamar dapat mati dalam 20% ether selama 10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit. Sebelum

dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku, relatif stabil dan dapat

disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8°C; 35,6-46,4°F) secara aman selama setahun

atau lebih. Vaksin yang telah dipakai harus dibuang dan jangan dipakai ulang.

3. Cara Penularan Penyakit Campak

Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satu-satunya reservoir

penyakit Campak . Virus Campak berada disekret nasoparing dan di dalam darah minimal

selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat setelah timbulnya ruam. Penularan terjadi

13 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
melalui udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau tenggorokan dan jarang terjadi oleh

kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan sekresi hidung dan tenggorokan.16

Penularan dapat terjadi antara 1 – 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4 hari

setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan virus yang sedikit

sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.

4. Masa Inkubasi Penyakit Campak

Masa inkubasi berkisar antara 8 – 13 hari atau rata-rata 10 hari.

4.1 Determinan Penyakit Campak

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah adalah :

a. Faktor Host

 Status Imunisasi

Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak

sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan

Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang

tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena

campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.18

 Status Gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

Campak dari pada balita dengan gizi baik.

Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6

tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang Campak

disbanding dengan anak yang status gizinya baik.

14 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
 Faktor Environment 12

 Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan

kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan

penyakit Campak.

5.1 Determinan Penyakit Campak

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah adalah :

a. Faktor Host

1. Status Imunisasi

Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak

sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan

Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang

tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena

campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.

2. Status Gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

Campak dari pada balita dengan gizi baik.Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor,

anak berumur 9 bulan sampai dengan 6 tahun yang status gizinya kurang mempunyai

risiko 4,6 kali untuk terserang Campak disbanding dengan anak yang status gizinya baik.

b. Faktor Environment

1. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

15 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan

kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan

penyakit Campak.

5. Gejala Klinis Penyakit Campak

Gejala klinis campak dibgi menjadi 3:

5.1 Stadium Kataral atau Prodromal

Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata merah.

Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik spot) pada mukosa

pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik ini berupa bercak

putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan. Koplik spot ini

menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak.

5.2 Stadium Erupsi

Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi, kadan-kadang

anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang spesifik), timbul setelah 3 – 7

hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu mulai timbul di daerah belakang telinga, tengkuk,

kemudian pipi, menjalar keseluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka

bengkak.

5.3 Stadium Konvalensi atau penyembuhan

Erupsi (bercak-bercak) berkurang, meninggalkan bekas kecoklatan yang disebut

hiperpigmentation, tetapi lama-lama akan hilang sendiri. panas badan menurun sampai normal

bila tidak terjadi komplikasi.

5.4 Komplikasi Penyakit Campak 20, 21

16 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh

secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan terjadinya

komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada balita, keadaan inilah yang menyebabkan

mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti : Otitis media akut, Ensefalitis,

Bronchopneumonia, dan Enteri

5.5 Bronchopneumonia

Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang epitel saluran

pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru atau Pneumonia.

Bronchopneumonia dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh Pneumococcus,

Streptococcus, dan Staphylococcus yang menyerang epitel pada saluran pernafasan maka

Bronchopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan

kurang kalori protein.

5.6 Otitis Media Akut

Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga tengah.

Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi

bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media purulenta.

5.7 Ensefalitis

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya terjadi pada

hari ke 4 – 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus Campak,

dengan CFR berkisar antara 30 – 40%. Terjadinya Ensefalitis dapat melalui mekanisme

imunologik maupun melalui invasi langsung virus Campak ke dalam otak.

5. Enteritis

17 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita mengalami

muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.

6. Pencegahan dan Penanggulangan Campak

6.1 Pencegahan Campak

a. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/resiko

terhadap penyakit Campak. Sasaran dari pencegahan primordial adalah anak-anak yang masih

sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk

penyakit Campak. Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam upaya

pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pendidikan

kesehatan, konselling nutrisi dan penataan rumah yang baik.

b. Pencegahan Primer

Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko,

yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit Campak. Pada

pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya

Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.

 Penyuluhan

Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai

Campak. Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga diberikan kepada anggota

keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan

kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien Campak adalah definisi

penyakit Campak, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya Campak dan upaya-

18 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
upaya menekan Campak, pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan

pengenalan komplikasi Campak.

 Imunisasi

Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan dengan

vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 – 15 bulan. Vaksin

yang digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah.

Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh

diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia.

Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin

measles-mumps-rubella (MMR). vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan,

sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan. Penting diperhatikan

penyimpanan dan transportasi vaksin harus pada temperature antara 2ºC - 8ºC atau ± 4ºC,

vaksin tersebut harus dihindarkan dari sinar matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet

atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.

7. Determinan Penyakit Campak

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah

adalah

a. Faktor Host

 Status Imunisasi

Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena

penyakit Campak sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM &

PLP dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tentang KLB

penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan Banyuasin Sumatera

19 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang tidak

mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk

terkena campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.18

 Status Gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk

terkena penyakit Campak dari pada balita dengan gizi baik.11

Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai

dengan 6 tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali

untuk terserang Campak disbanding dengan anak yang status gizinya

baik.19

 Faktor Environment 12

Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau

pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah

rawan terhadap penularan penyakit Campak.

20 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya

komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian

dini Campak serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan

sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita

yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.

Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah

kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan Campak memegang peran penting

untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.

Diagnosa Penyakit Campak

Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnese, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.23,24

 Kasus Campak Klinis

Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk

macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan 38ºC atau lebih (terasa

panas) dan disertai salah satu gejala bentuk pilek atau mata merah (WHO).

 Kasus Campak Konfirmasi

Kasus Campak konfirmasi adalah kasus Campak klinis disertai salah satu kriteria yaitu :

Determinan Penyakit Campak

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah adalah :

a. Faktor Host

 Status Imunisasi

Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak

sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran

21 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan

Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang

tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena

campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.

 Status Gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

Campak dari pada balita dengan gizi baik.

Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6

tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang Campak

disbanding dengan anak yang status gizinya baik.

b. Faktor Environment 12

 Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan

kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan

penyakit Campak.

 Pemeriksaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer antiantibodi 4 kali)

dan atau isolasi virus Campak positif.

 Kasus Campak yg mempunyai kontak langsung dengan kasus konfirmasi, dalam periode

waktu 1 – 2 minggu.

Pengobatan penyakit campak

Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Tidak ada obat yang secara

langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak memerlukan istirahat di tempat tidur, kompres

dengan air hangat bila demam tinggi. Anak harus diberi cukup cairan dan kalori, sedangkan

22 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
pasien perlu diperhatikan dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet disesuaikan dengan

kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000 IU per oral satu kali. Apabila terdapat

malnutrisi pemberian vitamin A ditambah dengan 1500 IU tiap hari. Dan bila terdapat

komplikasi, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul seperti :

 Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu

mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.

 Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan ¾ kebutuhan untuk mengurangi

oedema otak, di samping peomberian kortikosteroid, perlu dilakukan koreksi elektrolit

dan ganguan gas darah.

 Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis,

sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik

diberikan sampai tiga hari demam reda.

 Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat

dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi.

d. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi.

Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan

tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.

Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun

antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan

untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit Campak. Dalam penyuluhan

ini yang perlu disuluhkan mengenai :

 Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik

23 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
 Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan

 Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup

dengan komplikasi kronik.

 Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat

diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu.

Penanggulangan Campak

Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit Campak dapat

dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/reservoir Campak hanya pada manusia serta tersedia

vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85% dan dirperkirakan eradikasi

dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.

Word Health Organisation (WHO) mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya eradikasi

(pemberantasan) penyakit Campak dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap

yaitu:

a. Tahap Reduksi

Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :

 Tahap Pengendalian Campak

Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi Campak rutin dan

upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbitas Campak yang tinggi. Daerah ini

masih merupakan daerah endemis Campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan

kematian, dengan pola epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.

 Tahap Pencegahan KLB

24 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi ≥ 80% dan merata, terjadi penurunan

tajam kasus dan kematian, insidens Campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua,

dengan interval KLB antara 4-8 tahun.

b. Tahap Eliminasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi ≥ 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi

rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus Campak sudah sangat jarang dan KLB hampir tidak

pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan

imunisasi Campak.

c. Tahap Eradikasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak ditemukan

Determinan Penyakit Campak

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah adalah :

a. Faktor Host

 Status Imunisasi

Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak

sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan

Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang

tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena

campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.

 Status Gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

Campak dari pada balita dengan gizi baik.

25 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6

tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang Campak

disbanding dengan anak yang status gizinya baik.

b. Faktor Environment

 Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan

kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan

penyakit Campak.

Determinan Penyakit Campak

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah

adalah :

Faktor Host

 Status Imunisasi

Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak

sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan

Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang

tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena

campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.

 Status Gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

Campak dari pada balita dengan gizi baik.11

26 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6

tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang Campak

disbanding dengan anak yang status gizinya baik.

Faktor Environment

 Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan

kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan

penyakit Campak.

2.5.2. Determinan Penyakit Campak

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah adalah :

a. Faktor Host

 Status Imunisasi

Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak

sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan

Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang

tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena

campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.

 Status Gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

Campak dari pada balita dengan gizi baik.

27 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
 Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6

tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang Campak

disbanding dengan anak yang status gizinya baik.

b. Faktor Environment

 Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

 Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan

kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan

penyakit Campak.

28 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. DIFTERI

Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman

corynebacterium diphtheria.mudah menular dan yang serang terutama traktus respiratorius

bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudomembran dan dilepaskannyaeksotoksin yang

dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.

Tanda dan gejalanya adalah demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,

anoreksia, lemah,nyeri telan,sesak napas,serak hingga adanya stridor.

2. CAMPAK

Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi merupakan

penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh

virus RNA dari family paramixoviridae, genus Morbilivirus , yang ditularkan secara droplet.

Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium

konvalesensi. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif dan isolasi

penderita. Serta pada Technical Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun

1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan

pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian

yang tajam, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang

29 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
B. SARAN

untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan saya berharap bagi

pembacanya untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah ini.terima kasih

30 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K
DAFTAR PUSTAKA

FKUI.1985.Ilmu kesehatan anak.Jakarta; Bagian Ilmu kesehatan anak FKUI.

Bogo_stevena_DE_G2A009108_BAB II_KTI_(3)(1)-Pdf.

31 | P E N Y A K I T D I F T E R I , C A M P A K

Anda mungkin juga menyukai