BAB I
KONSEP DASAR
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya
penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke
tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor
berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan
atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi,
genetik dan perubahan cuaca.
Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan
adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis
dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin
lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor
tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis
kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru
berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema
paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)?.
Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema paru- paru dan
Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah "Chronic obstructive airway disease " dan
"ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)"
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus
media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap
lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior, dan 5
(lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah
segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-
pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0,2 - 0,3 mm.
Letak paru-paru.
Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada ba-
gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Pembuluh darah pada paru
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri,
Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran
melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri
bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah
pulmonal yang relatif kekurangan oksigen.
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah
yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh
saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan
kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan
udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar
dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah
mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis
dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai
persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya.
Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-
dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi
paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l
Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita
bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit, Anak-
anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan
tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah
cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan tiba-
tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar
bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran
napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari
hidung dan mulut
III. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut;
Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak,
sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
berturut-turut.
Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa alat
tubuh, yaitu :
1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun
pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah
terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronchus.
3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri
Patofisiologi
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai
eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus,
seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis
kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1
tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut.
Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi
(terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan
menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
meningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh
karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan
menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal)
dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus
yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran
udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar,
tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia
dan asidosis.
6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai
PaCO2.
7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan
FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya
menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis,
yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka
keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai "overinflation".
Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu:
1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan
saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung
alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit.
Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
2. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada
posisi istirahat normal selama ekspirasi.
3. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk
suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X ray.
4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi
secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas
Tipe Emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema :
Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana
akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari
perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya
destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan
elastisitas recoil.
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs)
dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan
ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja
nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan
pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi
oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai
dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan
dengan bronchitis kronis dan merokok
Asma
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang mungkin disebabkan oleh
berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan,
atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah
yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe
IV. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang
terdapat pada penderita antara lain:
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat
dan faktor merokok dianggap yang paling dominan
V. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat
oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya
dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi
obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal
fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh
1. Pemeriksaan radiologist
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk
itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
IX. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara
lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK
Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif
baik bio, psiko, sosial dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
Pengkajian
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan
1. Gagal/insufisiensi pernapasan
2. Hipoksemia
3. Atelektasis
4. Pneumonia
5. Pneumotoraks
6. Hipertensi paru
7. Gagal jantung kanan
Intervensi Keperawatan
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus
3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek;
ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
2. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang
sumber-sumber kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.
2. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta:
Balai penerbit FKUI
3. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
4. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin
Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
5. G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312.
6. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984, page :
346-379.
7. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of Imaging,
second edition, Churchil Livingstone, page :122.
8. Harrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page : 1491-1493.
9. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta8.20003,
hal :1347-1353.
10. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 480-482.
11. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan,
alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung,
Bandung.
12. Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page: 157.
13. Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page : 954,990-
993.
14. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI
AsKep Pasien dengan Asma Bronchiale.Setelah lama tidak memposting mengenai asuhan
keperawatan maka sore hari ini kita akan sedikit memposting mengenai AsKep Pasien dengan
Asma Bronchiale setelah sebelumnya juga memposting mengenai AsKep KLIEN DENGAN
INKONTINENSIA URINE dan juga AsKep Pasien Dengan INFARK MIOKARD AKUT
I.PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi karena spasme bdonkus
disebabkan oleh berbagai penyebab misalnya alergen, infeksi, latihan. Spasme bronkus meliputi
konstriksi otot polos, edema mukosa dan mukus berlebihan dengan perlengketan di jalan nafas
pada tahap lanjut.
(Hudak, 1997 : 565)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi
berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami
inflamasi/peradangan dan hiperresponsif.
(Reeves, 2001 : 48)
II. PENYEBAB
a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
a. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
- Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
- Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
- Whezing belum ada
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
b. Stadium lanjut/kronik
- Batuk, ronchi
- Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
- Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
- Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
V. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Primer
- Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot –otot aksesoris
pernapasan ( retraksi otot interkosta)
- Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea, taktil fremitus
menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi
- Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus paradoxus >
10 mm
B. Pengkajian Sekunder
- Riwayat penyakit sekarang
Lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat
serangan
- Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas
- Riwayat perawatan keluarga
Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga
- Riwayat sosial ekonomi
Lingkungan tempat tinggal dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis makanan yang berhubungan
dengan alergen, hewan piaraan yang dimiliki, dan tingkat stressor.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan
akut
Tujuan: pasien mempertahankan pola nafas efektif
Kriteria hasil:
- Sesak berkurang atau hilang, RR 18-24x/menit
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
- Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
- Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan
- Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas darah arteri
- Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
- Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
- Pertahankan patensi jalan nafas
- Berikan obat sesuai pesanan
DAFTAR PUSTAKA
1. Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
2. Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998
3. Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001
4. Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000
5. Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta ,
EGC, 2002
6. Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997