Anda di halaman 1dari 12

Diniyah Takmiliyah Awaliyah adalah suatu pendidikan

keagamaan Islam nonformal yang


menyelenggarakan pendidikan agama Islam sebagai pelengkap bagi siswa Sekolah Dasa
r
(SD/Sederajat), yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar dengan
masa belajar 4 (empat) tahun , dan jumlah jam belajar minimal 18 jam pelajaran seminggu.

Diniyah Takmiliyah Awaliyah berkedudukan sebagai suatu pendidikan keagamaan Isla


m
nonformal di lingkungan Kementerian Agama.

Tujuan Pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk :


a. Memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga belajar untuk mengembangkan
kehidupan sebagai :
1. Warga muslim yang beriman, bertaqwa dan beramal saleh serta berakhlak mulia;
2. Warga Negara Indonesia yang berkepribadian, percayapada diri sendiri,serta sehat jasmani
dan rohani;
b. Membina warga belajar agar memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan
beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya.
c. Mempersiapkan warga belajar untuk dapat mengikuti pendidikan agama Islam pada
Diniyah Takmiliyah Wustha

Diniyah Takmiliyah Awaliyah mempunyai fungsi :


a. Menyelenggarakan pendidikan agama Islam yang meliputi Al-Qur’an-Hadits, Tajwid,
Aqidah-Akhlak, Fiqih Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab dan Praktek
Ibadah;
b. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tambahan pendidikan agama Islam terutama
bagi siswa yang belajar di Sekolah Dasar/SD/pendidikan sederajat;
c. Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman ajaran Islam;
d. Membina hubungan kerja sama dengan orang tua warga belajar dan masyarakat;
e. Melaksanakan tata usaha dan rumah tangga pendidikanserta perpustakaan.
Madrasah Diniyah Takmiliyah ialah suatu sutu pendidikan keagamaan Islam nonformal yang
menyelenggarakan pendidikan Islam sebagai pelengkap bagi siswa pendidikan umum. Untuk
tingkat dasar (diniah takmiliya awaliyah) dengan masa belajar 6 tahun.<>

Untuk menengah atas (diniah takmiliyah wustha) masa belajar tiga tahun, untuk menengah atas
(diniyah ulya) masa belajar selama tiga tahun dengan jumlah jam belajar minimal 18 jam
pelajaran dalam seminggu (Kemenag Jabar, 2010: 7)

Menurut Amin Haidar yang dijelaskan kembali oleh Umar perubahan nomenklatur dari
madrasah diniyah menjadi diniyah takmiliyah berdasarkan pertimbangan bahwa kegiatan
madrasah diniyah merupakan pendidikan tambahan sebagai penyempurna bagi siswa sekolah
dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) yang hanya
mendapat pendidikan agama Islam dua jam pelajaran dalam satu minggu, oleh karena itu sesuai
dengan artinya maka kegiatan tersebut yang tepat adalah diniyah takmiliah.

Madrasah Diniyah (MD) atau pada saat ini disebut Madrasah Diniyah Takmiliah (MDT) adalah
lembaga pendidikan Islam yang dikenal sejak lama bersamaan dengan masa penyiaran Islam di
Nusantara. Pengajaran dan pendidikan Islam timbul secara alamiah melalui proses akulturasi
yang berjalan secara halus, perlahan sesuai kebutuhan masyarakat sekitar.
Pada masa penjajahan hampir semu desa yang penduduknya beragama Islam, terdapat
Madrasah Diniah (Diniyah Takmiliah), dengan nama dan bentuk berbeda beda antara satu
daerah dengan daerah lainnya, seperti pengajian, surau, rangkang, sekolah agama dan lain lain.
Mata pelajaran agama juga berbeda beda yang yang pada umumnya meliputi aqidah, ibadah,
akhlak, membaca Al Qur’an dan bahasa Arab (Direktorat PD Pontern, 2007:1).

Namun walaupun demikian keberadaan MDT ini masih terkesan kurang mendapat perhatian
khusus baik dari kalangan masyarakat maupun pemerintah. padahal jika melihat perkembangan
spiritualitas generasi saat ini sudah semakin memprihatinkan. Oleh sebab itu sudah menjadi
suatu keniscayaan kalau keberadaan madrasah takmiliyah ini mendapat perhatian lebih baik dari
masyarakat maupun pemerintah.

Maka Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 3 setelah mengalami perubahan keempat kalinya
yang berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang undang.

Mencerdaskan kehidupan bangsa memang adalah asumsi mendasar diadakannya sebuah


proses pendidikan, sebab kehidupan bangsa yang cerdaslah yang akan mengantarkan bangsa
ini menjadi bangsa yang jaya dalam tapak waktu yang berkesinambungan.

Namun tidak dapat kita pungkiri bahwa kecerdasan yang paling tepat dan yang paling
dibutuhkan dalam asumsi di atas adalah kecerdasan yang mengarah pada kecerdasan
spiritualitas, sebab kecerdasan spiritual inilah yang sangat menentukan baik dan tidaknya suatu
bangsa. Karena apabila kecerdasan spiritualitas ini tidak dimiliki oleh penerus bangsa ini sudah
dapat dipastikan kelangsungan bangsa ini akan cenderung mengalami kerancuan yang
berkesinambungan.

Nah, untuk menunjang proses peningkatan kecerdasan spiritualitas tersebut tidak cukup kalau
hanya mengacu pada pendidikan formal seperti SD, SMP, MTs, dan sebagainya. Dimana di
dalmnya hanya terdapat sedikit waktu untuk berbagi nilai nilai spiritualitas tersebut. Jadi sudah
barang tentu menjadi keniscayaan pentingnya pengembangan sistem Madrasah Diniyah
Takmiliyah (MDT) sebagai alternatif yang dominan untuk melengkapi pelajaran keagamaan
dalam lembaga formal tersebut yang terkesan memiliki waktu sedikit dalam proses peningkatan
keimanan, katakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

MADRASAH merupakan salah satu dari tiga lembaga pendidikan di Indonesia. Berbeda dengan
pesantren dan sekolah, madrasah adalah lembaga pendidikan yang memadukan sistem keduanya. Dari
sudut umurnya, keberadaan madrasah patut diacungi jempol, berkat kerja keras masyarakat madrasah
tetap eksis hingga saat ini.
Fokus pembahasan penulis adalah pada Madrasah Diniyah. Madrasah Diniyah adalah lembaga
pendidikan dan pengajaran Agama Islam jalur luar sekolah. Lembaga ini dikenal bersamaan dengan
penyebaran Agama Islam di Indonesia. Pada masa penjajahan, hampir semua desa di seluruh pelosok
tanah air yang ada penduduknya yang beragama Islam terdapat Madrasah Diniyah dengan berbagai
nama dan bentuk, seperti Pengajian Anak-anak, Sekolah Kitab, Sekolah Agama, Sistem Surau,
Rangkang dan lain-lain. Penyelenggaraan madrasah diniyah biasanya mendapat bantuan dari raja-raja
atau sultan setempat.
Setelah Indonesia merdeka dan berdiri Departemen Agama (dahulu) Kementerian Agama (sekarang)
penyelenggaraan madrasah diniyah mendapat subsidi dan bimbingan dari departemen Agama.
Namun karena berdirinya Madrasah Diniyah memiliki latar belakang tersendiri dan kebanyakan
didirikan atas usaha perorangan yang semata-mata untuk ibadah, maka sistem dan
penyelenggaraannya bergantung pada latar belakang pendiri dan pengasuhnya, sehingga pertumbuhan
madrasah diniyah di Indonesia mengalami banyak corak dan ragamnya.
Sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan, ide-ide pembaharuan pendidikan
Agama, Madrasah Diniyah pun ikut serta mengalami pembaharuan. Beberapa organisasi
penyelenggara Madrasah Diniyah melakukan modifikasi kurikulum bukan saja kurikulum inti yang
dikeluarkan kemeterian Agama, melainkan pula kurikulum lokal pun terus dibenahi sesuai dengan
prinsip dan karakteristik lingkungannya.
Dalam peraturan pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang pendidikan Agama dan pendidikan
keagamaan , pasal. 21 “Pendidikan Diniyah dibagi pada tiga jenis : formal, non formal dan informal”.
Jenjang Madrasah Diniyah Takmiliyah dibagi pada tiga jenjang : 1. Madrasah Diniyah Takmiliyah
Awaliyah (MDTA), 2. Madrasah Diniyah Takmiliyah Wushto (MDTW) dan 3. Madrasah Diniyah
Takmiliyah Ulya (MDTU)
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) adalah satuan pendidikan keagamaan Islam bersifat
non formal yang menyelenggarakan pendidikan tingkat dasar setara SD/sederajat dengan masa
belajar 4 (empat) tahun dan jumlah jam belajar 18 (delapan belas) jam per minggu.

Adapun fungsi Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) adalah :


1. Menyelenggarakan pendidikan agama Islam yang meliputi Al-Qur’an, Hadits, Tajwid, Aqidah,
Akhlaq, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Bahasa Arab dan Praktek Ibadah.
2. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tambahan pendidikan agama Islam terutama bagi siswa
yang belajar di sekolah dasar (SD) atau pendidikan sederajat.
3. Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengamalan ajaran Islam
4. Membina hubungan kerjasama dengan orang, santri dan masyarakat.
5. Melaksanakan tata usaha dan rumah tangga pendidikan serta perpustakaan. (Pedoman Pendirian,
pengembangan dan Pengelolaan MDTA : 9)
Aksara Pegon
Menurut beberapa orang penulis, nama PEGON berasal dari kata jawa “Pego” yang artinya
“menyimpang”. Karena memang huruf ini menyimpang dari ketentuan penulisan huruf Arab juga
dari tulisan Jawa, (yang dahulu memakai aksara cacarakan). Jadi aksara pegon ini dapat dikatakan
Arab bukan, Jawa juga bukan. Di Kesultanan Banten, aksara pegon ini menjadi aksara resmi yang
dipakai dalam hal tulis menulis. Sultan mengirim surat ke sejumlah negara dengan aksara ini.
Demikian juga administrasi kerajaan ditulis dengan aksara ini. (Mudjahid : 2012 :2).
Disadari bahwa saat ini dan di masa yang akan datang peranan pendidikan agama (Madrasah Diniyah)
sangat penting dan keberhasilannya menjadi tuntutan orang tua dan seluruh lapisan masyarakat.
Kondisi masyarakat khusunya generasi muda yang dilanda krisis moral dan akhlaq yang terjadi akhir-
akhir ini tidak bisa dianggap ringan maka harus selalu diupayakan solusinya. Salah satu upaya terbaik
adalah melalui peningkatan mutu dan keteladan tenaga pendidik, masyarakat serta peran stakeholder
yang sedikit banyak akan mewarnai perilaku generasi muda.
Sebagai wujud kepedulian masyarakat Kota Serang yang diprakarsai oleh Drs. H. Iwan
Sudiana, MM.Pd (ketua FKDT Kota Serang) dengan pemateri A. Mudjahid Chudari, pada awal
tahun pelajaran 2012-2013 telah disosialisasikan aksara pegon kepada seluruh Kepala dan Guru
Madrasah Diniyah se-kota serang dengan jadwal bervariasi setiap kecamatan yang dirasa cukup
penting. Tujuannya agar santri atau murid Madrasah Diniyah menjadi penerus dan pewaris budaya
besar yang manfaatnya akan mereka rasakan dalam kelancaran mempelajari Al-Qur’an. Aksara pegon
sudah diterapkan pada Madrasah Diniyah yang ada di kota serang sejak dua tahun yang lalu pada soal
Ujian Madrasah. Dan pada tahun ini sudah mulai dimasukkan sebagai mata pelajaran mulok.
Perhatian Pemerintah
Pemerintah Provinsi Banten (Biro Kesra) beberapa kali mengadakan workshop tentang Peningkatan
Kapasitas dan Tatakelola Madrasah Diniyah serta peran Forum Madrasah Diniyah Takmiliyah di
Provinsi Banten sudah mengalokasikan bantuan dana Hibah dan Bansos sekitar Rp. 300 M /
tahunnya untuk pendidikan Agama dan Keagamaan. Kebijakan anggaran dan strategi pembangunan
berprinsip pada Pro Growth, Pro Poor, Pro Job, Pro Environment dan Pro Public.
Hal yang menggembirakan juga bagi Madrasah Diniyah dalam beberapa pertemuan baik di acara
workshop maupun pelatihan sering disampaikan oleh Dra. Hj. Eroh Bahiroh yang dahulu sebagai
Kasi Diniyah pada Bidang Pekapontren bahwa Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi
Banten, sudah lama telah menganggarkan bantuan untuk Madrasah Diniyah di Provinsi Banten
berupa BOP, rehab, tunjangan fungsional, beasiswa ustadz yang kuliah program S1 dan
Diklat/Pelatihan Pengembangan Kurikulum dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi telah
menerbitkan Buku Pedoman Pendirian, Pengembangan dan Pengelolaan MDTA.
Ini artinya Madrasah Diniyah sebagai lembaga Pendidikan Agama yang mengajarkan dan
mengamalkan nilai-nilai agama tentu keberadaannya sangat urgen bagi kehidupan manusia yang saat
ini sedang mengalami dekadensi moral. (Chasan /Kepala MDTA Darul Irfan Kota Serang)***
BAB I

DINIYAH TAKMILIYAH DAN PERMASALAHANNYA

A. Latar Belakang Masalah

Madrasah Diniyah atau pada saat ini disebut Diniyyah Takmiliyah adalah lembaga
pendidikan Islam yang telah dikenal sejak lama bersamaan dengan masa penyiaran Islam di
Nusantara. Pengajaran dan Pendidikan Islam timbul secara alamiah melalui proses
akulutrasi yang berjalan secara halus, perlahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sekitar.Pada masa penjajahan hampir semua desa yang penduduknya beragama Islam,
terdapat Madrasah Diniyah (Diniyyah Takmilyah), dengan nama dan bentuk yang berbeda-
beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, seperti pengajian, surau,rangkang, sekolah
agama dan lain-lain. Mata pelajaran agama juga berbeda-beda yang pada umumnya
meliputi aqidah, ibadah,akhlak, membaca al-Qur’an dan Bahasa Arab (Direktorat PD
Pontern,2007:1).

Hanya saja seiring dengan perjalanan waktu pada saat ini Diniyah Takmiliyah mengalami
nasib yang tidak menentu “Wujuduhu ka’adamihi” (meskipun ada tapi eksistensinya
dianggap tidak ada) maklumlah tidak ada yang terlalu istimewa dengan lembaga yang
mencoba tetap berdiri untuk mendidik anak-anak kampung yang masih relegius. Di daerah
Penulis khusunya di kecamatan Buah batu dan di kecamatan lainnya di kota Bandung
perhatian baik dari masyarakat dan Pemerintah sangat kurang, terbukti Kemenag Kota
Bandung berupaya untuk “menggolkan” Raperda Diniyyah kepada DPRD Kota Bandung terus
mengalami hambatan.

Penulis sangat berkepentingan mengangkat bahasan ini kerena pada waktu Penulis
menghadapi siswa-siswa salah satu SMP di Kota Bandung banyak yang belum bisa baca
tulis Al-Qur’an secara benar ternyata mereka yang belum bisa baca tulis al-Qur’an tidak
mengikuti pendidkan Diniyah Takmiliyah. Mungkin saja kesalahan tersebut tidak bisa seratus
persen kepada Pemerintah dan masyarakatnya tetapi Lembaga Diniyah Takmiliyahpun jauh
dari yang diharapkan baik dari kurikulum, manajeman,guru atau ustad,pendanaan. Maka
Penulis mengangkat tema “DINIYAH TAKMILIYAH DAN PERMASALAHANNYA”

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan pada pembahasan tersebut sebagai berikut:

1. Bagaimana Lembaga Diniyah Takmiliyah dan permasalahannya pada masa kini?

2. Apa saja ikhtyar yang dilakukan oleh Kemenag dan Masyarakat dalam mengahadapi
permasalahan Dinnyah Takmiliyah?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan Diniyah Takmilyah

Diniyah Takmilyah ialah satuan pendidikan keagamaan Islam nonformal yang


menyelengarakan pendidikan agama Islam sebagai pelengkap bagi siswa pendidikan umum.
Untuk tingkat dasar (diniyah takmiliyah awaliyah) dengan masa belajar 6 tahun, untuk
tingkat menengah (diniyah takmiyah wustha) masa belajar tiga tahun, untuk menengah
atas (diniyah ulya) masa belajar selama tiga tahun dengan jumlah jam belajar minimal 18
jam pelajaran dalam seminggu(kemenag jabar, 2010:7).

Adapun tujuan Diniyah Takmiliyah adalah untuk melengkapi pendidikan agama Islam di
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau di perguruan tinggi dalam rangka peningkatan
keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT.(Kemenag jabar, 2010:1).

Menurut Amin Haidari Perubahan nomenklatur dari madrasah diniyyah menjadi diniyyah
takmiliyah berdasarkan pertimbangan bahwa kegiatan madrasah diniyyah adalah
merupakan kegiatan pendidikan tambahan sebagai penyempurna bagi siswa sekolah dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang
mendapatkan pendidikan agama Islam hanya dua jam pelajaran dalam satu minggu, oleh
karena itu sesuai dengan artinya maka kegiatan tersebut yang tepat adalah diniyyah
takmiliyah/ suplemen. ( PD Pontren, 2006:v)

B. Dinyah Takmilah dalam undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI

Dalam undang-undang system pendidikan nasional dan Peraturan pemerintah RI Nomor 55


tahun 2007 bahwa Pendidikan Diniyah terdiri dari Pendidikan Diniyah Formal, pendidikan
Diniyah non formal dan pendidikan Diniyah informal. Pendidikan Diniyah Formal terdiri dari
Pendidikan Diniyah dasar (PDD), Pendidikan Diniyah Menengah Pertama(PDMP), Pendidikan
Diniyah Menegah Atas (PDMA) dan Pendidikan Diniyah Tinggi (pst). Adapun Pendidikan non
formal mencakup diniyah takmiliyah awaliyah (DTA), diniyyah takmiliyah wustha (DTW) dan
diniyyah Takmiliyah Ulya (DTU),pendidikan al-Qur’an,majlis taklim, dan pengajian kitab.
Sedangkan Pendidikan Diniyah Informal adalah pendidikan keagaman Islam yang
berlangsung dalam keluarga dan lingkungan.

Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam
Bab kesembilan tentang pendidikan keagamaan pasal 30 ayat 4 “ pendidikan keagaman
berbentuk pendidikan diniyah,pesantren,pasraman, pabhaja, samanera, dan bentuk lain
yang sejenis”.

Adapun Pendidikan Diniyah Formal tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 55


tahun 2007 pasal 15 “ Pendidikan dinyah formal menyelenggerakan pendidikan ilmu-ilmu
yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini,pendidikan
dasar,pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.”

Diniyah Takmiliyah dalam Peraturan Pemerintah no 55 tahun 2007 tercantum pada pasal 21
ayat 1:” Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majlis
Taklim, pendidikan Al-Qur’an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis”.

C. Diniyah Takmilyah dan permasalahannya

Bagian ini menggambarkan kondisi Diniyah Takmiliyah saat ini yang dilihat dari berbagai
sudut pandang yakni (1) aspek kelembagaan,(2) manajemen, (3) kurikulum, (4) keadaan
tenaga pengajar, (5) keadaan murid, (6) Pendanaan, (7) evaluasi.

Pertama, Aspek Kelembagaan

Kelembagaan Diniyah takmiliyah (DT)telah disebutkan dia atas masuk kepada Undang-
undang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah RI. Oleh karena itu kemenag tingkat provinsi
dan tingkat kabupaten/kota sangat konsen terhadap kelembagaan Diniyah Takmiliyah ini.
Namun secara umum kelembagaan diniyah takmiliyah masih menghadapi problema
tersendiri penulis sependapat dengan elsaha dalam buku Dinamika Madrasah Diniyah
2008:85, diantaranya:

a. Aspek penyelengaraan, diniyah takmiliyah ada yang bernaung dibawah ormas islam
seperti NU,Persis, Muhammdiyah. Ada juga perorangan dan yayasan juga DKM mesjid dan
pesantren keragaman ini menimbulkan perbedaan orientasi dan kepentingan.

b. Kuantitas diniyah takmiliyah lebih menonjol tanpa dibarengi kualitas dalam


pengelolaan.

c. Hambatan psikologis karena sebagai pendiri diniyah takmiliyah sejak awal, sebagai
pengelola (tokoh agama, ormas islam, yayasan) tidak mudah menerima perubahan yang
datang dari luar termasuk pemerintah

Kedua, aspek manajemen

Pelaksanaan manajemen diniyah takmiliyah (DT) masih ada permasalahan diantaranya:

a. DT yang dikelolah ormas islam atau pesantren, yayasan biasanya tidak ada pemisahan
yang jelas antara pemimpin dan penanggung jawab DT(kepala DT) dalam tugas-tugas
kependidikan sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan, hak dan kewajiban.(El-
Saha,2008:86)

b. Sentralisasi keuangan, pengankatan kepala DT dan guru biasanya diserahkan kepada


Pimpinan ormas islam, yayasan, ketua DKM.(El-Saha,2008:86)

Ketiga, Aspek kurikulum

Kemenag RI dan kemenag Provinsi telah menerbitkan kurikulum bagi Diniyah Takmiliyah
(DT) namun bagi penulis masih ada permasalahan diantaranya:

a. Tidak seragamnya ditingkat DT penggunaan kurikulum tersebut ada yang full dari
kemenag, ada juga yang kombinasi artinya dari kemenag dan kurikulum dari DT tersendiri
bahkan ada DT yang tidak menggunakan kurikulum dari kemenag yang mengakibatkan tidak
ada standar evaluasi.

b. Buku standar yang berbeda pada setiap DT karena pengeloala yang berbeda baik
ormas islam atau perorangan.

Keempat, Tenaga pengajar (ustad)


Satu keteladanan yang mungkin bisa ditiru oleh pengajar lembaga lainnya dari kinerja ustad
diniyah takmiliyah merekalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” dalam artian tidak punya honor
tetap. Banyak kekurangan pada aspek tenaga pengajar di Diniyah Takmiliyah diantaranya:

a. Mengajar di DT hanya sampingan artinya bukan profesi maka ada anekdot mengajar di
DT merupakan “tenaga Sisa”

b. Tingat pendidikan beragam bahkan hanya tamat smp atau sma

c. Tidak sesuai dengan jumlah santri

Kelima, Keadaan murid atau santri Diniyah Takmiliyah

Bagi penulis santri DT sangat menghawatirkan karena di daerah kecamatan buah batu
misalnya yang menjadi santri DT kebanyakan siswa seusia Sekolah dasar sedangkan smp
apalagi sma sudah tidak mau masuk kepada DT mungkin orang tua tidak menyuruh anaknya
ke DT karena merasa cukup pendidikan agam di sekolah.

Menurut data kemenag khususnya di seksi peka pontren kota bandung tahun 2011 jumlah
Diniyah Takmiliyah awaliyah (DTA) berjumlah 1.538 dengan jumlah murid 75.713 jadi rata-
rata satu DTA adalah +/- 49 santri, sedangkan diniyah takmiliyah wustha berjumlah 214
dengan jumlah murid 7146 santri jadi rata-rata satu DTW +/- 33 santri, sedangkan diniyah
ulya (DTU) berjumlah 102 dengan jumlah murid 1809 jadi rata-rata satu DTU +/- 17 santri.

Keenam, Pendanaan

Pengelola Diniyah Takmiliyah (DT) mungkin harus ikhlas beramal karena dana yang
diperoleh DT sangatlah minim , biasanya dana diperoleh dari:

a. Uang syariyah(bulanan) biaya itu tidak seragam setiap DT- nya dan tidak bisa
memenuhi biaya oprasional bahkan hanya unutk honor gurupun.

b. Zakat,infak,sodaqoh yang tentu hanya sealakadarnya saja dan tidak menentu atau
tidak rutin.

Rendahnya alokasi sumber dana yang minim ini mengakibatkan kondisi diniyah takmiliyah
seperti”layamutu wa layahya” (hidup tidak, matipun tidak). Disamping itu, terbatasnya
pendanaan juga berpengaruh pada kurang layaknya sarana dan prasarana di lingkungan
pendidikan diniyah takmiliyah. Kalau mengharapkan diniyah takmiliyah meningkat salah
satu upaya yang harus dipikirkan adalah pemerintah dan masyarakat bahu membahu
mencarikan dana pendidikan diniyah takmiliyah. (el saha,2008:94).

Ketujuh, Evaluasi
Walaupun Diniyah Takmiliyah tergolong pendidikan tradisional tetapi salalu ada evaluasi
walaupun seadanya biasanya evaluasi itu di lakukan pada waktu ulangan bulanan, ujian ahir
semester dan ada imtihan atau kenaikan kelas. Bahkan kemenag tingat provinsi dan kota
selalu mengadakan evaluasi dengan memberikan soal, namun masih ada kendala yaitu
tidak meratanya DT melakukan evaluasi yang diberikan oleh kemenag karena:

a. Kurikulum yang tidak dilaksanakan secara penuh oleh DT

b. Pengawasan oleh pengawas kemenag sangat jarang dilakukan

c. Berkas ujian yang harus dibeli sedangkan dana DT tidak memadai.

D. Ikhtiar untuk kemajuan Diniyah Takmiliyah

1. Ikhtyar kemenag Kota Bandung

Kemenag Kota bandung cq Seksi PekaPontren telah membuat Raperda rancangan peraturan
daerah tentang Diniyah dari tahun 2007 dan masih berjuang sampai hari ini mudah-
mudahan Pemerintah Kota Bandung dan DPRD Kota bandung mau mendengarkan dan
meloloskan untuk kepentingan kita bersama.

2. Pembentukan Forum Diniyah Takmiliyah (FDT)

Pembentukan organisasi dninyah takmiliyah telah digulirkan dari tahun 2004 dengan nama
kelompok kerja kepala madrasah diniyah (K3MD) tingkat kota namun “tukcing” artinya
dibentuk tapi tidak ada kegiatan. Pada tahun 2008 dibentuklah Kelompok Kerja Diniyah
Takmiliyah (KKDT) banyak kegiatan yang dilakukan walaupun dengan dana yang minim,
seperti manasik haji, pawai Ta’aruf, pekan olahraga Diniyah (porsadin). Pada tahun 2011
diganti nama menjadi Forum Diniyah Takmiliyah (FDT).

BAB III
KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan

1. Diniyah Takmiliyah merupakan pendidikan keagaman nonformal yang dilakukan oleh


masyarakat untuk melengkapi pendidikan agama Islam di sekolah formal.

2. Diniyah Takmiliyah telah masuk dalam undang-undang no 20 tahun 2003 tentang


System Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 55 tahun
2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.

3. Permasalahan Diniyah Takmiliyah pada saat ini meliputi


kelembagaan manajemen,kurikulum,keadaan murid,pendanaan,evaluasi.

4. Ikhtyar untuk kemajuan Diniyah Takmiliyah khusunya di kota Bandung diantaranya


pengusulan Perda Diniyah, pembentukan Forum Diniyah Takmiliyah.

B. Saran

1. Para pengelola Diniyah Takmiliyah harus membenah diri walaupun kendala terus ada,
tidak harus menunggu Perda Diniyah lolos minimal manajemen,pembelajaran dan ustad kita
benahi.

2. Pemerintah dan DPR RI khusunya Pemkot Kota Bandung dan DPRD Kota Bandung harus
memperhatikan keberadan Diniyah Takmiliyah walaupun Nonformal tetapi sangat berperan
dalam pendidikan keagamaan terutama bekerjasama dalam meloloskan Raperda Diniyah.

3. Para civitas akademika diharapkan berperan serta dalam pengembangan Diniyah


Takmiliyah terutama dalam kurikulum dan manajemen

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat pendidikan diniyah dan pondok


pesantren, Kurikulum Diniyah takmiliyah kemenag RI,
tahun 2006

Direktorat pendidikan diniyah dan pondok pesantren, Pedoman Penyelengaraan


Dinyah Takmiliyah, 2007
Kementrian Agama Provinsi jawa Barat, Kurikulum Diniyah Takmiliyah,tahun 2010

M.Ishom El-Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia,Transwacara 2008

Undang-Undang sisdiknas tahun 2003, penerbit Fokusindo mandiri tahun 2012

Peraturan Pemerintah RI no 55 tahun 2007, Penerbit Fokus Media, 2008

Anda mungkin juga menyukai