Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arthritis merupakan istilah umum untuk peradangan (inflamasi) dan
pembengkakan di daerah persendian. Jenis arthritis yang biasanya diderita
oleh masyarakat yaitu rhematoid arthritis, gout, arthrosis dan
osteoarthritis. Menurut Arthritis Foundation (2015), jumlah penderita
arthritis atau gangguan sendi kronis lain di Amerika Serikat terus
menunjukan peningkatan. Arthritis yang terjadi di negara maju mencapai
0,5-1% populasi orang dewasa. Prevalensi arthritis di Indonesia menurut
penelitian oleh Nainggolan, mencapai 23,6% sampai 31,3% pada tahun
2009. Sementara itu menurut Administration On Aging (AOA), penyakit
arthritis (radang sendi) merupakan penyakit paling besar jumlahnya di
Indonesia, yaitu ditemukannya 57% dari lansia dilaporkan mengalami
masalah muskuloskeletal, 17% diantaranya mengalami masalah
muskuloskeletal lain , sedangkan 40% pada lansia tersebut mengalami
arthritis (http://respiratory.wima.ac.id).
Arthritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang ditandai
dengan inflamasi sistemik kronik dan progresif, dengan target utama sendi
yaitu sendi kecil dan menengah secara simetris (Suarjana,2014).
Prevalensi arthritis di dunia berkisar 40/100.000, dengan rasio
perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 1:3 (Silman, 2009).
Angka kejadian rhematoid arthritis di Indonesia pada orang dewasa
(diatas 18 tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3%. Sementara itu, pada anak-
anak dan remaja sekitar 1/100.000 orang (http://respiratory.wima.ac.id).
Arthritis gout merupakan penyakit degeneratif yang menyerang
persendian yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat
di dalam tubuh. Angka kejadian di dunia untuk penderita arthritis gout
mengalami kenaikan, jumlah penderita mencapai hingga dua kali lipat
antara tahun 1990-2010. Pada orang dewasa di Amerika Serikat penyakit
gout mengalami kenaikan dan mempengaruhi 8,3 juta (4%) orang

1
Amerika. Sedangkan prevalensi penyakit gout di indonesia terjadi pada
usia dibawah 34 tahun sebesar 32% dan usia diatas 34 tahun sebesar 68%
(http://gizi.depkes.go.id).
Secara khusus prevalensi osteoarthritis di Indonesia berjumlah
5%bpada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia
>61 tahun (Bachtiar, 2010).
Apabila tidak diatasi dengan baik dan benar makan arthritis ini akan
menimbulkan dampak atau efek yang membahayakan yang akan
mengganngu proses penyembuhan dan dapat meningkatan angka
morbiditas dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional, harus dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan komprehensif yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi serta
evaluasi pada klien dengan arthritis (http://eprints.ums.ac.id).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah “Bagaimanakah asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan Arthritis?”

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Untuk memahami tentang konsep dasar penyakit arthritis dan konsep
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan arthritis
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui konsep dasar penyakit arthritis yang meliputi
pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis
dan pemeriksaan diagnostic.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan arthritis yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

2
BAB II

ARTHRITIS

A. Pengertian
Arthritis adalah sekelompok kondisi dimana ada kerusakan yang
disebabkan pada sendi tubuh, biasanya melibatkan peradangan dan nyeri.
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthon yang berarti sendi
dan itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi (Gordon, 2002).
Di antara lebih dari seratus bentuk dari arthritis yang telah
diidentifikasi adalah osteoartritis (yang melibatkan kerusakan tulang rawan
yang menutupi dan bertindak sebagai bantal di dalam sendi), arthritis
reumatoid (gangguan autoimun peradangan kronis yang menyebabkan
sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sendi), dan asam urat atau
arthritis metabolik (penyakit karena gangguan bawaan dari metabolisme
asam urat). Berbagai bentuk arthritis bersama-sama terdiri dari penyakit
kronis yang paling umum di Amerika Serikat (Shiel 2007).

B. Klasifikasi
1. Osteoarthritis
Osteoarthritis (juga dikenal penyakit sendi degeneratif) merupakan
yang paling umum terjadi pada semua bentuk arthritis, dan
menyebabkan nyeri dan disabilitas pada lansia (CDC,2008). Pada
Osteoarthritis ditandai dengan kehilangan progresif kartilago (tulang
rawan) sendi, sinovitis (inflamasi sinovium yang melapisi sendi), nyeri
sendi, kekakuan, dan kehilangan gerakan sendi (Porth & Marfin,
2009).
Osteoarthrittis mungkin idiopatik (tanpa penyebab yang diketahui)
atau sekunder (terkait dengan faktor risiko yang diketahui), meskipun
mungkin sulit membedakan antara osteoarthritis primer dan sekunder.
Pria lebih sering terkena dari wanita pada usia awal, tetapi angka
osteoarthritis wanita melebihi pria diusia dewasa tengah. Sendi yang

3
sering terkena adalah tangan, leher, puggung bawah, pinggul dan lutut.
Pria lebih cenderung terkena osteoarthritis pinggul dari pada wanita,
sedangkan wanita pasca menopause lebih sering mengalami
osteoarthritis tangan. (CDC, 2007)
2. Arthritis Reumatoid
Arthritis Reumatoid merupakan suatu penyakit sistematik yang
bersifat progresif , yang cenderung menjadi kronis dan menyerang
sendi serta jaringan lunak.karakteristik arthritis reumatoid adalah
radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten, biasanya
menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris
(Junaidi, 2013)
3. Arthritis Septik
Arthritis septik dapat terjadi jika ruang sendi diserang oleh
pathogen. Faktor risiko utama untuk arthritis septik adalah bakteremia
persisten (bakteri dalam darah) (mis., akibat penggunaan obat suntik,
endokarditis), kerusakan sendi sebelumnya (mis., akibat trauma
arthritis rheumatoid), dan kehilangan integritas kulit. Pembedahan
artroskopik dan penggantian sendi total yang memungkinkan
kontaminasi langsung sendi adalah faktor risiko tambahan (McPhee et
al., 2008)
4. Arthritis Gout
Arthritis gout merupakan gangguan metabolik yang ditandai
dengan arthritis inflamasi akut yang dipicu oleh kristalisasi urat dalam
sendi. Gout terjadi sebagai respons terhadap produksi berlebihan atau
ekskresi asam urat yang kurang, menyebabkan tingginya kadar asam
urat dalam darah (hiperurisemia) dan pada cairan tubuh lainnya,
termasuk cairan sinovial. Gangguan progresif khas ini ditandai dengan
penumpukan urat (endapan yang tidak larut) dalam sendi dan jaringan
ikat tubuh. Gout biasanya memiliki awitan tiba-tiba, biasanya dimalam
hari, dan sering kali melibatkan sendi matetarsofalangeal pertama (jari
kaki besar). Serangan akut awal biasanya diikuti oleh periode selama
beberapa bulan atau beberapa tahun tanpa manifestasi. Seiring dengan

4
kemajuan penyakit, urat menumpuk diberbagai jaringan ikat lain.
Penumpukan dalam cairan sinovial menyebabkan inflamasi akut sendi
(Arthritis gout). Seiring dengan waktu, penumpukan urat dalam
jaringan subkutan menyebabkan pembentukan nodul putih kecil yang
disebut tofi. Penumpukan Kristal dalam ginjal dapat membentuk batu
ginjal urat dan menyebabkan gagal ginjal. Gout terjadi lebih sering
pada pria, biasanya setelah usia 40 tahun. Pada wanita, serangan gout
jarang terlihat sehingga setelah menopause. Insidens dan prevalensi
gout meningkat (Terkeltaub, 2009).

C. Etiologi
1. Osteoarthritis
Pertambahan usia merupakan faktor risiko utama untuk
osteoarthritis. Insiden dan prevalensi meningkat secara signifikan
dengan usia. Kartilago sendi menipis dengan penuaaan, dan kurang
mampu berespon terhadap beban sendi daripada kartilago pada orang
dewasa muda. Penurunan kekuatan otot dan peregangan ligament
terkait usia, serta input sensori lambat mengurangi perlindungan sendi
dari cidera, lebih lanjut meningkatkan risiko osteoarthritis dengan
penuaan. (Fauci et al, 2008).
Berat badan berlebih menyebabkan terjadinya osteoarthritis,
kususnya pada pinggul dan lutut. Peningkatan berat badan secara
signifikan meningkatakan beban yang diberikan pada lutut selama
berjalan. Peningkatan risiko untuk osteoarthritis pada tangan
menunjukan adanya juga faktor risiko metabolik terkait obesitas.
2. Arthritis Reumatoid
Penyebab utama dari kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa
teori yang dikemukakan mengenai penyebab arthritis rheumatoid yaitu:
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolic

5
5. Faktor genetik serta faktor pemicu
Pada saat ini, arthritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II :
Faktor injeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme
mikroplasma atau group difteriod yang menghasilkan antigen kolagen
tipe II dari tulang rawan sendi penderita. Kelainan yang terjadi pada
suatu artritis rheumatoid yaitu:
1. Kelainan pada daerah artikuler
a. Stadium I (stadium sinofitis)
b. Stadium II (stadium destruksi)
c. Stadium III (stadium deformitas)
2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler
Pada jaringan ekstra-artikuler akan terjadi perubahan patologis,
yaitu:
a. Pada otot terjadi miopati
b. Nobul subkutan
c. Pembuluh darah perifer terjadi proliferasi tunika intima pada
pembuluh darah perifer dan lesi pada pembuluh darah arteriol
dan venosa
d. Terjadi neukrosis vokal pada saraf
e. Terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aliran limfe
sendi. (Nurarif dan Kusuma, 2013)
Sedangkan menurut Price (1995) dan Noer S, (1996), faktor-faktor
yang berperan dalam timbulnya penyakit artritis rematoid adalah jenis
kelamin, keturunan, lingkungan dan infeksi (Lukman, 2009).
3. Arthritis Septik
Penyebab pasti transient sinovatis ini tidak diketahui. Dalam
beberapa kasus, mungkin berkembang setelah infeksi virus baru-baru
ini (seperti infeksi pernafasan dingin atau atas). Dalam sejumlah kecil
anak-anak, trauma pinggul yang diikuti oleh sinovitistransien. Ada
banyak perdebatan tentang kemugkinan adanya hubungan antara
sinovitistransien dan kondisi lain yang disebut Legg-Calve-penyakit

6
Perthes. Pada penyakit perthes, suplai darah kepusat pertumbuhan
pinggul terganggu,menyebabkan tulang didaerah ini untuk mati.
Pasokan darah akhirnya kembali, dan menyembuhkan tulang. Hanya
sejumlah kecil anak-anak dengan sinovitis transien mengembangkan
Legg-Calve-penyakit Perthes. Ada kemungkinan peningkatan
berkepanjangan didalam hilangnya penyebab gabungan dari suplai
darah ke pinggul. Beberapa ahli menduga anak-anak yang
mengembangkan penyakit perthes mungkin memiliki sinovitis
transien terdeteksi sebelum runtuhnya kepala femoral terjadi.
Septic bakterial atau supuratif arthritis dapat dikelompokan
menjadi 2 yaitu: gonokokal dan non-gonokokal. Neisseria
gonorrhoeae merupakan patogen tersering (75%) pada pasien dengan
aktifitas seksual yang aktif . staphylococcus Aureus merupakan
patogen tersering pada bakterial arthritis pada usia anak-anak diatas
usia 2 tahun dan dewasa, sedangkan penyebab tersering (80%) infeksi
sendi yang dipicu oleh rheumatoid arthritis adalah spesies
stresptococcal seperti streptococcus viridians, streptococcus
pneumoniae, dan streptococci group B. bakteri gram negatif dapat
menjadi penyebab gangguan fungsi imunitas, atau pengguna obat-
obatan suntikan terlarang.
Pada pasien yang menggunakan sendi buatan/prosthetic joint dapat
juga terjadi septic arthritis, yaitu berdasarkan waktunyabdibagi
menjadi tiga jenis infeksi yaitu: (1) early, infeksi terjadi pada awal, 3
bulan sejak implantasi, biasanya disebabkan oleh S aureus. (2)
delayed, terjadi 3-24 bulan sejak implantasi, kuman tersering
coagulase-negative staphylococcus aureus dan gram negative, kedua
jenis ini didapat dari kuman kamar operasi. (3) late, terjadi sekunder
dari penyebaran hematogen dan berbagai jenis kuman.
4. Arthritis Gout
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit/
penimbuman kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat
sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal

7
dan kelainan metabolic dalam pembentukan purin dan eksresi asam
urat yang kurang dari ginjal. Beberapa faktor lain yang mendukung
seperti:
a. Faktor genetic seperti gangguan metabolisme purin yang
menyebabkan asam urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam
urat atau keduannya
b. Penyebab sekunder penyebab obesitas, diabetes mellitus,
hipertensi, gangguan ginjal yang akan menyebabkan:
1) Pemecahan asam urat yang dapat menyebabkan hiperuricemia
2) Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan eksresi
asam urat seperti: aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam
nikotinat, aseta zolamid dan etambutol.
c. Pembentukan asam urat yang berlebih
1) Gout primer metabolic disebabkan sistensi langsung yang
bertambah.
2) Gout sekunder metabolic disebabkan pembentukan asam urat
berlebih karena penyakit lain seperti leukemia.
d. Kurang asam urat melalui ginjal
e. Gout primer renal terjadi karena eksresi asam urat ditubulus distal
ginjal yang sehat.
f. Gout sekunder renal disebabkan oleh kerusakan ginjal misalnya
glomeronefritis kronik dan gagal ginjal kronik.

D. Manifestasi Klinik
Awitan osteoarthritis biasanya bertahap dan tiba-tiba, dan
rangkaian progresif secara lama. Nyeri dan kekakuan pada satu sendi atau
lebih (biasanya menyanggah beban) merupakan manifestasi pertama
osteoarthritis. Nyeri terlokalisasi ke sendi yang terkena dan dapat
dijelaskan sebagai nyeri dalam. Biasanya berkaitan dengan penggunaan
atau gerakan sendi dan mereda dengan istirahat, meskipun dapat menjadi
persisten seiring dengan perkembangan penyakit. Nyeri di malam hari
dapat disertai dengan parestesia (baal, kesemutan). Nyeri juga dapat

8
menjalar ke bagian lain tubuh; sebagai contoh osteoarthritis spina
lumbosacral dapat menyebabkan nyeri hebat sepanjang jalur saraf skiatik.
Awitan rheumatoid arthritis biasanya tiba-tiba, meskipun mungkin
akut, dipicu oleh stressor seperti infeksi, pembedahan, atau trauma.
Manifestasi sendi sering dipicu oleh manifestasi sistemik inflamasi,
termeasuk keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, dan nyeri serta
kekauan tidak spesifik. Kekakuan sering terjadi di pagi hari, berlangsung
lebih dari 1 jam. Hal tersebut juga dapat terjadi dengan istirahat yang lama
selama sehari dan kemungkinan lebih hebat setelah aktivitas berlebihan.
Awitan arthritis septic biasanya tiba-tiba, ditandai dengan nyeri an
kekakuan sendi yang terkena. Sendi tampak kemerahan dan bengkak, dan
panas serta nyeri tekan ketika disentuh. Manifestasi sistemik infeksi,
seperti menggigil dan demam, sering kali menyertai manifestasi local,
meskipun hal ini dapat berhenti jika pasien luluh imun atau mengkonsumsi
anti-inflamasi.
Manifestasi gout biasanya terjadi dalam 4 tahap: hiperurisemia
asimtomatik, arthritis gout akut, interval hasimtomatik antara episode akut
dan gout tingkat lanjut.

E. Patofisiologi
Pada Osteoarthritis, proteoglikan dan kolagen hilang dari kartilago
akibat degradasi enzimatik. Kandungan air kartila meningkat karena
matriks kolagen hancur dengan kehilangan proteogelikan dan serabut
kolagen, kartilago menjadi berwarna kuning atau abu-abu kehijauan serta
kehilangan kekuatan meregang. Terjadi ulserasi permukaan, dan fisura
terjadi dalam lapisan kartilago yang lebih dalam. Pada akhirnya, area
kartilago articular yang leih besar hilang, dan tulang yang menyertai
terpajan. Penebalan tulang pada area yang terpajan, mengurangi
kemampuan untuk mengabsorpsi energy pada beban sendi. Kista juga
dapat terjadi dalam tulang karena cairan sinovial bocor melalui kartilago
yang rusak. Osteofit yang dila[isi kartilago ( pertumbuhan tulang
berlebihan sering kali disebut “ join mice” ) mengubah anatomi sendi.

9
Karena cabang atau pembesaran atau penonjolan, potongan kecil dapat
terpotong, menyebabkan sinovitis ringan (inflamasi membrane sinovial).
Pada Rheumatoid arthritis dipercaya bahwa panjanan terhadap
antigen yang tidak teridentifikasi (mi., virus) menyebabkan respon imun
menyimpang pada pejamu yang rentan secara genetic. Sebagai akibatnya,
antibody normal (immunoglobulin) menjadi autobodi dan menyerang
jaringan pejamu. Antibody yang berubah ini, biasanya terdapat pada orang
yang mengalami RA, disebut faktor rheumatoid (rheumatoid faktor, RF)
antibody yang dihasilkan sendiri berikatan dengan antigen target mereka
dalam darah dan membrane synovial, membentuk kompleks imun.
Leukosit rertarik kemembran synovial dari sirkulasi, tempat neutrophil dan
makrofag mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim yang
mendegradasi jaringan synovial dan kartilago articular. Aktifitas limposit
B dan T menyebabkan peningkatan produksi faktor rematoid dan enzim
yang meningkatkan dan melanjutkan proses inflamasi. Membrane synovial
rusak akibat proses inflamasi dan imun membrane synovial membengkak
akibat infiltrasi leukosit dan menebal karena sel berprolifesi dan membesar
secara abnormal. Prostaglandin memicu fase dilatasi, dan sel synovial dan
jaringan menjadi hiperaktif. Pembuluh darah baru tumbuh untuk
menyongkong hyperplasia synovial, membentuk jaringan granulasi
vascular disebut pannus.
Pada artritis bakteri yang paling umum berimplikasi antara lain
gonococci dan S. aureus. S.aureus resisten metisilin (MRSA) dan infeksi
streptokokus grup B semakin banyak terjadi. Infeksi oleh bakteri gram
negative seperti E.coli dan Pseudomonas lebih umum menyerang orang
yang menyuntikan obat rekreasional atau yang luluh imun (McPhee et al.,
2008). Infeksi sendi menyebabkan inflamasi yang menyebabkan sinovitis
dan efusi sendi. Abses dapat terbentuk dalam jaringan synovial atau
kartilago sendi yang mendasari tulang. Jika tidak ditangani secara tepat
dan efektif, artritis dapat menyebabkan kerusakan sendi yang terkena.
Sendi tunggal, seringkali lutut, biasanya terkena, artritis septic juga dapat

10
mengenai sendi, seperti bahu, pergelangan tangan, pinggul, jari tangan,
atau siku.
Pada asam urat merupakan produk pemecahan metabolisme urin.
Normalnya, keseimbangan terjadi antara produksi dan ekskresi, dengan
sekitar dua pertiga jumlah yang dihasilkan setiap hari dikeluarkan oleh
ginjal sisanya feses. Kadar asam urat serum normalnya dipertahankan
antara 3,5 dan 7,0 mg/dL pada pria 2,8 dan 6,8 mg/dL, pada wanita. Pada
tingkat yang lebih besar dari 7,0 mg/dL, serum tersaturasi dengan urat,
bentuk asam urat terionisasi. Saat meningkatkan konsentrasi, plasma
menjadi supersaturasi, menciptakan risiko pembentukan kristal
monosodium urat. Sebagian besar waktu hiperurisemia terjadi dari
ekskresi asam urat yang kurang oleh ginjal; produksi yang berlebihan
terjadi pada hiperurisemia hanya sekitar 10% individu (Terkeltaub,2009).
Pada hiperurisemia, peningkatan kadar urat ada dalam cairan ekstraselular
lain. Termasuk cairan synovial dan juga pada plasma. Akan tetapi cairan
synovial merupakan pelarut yang buruk untuk urat dari pada plasma,
meningkatkan risiko pembentukan Kristal urat (Port & Matfin, 2009).
Kristal monosodium urat dapat terbentuk dalam cairan synovial atau dalam
membrane synovial, kartilago, atau jaringan ikat sendi lainya. Kristal
cenderung terbentuk pada jaringan perifer tubuh, sementara itu suhu yang
rendah mengurangi kelarutan asam urat. Kristal juga terbentuk dijaringan
ikat dan ginjal. Kristal ini menstimulasi dan melanjutkan proses inflamasi,
selama neutrophil berespon dengan ingesti kristal. Neutrophil melepaskan
fagolisosom, menyebabkan kerusakan jaringan, yang menyebabkan
terjadinya inflamasi terus-menerus. Pada akhirnya, proses inflamasi
merusak kartilago sendi dan tulang yang menyertai (Porth & Matfin, 2009)

11
F. Pathway
Infeksi virus

Peredaran darah

Sendi

Reaksi
Sinovitis Nyeri
peradangan

Pannus

Nodul Infiltrasi di subchordial

Deformitas sendi Hambatan nutrisi pada kartilago

Gangguan Kartilago dan tulang rusak


Citra Tubuh

Erosi kartilago Tendon & ligamen


melemah

Adhesi di sendi
Menurunnya
kekuatan otot
Keterbatasan sendi
dalam bergerak
Risiko
cedera
Hambatan Defisit
mobilitas fisik perawatan diri

12
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik sendi
2. Pemeriksaan darah untuk mendeteksi:
a) Leukosit : normal atau meningkat (kuranglebih 3). Leukosit
menurun bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai
Felty’s Syndrome
b) Anemia, defisiensi sel darah merah
c) Faktor reumatoid, yaitu antibodi yang sering ditemukan dalam
darah individu yang mengalami arthritis rheumatoid
d) Elevasi laju endap darah (LED) yaitu indikator proses inflamasi
dalam tubuh dan juga indikator keparahan penyakit
e) C-reactive protein (CRP) merupakan pemeriksaan tambahan yang
digunakan untuk mengkaji inflamasi dalam tubuh. Pada beberapa
kasus, LED tidak akan mengalami elevasi, tetapi CRP akan naik
atau sebaliknya
3. Sinar-X digunakan untuk mendeteksi kerusakan sendi dan melihat
apakah penyakit berkembang
4. Pemeriksaan cairan synovial
a) Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang
menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih
b) Leukosit 5.000-50.000/mm3, menggambarkan adanya proses
inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%)
c) Reumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan
berbanding terbalik dengan cairan sinovium
5. Pemeriksaan kadar sero-imunologi
a) Reumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita
dengan nodul subkutan
b) Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis
reumatoid dini
6. Artoskopi langsung: visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas atau degenerasi tulang pada sendi

13
7. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas

H. Penatalaksanaan
1. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit Arthritis kepada
klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien.
2. Sejak dini, klien diberikan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)
untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.
OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin, dengan ketentuan pasien umur , 65 tahun dosisnya 3-4 x
1g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi
perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, diklofenak, dan sebagainya.
3. DMARD (Disease modifying antirheumatid drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat
arthritis reumatoid.
4. Rehabilitasi, tujuannya yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup klien.
Beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu:
a. Pemakaian alat bidai untuk mengistirahatkan sendi yang sakit,
kursi roda, sepatu dan alat
b. Terapi mekanik
c. Pemanasan baik hidroterapi maupun elektroterapi
5. Pembedahan, dilakukan jika berbagai cara telah dilakukan dan tidak
berhasil serta ada alasan yang cukup kuat, sehingga dapat dilakukan
pembedahan (Mansjoer, 1999 dan Lukman, 2009)
Perawatan dan pengobatan tradisional atau obat luar juga bisa kita berikan,
yaitu sebagai berikut:
1. Hindari faktor resiko seperti aktivitas yang berlebihan pada sendi,
faktor cuaca dan pola makan yang tidak sehat.
2. Olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup, seperti melakukan
senam rematik.

14
3. Kompres panas dapat mengatasi kekakuan dan kompres dingin dapat
membantu meredakan nyeri.
4. Pertahankan berat badan agar tetap normal.
5. Bila nyeri, lakukan relaksasi untuk mengurangi nyeri.
6. Mengurangi dan menghindari makanan yang mengandung purin,
seperti bir dan minuman beralkohol, daging, jeroan, kembang kol,
jamur, bayam, kacang-kacangan, sayuran seperti daun singkong (tidak
semua jenis sayuran mempunyai efek kambuh yang sama pada setiap
orang)
7. Memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat, memakan
makanan seperti tahu untuk pengganti daging.
8. Banyak minum air untuk membantu megencerkan asam urat yang
terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun sendi.
9. Latihan gerak sendi/senam rematik (Maryam, dkk, 2010)

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARTHRITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku, nomor register dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pasien dengan arthritis mengalami nyeri, kekakuan, pembengkakan,
panas dan kemerahan pada sendi
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dengan artritis mengalami kekakuan, keletihan masalah sendi:
lokasi, durasi, awitan, efek pada fungsi, demam, pola tidur, kesakitan
atau pembedahan sebelumnya, kemampuan untuk melakukan ADL dan
aktivitas perawatan diri.
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Tanyakan pada klien mengenai masalah kesehatan yang pernah
dialaminya, khususnya yang terkait dengan gangguan
muskuloskeletal.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga
seperti riwayat rheumatoid arthritis, gout atau osteoarthritis.
6. Pola Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;
perubahan peran; isolasi.
7. Pola Persepsi Diri
Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan
ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan). Ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya
ketergantungan pada orang lain).

16
8. Pengkajian Fisik
a. Sistem Integumen
Kulit nampak mengkilat, tegang, lesi kulit, ulkus kaki.
b. Sistem Muskuloskeletal
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi, keterbatasan rentang gerak, dan
kemerahan/bengkak.
c. Sistem Penginderaan
Kelainan mata sering dijumpai pada pasien Arthritis
Reumathoid adalah kerato konjungtivitis, sicca yang
merupakan manifestasi sindrom sjogren. Dapat pula dijumpai
gejala skleritis yang secara histologis menyerupai nodul
rheumatoid dan dapat terjadi erosi sklera sampai pada palpasi
koroid serta menimbulkan gejala sklero malaia pektorans
sebagai akibat kebutaan.
d. Sistem Pernapasan
Gejala keterlibatan saluran nafas atas dapat berupa nyeri
tenggorokan, nyeri menelan yang dirasakan pagi hari dengan
gejala efusi pleura dan fibrosa paru luas.
e. Kardiovaskular
Lesi inflamasi yang merupakan nodul rheumatoid dapat
dijumpai pada miokardium dan katup jantung. Lesi dapat
menyebabkan disfungsi katup, embolisasi, konduksi aortitis
dan kardiomiopati.
f. Sistem Pencernaan
Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk
mengunyah dan mengalami penurunan berat badan,
kekeringan pada membran mukosa.
g. Sistem Persyarafan
Kebas, semutan pada tangan dan kaki, dan hilangnya sensasi
pada jari tangan.

17
h. Sistem Perkemihan
Dapat ditemukan adanya neurokarotis pati dan papilar ginjal.
i. Sistem Reproduksi
Tidak ada kelainan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adhesi pada sendi.
3. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran
berhubungan dengan deformitas sendi.
4. Resiko cidera berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan sendi
dalam bergerak.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri Setelah Mandiri: Mandiri:
berhubungan dilakukannya 1. Selidiki keluhan 1. Membantu dalam
dengan proses tindakan nyeri, catat lokasi menentukan
inflamasi. keperawatan 2 x dan intensitas kebutuhan
24 (skala 0-10). Catat manajemen nyeri
jam diharapkan faktor-faktor yang dan keefektifan
penurunan nyeri mempercepat dan program.
terjadi atau tanda-tanda rasa
teratasi dengan sakit non verbal
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan 2. Berikan matras/ 2. Matras yang
nyeri hilang/ kasur keras, bantal lembut/ empuk,
terkontrol. kecil,. Tinggikan bantal yang besar
2. Terlihat rileks, linen tempat tidur akan mencegah
dapat sesuai kebutuhan. pemeliharaan

18
tidur/beristirah kesejajaran tubuh
at dan yang tepat,
berpartisipasi menempatkan
dalam stress pada sendi
aktivitas yang sakit.
sesuai Peninggian linen
kemampuan tempat tidur
3. Mengikuti menurunkan
program tekanan pada sendi
farmakologis yang
yang terinflamasi/nyeri.
diresepkan.
4. Menggabungk 3. Anjurkan pasien 3. Panas
an untuk mandi air meningkatkan
keterampilan hangat atau mandi relaksasi otot, dan
relaksasi dan pancuran pada mobilitas,
aktivitas waktu bangun menurunkan rasa
hiburan ke dan/atau pada sakit dan
dalam waktu tidur. melepaskan
program kekakuan di pagi
kontrol nyeri. hari.

4. Sediakan waslap 4. Sensitivitas pada


hangat untuk panas dapat
mengompres dihilangkan dan
sendi-sendi yang luka dermal dapat
sakit beberapa kali disembuhkan.
sehari.

5. Meningkatkan
5. Berikan masase
relaksasi/
yang lembut.
mengurangi nyeri.

19
6. Dorong 6. Meningkatkan
penggunaan teknik relaksasi,
manajemen stres, memberikan rasa
misalnya relaksasi kontrol dan
progresif,sentuhan mungkin
terapeutik, biofeed meningkatkan
back, visualisasi, kemampuan
pedoman koping.
imajinasi,
hypnosis diri, dan
pengendalian
napas.

7. Beri obat sebelum 7. Meningkatkan


aktivitas/ latihan realaksasi,
yang direncanakan mengurangi
sesuai petunjuk. tegangan otot/
spasme,
memudahkan
untuk ikut serta
dalam terapi.
Kolaborasi: Kolaborasi:
1. Berikan obat- 1. Sebagai anti
obatan sesuai inflamasi dan efek
petunjuk analgesik ringan
(mis:asetil dalam mengurangi
salisilat). kekakuan dan
meningkatkan
mobilitas.
2. Berikan kompres 2. Rasa dingin dapat
dingin jika menghilangkan
dibutuhkan. nyeri dan bengkak

20
selama periode akut.
2. Gangguan Setelah dilakukan Mandiri: Mandiri:
mobilitas fisik tindakan 1. Lanjutkan 1. Tingkat aktivitas/
berhubungan keperawatan pemantauan latihan tergantung
dengan adhesi selama 2 x 24 tingkat inflamasi/ dari perkembangan/
pada sendi. diharapkan rasa sakit pada resolusi dari peoses
mampu sendi. inflamasi.
membantu 2. Pertahankan 2. Istirahat sistemik
berkurangnya istirahat tirah dianjurkan selama
gangguan baring/ duduk jika eksaserbasi akut dan
mobilitas dengan diperlukan jadwal seluruh fase
Kriteria hasil : aktivitas untuk penyakit yang
1. Mempertahan memberikan penting untuk
kan fungsi periode istirahat mencegah kelelahan
posisi dengan yang terus mempertahankan
tidak menerus dan tidur kekuatan.
hadirnya/ malam hari yang
pembatasan tidak terganggu.
kontraktur. 3. Gunakan bantal 3. Mencegah fleksi
2. Mempertahan kecil/tipis di leher.
kan ataupun bawah leher.
meningkatkan 4. Berikan 4. Menghindari cidera
kekuatan dan lingkungan yang akibat kecelakaan/
fungsi dari aman, misalnya jatuh.
dan/ atau menaikkan kursi,
kompensasi menggunakan
bagian tubuh. pegangan tangga
3. Mendemonstr pada toilet,
asikan tehnik/ penggunaan kursi
perilaku yang roda.
memungkinka
n melakukan

21
aktivitas Kolaborasi: Kolaborasi:
1. Konsul dengan 1. Berguna dalam
fisoterapi. memformulasikan
program latihan/
aktivitas yang
berdasarkan pada
kebutuhan
individual dan
dalam
mengidentifikasikan
alat.
2. Berikan obat- 2. Mungkin
obatan sesuai dibutuhkan untuk
indikasi (steroid). menekan sistem
inflamasi akut.
3. Gangguan Kriteria evaluasi : Mandiri: Mandiri:
Citra Tubuh / Setelah 1. Dorong 1. Berikan kesempatan
Perubahan dilakukkanya pengungkapan untuk
Penampilan tindakan mengenai masalah mengidentifikasi
Peran keperawatan 2 X tentang proses rasa takut/ kesalahan
berhubungan 24 penyakit, harapan konsep dan
dengan jam diharapkan masa depan. menghadapinya
deformitas peningkatanperca secara langsung.
sendi. ya diri dengan 2. Diskusikan arti 2. Mengidentifikasi
Kriteria hasil: dari kehilangan/ bagaimana penyakit
1. Mengungkapk perubahan pada mempengaruhi
an pasien/orang persepsi diri dan
peningkatan terdekat. interaksi dengan
rasa percaya Memastikan orang lain akan
diri dalam bagaimana menentukan
kemampuan pandangan pribadi kebutuhan terhadap
untuk pasien dalam intervensi/ konseling

22
menghadapi memfungsikan lebih lanjut.
penyakit, gaya hidup sehari- 3. Nyeri konstan akan
perubahan hari, termasuk melelahkan, dan
pada gaya aspek-aspek perasaan marah dan
hidup, dan seksual. bermusuhan umum
kemungkinan 3. Akui dan terima terjadi.
keterbatasan. perasaan berduka, 4. Meningkatkan
2. Menyusun bermusuhan, perasaan harga diri,
rencana ketergantungan. mendorong
realistis untuk 4. Ikut sertakan kemandirian, dan
masa depan. pasien dalam mendorong
merencanakan berpartisipasi dalam
perawatan dan terapi.
membuat jadwal
aktivitas. Kolaborasi:
1. Mungkin
Kolaborasi: dibutuhkan pada sat
1. Berikan obat- munculnya depresi
obatan sesuai hebat sampai pasien
petunjuk, mis; anti mengembangkan
ansietas dan obat- kemapuan koping
obatan peningkat yang lebih efektif.
alam perasaan.
4. Resiko cidera Setelah 1. Memantau dan 1. Agar pasien akan
berhubungan dilakukkanya memanipulasi aman dilingkungan
fiiknya untuk
dengan tindakan lingkungan fisik menghindari cidera.
menurunnya keperawatan 2 x untuk 2. Agar membatasi
pasien menghindari
kekuatan otot. 24 memfasilitasi gerakan yang
jam diharapkan keamanan. menyebabkan
cidera pada pasien
pasien mampu 2. Restrain fisik,
menghindari menerapkan
risiko cidera memantau dan

23
dengan kriteria menghilangkan
hasil: alat restrain
1. Risiko cidera mekanik atau
akan menerun, restrain manual
yang akan untuk membatasi
dibuktikan mobilitas fisik
oleh perilaku pasien.
keamanan
personal,
pengendalian
risiko, dan
lingkungan
yang aman.
2. Pengendalian
risiko akan
diperlihatkan,
yang
dibuktikan
oleh indikator
sebagai
berikut:
(sebutkan 1-5:
tidak pernah,
jarang,
kadang-
kadang,
sering, atau
selalu)
5. Defisit Setelah Mandiri: Mandiri:
perawatan diri dilakukannya 1. Pertakhankan 1. Mendukung
berhubungan tindakan mobilitas, kontrol kemandirian
dengan keperawatan 2 x terhadap nyeri dan fisik/emosional.

24
keterbatasan 24 program latihan. 2. Menyiapkan untuk
sendi dalam jam diharapkan 2. Kaji hambatan meningkatkan
bergerak. pasien mampu terhadap kemandirian, yang
mandiri dengan partisipasi dalam akan meningkatkan
Kriteria hasil: perawatan diri. harga diri.
1. Melaksanakan Identifikasi
aktivitas /rencana untuk Kolaborasi:
perawatan diri modifikasi 1. Berguna untuk
pada tingkat lingkungan. menentukan alat
yang konsisten bantu untuk
dengan Kolaborasi: memenuhi
kemampuan 1. Konsul dengan kebutuhan
individual. ahli terapi individual. Mis;
2. Mendemonstra okupasi. memasang kancing,
sikan menggunakan alat
perubahan bantu memakai
teknik/ gaya sepatu,
hidup untuk menggantungkan
memenuhi pegangan untuk
kebutuhan mandi pancuran.
perawatan diri.
3. Mengidentifik
asi sumber-
sumber
pribadi/
komunitas
yang dapat
memenuhi
kebutuhan
perawatan diri.

25
D. Implementasi
Menurut Setiadi (2012) implementasi merupakan pengolahan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan.

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan
keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009).

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Arthritis adalah sekelompok kondisi dimana ada kerusakan
yang disebabkan pada sendi tubuh, biasanya melibatkan peradangan
dan nyeri.
Arthritis dapat dibedakan menjadi Osteoarthritis, Arthritis
Reumatoid, Arthritis Septik, dan Arthritis gout.

B. Saran
Sebagai seorang perawat memberikan asuhan keperawatan
yang tepat dan komprehensif merupakan suatu keharusan. Maka dari
itu, pada makalah ini sudah dijelaskan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi serta evaluasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Hurst, Marlene. 2015. Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


EGC
Lesmone, Priscilla. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah:
Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Media Assculapius.
Wilkinson, Judith M. 2016. Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA-I,
Intervensi NIC, Hasil NOC. Edisi 10. Alih Bahasa: Esty Wahyuningsih.
Jakarta: EGC
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Deswani, 2009. Asuhan Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta Salemba
Medika
http://respiratory.wima.ac.id Diakses tanggal 25 April 2019.
http://gizi.depkes.go.id Diakses tanggal 25 April 2019.
http://eprints.ums.ac.id Diakses tanggal 25 April 2019.

28

Anda mungkin juga menyukai