Anda di halaman 1dari 9

Step 1

1. Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang bersifat progresif,menyerang sel otak


,dan mempengaruhi gerak tubuh karena berkurangnya kadar dopamin serta dapat
mempengaruhi kualitas hidup. Penyakit Parkinson merupakan gangguan fungsi otak yang
disebabkan oleh proses degenerasi ganglia basalis pada sel substansia nigra pars compacta (SNc)
dan ditandai dengan karakteristik seperti tremor saat istirahat, kekakuan otot dan sendi
(rigidity),kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia) serta instabilitas posisi tegak (postural
instability).
2. Hipertensi adalah kondisi di mana tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 milimeter merkuri
(mmHG).
3. L-dopa / Levodova adalah obat anti parkinskon
Dosis Levodopa levodopa oral:
 Mengobati penyakit Parkinson
Dewasa: Dosis awal 125 mg dua kali sehari. Setelah itu dosis dapat ditingkatkan setiap 3-7 hari.
Dosis maksimum 8 g per hari
 Mengobati penyakit Parkinson jika dikombinasikan bersama carbidopa
Dewasa: Dosis awal levodopa sebanyak 100 mg diminum 3 kali sehari. Dosis pemeliharaan: 750
mg -2 gram levodopa setiap harinya.
 Mengobati penyakit Parkinson jika dikombinasikan bersama benserazide
Dewasa: Dosis awal 50 mg, 3-4 kali sehari. Dosis pemeliharaan: 400-800 mg per hari.
Lansia: Dosis awal 50 mg, sekali sehari.
4. Hiperalgesia adalah suatu gambaran konsisten yang tampak setelah cedera jaringan somatik
maupun viseral dan inflamasi. Hiperalgesia pada lokasi asli cedera disebut
dengan hiperalgesia primer, dan hiperalgesia pada jaringan yang tidak mengalami cedera
sekitar lokasi cedera disebut dengan hiperalgesia sekunder
5. Alodinia adalah sensasi rasa sakit tak biasa pada kulit yang disebabkan oleh suatu kontak
sederhana yang biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Allodynia terjadi akibat adanya
kerusakan atau gangguan fungsi pada susunan saraf pusat atau tepi, yang seharusnya
membantu meneruskan sinyal sentuhan dari kulit ke otak (kena selimut aja sakit)
6. Tanda Lasegue adalah salah satu tanda yang didapatkan pada pemeriksaan Laseque test berupa
rasa nyeri menjalar yang dimulai dari bokong dan mengikuti persarafan nervus sciatic.
7. Magnetic resonance imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik adalah pemeriksaan
yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan gambar
struktur dan organ dalam tubuh
8. Hemiplegia spastik, yaitu ada kekakuan otot pada salah satu sisi tubuh dan kadang-kadang
kelengkungan tulang belakang
9. Hemiparesis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu kondisi adanya kelemahan pada
salah satu sisi tubuh atau ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota tubuh pada satu sisi.
Apabila pasien sudah tidak dapat menggerakan salah satu sisi anggota tubuhnya sama sekali
atau lumpuh total, maka disebut dengan hemiplegia.
10. Kejang adalah gangguan aktivitas listrik di otak. Kondisi ini sering kali ditandai oleh gerakan
tubuh yang tidak terkendali dan disertai hilangnya kesadaran. Kejang bisa menjadi tanda adanya
penyakit pada otak, atau kondisi lain yang memengaruhi fungsi otak.
11. Stroke hemoragik adalah kondisi pecahnya salah satu arteri dalam otak yang memicu
perdarahan di sekitar organ tersebut sehingga aliran darah pada sebagian otak berkurang atau
terputus.
1. Penyakit Parkinson
merupakan gangguan neurodegeneratif yang dicirikan dengan gejala motorik klasik yaitu bradikinesia,
rigiditas, dan tremor. Penyakit Parkinson adalah gangguan neurodegeneratif yang bersifat progesif yang
mengenai gerakan atau control terhadap gerakan termasuk bicara dan memiliki onset yang bersifat
insidious (tidak diketahui dengan pasti kapan mulai sakit). Penyakit Parkinson merupakan gangguan
fungsi otak yang disebabkan oleh proses degenerasi ganglia basalis pada sel substansia nigra pars
compacta (SNc) dan ditandai dengan karakteristik seperti tremor saat istirahat, kekakuan otot dan sendi
(rigidity), kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia) serta instabilitas posisi tegak (postural instability).
Etiologi dari penyakit parkinson belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik, faktor lingkungan,
umur, ras, cedera kranioserebral dan stress emosional.
Secara patologis penyakit ini ditandai dengan degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars
compacta disertaiinklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lewy bodies terbentuk dari serangkaian
protein seperti neurofilamen, α-synuclein fibril, ubiquitin, parkin dan protosomal elemen. Pada faktor
genetik ditemukan tiga gen yang menggangu degradasi protein sehingga protein beracun tidak dapat
didegradasi di ubiquitin proteosomal pathway. Karena gagalnya degradasi protein tersebut maka akan
mengakibatkan peningkatan apoptosis sel-sel di SNc sehingga meningkatkan kematian neuron di SNc.
Faktor lingkungan dipengaruhi oleh banyak hal seperti alkohol, kafein, merokok, depresi, diet tinggi
protein, pestisida yang akan menimbulkan stress oksidatif sehingga dapat mengakibatkan kematian sel.
Berdasarkan penelitian epidemiologi, umur dan ras juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
parkinson. Proses menua dapat menjadi factor risiko yang mempermudah terjadinya proses degenerasi
di SNc dan angka kejadian penyakit parkinson ditemukan lebih tinggi pada ras kulit putih dibandingkan
kulit berwarna. Diagnosis klinis penyakit Parkinson dapat ditegakkaN jika terdapat dua dari tiga tanda
kardinal gangguan motorik (rigiditas, tremor, bradikinesia) atau tiga dari empat tanda motorik (tremor,
rigiditas, bradikinesia, ketidakstabilan postural). Namun, kriteria diagnosis yang sering dipakai di
Indonesia adalah kriteria Hughes. Kriteria ini terdiri dari possible yaitu didapatkan satu dari gejala
utama, probable didapatkan dua dari gejala utama dan definite yaitu didapatkan tiga dari gejala utama.
Gejala utama yang dimaksud adalah tremor, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya reflex postural. Dalam
menilai berat ringannya penyakit parkinson, parameter yang sering digunakan adalah skala penilaian
klinis Hoen and
Yahr Scale yang terdiri dari 5 stadium.
KRITERIA DIAGNOSIS Hughes
Possible. Terdapat salah satu dari gejala utama sebagai berikut:
 Rigiditas, tremor istirahat
 Bradikinesia
 Hilangnya refleks postural
Probable
 Bila terdapat kombinasi dua dari empat gejala utama atau
 Bila terdapat salah satu dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia yang asimetris atau
unilateral.
Definite
 Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala utama atau
 Bila ada dua dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia dengan 1 gejala tersebut yang
asimetris atau unilateral.
Hoehn dan Yahr
 Stadium 1 : gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat gejala yang mengganggu
tetapi tidak menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang
timbul dapat dikenali orang terdekat.
 Stadium 2 : terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu.
 Stadium 3 : gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri,
disfungsi umum sedang.
 Stadium 4 : terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas
dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium
sebelumnya.
Stadium 5 : stadium kakhetik, kecacatan total, tidak mampu berdiri/berjalan, memerlukan
perawatan intensif).

TERAPI Levodopa
Levodopa merupakan terapi gold standard dalam mengobati penyakit parkinson. Levodopa merupakan
precursor dopamin yang dapat menembus Blood Brain Barrier. Levodopa umumnya ditambah dengan
karbidopa yang merupakan inhibitor dekarboksilase perifer (PDI). karbidopa menghambat
dekarboksilasi levodopa menjadi dopamin dalam sirkulasi sistemik, sehingga memungkinkan untuk
distribusi levodopa lebih besar ke dalam sistem saraf pusat. Levodopa memberikan manfaat
antiparkinson terbesar untuk tanda-tanda dan gejala motorik, dengan efek samping paling sedikit dalam
jangka pendek. Namun untuk penggunaan jangka panjang levodopa dikaitkan dengan fluktuasi motorik
("wearing-off ") dan diskinesia. Secara umum efek terapi levodopa untuk memperbaiki rigiditas, akan
tetapi kurang efektif untuk mengatasi tremor dan gangguan keseimbangan. Terapi dengan levodopa
dimulai pada dosis rendah dan dinaikkan dosisnya perlahan-lahan. Beberapa efek samping dari
levodopa antara lain hipotensi, diskinesia, artimia, gangguan gastrointestinal, serta gangguan
pernafasan. Selain itu dapat muncul juga gangguan psikiatrik seperti ansietas, halusinasi pendengaran,
dan gangguan tidur.

MAO (Monoamine Oxidase)-B Inhibitor


Monoamine oxidase (MAO)-B inhibitor dapat dipertimbangkan untuk pengobatan awal penyakit. Obat
ini memberikan manfaat perbaikan gejala yang ringan, memiliki profil efek samping yang baik. Contoh
dari MAO-B inhibitor adalah selegiline dan rasagiline.1
Agonis Dopamin
Agonis dopamin bekerja dengan menstimulasi dopamin reseptor di substansia nigra dan efektif untuk
memperlambat munculnya komplikasi motorik seperti diskinesia jika dibandingkan dengan levodopa.
Agonis dopamin dapat digunakan untuk mengatasi gejala motorik pada tahap awal dan kurang baik
untuk mengatasi gejala motorik pada stadium akhir. Contoh dari agonis dopamin adalah bromokriptin,
pramipexole, ropinirole. Efek samping seperti mengantuk, halusinasi, edema, dan gangguan kontrol
impuls.
Antikolinergik
Antikolinergik efektif untuk mengontrol tremor pada stadium awal dari penyakit parkinson, tetapi tidak
efektif untuk mengatasi bradikinesia dan instabititas postural. Pada penyakit parkinson gangguan
ekstrapiramidal dapat terjadi akibat kadar dopamin menurun menyebabkan gangguan keseimbangan
antara dopaminergik dengan asetilkolin yang meningkat. Pemberian antikolinergik akan
menyeimbangkan dopamin dan asetilkolin. Obat-obat ini harus diberikan dengan dosis rendah pada
awal dan ditingkatkan perlahanlahan untuk meminimalkan efek samping, yang meliputi gangguan
memori, konstipasi, mulut kering, dan retensi urin. Antikolinergik yang paling umum digunakan adalah
trihexyphenidyl.

NON FARMAKO
Pada penyakit ini, tidak ada diet khusus yang direkomendasikan, namun dianjurkan untuk selalu
memakan makanan sehat seperti buah dan sayur untuk meningkatkan asupan serat dan
membantu meringankan konstipasi. Dianjurkan pula mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung antioksidan untuk memperlambat progresivitas penyakit parkinson. Antioksidan
akan menghilangkan radikal bebas sehingga mengurangi stres oksidatif yang berhubungan
dengan kematian sel dan penuaan. Bahan makanan yang mengandung antioksidan tinggi antara
lain yaitu anggur, sayuran hijau seperti brokoli, wortel, teh hijau, kentang, kacang, ikan seperti
tuna dan salmon.
Terdapat beberapa prosedur terapi bedah untuk penyakit parkinson, diantaranya yaitu terapi
ablasi lesi di otak, deep brain stimulation dan brain grifting. Deep brain stimulation merupakan
terapi baru, terapi ini tidak menghancurkan lesi di otak sehingga relative aman. Deep brain
stimulation menggunakan elektroda yang dipasang di beberapa pusat lesi di otak daN
dihubungkan dengan alat pemacu yang dipasang dibawah kulit dada seperti alat pacu jantung.
Terapi ini tidak menyembuhkan penyakit, namun dapat mengurangi gejala motorik untuk waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan terapi farmakologi saja. Komplikasi deep brain stimulation
sangat rendah, risiko kematian kurang dari 1% dan risiko stroke karena perdarahan otak selama
pembedahan sebesar 2-3%.

2. Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) atau biasa disebut Sindrom Terowongan Tarsal/ Sindrom Kanal
Tarsal merupakan kompresi neuropathy dan kondisi kaki yang menjadi nyeri akibat terjadinya
penekanan pada nervus tibia yang mana melewati terowongan tarsal. Kanal tarsal ini terletak
pada sepanjang betis bagian dalam dibelakang malleolus medial. Rangkaian yang berada
didalamnya yaitu arteri tibia posterior, nervus tibia, tendon tibia posterior, flexor longus
digitorium, flexor longus halluces melewati rangkaian dari terowongan tarsal. Pada flexor
retinaculum memiliki keterbatasan untuk meregang,sehingga pada peningkatan tekanan akan
menyebabkan nervus yang berada dalam terowongan tarsal tertekan (terkompresi).
Tarsal Tunnel syndrome dapat menyebabkan mati rasa pada kaki, nyeri, rasa terbakar , rasa
tersengat listrik dan kesemutan pada telapak kaki dan tumit. Dan pada beberapa kondisi dapat
menyebabkan tendon pada kaki menjadi bengkak dan sangat nyeri. Sindrom ini sering terjadi
pada atlit atau orang yang sering berolahraga, akibat tekanan pada terowongan tarsal seperti
pada para pemain tennis. Namun tarsal tunnel syndrome juga dapat disebabkan karena adanya
ganglion, trauma, varises vena, neurinoma, hipertrofi dari flexor retinaculum dan beberapa
terjadi tanpa diketahui penyebabnya (idiopatik).
GAMBARAN KLINIK
Pada tunnel tarsal syndrome keluhan berupa tingling (kesemutan) dan atau mati rasa disekitar
pergelangan kaki dan pada permukaan punggung kaki hingga kea rah jari-jari kaki. Hal ini disebabkan
oleh meregangnya atau tertekanya nervus tibia posterior pada terowongan tarsal. Nyeri dapat terasa
seperti terbakar atau nyeri tumpul, tetapi di ekspresikan sebagai kram. Nyeri dirasakan memberat ketika
sedang beraktifitas dan berdiri. Namun, nyeri akan hilang, ketika beristirahat. Gejala terkadang muncul
akibat trauma langsung atau berhubungan dengan tergelincirnya innervasi pada pergelangan kaki
(keseleo). Tetapi lebih sering akibat, overuse atau penggunaan yang berlebihan seperti terlalu lama
berdiri , berjalan atau berolahraga. Gejala jarang bersifaT menyebar. Gambaran klinik dari tarsal tunnel
syndrome sangat bervariasi. Sebanyak 43% kasud didapatkan nyeri memberat pada malam hari.
Dalam beberapa kasus, tarsal tunnel syndrome juga berhubungan dengan pekerjaam dan
aktivitas , khususnya yang berkaitan dengan titik tumpu pada kaki dan pergelangan kaki, seperti jogging
atau dansa. Dan ada beberepa factor resiko lain seperti :
- Diabetes - Inflamasi sistemik arthritis – Obesity – Varicosities - Tumit varus atau valgus

Diagnosa Penunjang
Untuk tarsal tunnel syndrome, pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu Elektromyographic
(EMG) dan nerve conduction yang direkomendasikan. Pemeriksaan ini untuk mengevaluasi penyebab
dari tarsal tunnel syndrome dan untuk memastikan adanya neuropathy. Pemeriksaan EMG
menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior bagian distal sampai ke otot dari abductor hallicus .
intrepretasi dari pemeriksaan ini yaitu (1) pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motoric :
terminal latensi dari otot abductor diqiti quinti (saraf medial lateral) yang lebih dari 7 ms adalah
abnormal, (2) terminal latensi dari otot abductor hallicus (saraf medial plantar) lebih dari 6,2 ms adalah
abnormal, (3) adanya fibrilasi dari otot abductor hallicus juga dapat ditemukan.
Untuk pemeriksaan radiologi, yaitu plain X-ray untuk menilai abnormalitas dari tulang pada
terowongan karpal. MRI (Magnetic Resonance Imaging) efektif untuk menilai isi dari terowongan karpal.
Tes Cuff juga dapat dilakukan dengan menggunakan pneumatic manset untuk membuat
tourniquet (bendungan) vena yang menyebabkan vena dilatasi dan meningkatakan local iskemik
sehingga akan menimbulkan gejala apabila positif.

Penatalaksanaan
Terapi medic pada tarsal tunnel syndrome dapat diberikan suntikan local steroid ke dalam tarsal
canal. Tindakan konservatif yang dapat diterima pada awal terapi dari tarsal tunnel neuropati termasuk
pengguanan local anastesi dan steroid dimana dapat mengurangi nyeri. Terapi ini dapat menghilangkan
gejala, tetapi harus diberikan secara sesuai prosedur,karena dapat menyebabkan kerusakan saraf
sebagai akibat dari jarum suntikan tersebut. Physical therapy juga berguna dalam mengurangi local soft
tissue edema, karena dapat menimbulkan tekanan pada kompartemen tersebut. Pada pasien dengan
gejala kontraktur pada otot gastrocnemius dari trisep surae, stretching exercise berguna untuk
meningkatkan fleksibilitas dari gastrocnemius.
Ketika terapi konservatif dinyatakan gagal dalam mengurangi gejala-gejals pada penderita maka
intervensi operasi dapatlah dipertimbangkan. Space occupaying masses harusnys dihilangkan. Beberapa
didapatkan adanya neuriloma pada saraf tibial dimana hal ini juga perlu dihilangkan.
Pengetahuan yang cukup mengenai anatomi haruslah dibutuhkan sebelum dilakukan tindakan
pembebasan saraf yang terjepit atau tertekan yang akan mempunyai efek terhadap saraf tersebut.
Tindakan pre operasi yang harus dilakukan yaitu penderita dalam keadaan terlentang miring untuk
memfasilitasi bagian medial lapangan operasi. Penggunaan tourniquet pneumatic sangat dibutuhkan.
Tindakan operasi dilakukan dengan insisi berbentuk kurva haruslah 1 cm posterior dari tibia
distal dan menuju kearah plantar, sejajar dengan terowongan dan malleolus dan masuk kedalam
sustentaculum tali.
Tindakan post operatif yang harus dilakukan yaitu, kompresi ringan dan immobilisaisi awal
haruslah dilakukan pada area yang di operasi dengan menggunakan splint 3 minggu tanpa pemberat .
setelah splint dibuka pasien dapat menggerakkan sendinya dan kembali beraktifitas.

Pencegahan
Pencegahan tarsal tunnel syndrome dimulai dengan pengetahuan tentang apa penyebabnya dan
menghindari situasi saat nyeri atau timbulnya gejala. (1) Istirahakan kaki di saat berdiri lama atau
berjalan adalah penting,dengan mencoba untuk duduk, atau mengubah posisi paling tidak, selama saar
berdiri lama atau berjalan akan membantu mengurangi stres pada terowongan tarsal dan saraf tibialis.
(2) Kegiatan pemanasan yang tepat sebelum memulai latihan berat juga akan membantu mencegah
cedera pada struktur dalam dan di sekitar saraf, mengurangi kemungkinan kompresi. (3)Mengenakan
sepatu dipasang dengan benar dan orthotics jika perlu, akan mengurangi ketegangan pada daerah
tersebut. Sepatu yang diikat secara tidak benar, atau terlalu ketat, dapat menyebabkan kerusakan pada
terowongan tarsal. (4) Membungkus atau menguatkan saat melakukan kegiatan atletik, terutama pada
permukaan yang tidak rata atau melibatkan perubahan arah yang mendadak dalam lalu lintas, dapat
mengurangi kemungkinan cedera pergelangan kaki, yang dapat menyebabkan tarsal tunnel syndrome.
Sebuah program penguatan yang baik akan menjaga otot-otot yang mendukung dari kaki bagian bawah
yang kuat dan mengurangi kaki dan pergelangan kaki cedera.

3. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus dari diskus
intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus
pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP pada lumbal sering
terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini
akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam
merupakan hal yang sering dirasakan penderita HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang
terjadi pada banyak grup otot.
Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya usia terjadi perubahan
degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus
mengalami perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah
lumbal dapat menyembul atau pecah. Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh
karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan
gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan
dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis,
atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau
terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial. Karena adanya gaya traumatic
yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah
terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat
diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat
benda berat dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus
tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis.
Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos
dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low
back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal
sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam
lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus
intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri d punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi
dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis
flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri
tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit,
dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiller negative. Pada HNP
lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai
bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar fleksi pergelangan
kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada
malleolus lateralis dan bagian lateral pedis.
FISIOTERAPI
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
a. Definisi TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui
permukaan kulit. Sedang secara khusus TENS merupakan jenis arus listrik yang mempunyai parameter
tertentu dalam hubungannya dengan durasi fase, frekuensi arus, bentuk gelombang dengan segala
modifikasinya. TENS terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri terutama nyeri pada kasus
Hernia Nucleus Pulposus.

Selain faktor umur dan cedera, adapun beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena
hernia nukleus pulposus, seperti:
 Genetika. Kondisi yang diturunkan dari salah satu anggota keluarga yang memiliki riwayat HNP.
 Obesitas. Penekanan pada tulang punggung dikarenakan berat tubuh berlebih.
 Merokok. Asap rokok dapat menurunkan kadar oksigen pada cakram dan meningkatkan risiko
pengikisan pada tulang punggung.
 Mengangkat beban berat. Seseorang yang sering mengangkat atau mendorong beban berat
secara berulang dengan postur tubuh yang salah, berpotensi mengalami HNP.
Diagnosis Hernia Nukleus Pulposus
Mengingat terdapat beberapa potensi penyakit lainnya yang memiliki gejala serupa dengan hernia
nukleus pulposus, dokter akan mengevaluasi gejala, melakukan tes fisik (termasuk mengukur
kemampuan berjalan, kekuatan otot, refleks, dan kemampuan sensorik), serta serangkaian tes lanjutan
untuk memeriksa kondisi tulang dan saraf. Di antaranya adalah:
 Tes pemindaian, seperti CT scan (untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi kolom tulang
belakang dan struktur di sekitarnya), MRI (untuk memastikan di mana lokasi terjadinya HNP dan
saraf mana yang ikut terpengaruhi), mielogram (untuk melihat adanya tekanan pada saraf
tulang belakang dan saraf lainnya), serta foto Rontgen (untuk memastikan bahwa gejala yang
dialami pasien bukan disebabkan oleh patah tulang, tumor, atau infeksi).
 Tes darah, untuk memeriksa jika terdapat peradangan atau infeksi.
 Pemeriksaan saraf. Tes ini bertujuan untuk melihat lokasi terjadinya kerusakan saraf secara
akurat. Metode yang biasanya dipakai adalah pemeriksaan konduksi saraf dan elektromiogram
(EMG).
Pengobatan Hernia Nukleus Pulposus
Pengobatan HNP akan disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala yang dialami oleh penderita.
Beberapa cara yang biasanya disarankan dokter adalah melalui obat-obatan, terapi, atau operasi.
Obat-obatan
Berikut ini adalah beberapa jenis obat-obatan yang mungkin disarankan dokter:
 Obat pereda nyeri. Jika kondisi yang dialami pasien termasuk ringan, obat pereda nyeri
seperti ibuprofen, paracetamol, dan naproxen bisa digunakan. Walau obat-obatan ini dijual
bebas, penderita disarankan untuk berkonsultasi lebih dahulu dengan dokter agar dosis dapat
disesuaikan.
 Obat opioid. Jika pasien mengalami nyeri hebat atau nyeri tidak mereda setelah mengonsumsi
obat pereda rasa sakit di atas, obat golongan opioid, seperti codein atau kombinasi oxycodone-
paracetamol dapat diberikan. Namun obat jenis ini hanya dapat dikonsumsi dalam jangka waktu
pendek.
 Obat penenang otot. Obat ini akan diresepkan bagi pasien yang mengalami kejang otot.
 Obat antikonvulsan. Walaupun obat ini umumnya digunakan untuk mengontrol kejang,
antikonvulsan juga dapat digunakan sebagai pereda nyeri saraf yang terjepit.
 Suntikan kortikosteroid. Suntikan antiinflamasi streoid umumnya diberikan secara langsung di
titik saraf yang bermasalah.
 Obat kortikosteriod oral. Dalam kasus tertentu, dokter dapat memberikan obat kortikosteriod
oral, seperti prednisone atau methylprednisolone, untuk meredakan peradangan dan
pembengkakan.

Terapi
Secara umum, HNP dapat membaik dalam hitungan hari atau minggu. Namun, jika gejala yang dialami
pasien tidak kunjung reda, saran untuk melakukan terapi fisik, seperti olahraga peregangan otot dan
latihan posisi tubuh tertentu, akan diberikan. Terdapat juga beberapa jenis olahraga ringan yang dapat
dilakukan di rumah, seperti jalan santai dan yoga. Atau terapi lainnya, seperti akupunktur, pijat, dan
perawatan chiropratic.
Operasi
Hanya sebagian kecil kasus hernia nukleus pulposus memerlukan tindakan operasi untuk pemulihan.
Dokter biasanya akan menyarankan penderita melakukan tindakan operasi jika:
 Gejala tidak mereda setelah 6 minggu pengobatan.
 Otot melemah dan kaku.
 Kesulitan berdiri atau berjalan.
 Tidak dapat mengontrol kemih.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah disektomi, yaitu pemotongan dan pengangkatan sebagian atau
seluruh bantalan yang menjepit saraf. Apabila dilakukan pengangkatan bantalan secara keseluruhan,
maka tulang belakang dapat disangga dengan pemasangan logam atau pemasangan cakram buatan
sebagai pengganti bantalan.
Walaupun operasi menjadi pilihan terbaik untuk pemulihan, perlu diingat bahwa pasien masih perlu
menjaga kondisi dan mengubah pola aktivitas untuk menghindari efek samping atau komplikasi pasca
operasi. Untuk mengoptimalkan pemulihan, dokter biasanya akan merekomendasikan program terapi
dan rehabilitasi.
Penderita juga dapat meredakan gejala HNP di rumah jika kondisi tidak parah, seperti:
 Mengompres dengan air es untuk meredakan rasa nyeri dan peradangan, dilanjutkan dengan
kompres air hangat untuk memberi rasa nyaman.
 Menghindari beristirahat terlalu lama, karena justru dapat mengakibatkan otot dan sendi
menjadi kaku dan lemah. Disarankan untuk melakukan jalan santai atau melakukan pekerjaan
ringan, sambil dibarengi waktu istirahat yang cukup agar mempercepat proses pemulihan.
Hindari aktivitas yang berat karena berpotensi memperburuk gejala.

FIT TO FLY
Neurological In general, most patients with epilepsy can fly safely. However, patients with
uncontrolled, frequent seizures should be cautioned about air travel including the attendant risk
of limited medical care capability inflight. Individuals with seizures sufficiently frequent to cause
immediate concern should consider traveling with a companion. Patients with epilepsy should
be made aware of the potential seizure threshold-lowering effects of fatigue, delayed meals,
hypoxia, and disturbed circadian rhythm if passing through multiple time zones (41,53). In
addition, patients with epilepsy need to be cautious about consuming alcohol before or during
air travel and should be reminded of the importance of complying with their treatment regimen.
Compliance with medication dosage and time schedules should be emphasized and
anticonvulsant medication should be readily available in carry-on bags (not only in checked
luggage). Patients who have had a recent cerebral infarction (stroke) or other acute neurological
event should be observed until sufficient time has passed to assure stability of the neurological
condition. Clearly, the risk of post-event complications, the physical and mental disability, and
the decreased capacity to withstand the stresses of flight are cogent reasons not to fly. Once the
acute phase of recovery is over and the patient is stable, travel may be reconsidered.

 CVA(cerebro vascular accident) (Stroke) : 4 days or less 5-14 days if stable or improving,
with a nurse escort. Passenger travelling in the first 2 weeks post stroke should receive
supplementary oxygen If an uncomplicated recovery has been made, a nurse escort is
not required.
 Grand mal fit / tonic-klonik seizure: 24 hrs or less ≥ 24 hours if generally well controlled

Anda mungkin juga menyukai