I. Konsep dasar
A. Pengertian
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut
atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998). Katarak adalah
proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65
tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada
berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa
masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan
telah memulai proses degenerasl.
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
2. Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
3. Katarak komplikata.
4. Katarak traumatik.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di
bawah 40 tahun
katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40 tahun
katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40
tahun
B. Penyebab
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :
2. Primer, berdasarkan gangguan perkernbangan dan metabalisme dasar lensa
3. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa,
4. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum.
C. Patogenesa
Pasien dengan katarak dini akan menimbulkan keluhan penglihatan
seperti meiihat di belakang tabir kabut atau asap, akibat terganggu oleh lensa
yang keruh. Keluhan penderita akan bertambah bila pasien melihat benda dengan
melawan arah sumber cahaya atau menghadap ke arah pintu yang terang. Hal ini
diakibatkan pupil menjadi kecil yang akan menambah gangguan penglihatan.
Kadang-kadang pasien mengeluh rasa silau, hal ini diakibatkan karena terjadinya
pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh. Pasien katarak akan merasa
kurang silau bila memakai kacamata berwarna sedikit gelap.
Penglihatan penderita akan berkurang perlahan-lahan. Mata tidak
merah atau tenang tanpa tanda-tanda radang. Reaksi pupil normal karena fungsi
retina masih baik. Pada pupil terdapat bercak putih atau apa yang disebut sebagai
leukokoria. Bila proses berjalan progresif, maka makin nyata terlihat kekeruhan
pupil ini. Untuk melihat kelainan lensa yang keruh sebaiknya pupill dilebarkan
sehingga dapat didiferensiasi lokalisasi lensa yang terkena karena bentuknya
dapat berupa : katarak kortikal anterior, katarak kortikal posterior, katarak
nuklear, katarak subkapsular, dan katarak total.
Akibat kekeruhan lensa ini, maka fundus sukar terlihat. Bila pada
katarak kongenital fundus sukar dilihat, maka perkembangan penglihatan akan
terganggu atau akan terjadi ambliopia.
a. Katarak kongenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak
lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya
kelainan ini tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat
tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa: Katarak
kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah
bayi IahIr sampai berusia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan
metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat
infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih
di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen.
Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di
depan pupil yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap
bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti
retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus
primer, dan miopia tinggi di samping katarak sendiri.
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel
atau serat lensa masih muda dah berkonsistensi cair. Umumnya tindakan
bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah
biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eks-anopsia.
Pasca bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya
yang telah menjadi afakia.
b. Katarak juvenil
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena
lanjutan katarak kongenital yang makin nyata, penyulit penyakit lain, katarak
komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti
akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi,
yang mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid,
dan miotowa distrofi,'yang mengenai kedua mata dan akibat trauma tumpul.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.
c. Katarak senil
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila
disertai dengan penyakit lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi
lebih cepat. Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama
ataupun berbeda. Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa
stadium katarak senil.
Tabel Perbedaan stadium katarak senil
Insipien Imatur Matur Hipermat
ur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Besar Iensa Normal Lebih besar Normal Kecil
Cairan lensa Normal 8ertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air + masa
Lensa ke
Iris Normal Terdarong Normal Trcmulans
luar)
Bilik mata depan depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit -- Glaukoma - ' Uveitis
' Glaukoma
Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan.
Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur. Katarak senil
merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa
karena proses penuaan.
Katarak senil dapat dibagi dalarn 4 stadium, yaitu :
1. Stadium insipien, di mana mulai timbul katarak akibat proses
degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan
yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti
melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini., proses degenerasi
belum menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga akan terlihat biiik
mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalarn posisi biasa
disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien
belum terganggu.
2. Stadium imatur, di mana pada stadium ini lensa yang degeneratif
mulai menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga lensa menjadi
cembung. Pada stadium ini, terjadi pembengkakan lensa yang disebut
sebagai katarak intumesen. Pada stadium ini dapat terjadi miopisasi akibat
lensa mata menjadi cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu
kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris
terdorong ke depan, biiik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit
atau tertutup. Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat
bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif.
3. Stadium matur, merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada
stadium terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa
sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga
ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris
dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan
terbuka normal, uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat
menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.
4. Stadium hipermatur, di mana pada stadium ini terjadi proses
degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus
lensa tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni). Pada stadium
ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun
korteks yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada
stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang
akan mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka. Pada
uji bayangan iris tertihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh
sehingga stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif. Akibat bahan
lensa keluar dari kapsul, maka akan tirnbul reaksi jaringan uvea berupa
uveitis. Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata
sehingga timbul glaukoma fakolitik.
d. Katarak traumatik
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam
yang menembus kapsul anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik
dilakukan setelah mata tenang akibat trauma tersebut. Bila pecahnya kapsul
mengakibatkan gejala radang berat, maka dilakukan aspirasi secepatnya.
e. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan
sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan
lensa. Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia
tinggi, ablasio retina, dan glaukoma. Katarak komplikata dapat terjadi akibat
kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang
akan mengenai satu mata.
f. Katarak sekunder
Pada tindakan bedah lensa dimana terjadi reaksi radang yang berakhir
dengan terbentuknya jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal maka
keadaan ini disebut sebagai katarak sekunder. Tindakan bedah yang dapat
menimbulkan katarak sekunder adalah sisa disisio lentis, ekstraksi linear dan
ekstraksi lensa ekstrakpsular. Pada katarak sekunder yang menghambat
masuknya sinar ke dalam bola mata atau mengakibatkan turunnya tajam
penglihatan maka dilakukan disisio lentis sekunder atau kapsulotomi pada
katarak sekunder tersebut.
D. Manajemen medis
1. Pembedahan
Metoda yang paling populer dalam mengeluarkan katarak adalah ECCC
(extracapsular cataract extraction) atau ekstraksi lensa ekstrakapsular.
2. Koreksi lensa
Dilakukan karena lensa atau isi lensa dikeluarkan maka perlu
menggantikannya, yaitu dengan lensa intraokular. Ini yang paling sering.
Sedangkan metode lain adalah lensa eksternal, kaca katarakt atau lensa
kontak (contact lens).
B. Diagnosa keperawatan
1. Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan
hilang pandangan
2. Resiko tinggi injury berhubungan dengan meningkatnya tekanan
intraokuler, kehilangan vitreous humor
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pre dan
post operasi, perawatan diri di rumah brhubungan dengan kurang terpapar
akan informasi
4. Gangguan sensori : visual berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori atau transmisi.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan prosedur invasif (ekstraksi
katarak).
C. Rencana intervensi
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Kurang pengetahuan tentang kondisi, Pengetahuan akan meningkat dengan 1. Jelaskan tentang mata dan peran lensa Meningkatkan pemahaman dan
pembedahan, perawatan pre dan post kriteria mampu menjelaskan katarak dan bagi penglihatan. kooperasi pasien
operasi, perawatan diri di rumah gejala – gejala dasar, menjelaskan 2. Ajarkan tentang rutin preoperasi Meningkatkan pemahaman dan
berhubungan dengan kurang terpapar perawatan pre dan post operasi serta kooperasi pasien
akan informasi perawatan diri di rumah. Kegiatan – kegiatan yang bisa
3. Jelaskan kepada pasien aktivitas yang
meningkatkan TIO dapat dihindari
diijinkan pada postoperasi
Teknik yang baik mengurangi
4. Demonstrasikan teknik bersihkan mata
resiko penyebaran bakteri di mata
yaitu dari kantus dalam ke luar
menggunakan kapas bersih.
Memerlukan penanganan yang
5. Anjurkan pasien untuk segera lapor segera
dokter bila ada keluhan - keluhan
2. Cemas berhubungan dengan prosedur Kecemasan berkurang dengan kriteria tanda 1. Berikan pasien suatu Meberitahukan bisa membantu
pembedahan dan kemungkinan hilang – tanda cemas berkurang, mengungkap kemungkinan untuk mengeksplorasikan mengurangi kecemasan dan
pandangan perasaan secara verbal dan rileks perhatian tentang kemungkinan hilang mengidentifikasi ketakutan spesifik
penglihatan
2. Eksplorasikan pemahaman Informasi mengurangi
dengan sabar.
3. Resiko tinggi injury berhubungan dengan Tidak terjadi injury dengan kriteria hasil 1. Diskusikan masalah pos operasi Informasi meningkatkan kooperasi
meningkatnya tekanan intraokuler, pasien mampu menjelaskan faktor – faktor seperti nyeri, pembatasan aktivitas
kehilangan vitreous humor yang meningkatkan injury, menunjukkan 2. Pertahankan tempat tidur lebih Mempertahankan keamanan pasin
perilaku melindungi diri dari injury. rendah dan dipasang rail
3. Bantu pasien saat bangun pertama Mempertahankan kealaman pasien
dioperasi
Meningkatkan kesadaran akan
3. Jelaskan bahwa pandangan tidak
gangguan sensori yang terjadi
akan normal sampai luka sembuh dan
bila perlu menggunakan kacamata
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan Tidak terjadi infeksi dengan kriteria tidak 1. Observasi tanda dan gejala infeksi Sebagai deteksi dini
prosedur invasif (ekstraksi katarak). ada tanda – tanda infeksi seperti menggigil, Mengurangi kemungkinan adanya
2. Gunakan teknik steril saat
demam. kuman patogen
merawat mata dan mengganti balutan
Membantu mencegah infeksi
3. Atur antibiotik atau steroid tetes
sesuai order
Mencegah kontaminasi dan
4. Hindari untuk tidak menyentuh
kerusakan tempat operasi
atau atau menekan mata yang dioperasi
Daftar Pustaka
Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
Ilyas, Sidarta, (1998), Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Ilyas, Sidarta, (2000), Dasar – Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
Thorpe dan Vera Darling, (1996), Perawatan Mata, alih bahasa : Hartono,Yayasan
Essentia Media dan Andi, Yogyakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter
Soetomo, Surabaya
Laporan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN TN. WIJI DENGAN KATARAK SENILIS MATUR SINISTRA DI RUANG IRNA MATA RSDS SURABAYA
TANGGAL 29 OKTOBER – 2 NOPEMBER 2001
VI. Psikososial
A. Psikologsi
1. Persepsi klien terhadap penyakit :
Pasien mengatakan belum mengerti penyebab penyakit yang diderita dan apa yang harus dilakukan terhadap operasi yang akan dijalaninya
karena baru pertama kali mengalami hal ini.
2. Konsep diri :
Pasien mengatakan bahwa perannya sebagai orang tua terganggu apalagi sebagai kepala rumah tangga. Pasien ingat akan rumahnya karena
hanya isterinya yang ada di rumah.
3. Keadaan emosi :
Pasien pasrah saja terhadap apa yang dialaminya.
4. Kemampuan adaptasi :
Pasien mampu beradaptasi terhadap apa yang dialaminya sekarang.
5. Mekanisme pertahanan diri :
Pasien menyerahkan sepenuhnya sakit yang dialaminya kepada Tuhan Yang Mahaesa.
B. Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan keluarga lain harmonis, dimana anak – anaknya secara bergantian menunggu dan membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhannya. Saat berinteraksi dengan perawat, pasien kontak mata terus dan sangat memperhatikan apa yang dijelaskan walaupun
harus diterjemahkan dahulu oleh keluarga.
C. Spiritual
Pelaksanaan ibadah : pasien beribadah 5 waktu. Keyakinan tentang kesehatannya menurut pasien karena sudah tua.
Analisa data
Pre Operasi