Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN STUDI KASUS

PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sindroma HELLP


1.1.1 Batasan Klinik
Sindroma HELLP adalah varian dari pre-eklampsia yang dikarakterisasi
oleh adanya hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets. Sindroma ini
ditemukan pada 10% PEB dan hampir 50% pada eklampsia (Barton & Sibai,
2004; DeCherney et al., 2007).
Kriteria diagnosis sindroma HELLP (Barton & Sibai, 2004) :
 Platelet (PLT) < 100.000/mm3
 Aspartat transaminase (AST) > 70 IU/L (lebih dari 2 kali diatas nilai
normal), abnormal peripheral smear
 LDH > 600 IU/L (lebih dari 2 kali diatas normal), atau bilirubin > 1,2
mg/dL
 Jika tidak memenuhi semua kriteria diatas dinamakan sindroma HELLP
parsial

Tabel 1.1 Sistem Klasifikasi Sindroma HELLP (Haram et al., 2009)

1
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

1.1.2 Etiologi
Sindrom HELLP adalah varian dari pre-eklampsia berat yang biasanya
terjadi secara tiba-tiba selama kehamilan (usia kehamilan 27-37 minggu) atau
segera di awal puerperium. Sebagai salah satu bentuk dari PEB, sindroma HELLP
berawal dari gangguan perkembangan dan menstimulasi pelepasan faktor-faktor
yang secara sistemik dapat menyebabkan perlukaan pada endotelium melalui
aktivasi platelet, vasokonstriksi, dan hilangnya relaksasi vaskuler normal saat
kehamilan (Martin et al., 2006).

1.1.3 Patofisilogi
Perlukaan endotelial vaskuler diduga berperan sentral dalam menyebabkan
terjadinya pre-eklampsia. Kerusakan endotelial menyebabkan TXA2 yang
dominan menyebabkan vasokonstriksi dan hipertensi. Selain itu juga terjadi
konsumsi platelet dan aktivasi jalur pembekuan darah yang teraktivasi, dapat
terprepitasi di microvassculature, menyebabkan terjadinya hemolisis
mikroangiopati dan peningkatan kadar serum lactate dehydrogenase. Hepatic
edema dan/atau ischemia menyebabkan perlukaan hepatoseluler dan peningkatan
kadar serum transaminase dan lactate dehydrogenase (DeCherney et al., 2007).

1.1.4 Manifestasi Klinik


Tanda / gejala klinik yang sering dijumpai pada wanita dengan sindroma
HELLP adalah (Barton & Sibai, 2004) :
 Nyeri epigastrik
 Mual, muntah
 Sakit Kepala
 Hipertensi
 Proteinuria

2
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

1.1.5 Penatalaksanaan Terapi

Gambar 1.2 Manajemen Antepartum Sindroma HELLP (Barton & Sibai, 2004)

Gambar 1.3 Algoritma Terapi Sindroma HELLP (Barton & Sibai, 2004)

3
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

Gambar 1.4 Manajemen Postpartum Sindroma HELLP (Barton & Sibai, 2004)

Rekomendasi dalam penanganan Sindroma HELLP (Sibai, 2004) :


• Magnesium sulfat IV sebagai profilaksis antikonvulsi dan antihipertensi
untuk menjaga tekanan darah sistol < 160 mm Hg atau diastol < 105 mm
Hg atau keduanya.
• Tekanan darah dicatat setiap 15 menit selama terapi dan setiap jam jika
satu nilai yang diharapkan tecapai.
• Dosis nifedipine adalah 10–20 mg PO setiap 30 menit. Dosis maksimal
untuk setiap jamnya 50 mg.
• Regimen magnesium sulfat adalah dosis muatan 6 g yang diberikan selama
20 menit, diikuti dengan dosis maintenance 2 g per jam sebagai IV
continuous. Magnesium sulfat diberikan pada awal observasi dan
dilanjutkan selama persalinan dan 24 jam postpartum.
• Dosis tinggi dexamethasone IV adalah 10 mg setiap
o 6 - 12 jam untuk 2 dosis, diikuti dengan 5–6 mg
o 6 - 12 jam kemudian untuk 2 tambahan dosis.

4
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

BAB II

DATA PASIEN & PROFIL TERAPI

2.1 Data Pasien

 Nama : Ny. MRN


 No. DMK : 123790**
 Alamat : Giligenting, Sumenep
 Usia : 41 th
 BB/TB : -/-
 Status : JKN Jamkesmas
 Tanggal MRS : 20/03/2014
 Diagnosa saat MRS : G5P4004 ATH + Eklampsia + Penurunan
kesadaran + Fetal distress + Edema paru + GM + TBJ 2800 g + HELLP
syndrome
 Riwayat penyakit : -
 Riwayat Pengobatan : -
 Anamnesa : Pasien mengeluh nyeri kepala sejak pkl 03.00
(20/03/2014) kemudian kejang sebanyak 3x, disertai keluarnya cairan dari
mulut (5-7 menit)  kemudian px sadar & minta bantuan. Pkl 07.00 suami
px memanggil bidan desa  kejang 1x  dirawat di Pustu terdekat  Pkl.
09.30, px kejang 1x lagi di Pustu  px tidak sadar penuh (mengigau) 
Pkl 11.00 px dirujuk ke RSUD Sumenep (dengan menggunakan
transportasi perahu) kejang sebanyak 2x dlm perjalanan dirujuk ke RSUD
Pamekasan, rencana cito SC  Sp. Anestesi tidak berada di tempat  Pro
rujuk RSDS  Pkl. 15.00 px berangkat ke RSDS  Dalam perjalanan ke
Surabaya, px kejang 2x (5 menit) & tidak sadarkan diri  Px tiba di RSDS
pkl 19.30.
 KRS : 28/03/2014  kondisi membaik, dipulangkan

5
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

2.2 Data Klinis

DATA KLINIK NILAI TANGGAL (2014)


NORMAL 20/03 21/03 22/03 23/03 24/03 25/03 26/03 27/03
KU Lemah Lemah Lemah Lemah Cukup Cukup Cukup Cukup
Suhu 36°C-37°C 36,7 36,7 36,6 37 36 36,7 36 36,2
Nadi 60-100x/menit 120 102 71 76 88 80 80 80
RR 20-24x/menit 36 40 48 17 18 16 18 18
Tekanan Darah 120/80 mmHg 138/92 132/90 133/81 138/93 140/90 120/80 110/70 110/70
GCS 456 325 3x5 456 456
Balance Cairan In 400 cc/7 jam 1950 cc 800 cc 700 cc 700 cc
(24 jam) Out 800 cc/7 jam 2150 cc 2950 cc 1270 cc 1270 cc
Mual/Muntah -
Demam - - - - -
Sesak - - - - - -
Kejang - - - - -
Pusing -

6
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

2.3 Data Laboratorium

Tanggal (2014)
NILAI 20/03 21/03 25/03
DATA LAB
NORMAL
22.05 Tanggal (2014)
Darah Lengkap NILAI 20/03 21/03 21/03 24/03 25/03
DATA LAB
3 3 NORMAL
Leukosit (10 ) 4-10 . 10 /µl 26,1 17,12 01.56 22.05
Eritrosit (106) 3,5-5,5 . 106 / µl 4,35 4,05
Koagulasi
Hb 11-16,0 / dl 12,3 11.06
PPT/ Kontrol PPT 9-12 15,5/11,6
Hematokrit 37-54 % 39,7 36,6 APTT/Kontrol APTT 23-33 42/26,2 12,0/11,6
MCV 86-98 Fl 91,2 90,4 Elektrolit
MCH 28-33 pg/cell 28,3 28,6 Natrium /Na 135-145 mmol/l 144 147 141,4 141
MCHC 32-36 g/dl 31,0 31,7 Potassium/K 3,5-5,1 mmol/l 3,3 3,4 2,48 3,2
Trombosit 150-400 .103 /µl 409 440 Chlorida/Cl 98-107 mmol/l 110 107 102,5 99
Kimia Darah Lain-lain
BUN 7-18 mg/dl 5,51 19 Albumin 3,5-5,5 g/dl 3,1 2,9
SCr 0,6-1,3 mg/dl 1,79 1,37 GDA 40-121 mg/dl 132 154
Cl Cr hitung HBsAg Negatif Negatif
SGOT/AST 0-37 U/l 77 125 LDH 240-480 U/L 936
SGPT/ALT 0-33 U/l 15 77
Bilirubin Direk <0,20 mg/dl 1,09
Total Bilirubin 0,00-1,00 mg/dl 1,46

7
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

20/03 20/03 21/03 21/03 21/03 22/03 22/03


BGA Nilai Normal
14.51 19.21 01.56 18.39 22.05 01.45 15.34
pH 7,35-7,45 7,500 7,09 7,342 7,46 7,48 7,47 7,466
pCO2 35-45 30,4 43 29,2 35 38 43 42,7
pO2 80-100 87,1 65 62,8 175 79 117 92,3
HCO3 21-28 23,9 13,0 16 24,9 28,3 31,3 31,1
Base Excess (-)3 – (+) 3 0,6 -16,9 -9,9 1,1 4,8 7,6 7,1
SO2 97,6 82 90,8 100 96 99 97,6

Laporan Operasi
Tanggal Golongan Tindakan Operasi Macam Urgensi Instruksi Post Operasi Keterangan
Operasi Operasi
20/03/2014 Besar SC MOW Bersih Darurat - Sementara puasa Dx pra bedah : G5P004
- O2 ventilator ~ TS anestesi ATH + Eklampsia +
- Cek DL post op, bila Hb < 8 pro Fetal Distress + TBJ
transfuse PRC s/d Hb ≥ 8 3000 g
- Cek CT Scan kepala tanpa kontras
- Infus RD5 1000 cc/24 jam
- Drip oxytocin 2 ampul s/d 12 jam post
SC
- Injeksi SM lanjutan s/d 24 jam post SC
- Inj. Ketorolac
- Inj. Vitamin C
- Inj. Alinamin F
- Restriksi cairan CM = CK
- Monitor keluhan /VS/klinis/Luka op

8
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

Lembar Konsultasi
No Tanggal Bagian Hasil
1. 20/03/2014 Mata Secara ophtalmologis, kami dapatkan OD
SHT vasculopati grade II + ODS keratitis
eksposure
Saran :
- Tapping plester
- Gentamycin Eye Drops 3 dd ODS
- Raber tiap hari
2. 20/03/2014 Neuro Kesimpulan :
Saat ini secara klinis neurologis, kami
dapatkan pasien dengan kesadaran menurun
(GCS 1x1) tanpa tanda-tanda rangsang
meningeal dengan status focal secondary
generalized seizure yang diakibatkan oleh
acute symptomatic seizure ec eclampsi
Saran :
1. Mohon cek darah lengkap
2. Jika kejang tidak teratasi dengan MgSO4
dapat diberikan loading Fenitoin 900 mg
(5 ampul) terbagi
a. 300 mg dlm 100 cc PZ
b. 300 mg dlm 100 cc PZ
c. 300 mg dlm 100 cc PZ
Dengan kecepatan pemberian max 50
mg/menit dilanjutkan dengan
maintenance 3 x 100 mg dlm 20 cc PZ
dengan kecepatan max 50 mg/menit
3. Inj. Diazepam 1 amp bolus jika kejang
motorik
4. EEG (daftar jam kerja)
5. Lain-lain ~ TS obgyn
6. Px kami rawat bersama, mohon
konfirmasi 1674
24/03/2014 Paru Kesimpulan :
Saat ini di bidang paru, kami dapatkan px
dengan susp. TR paru + Post edema paru
Saran :
- Mohon pemeriksaan sputum BTA 3x, kultur
& sputum MTB (mikrobiologi klinis), LED
- Apabila ada hasil mohon konsul ulang

9
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

Pemeriksaan Penunjang

No. Tanggal Hasil


1. 20/03/2014 MSCT Scan Kepala irisan axial, reformatted sagital dan
coronal tanpa kontras :
Saat ini MSCT tak tampak kelainan, tak tampak gambaran
infark maupun pendarahan
2. 20/03/2014 Foto Thorax AP (kurang inspirasi) :
Cor : besar dan bentuk kesan normal
Pulmo : tampak perivascular haziness di kedua lapang paru,
sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam, tampak terpasang
ETT dengan tip distal yang terproyeksi setinggi VTh 3-4
Kesan : Edema paru
4. 22/03/2014 Foto Thorax AP (asimetris) :
Cor : besar dan bentuk kesan normal
Pulmo : tak tampak infiltrate, tampak perivascular haziness di
kedua lapang paru. Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam
Kesimpulan radiologis :
Bila dibandingkan dengan foto thorax tgl 20/03/2014 tampak
membaik

Perkembangan Diagnosis
Tanggal Diagnosis
20/03/2014 G5P4004 ATH + Eklampsia + Penuruunan kesadaran + Fetal distress +
Edema paru + GM + TBJ 2800 g
21/03/2014 P4105 post SC + MOW (ai eklampsia + edema paru + fetal distress) +
eklampsia + penurunan kesadaran + edema paru + peningkatan fungsi hati
+ HELLP syndrome + Hipokalemi dlm koreksi
22/03/2014 P4105 post SC + MOW hr ke-2 (ai eklampsia + edema paru + fetal
distress) + eklampsia + edema paru membaik + peningkatan fungsi hati +
HELLP syndrome + Hipokalemi dlm koreksi
23/03/2014 P4105 post SC + MOW hr ke-3 (ai eklampsia + edema paru + fetal
distress) + eklampsia + edema paru membaik + HELLP syndrome +
Hipokalemi dlm koreksi
24/03/2014 P4105 post SC + MOW hr ke-4 (ai eklampsia + edema paru + fetal
distress) + eklampsia + edema paru membaik + HELLP syndrome +
Hipokalemi dlm koreksi
25/03/2014 P4105 post SC + MOW hr ke-5 (ai eklampsia + edema paru + fetal
distress) + eklampsia + edema paru membaik + HELLP syndrome +
Hipokalemi dlm koreksi
26/03/2014 P4105 post SC + MOW hr ke-6 (ai eklampsia + edema paru + fetal
distress) + eklampsia + edema paru membaik + HELLP syndrome +
Hipokalemi dlm koreksi
27/03/2014 P4105 post SC + MOW hr ke-7 (ai eklampsia + edema paru + fetal
distress) + eklampsia + edema paru membaik + HELLP syndrome +

10
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

Tanggal Diagnosis
hipokalemi dlm koreksi

11
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

2.4 Profil Terapi

Tanggal Pemberian Obat (2014)


No Nama Obat Rute Dosis regimen 20/03
21/03 22/03 23/03 24/03
OP
1 O2 6-8 lpm √
RD5 IVFD 1000 cc/24 jam √ 500 cc/24 500 cc/24 500 cc/24 500 cc/24 jam
2
jam jam jam
Oxytocin IV drip 2 amp √
3
(s/d 12 jam post SC)
4 Sulfas Magnesium IV s/d 24 jam post SC √ √
5 Ketorolac IV 3 x 1 amp √ √
6 Vitamin C IV 3 x 1 amp √ √
7 Alinamin F IV 3 x 1 amp √ √
8 Restriksi cairan CM = CK √ √ √ √
Nifedipin IV 3 x 10 mg (bila TD ≥ √ √ 3 x 10 mg
140/90 mmHg) (bila TD ≥
9
160/90
mmHg)
10 KCl IV 50 mEq dlm PZ √ √
11 Ceftriaxon IV 2x1g √ √ √ √ √
12 Dexametason IV 3 x 2 amp (tap off) √ 2 x 2 amp 2 x 2 amp
13 Omeprazol IV 2 x 40 mg √ √
14 Minum maks 1000 cc/24 jam √ √ 500 cc/24 jam
15 Furosemid IV 3 x 1 amp √ √
16 Spironolakton IV 1 x 1 amp √
17 Gentamycim EO 3 dd ODS √ √ √ //
18 Diet TKTPRG √ √ √ √ √

12
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

Tanggal Pemberian Obat


(2014)
No Nama Obat Rute Dosis regimen
27/03
25/03 26/03
KRS
1 O2 6-8 lpm
RD5 IVFD 1000 cc/24 jam 500
2 cc/24
jam
3 Sulfas Magnesium IV s/d 24 jam post SC
4 Ketorolac IV 3 x 1 amp
5 Vitamin C IV 3 x 1 amp
6 Alinamin F IV 3 x 1 amp
7 Restriksi cairan CM = CK √ √
Nifedipin IV 3 x 10 mg (bila TD
8
≥ 140/90 mmHg)
9 KCl IV 50 mEq dlm PZ
10 Ceftriaxon IV 2x1g √ //
Dexametason IV 3 x 2 amp (tap off) 1x2 1x1
11
amp amp
12 Omeprazol IV 2 x 40 mg
13 Minum maks 1000 cc/24 jam √ √
14 Furosemid IV 3 x 1 amp √ 3 x 1 tab
15 Spironolakton IV 1 x 1 amp
16 Gentamycim EO 3 dd ODS
17 Diet TKTPRG √

13
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny. MRN mengeluh nyeri kepala sejak pkl 03.00 (20/03/2014)
kemudian kejang sebanyak 3x, disertai keluarnya cairan dari mulut (5-7 menit) 
kemudian px sadar & minta bantuan. Pkl 07.00 suami px memanggil bidan desa
 kejang 1x  dirawat di Pustu terdekat  Pkl. 09.30, px kejang 1x lagi di Pustu
 px tidak sadar penuh (mengigau)  Pkl 11.00 px dirujuk ke RSUD Sumenep
(dengan menggunakan transportasi perahu) kejang sebanyak 2x dlm perjalanan
dirujuk ke RSUD Pamekasan, rencana cito SC  Sp. Anestesi tidak berada di
tempat  Pro rujuk RSDS  Pkl. 15.00 px berangkat ke RSDS  Dalam
perjalanan ke Surabaya, px kejang 2x (5 menit) & tidak sadarkan diri  Px tiba di
RSDS pkl 19.30.
Pasien didiagnosis G5P4004 ATH + Eklampsia + Penuruunan kesadaran +
Fetal distress + Edema paru + GM + TBJ 2800 g. Saat MRS nilai AST dan ALT
pasien mengalami peningkatan dari rentang nilai normal meskipun pada hari ke-3
telah terjadi penurunan, namun nilainya masih di atas rentang nilai normal.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pasien mengalami komplikasi Sindroma HELLP.
Lactate dehydrogenase (LDH) menjadi parameter yang paling sering diukur pada
kasus pre-eklampsia. Hal ini disebabkan karena pre-eklampsia merupakan
sindroma yang mempengaruhi seluruh sistem organ maternal. Sehingga besar
kemungkinannya bahwa perubahan sel endotelial memainkan peran yang sangat
penting pada patogenesis terjadinya pre-eklampsia. Enzim LDH terdapat di
sebagian besar jaringan tubuh, terutama jantung, hepar, ginjal, otot skelet, otak,
sel-sel darah, dan paru-paru. Disfungsi sel-sel endotelial dapat menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi dan agregasi platelet secara tidak sesuai yang merupakan
tanda-tanda awal kondisi aterosklerosis, hipertensi, dan vasospasme koroner.
Gejala klinis akut yang membahayakan kelangsungan janin pada pre-eklampsia
berkaitan dengan aktivitas AST dan LDH, dimana sistem kardiovaskular
menjalani banyak perubahan seiring dengan perkembangan tingkat keparahan pre-
eklampsia (Aziz & Mahboob, 2008).

14
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

Pada penggunaan sebagai profilaksis antikejang, MgSO4 bekerja dengan


cara meningkatkan nilai ambang terjadinya kejang yaitu dengan menginhibisi
reseptor NMDA, sehingga membatasi efek dari glutamat dan oleh karena itu dapat
mencegah terjadinya kejang. Selain itu, magnesium sulfat juga memiliki efek
vaskuler yaitu berupa vasodilatasi pada arteri uterine, arteri mesenteric, dan aorta,
namun memiliki efek yang minimal pada arteri cerebral. Pada pembuluh darah
otot polos, magnesium berkompetisi dengan kalsium pada tempat ikatannya.
Penurunan aktivitas kanal kalsium menurunkan kalsium intraseluler,
menyebabkan relaksasi dan vasodilatasi. Di endothelium, magnesium
meningkatkan produksi prostaglandin I2, sehingga dapat menurunkan terjadinya
agregasi platelet. Magnesium juga meningkatkan produksi NO yang menyebabkan
vasodilatasi (Euser & Cipolla, 2009). Syarat pemberian MgSO4 sebagai
profilaksis antikejang adalah refleks patella (+), nilai RR>16x /menit, dan
produksi urine 150 cc/6 jam (Abadi, et al, 2008). Menurut guidelines, evidence
based level pemberian MgSO4 pada kondisi pre-eklampsia adalah rekomendasi IA
dan dapat diberikan selama pre, intra, dan post partum untuk mencegah
kemungkinan terjadinya kejang (Tuffnel & Shennan, 2006). Berdasarkan
Cochrane Database of Systematic Review 2008, pemakaian MgSO4 lebih efektif
sebagai profilaksis kejang bila dibandingkan dengan antikejang lain seperti
phenytoin atau diazepam (Hofmeyr et al, 2008).
Monitoring dan evaluasi pemberian MgSO4 ini dapat dilakukan melalui
produksi urin output pasien, karena MgSO4 merupakan senyawa yang
diekskresikan melalui urin dan bila produksi urin <20 ml/jam, maka pemberian
tersebut dapat dihentikan (Sidhu, 2004). Perlu diperhatikan dalam pemberian
MgSO4 karena dapat menimbulkan intoksikasi, seperti refleks patella
negatif/refleks tendon berkurang, depresi pernafasan dengan nilai RR <16
kali/menit, dan urin <20 ml/jam. Kadar Mg dalam darah ini umumnya >10 mg/dl.
Pengatasan intoksikasi MgSO4 dapat diberikan Ca glukonas 1g 10% secara iv
pelan (level evidence IA) (Tuffnel, 2006).
Pasien mendapatkan antibiotik profilaksis sebelum dilakukan terminasi
dengan sectio caesar (SC). Pemberian profilaksis ini disarankan karena operasi
tersebut termasuk ke dalam golongan operasi bersih terkontaminasi yang

15
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

membuka organ reproduksi dengan kemungkinan infeksi 5-15% (PPAB SMF


Bedah, 2009). Menurut guideline SIGN 2006, pemberian AB profilaksis pada
operasi SC merupakan rekomendasi evidence based level IA. Pada operasi SC,
morbiditas yang paling sering terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO) dan
endometritis. Saat pemberian antibiotik profilaksis pada umumnya 30-60 menit
sebelum operasi atau saat dilakuan induksi anestesi. Pemberian antibiotik
profilaksis pada operasi SC dapat dilanjutkan hingga 1x24 jam (PPAB Obsgyn,
2005).
Ceftriaxone adalah antibiotika golongan Cephalosporoin generasi ke-3
yang aktivitasnya lebih ke arah bakteri aerob gram negatif. Ikatan obat-protein
dari Ceftriaxone = 85-95% dengan t max = 2 jam dan t½ = 6-9 jam. Ceftriaxone
memiliki rantai methylthiotetrazone (MTT) yang dapat menghambat konversi
clotting factor, seperti vitamin K, menjadi bentuk aktifnya. Oleh karena itu, pada
pasien-pasien yang memiliki kecenderungan tinggi terjadi perdarahan, sebaiknya
dilakukan pemantauan terhadap tes koagulasi. Cephalosporin generasi ke-3
merupakan obat terpilih untuk infeksi berat yang disebabkan oleh Klebsiella,
Enterobacter, Proteus, Providencia, Serratia & Haemophillus sp. Cephalosporin
generasi 3 memiliki sifat lipofilitas yang cukup tinggi, sehingga memudahkan
antibiotika untuk berpenetrasi ke dalam jaringan. Ini menjadi alasan Ceftriaxone
cocok untuk digunakan sebagai terapi profilaksis dan empiris pada kasus
pembedahan di daerah peritoneum (SC). Hasil laboratorium hari pertama
menunjukkan adanya peningkatan WBC hingga 13.300 dan pada hari ke-3 pun
nilai WBC masih ada di atas rentang normal (27.600). Oleh karena itu, ceftriaxone
diberikan mulai hari ke-1 hingga ke-8. Dosis lazim Ceftriaxone ialah 1-2 g/hr
dengan interval pemberian 12 jam, dosis maksimum sampai 4 g/hr (British
Medical Association, 2011). Data WBC pasien dari awal masuk mengalami
peningkatan mulai dari hari pertama hingga hari ke-3 selama di RS. Nilai WBC
pasien berturut turut dari tanggal 6/6; 7/6; 8/6 adalah 13,3x103; 17,1x103 ; 27,6
x103. Untuk mengatasi kondisi infeksi ini, pasien mendapat terapi ceftriaxone iv
(2 x 1 g) yang diberikan selama 8 hari (tanggal 6/6 sd 13/6). Dosis lazim
Ceftriaxone ialah 1-2 g/hr dengan interval pemberian 12 jam, dosis maksimum
sampai 4 g/hr (British Medical Association, 2009). Dosis pemberian terapi ini

16
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

sudah sesuai dengan dosis yang direkomendasikan oleh pustaka. Lama terapi
antibiotika yang diberikan untuk pasien kurang rasional karena dari data
laboratoris WBC pasien masih berada di atas rentang normal dan cenderung
meningkat terus.
Pada pasien dilakukan terminasi dengan operasi sectio caesar. Perlunakan
cervix dengan oksitosin drip dianggap gagal apabila HIS tidak adekuat dengan
pemberian 40 tetes/menit, 2 jam sejak pemberian tidak mengalami tanda
persalinan dan melemah, terdapat komplikasi fetal distress, tetania uteri, ruptur
uteri (Sarna, 2007). Tindakan sectio caesar dapat dilakukan bila terdapat hasil
pemeriksaan “non stress test” jelek, pada pasien yang tidak adekuat terhadap
misoprostol atau oksitosin, penderita belum inpartum dengan skor pelvic bishop
jelek (<5), dan kegagalan drip oksitosin (Wood, 2007; Sanfilipo, 2007). Namun,
tindakan ini dikontraindikasikan pada kondisi kejang, oleh karena itu, pasien telah
mendapatkan profilaksis antikejang sebelumnya. Selama dilakukan terminasi,
monitoring tehadap hemodinamik pasien, penting untuk dilakukan. Supaya tidak
memperparah kondisi udem yang dialami pasien, total cairan yang diberikan tidak
boleh lebih dari 100ml/jam (Morgan, 2003). Pemberian drip oxytocin (2 amp/12
jam post-OP) dimaksudkan untuk induksi persalinan, dengan disertai pemberian
SM 20% (4 g) dilanjutkan dengan SM 40% (10 g) untuk menghindari terjadinya
kejang. Karena pasien pre-eklampsi berat cenderung memiliki indikasi ke arah
tersebut. (Dyer et al., 2010).
Pemberian dexamethasone (2 amp) di sini di awal (6/6) bertujuan untuk
maturasi paru janin, dimana kortikosteroid dapat meningkatkan produksi protein,
biosintesis fosfolipid, serta pembentukan surfaktan (Ballard, 1995). Surfaktan
pulmoner berfungsi untuk mencegah kolaps dari alveolus dan transudasi cairan
pada volume paru yang rendah dengan cara mengurangi tegangan permukaan
antara permukaan cairan dengan udara di alveolus. Defisiensi surfaktan dapat
mengakibatkan respiratory distress syndrome (RDS) pada bayi lahir prematur.
Maturasi paru pada akhir kehamilan, terutama onset produksi surfaktan
dikendalikan oleh glukokortikoid endogen janin (Post et al., 1986). Sedangkan
dexametason yang diberikan post op bertujuan untuk membantu meningkatkan
sintesis platelet yang cenderung nilainya rendah pada pasien dengan HELLP

17
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

Syndrome. Platelet pasien tgl 6/6 = 62.000/mm3. Namun dari penelitian RCT oleh
Katz, L., et al yang dipublikasikan oleh AJOG, 2009 bahwa pemberian
dexametason pada pasien post partum tidak mendukung perbaikan kondisi
HELLP syndrome. Hal ini dibuktikan pada kasus ini dari nilai platelet pada
tanggal 7/6 = 204.000/mm3 dan mengalami penurunan pada tanggal
8/6=127.000/mm3.
Sebagai terapi analgesik, pada hari pertama digunakan injeksi ketorolac iv
(3 x 10 mg). Ketorolac memiliki efek sebagai anti-inflamasi, analgesik, dan
antipiretik yang ditujukan sebagai terapi singkat untuk mengatasi nyeri akut yang
agak berat, namun tidak untuk digunakan pada nyeri kronis minor. Mekanisme
kerja obat-obat golongan NSAID adalah menghambat cyclooxygenase pada
isoenzim (COX-1 dan COX-2) serta Prostaglandin (PG) dari jalur arachidonat
(British Medical Association, 2009). Lama penggunaan NSAID dibatasi tidak
boleh melebihi 5 hari, karena dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna akibat
mekanisme penghambatan di PG yang berperan dalam perlindungan mukosa
saluran cerna. Selain itu hambatan pada PG juga dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke ginjal dan filtrasi glomerular, sehingga perlu halnya dilakukan
pemantauan terhadap fungsi ginjal dan kadar K+ dalam darah. Administrasi
intravena secara bolus sebaiknya diberikan dalam waktu tidak kurang dari 15
detik (Anderson et al., 2002). Dosis dan lama terapi Ketorolac pada kasus ini
sudah sesuai (3 x 10 mg selama 4 hari). Ketorolac dihentikan karena pasien sudah
tidak ada keluhan nyeri post operasi.
Pasien mendapat ranitidine untuk mencegah post operative nausea
vomiting (PONV) karena pasien baru mengalami tindakan SC. Ranitidin secara
reversible dan kompetitif menghambat histamine pada reseptor H2 terutama yang
berada pada sel parietal gastric sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung
(Tatro, 2003)  mencegah perdarahan GIT, aspirasi pneumonia dan stress ulcer.
Pasien mendapat terapi ranitidine 2 x 50 mg iv sampai 1 hari post operasi.
Alinamin F (mengandung vitamin B1 dan B2) di sini berperan sebagai
terapi adjuvant untuk pasien. Pada pasien hamil terjadi peningkatan kebutuhan
akan vitamin-vitamin tersebut, seperti halnya pada pasien menyusui. Alinamin F

18
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

yang diberikan ke pasien adalah 3 x 1 ampul selain juga dapat berfungsi untuk
meningkatkan motilitas usus pada pasien post pembedahan (post SC).
Vitamin C (3 x 1 amp) yang diberikan pada hari pertama memiliki
indikasi sebagai antioksidan. Kehamilan normal akan menginduksi perubahan
pada anatomi dan fisiologi maternal yang melibatkan proses-proses metabolik
untuk mendukung tumbuh-kembang janin di dalam kandungan. Dalam kondisi
normal, reactive oxygen species (ROS) dan antioksidan dalam tubuh berada dalam
kondisi seimbang. Namun ketika terdapat ROS dalam jumlah berlebih, kondisinya
menjadi tidak lagi stabil. Pada wanita, ROS merupakan faktor yang penting dalam
proses replikasi, diferensiasi, serta pertumbuhan sel selama kehamilan. Sementara
pada wanita hamil, ROS memainkan peran penting dalam remodeling jaringan
uterus, implantasi embryo, penempatan villi, dan perkembangan pembuluh darah
yang menjadi karakteristik dari kehamilan. Kondisi pre-eklampsia sangat
berkaitan dengan peningkatan lipid peroksidasi pada sirkulasi maternal dan
plasenta. Vitamin C dapat berfungsi sebagai pertahanan antioksidan lini pertama
terhadap radikal bebas pada plasma, dengan mekanisme interaksi terhadap
membran plasma melalui pemberian elektron ke radikal α-tokoferoksil dan
aktivitas oksidoreduktase membran trans-plasma. Begitu pentingnya peran
vitamin C, sehingga kekurangan vitamin C dilaporkan dapat mempengaruhi
pembentukan struktur plasenta dan memfasilitasi terjadinya infeksi plasenta,
dimana keduanya akan menghasilkan peningkatan risiko ruptur membran plasenta
dan kelahiran prematur (Casanueva & Viteri, 2003; Ghate et al., 2011; Walsh &
Wang, 1998).
Pemberian furosemide injeksi pada kasus ini ditujukan untuk mengatasi
udema tungkai yang masih terlihat sampai 11/6. Dosis untuk pemberian dengan
maintenance dose sebesar 20-80 mg/hari. (British Medical Association, 2011).
Furosemide merupakan loop diuretic yang penggunaannya diindikasikan untuk
mengatasi edema terkait congestive heart failure ataupun penyakit hepar maupun
renal. Loop diuretic adalah diuretik yang sangat poten. Pemberian berlebihan
dapat mengakibatkan diuresis dengan kehilangan cairan dan elektrolit besar-
besaran. Oleh karena itu, kadar elektrolit dalam tubuh perlu selalu dipantau (Lacy
et al., 2009). Sedangkan pada kasus ini, elektrolit pasien hanya dicek 1 x saat

19
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

pasien MRS jadi sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit


sebelum pasien dinyatakan KRS untuk memantau efek samping dari penggunaan
furosemid.
Pasien mendapatkan nifedipin sublingual yang dilanjutkan dengan rute
per oral 3 x 10 mg pada awal MRS karena TD pasien 180/110. Kondisi tekanan
darah yang sangat tinggi harus segera diturunkan secara bertahap pada pasien PEB
agar tidak menimbulkan komplikasi atau bahkan kematian pada ibu dan janin.
Oleh karena itu, pemberian terapi antihipertensi sangat penting.

20
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

BAB IV
MONITORING DAN INFORMASI

4.1 Monitoring Penggunaan Obat

Indikasi Nama obat Monitoring


Methyldopa TD (Target 130/80  rekomendasi IPD)
Antihipertensi
Nifedipine
GDP, GD2PP
Antidiabetes Actrapid Target berdasarkan PDT :
GDP 60-90 mg/dl, GD2PP < 120 mg/dl.
Pematangan paru janin Dexamethasone Skor Apgar neonates
Suplementasi kalium KSR Serum K+ (Rentang normal : 3.5-5.1 mmol)
Pencegahan perdarahan Gejala gangguan GIT
GI, aspirasi dan stress Ranitidin
ulcer (post operasi)
Pengatasan PONV Ondancetron Mual, muntah
Pain score, observasi adanya perdarahan,
evaluasi ESO pada GIT (nyeri abdominal,
Ketorolac
perdarahan, dyspepsia)

Pain score, evaluasi ESO pada GIT


Analgesik post operasi
(konstipasi, mual, muntah, dispepsia),
Tramadol Drip
ataupun gejala ESO lain seperti sakit kepala,
pusing
Asam Pain score, evaluasi ESO pada GIT
Mefenamat
Memperbaiki Flatus, BAB
metabolisme di GIT
yang mengalami Allinamin F
paralisis akibat GA

Perbaikan luka
Vitamin C Inj Kondisi luka post operasi

Transamin PTT, APTT


Pencegahan PPH Metergin Inj Perdarahan pasien, kontraksi uterus post
Oksitosin Inj operasi. Penggunaan kombinasi : ESO mual,
Drip Oksitosin muntah, TDS ↑
Menghentikan produksi TD, fungsi hepatik, hematopoietik, dan
ASI (hiper- Bromokriptin kardiovaskuler
prolaktinemia)
Profilaksis anemia post Hb, HCT, MCV, MCH, MCHC
Sulfat Ferrosus
partum

21
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

4.2 Informasi Cara Pemberian Obat

Nama Obat Informasi


Magnesium sulfat Diperlukan monitoring yang ketat saat diberikan MgSO4
untuk mencegah terjadinya intoksikasi Magnesium.
Sebelum pemberian

22
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Eklampsia merupakan kondisi pre-eklampsia yang disertai dengan kejang.
Teori yang dipercaya mendasari kondisi ini mencakup vasospasme serebral,
edema, serta kemungkinan gangguan autoregulasi serebral dan blood brain
barrier (BBB) akibat hipertensi berat yang diderita pasien. Sindroma HELLP
dapat berkembang kehamilan dengan pre-eklampsia berat maupun eklampsia.
Hemolisis didefinisikan sebagai anemia hemolitik akibat mikroangiopati.
Kadar lactate dehydrogenase (LDH) dan pengukuran bilirubin indirek menjadi
marker adanya kondisi hemolisis ini. Sementara itu, obstruksi fibrin pada sinusoid
hepar menyebabkan terjadinya perlukaan hepatoselular yang dimanifestasikan
lewat peningkatan enzim-enzim hepar. Sedangkan penurunan jumlah platelet di
sirkulasi merupakan akibat dari peningkatan laju konsumsi pada daerah yang
mengalami kerusakan endotelium vaskular.

5.2 Saran
Jika pasien masih menunjukkan indikasi adanya infeksi, sebaiknya pemberian
antibiotika tetap diteruskan yang diawali dengan pengecekan kultur dan
sensitivitas antibiotika agar bakteri penyebab infeksi dapat segera diatasi

♦ Apabila pasien telah menunjukkan tanda-tanda mengalami hiperkalemia


sebagai efek samping akibat penggunaan obat ACEI, sebaiknya terapi segera
dihentikan.

23
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

DAFTAR PUSTAKA

Alfonzo AVM, Isles C, Geddes C, et al. Final Version 2012. Potassium disorders
- clinical spectrum and emergency management.(www.renal.org)

Anderson, P.O., Knoben, J.E., Troutman, W.G., 2002. Handbook of Clinical


Drug Data 10th Edition. USA: McGraw Hill Companies, Inc.

Aziz, R. & Mahboob, T., 2008. Relation Between Pre-Eclampsia and Cardiac
Enzymes. ARYA Atheroscle J 2008; 4(1): 29-32.

Ballard, P.L. & Ballard, R.A., 1995. Scientific Basis and Therapeutic Regimens
for Use of Antenatal Glucocorticoids. Am J Obstet Gyn 1995; 173: 254-262.

Baxter, J.K. & Weinstein, L., 2004. HELLP Syndrome: The State of the Art.
Obstet Gynecol Survey 2004; 59(1): 838-845.

British Medical Association. 2011. British National Formulary. UK: BMJ Group.

Cassanueva, E. & Viteri, F.E., 2003. Iron and Oxidative Stress in Pregnancy. J
Nutr 2003; 133: 1700S-1708S.

Cunningham, G.F., Leveno, J.K., Bloom, L.S., 2005. Williams Obstetrics 22nd
Edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc., p: 761-808.

Decherney, A.A., Nathan, L., Goodwin, M.T., 2007. Current Obstetric &
Gynecologic Diagnosis & Treatment, 9th Edition. California: Lange Medical
Books/ McGraw-Hill Medical Publishing Division, p: 338-353

Dyer, R.A., Van Dyk, D., Dresner, A., 2010. The Use of Uterotonic Drugs During
Caesarean Section. Int J Obs Anesth 2010; 19: 313-319.

Ghate, J., Choudhari, A.R., Gugare, B., Ramji, S., 2011. Antioxidant Role of
Vitamin C in Normal Pregnancy. Biomed Res 2011; 22(1): 49-51.

Hladunewich, M., Karumanchi, S.A., Lafayette, R., 2007. Pathophysiology of the


Clinical Manifestations of Preeclampsia. Clin J Am Soc Nephrol 2007; 2:
543-549

24
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

Jancin, 2001. Methyldopa a Safe Antihypertensive During Pregnancy. OBSGYN


News Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2009. Drug
Information Handbook 17th Edition. USA: Lexi-Comp.

Manuaba, I.B.G., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC, pp: 401-412.

Novikova, N. & Hofmeyr, G.J., 2011. Tranexamic Acid for Preventing Post-
Partum Haemorrhage (Review). The Cochrane Collaboration. USA: John
Wiley & Sons, Ltd.

Ogah, O.K., Ijaiya, M.A., Aboyejl, P.A., Esuga, S.A., 2005. Eclampsia: A Global
Problem. Sex Heal Matters 2005; 6(2): 45-49.

Pagana, K. D., Pagana, T. J., 2002. Mosby’s Manual of Diagnostic and


Laboratory Test, 2nd ed. St. Louis: Mosby Inc

Pedoman Penggunaan Antibiotika di Bidang Bedah. 2009. Surabaya :


Departemen/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Soetomo Surabaya

Post, M., Barsoumian, A., Smith, B.T., 1986. The Cellular Mechanism of
Glucocorticoid Acceleration of Fetal Lung Maturation. J Biol Chem 1986;
261(3): 2179-2184.

Rajan, T., Widmer, N., Kim, H., Dehghan, N., Alsahafi, M., Levin, A., 2012. BC
Medical Journal, Vol. 54, No. 1, A Quality Improvement Project to
Enhance the Management of Hyperkalemia in Hospitalized Patients

Rodie, V.A., 2006. Pre-eclampsia and Eclampsia: Pathophysiology and Treatment


Options. Hipertensi 2006; 13(2): 88-95

Trissel, LA 2009, Handbook of Injectable Drugs, 15th ed, ASH.

Tuffnell DJ, Shennan AH, Waugh JJS, Walker JJ, 2006. On behalf of the
Guidelines and Audit Committee of the Royal College of Obstetricians
and Gynaecologists. The management of severe pre-
eclampsia/eclampsia. Greentop Guidelines (10A). London: RCOG Press

Walsh, S.W., & Wang, Y., 1998. Placental Mitochondria as A Source of Oxidative
Stress in Pre-Eclampsia. Placenta 1998; 19: 581-586.

25
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA LAPANGAN SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
MA GI S TE R F A RM AS I K LI NIK FA K UL T AS F AR MA SI UNI VE R SI T A S A IR LAN G G A

26

Anda mungkin juga menyukai