Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase ) merupakan salah satu enzim yang yang
berada dalam hati dan otot jantung, dan sebagiannya lagi berada dalam pankreas, otot rangka dan
ginjal. Sedangkan SGOT (Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase) merupakan salah satu enzim
yang banyak berada dalam sel-sel hati. AST/SGOT adalah enzim yang sebagian besar terdapat
dalam otot jantung dan hati, sebagiannya lagi ditemukan dalam otot rangka, ginjal dan pancreas.
Nilai AST serum yang tinggi ditemukan pada infark miokard akut (IMA) dan kerusakan hepar.
Setelah nyeri dada hebat yang disebabkan oleh IMA, AST serum meningkat dalam 6 sampai 10 jam
dan memuncak dalam 24-48 jam. Jika tidak terjadi perluasan infark, nilai AST serum akan kembali
normal dalam 4 sampai 6 hari. Pemeriksaan enzim jantung lainnya juga digunakan dalam
mendiagnosa IMA (mis, CPK, LDH).
ALT/SGPT, suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel hepar, efektif dalam
mendiagnosa kerusakan hepatoselular. Kadar ALT serum dapat tinggi sebelum ikterik terjadi. Pada
ikterik dan ALT serum >300 unit, penyebab yang paling mungkin karena gangguan hepar dan tidak
gangguan hemolitik. Berbagai penyakit dan infeksi dapat menyebabkan kerusakan akut maupun
kronis pada hati, menyebabkan peradangan, luka, sumbatan saluran empedu, kelainan pembekuan
darah, dan disfungsi hati. Selain itu, alkohol, obat-obatan, dan beberapa suplemen herbal, serta racun
juga bisa memberikan ancaman. Jika besarnya kerusakan cukup bermakna, maka akan menimbulkan
gejala-gejala seperti jaundice, urine gelap, tinja berwarna keabuan terang, pruritus, mual, kelelahan,
diare, dan berat badan yang bisa berkurang atau bertambah secara tiba-tiba. Deteksi dini penting
dengan diagnosis lebih awal guna meminimalisir kerusakan dan menyelamatkan fungsi hati.
Pada percobaan ini dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT dalam serum bertujuan untuk
menentukan nilai kadar SGOT dan SGPT dalam serum darah dengan metode spektrofotometer.
Untuk pemeriksaan SGOT, pertama-tama dilakukan penyiapan serum dengan cara disiapkan alat dan
bahan terlebih dahulu. Kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan disentrifuge
selama ± 15 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Diambil serum darah, dan dimasukkan kedalam
tabung reaksi. Yang kedua di lakukan pengukuran absorban blanko dengan cara, disiapkan alat dan bahan
terlebih dahulu kemudian dipipet 200 µl aquadest ke dalam tabung reaksi, homogenkan. Lalu
tambahkan 2000 µl reagen 1 SGOT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C. setelah itu
tambahkan 500 µl reagen 2 SGOT dan homogenkan. Lalu diukur absorbannya pada panjang
gelombang 365 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Yang ketiga dilakukan pengukuran
absorban sampel dengan cara, disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu kemudian dipipet 200 µl
serum ke dalam tabung reaksi, homogenkan. Lalu tambahkan 2000 µl reagen 1 SGOT, diinkubasi
selama 5 menit pada suhu 37°C. setelah itu tambahkan 500 µl reagen 2 SGOT dan homogenkan. Lalu
diukur absorbannya pada panjang gelombang 365 nm dengan menggunakan spektrofotometer.
Kemudian diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3, dan ke-4, lalu dicatat nilai
absorbansinya. Pada pemeriksaan SGOT, reagen I yang digunakan berisi TRIS pH 7,65 110
mmol/liter, L-Aspartat 320 mmol/liter, MDH (Malat Dehidrogenase) ≥ 800 U/liter, LDH (Laktat
Dehidrogenase) ≥ 1200 U/liter. TRIS pH 7,65 dalam reagen I berfungsi sebagai dapar yang menjaga
pH serum selama reaksi pemeriksaan ini supaya menjaga kestabilan aktivitas ALT karena enzim
sangat sensitif terhadap perubahan pH. L-Aspartat berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah
menjadi L-glutamat dengan dikatalisis oleh enzim aspartate aminotransferase (AST). MDH (Malat
Dehidrogenase) dan LDH (Laktat Dehidrogenase) juga merupakan enzim yang akan mengkatalisis
reaksi selanjutnya dari produk yang dihasilkan dari reaksi dengan katalisator ALT tadi. Reagen II
yang digunakan ini berisi 2-oksoglutarat 65 mmol/liter dan NADH 1 mmol/liter. 2-oksoglutarat akan
bereaksi dengan L- Aspartat membentuk L-glutamat dan oxaloasetat dengan dikatalisis oleh enzim
AST.
Enzim AST ini akan mengkatalisis pemindahan gugus amino pada L-aspartat ke gugus keto
dari alfa-ketoglutarat membentuk glutamat dan oksalat. Selanjutnya oksaloasetat direduksi menjadi
malat. Untuk pemeriksaan SGPT, pertama-tama dilakukan penyiapan serum dengan cara disiapkan
alat dan bahan terlebih dahulu. Kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan
disentrifuge selama ± 15 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Diambil serum darah, dan dimasukkan
kedalam tabung reaksi. Yang kedua di lakukan pengukuran absorban blanko dengan cara, disiapkan alat dan
bahan terlebih dahulu kemudian dipipet 200 µl aquadest ke dalam tabung reaksi, homogenkan. Lalu
tambahkan 2000 µl reagen 1 SGPT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C. setelah itu
tambahkan 500 µl reagen 2 SGPT dan homogenkan. Lalu diukur absorbannya pada panjang
gelombang 365 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Yang ketiga dilakukan pengukuran
absorban sampel dengan cara, disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu kemudian dipipet 200 µl
serum ke dalam tabung reaksi, homogenkan. Lalu tambahkan 2000 µl reagen 1 SGPT, diinkubasi
selama 5 menit pada suhu 37°C. setelah itu tambahkan 500 µl reagen 2 SGPT dan homogenkan. Lalu
diukur absorbannya pada panjang gelombang 365 nm dengan menggunakan spektrofotometer.
Kemudian diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3, dan ke-4, lalu dicatat nilai
absorbansinya. Digunakan metode spektrofotometri untuk mengukur kadar SGOT dan SGPT dalam
serum, karena metode ini sangat cepat dan mudah, namun kemungkinan dapat juga menghasilkan
hasil yang tidak akurat. Dimana digunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 365 nm
karena pada panjang gelombang tersebut sampel akan memberikan serapan yang maksimum.
Alasan digunakan reagen SGOT karena reagen SGOT juga merupakan reagen yang spesifik
untuk pengukuran SGOT dan dilakukan inkubasi selama beberapa menit, hal ini dimaksudkan agar
reagen dan sampel dapat bercampur dengan baik. Sedangkan digunakan reagen SGPT karena reagen
SGPT juga merupakan reagen yang spesifik untuk pengukuran SGPT dan dilakukan inkubasi selama
beberapa menit, hal ini dimaksudkan agar reagen dan sampel dapat bercampur dengan baik.
Adapun alasan darah disentrifuge adalah untuk memisahkan antara serum (lapisan atas) dan
plasma (lapisan bawah). Alasan digunakannya serum yaitu karena serum tidak lagi mengandung
fibrinogen, dimana fibrinogen ini terdapat pada plasma dan dapat mengakibatkan pengukuran
absorban meningkat 3-5 %. Dan alasan diinkubasi yaitu agar seluruh reagen dapat bereaksi sempurna
dengan sampel. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada pemeriksaan
SGOT untuk kelompok 2 yaitu 0,007 U/L, dimana hasilnya masuk kedalam range karena nilai
normal SGOT untuk perempunan : 0-32 U/L. Sedangkan pada pemeriksaan SGPT untuk kelompok 2
yaitu -0,024 U/L, dimana hasilnya tidak masuk dalam range karena hasilnya dibawah range nilai
normal SGPT untuk perempuan : 0-31 U/L. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh kekurangan
vitamin seperti vitamin B6, hasil yang rendah/dibawah nilai normal mungkin saja terjadi karena
dilakukan pada saat kadar SGOT atau SGPT sedang rendah didalam darah sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan beberapa kali. Adapun faktor kesalahan dari interpretasi data yaitu ketidaksesuaian atau
ketidaktepatan dalam pengukuran sampel dan reagennya. Adapun kemungkinan yang terjadi pada
saat darah disentrifuge dengan tidak sengaja pecah sehingga serumnya menjadi rusak, Selain itu
kurang terpisahnya antara serum dan plasma hasil sentifuge, dan juga lamanya waktu inkubasi.

Hati merupakan organ yang sangat penting dan memiliki aneka fungsi. Fungsi fisiologis pada hati
dalam tubuh, yakni sebagai tempat metabolisme (karbohidrat, protein, dan lemak), detoksifikasi
racun, tempat pembentukan sel darah merah serta penyaring darah, berperan dalam penggumpalan
darah, menghasilkan empedu, dan sebagai tempat penyimpanan vitamin dan zat besi. Fungsi hati
dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya, dan dapat dilihat dari sel–sel dalam hati (Hozaimah,
2007).
Adapun fungsi hati sebagai organ keseluruhan yaitu:
(1) ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit karena semua cairan dan garam akan melewati
hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya,
(2) hati bersifat sebagai spons yang akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada dekompensasio
kordis kanan maka hati akan membesar, dan
(3) sebagai alat saringan (filter) yang mana semua makanan dan berbagai substansia yang telah
diserap oleh intestin akan masuk ke hati melalui sistema portal.
Hati sangat berperan dalam proses metabolisme sehingga organ ini sering terpapar zat kimia
(Cave et al., 2010). Zat kimia tersebut akan mengalami detoksikasi dan inaktivasi sehingga menjadi
tidak berbahaya bagi tubuh. Kerusakan hati karena obat dan zat kimia dapat terjadi jika cadangan
daya tahan hati berkurang dan kemampuan regenerasi sel hati hilang dan selanjutnya akan mengalami
kerusakan permanen sehingga dapat menimbulkan dampak berbahaya (Wibowo et al., 2007).
Parameter kerusakan organ hati dapat diketahui dari perubahan aktivitas kadar enzim-enzim
dalam darah dengan mengamati zat-zat dalam darah yang dibentuk sel hati. Enzim Alanin
Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) merupakan beberapa enzim yang
digunakan sebagai indikator kerusakan hati (Antai et al., 2009, Hegazy dan Fouad, 2015).
ALT berfungsi untuk mengkatalis pemindahan amino dari alanin ke α-ketoglutarat.
Sedangkan AST berperan untuk mengubah aspartat dan α-ketoglutarat menjadi oxaloasetat dan
glutamat.
Semakin pesatnya kemajuan teknologi laboratorium klinik telah banyak menambah
jumlah dan jenis pemeriksaan laboratorium ke titik luar kemampuan kita untuk selalu dapat
mengetahui penggunaan dan penafsirannya (Riyono, 2007). Pemeriksaan laboratorium yang
bersamaan dengan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik sering kali digunakan untuk
memastikan diagnosis serta untuk memantau penyakit dan pengobatan.
Tes fungsi hati adalah sekelompok tes darah yang mengukur enzim atau protein ter-
tentu di dalam darah anda. Tes fungsi hati umumnya digunakan untuk membantu men-
deteksi, menilai dan memantau penyakit atau kerusakan hati. Pemeriksaan untuk fungsi hati
biasanya tidak menentukan etiologi pasti penyakit hati. Pemeriksaan ini hanya sebagai
petunjuk apakah hati normal atau sakit, dan apabila sakit, seberapa luas dan berat
penyakitnya. Sebagai organ tubuh yang memiliki banyak fungsi penting, seperti menetralkan
racun yang masuk ke dalam tubuh dan merombak nutrisi menjadi energi, hati memang
sepatutnya selalu diperhatikan. Dalam pemeriksaan fungsi hati, ada beberapa parameter yang
harus diperhatikan, yaitu SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) yang juga
dinamakan AST (Aspartat Aminotransferase), SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase)
yang juga dinamakan ALT (Alanin aminotransferase), bilirubin, gamma GT (Glutamat
Transferase), ALP (Alkali Fosfatase), Cholinesterase, Total Protein (rasio albumin/globulin).
Hati merupakan organ padat terbesar yang terletak di rongga perut bagian kanan atas.
Hati secara luas dilindungi oleh iga-iga. Organ ini mempunyai peran penting di dalam tubuh
karena merupakan regulator dari semua metebolisme karbohidrat, protein dan lemak. Tempat
sintesa dari berbagai komponen protein, pembekuan darah, kolesterol, ureum dan zat lain yg
sangat vital. Selain itu, hati juga merupakan tempat pembentukan dan penyaluran asam
empedu serta pusat pendetoksifikasi racun dan penghancuran (degradasi) hormon steroid
seperti estrogen .
Enzim yang mengkatalisis pemindahan gugus amino secara reversibel antara asam
amino dan alfa-keto ialah enzim aminotransferase yang sering disebut juga dengan enzim
transaminase. Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim aminotransferase di dalam sel akan
masuk ke dalam peredaran darah, karena terjadi perubahan permeabilitas membran sel
sehingga kadar enzim aminotransferase dalam darah akan meningkat (Widman, 1989).
Enzim aminotransferase yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati adalah
alanin aminotransferase (ALT) yang juga disebut serum glutamat piruvat transaminase
(SGPT). Hati adalah satu - satunya sel dengan konsentrasi SGPT yang tinggi, sedangkan
ginjal, otot jantung, dan otot rangka mengandung kadar SGPT sedang. SGPT dalam jumlah
yang lebih sedikit ditemukan di pankreas, paru, limpa, dan eritrosit. Dengan demikian, SGPT
memiliki spesifitas yang relatif tinggi untuk kerusakan hati (Ronald, 2004). Apabila terjadi
kerusakan sel, enzim akan banyak keluar ke ruang ekstra sel dan ke dalam aliran darah.
Pengukuran konsentrasi enzim didalam darah dengan uji SGPT dapat memberikan informasi
penting mengenai tingkat gangguan fungsi hati. Aktivitas SGPT di dalam hati dapat di
deteksi meskipun dalam jumlah sangat kecil (Utami, 2009).
Hemolisis adalah pecahnya sel membran eritrosit,

Minuman ALKOHOL
Hati merupakan organ kelenjar terbesar pada tubuh manusia dengan berkisar 1200 – 1500
gram dan mempunyai fungsi yang sangat banyak (Rosida, 2016). Hati berperan penting untuk
mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna atau merugikan tubuh. Terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi kerusakan hati, seperti misalnya virus, bakteri, toksisitas dari obat-
obatan dan bahan kimia serta konsumsi alkohol yang berlebihan (Conreng et al., 2014).
Alkohol termasuk zat adiktif yang terdapat dalam minuman keras.Dimana zat tersebut
dapat menimbulkan adiksi yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan) (Hawari, 2006).
Konsumsi alkohol dalam jangka waktu yang lama dengan jumlah tertentu dapat
menyebabkan berbagai penyakit, salah satunya adalah gangguan fungsi hati seperti penyakit
hati alkoholik (alcoholic liver disease). Penyakit Hati Alkoholik (PHA) terbagi atas
perlemakan hati (fatty liver), hepatitis alkoholik (alcoholic hepatitis) dan sirosis (cirrhosis)
(Conreng et al., 2014).
Gangguan mekanisme di hati dapat mengakibatkan terjadinya pembengkakan dengan
adanya kenaikan enzim transaminase yang diproduksi oleh hati, sehingga enzim ini dapat
digunakan untuk menilai kelainan atau gangguan pada fungsi hati. Pemeriksaan yang
digunakan untuk mengetahui adanya kenaikan enzim transaminase yaitu dengan melakukan
pemeriksaan Alanin Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvate Transaminase
(SGPT) dan Aspartat aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloacetat
Transaminase (SGOT), namun pemeriksaan Alanin Aminotransferase (ALT) lebih spesifik
dilakukan karena enzim tersebut lebih banyak diproduksi di hati. Tingkat kerusakan hati
biasanya dapat dilihat dari adanya peningkatan rasio ALT/AST lebih dari dua kali angka
normal (Suaniti, 2012)
Hasil pemeriksaan laboratorium kadar ALT serum pada pengonsumsi minuman
beralkohol dari 30 orang sebanyak 28 orang yaitu 93,33% dengan kadar ALT normal dan
sebanyak 2 orang yaitu 6,67% kadar ALT lebih dari normal. Kadar ALT berdasarkan jumlah
konsumsi, yang lebih dari normal terdapat pada jumlah konsumsi 1 dan 3 botol per hari yaitu
50% dan Kadar ALT berdasarkan lama konsumsi, yang lebih dari normal terdapat pada 2-6
tahun dan 17-21 tahun yaitu 50%. Peningkatan kadar ALT diatas nilai normal atau lebih dari
nilai normal dapat menandakan adanya masalah atau gangguan pada fungsi hati. Hal tersebut
dimungkinkan bahwa mengkonsumsi alkohol dengan volume berlebih dan dalam jangka
waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan hepatosit yang disebabkan oleh toksisitas
produk akhir metabolisme alkohol seperti asetaldehida.
Asetaldehida merupakan produk yang sangat reaktif dan beracun sehingga
menyebabkan kerusakkan beberapa jaringan (Zakharia et al.,2006). Sekitar >90% dari
peminum alkohol akan mengalami perlemakan hati. Akan tetapi jika minum berat dilakukan
dalam jangka 50

Murray, R.K., Bender, D.A., Botham, K.M., Kennelly, P.J., Rodwell, V.W., Weil, P.A. 2009.
Harper's Ilustrated Biochemistry 28 th ed.McGraw-Hil

Anda mungkin juga menyukai