Anda di halaman 1dari 22

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton

Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang

lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang

membentuk masa padat. (SNI 03-2847-2002)

Selain itu, beton juga didefenisikan sebagai suatu campuran yang berisi

pasir, kerikil/ batu pecah/ agregat lain yang dicampurkan menjadi satu dengan

suatu pasta yang terbuat dari semen dan air yang membentuk suatu masa yang

sangat mirip seperti batu. (ilmu-konstruksi.blogspot.com)

2.2 Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau

mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan. (SNI 03-1737-1989)

Sedangkan agregat beton adalah bahan berbutir seperti pasir, kerikil, batu

pecah, atau slag, yang digunakan sebagai salah satu komponen bahan campuran

beton semen atau mortar. (Kementerian PU, 2010)

Selain itu, agregat beton adalah material granular, seperti pasir, kerikil, batu

pecah yang dipakai secara bersama-sama dengan suatu media pengikat semen

hidraulik membentuk beton. (Sidharta S.K, dkk, 1999)

Mengingat bahwa agregat menempati 70-75% dari total volume beton maka

kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan agregat yang
8

baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan

ekonomis. (Paul Nugraha dan Antoni, 2007)

2.3 Klasifikasi Agregat

Berdasarkan Kementerian PU (2010), agregat terdiri dari beberapa

klasifikasi, yaitu :

1. Klasifikasi Sumber

Jika dilihat dari sumbernya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan

yaitu agregat yang berasal dari alam dan agregat buatan (artificial aggregates).

Contoh agregat yang berasal dari sumber alam adalah pasir alami dan kerikil,

sedangkan contoh agregat buatan adalah hasil residu terak tanur tinggi (blast

furnace slag), pecahan bata, dll.

2. Klasifikasi Berat

Berdasarkan beratnya, ada tiga jenis agregat yaitu agregat normal, agregat

ringan, dan agregat berat. Agregat normal bisa dihasilkan dari pemecahan batuan

atau langsung dari sumber alam dan biasanya berasal dari jenis granit, basalt,

kuarsa, dsb. Berat jenis rata-rata adalah 2,5 – 2,7 dan bobot isinya tidak boleh

kurang dari 1,2 kg/dm3.

Agregat ringan digunakan untuk menghasilkan beton ringan dengan

bermacam-macam produk seperti bahan untuk isolasi, bahan untuk pratekan, dan

bahan-bahan pracetak lainnya. Beton yang dibuat dengan agregat ringan

mempunyai keunggulan sifat lebih tahan api tetapi terdapat juga kelemahan

karena ukuran pori pada beton lebih besar sehingga penyerapannya juga besar.

Pada pelaksanaan disarankan menggunakan takaran volume.


9

Agregat berat bisa mempunyai berat lebih besar dari 2800 kg/m3. Beton

yang dibuat dengan agregat ini biasanya digunakan sebagai pelindung dari radiasi

sinar-X.

3. Klasifikasi Bentuk

Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut:

a. Agregat Bulat

Bentuk bulat terjadi karena pengikisan oleh air atau karena gesekan-gesekan.

Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil.

Ikatan antara agregat kurang kuat oleh karena itu beton yang terbuat dari

agregat bulat kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan

atau untuk beton mutu tinggi.

b. Agregat Bulat Sebagian atau Tidak Teratur

Bentuk tidak teratur terjadi secara alamiah. Sebagian terbentuk karena

pergeseran sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat. Rongga

udara 35 – 38% sehingga akan membutuhkan lebih banyak pasta semen agar

mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan belum cukup untuk struktur yangg

menekankan kekuatan atau beton mutu tinggi.

c. Agregat Bersudut

Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang tampak jelas yang terbentuk di

tempat-tempat perpotongan bidang-bidang. Permukaan bidang kasar. Rongga

udara 38 – 40 % sehingga membutuhkan air lebih banyak lagi agar mudah

dikerjakan. Ikatan antar agregatnya baik yang memungkinkan pencapaian

beton yang menekankan kekuatan atau beton mutu tinggi.


10

d. Agregat Lonjong

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh

lebih besar dari tebalnya. Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada

mutu beton.

e. Agregat Pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-

ukuran lebar dan panjangnya. Seperti halnya agregat panjang, agregat pipih

juga tidak baik untuk campuran beton. Agregat pipih mempunyai

perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan 1 : 3.

f. Agregat Pipih dan Lonjong

Agregat jenis ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada

lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar daripada tebalnya.

4. Klasifikasi Tekstur Permukaan

Umumnya agregat dibedakan menjadi kasar, agak kasar, licin, agak licin.

Tetapi berdasarkan pemeriksaan visual, tekstur agregat dapat dibedakan menjadi

sangat halus (glassy), halus, granular, kasar, berkristal, berpori, dan berlubang-

lubang. Permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika

dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin.

5. Klasifikasi Ukuran Butir Nominal

Ukuran agregat berpengaruh pada kekuatan beton. Dengan menggunakan

maksimum agregat yang lebih besar akan menghasilkan beton yang lebih sulit

dikerjakan dan kekuatannya lebih kecil dibandingkan dengan beton yang

menggunakan ukuran agregat lebih kecil.


11

Berdasarkan ukuran butir, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan

yaitu:

a. Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya tertahan di atas saringan 4,75

mm (ASTM C33) atau 5,0 mm (BS 812).

b. Agregat halus ialah agregat yang semua butirnya lolos saringan 4,75 mm

(ASTM C33) atau 5,0 mm (BS 812).

6. Klasifikasi Gradasi

Gradasi agregat adalah distribusi ukuran agregat. Berdasarkan gradasinya,

agregat dapat dibedakan menjadi jenis gradasi menerus (continuous grade),

gradasi sela/senjang (gap grade) dan gradasi seragam (uniform grade). Jenis

gradasi agregat dapat diketahui melalui pengujian analisa saringan sesuai dengan

standar yang berlaku.

a. Gradasi Menerus

Jika agregat terdapat pada semua ukuran butirnya dan terdistribusi dengan

baik, maka gradasi demikian disebut gradasi menerus. Agregat ini lebih

sering dipakai dalam campuran beton. Beton yang dihasilkan akan

mempunyai angka pori yang kecil kemampuan yang tinggi yang

dimungkinkan oleh interlocking yang baik.

Gambar 2.1 Gradasi agregat menerus


Sumber : Kementerian PU, 2010
12

b. Gradasi Senjang/bercelah

Agregat dikatakan bergradasi sela jika salah satu atau lebih dari ukuran butir

atau fraksi pada satu set saringan tidak ada. Pada nilai faktor air semen

tertentu,bila kandungan agregat halus lebih sedikit akan dipeloreh kemudahan

pengerjaan yang lebih tinggi. Gradasi ini tidak berpengaruh terhadap

kekuatan beton, tetapi pada kondisi kelecakan yang lebih tinggi cenderung

menimbulkan segregasi.

Gambar 2.2 Gradasi agregat senjang


Sumber : Kementerian PU, 2010

c. Gradasi Seragam

Agregat ini mempunyai ukuran yang sama, terdiri dari batas yang sempit dari

uukuran fraksi. Agregat seragam biasanya dipakai untuk mengisi agregat

bergradasi sela atau untuk memperbaiki agregat yang tidak memenuhi syarat.

Beton yang dibuat dengan agregat seragam biasanya jenis beton tanpa pasir.

Gambar 2.3 Gradasi agregat seragam


Sumber : Kementerian PU, 2010
13

2.4 Sifat-sifat Fisik Agregat

Dikutip dari http://civilhighway.files.wordpress.com/2011/07/buku-ajar-

teknologi-bahan-1.pdf, sifat-sifat agregat yang mempengaruhi mutu beton terdiri

dari:

1. Bentuk butiran dan keadaan permukaan

Butiran agregat biasanya berbentuk bulat (agregat yang berasal dari

sungai/pantai), tidak beraturan, bersudut tajam dengan permukaan kasar, ada yang

berbentuk pipih dan lonjong

Bentuk butiran berpengaruh pada:

a. Luas permukaan agregat

b. Jumlah air pengaduk pada beton

c. Kestabilan/ketahanan (durabilitas) pada beton

d. Kelecakan (workability)

e. Kekuatan beton

Keadaan permukaan agregat berpengaruh pada daya ikat antara agregat

dengan semen.

Permukaan kasar ikatannya kuat

Permukaan licin ikatannya lemah

2. Kekuatan agregat

Kekuatan agregat adalah kemampuan agregat untuk menahan beban dari

luar. Kemampuan agregat meliputi kekuatan tarik, tekan, lentur, geser dan

elastisitas. Yang paling dominan dan diperhatikan adalah kekuatan tekan dan

elastisitas.
14

Kekuatan dan elastisitas agregat dipengaruhi oleh:

a. Jenis batuannya

b. Susunan mineral agregat

c. Struktur/kristal butiran

d. Ikatan antar butiran

3. Berat jenis agregat

Berat jenis adalah perbandingan berat suatu benda dengan berat air murni

pada volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis agregat tergantung oleh

jenis batuan, susunan mineral agregat, struktur butiran dan porositas batuan.

Berat jenis agregat ada 3, yaitu:

a. Berat jenis SSD (Saturated Surface Dry), yaitu berat jenis agregat dalam

kondisi jenuh kering permukaan

b. Berat jenis semu, yaitu berat jenis agregat yang memperhitungkan berat

agregat dalam keadaan kering dan volume agregat dalam keadaan kering

c. Berat jenis Bulk, yaitu berat jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat

dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat.

4. Bobot isi (Bulk Density)

Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume

benda tersebut. Bobot isi ada dua yaitu bobot isi padat dan gembur. Bobot isi

agregat pada beton berguna untuk klasifikasi perhitungan perencanaan campuran

beton.
15

5. Kadar air dan daya serap air

Kadar air agregat adalah banyaknya air yang terkandung dalam agregat. Ada

4 jenis kadar air dalam agregat, yaitu:

a. Kadar air kering tungku, yaitu agregat yang benar-benar kering tanpa air

b. Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi

mengandung sedikit air dalam porinya sehingga masih dapat menyerap air

c. Jenuh kering permukaan (SSD), dimana agregat yang pada permukaannya

tidak terdapat air tetapi di dalam butirannya sudah jenuh air. Pada kondisi ini

air yang terdapat dalam agregat tidak menambah atau mengurangi jumlah air

yang terdapat dalam adukan beton.

d. Kondisi basah, yaitu kondisi dimana di dalam butiran maupun permukaan

agregat banyak mengandung air sehingga akan menyebabkan penambahan

jumlah air pada adukan beton.

Daya serap air adalah kemampuan agregat dalam menyerap air sampai

dalam keadaan jenuh. Daya serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat

dalam agregat dihitung dari keadaan kering oven sampai dengan keadaan jenuh

dan dinyatakan dalam %. Daya serap air berhubungan dengan pengontrolan

kualitas beton dan jumlah air yang dibutuhkan pada beton.

6. Sifat kekal agregat

Sifat kekal agregat adalah kemampuan agregat untuk menahan terjadinya

perubahan volumenya yang berlebihan akibat adanya perubahan kondisi fisik.

Penyebab perubahan fisik yaitu adanya perubahan cuaca dari panas-dingin, beku-

cair, basah-kering. Akibat fisik yang ditimbulkan pada beton adalah kerutan-
16

kerutan setempat, retak-retak pada permukaan beton, pecah pada beton yang dapat

membahayakan konstruksi secara keseluruhan. Sifat tidak kekal pada agregat

ditimbulkan oleh adanya sifat porous pada agregat dan adanya lempung/tanah liat.

7. Gradasi agregat

Pada beton, gradasi agregat berhubungan dengan kelecakan beton segar,

ekonomis dan karakteristik kekuatan beton.

Gradasi agregat tidak berpengaruh secara langsung terhadap kekuatan beton,

tetapi berpengaruh langsung terhadap konsistensi, keseragaman, dan pencapaian

kepadatan maksimum adukan beton. (Kementerian PU, 2010)

2.5 Syarat Mutu Agregat Untuk Beton

2.5.1 Gradasi Agregat Halus

Tabel 2.1 Syarat Batas Gradasi Agregat Halus

Lubang Saringan % berat butir yang lewat saringan


mm Inch I II III IV
10 3/8" 100 100 100 100
5 3/16" 90-100 90-100 90-100 95-100
2,36 No.7 60-95 75-100 85-100 95-100
1,18 No.14 30-70 55-90 75-100 90-100
0,6 No.25 15-34 35-59 60-79 80-100
0,3 No.50 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 No.100 0-10 0-10 0-10 0-15
Sumber: SNI 03-1968-1990
17

100 100 100


95

Persen Lolos Ayakan (%)


90 90
80
70 70
60 60
50
40
34
30 30
20 20
15 Min. Spec Limit
10 10 Max. Spec Limit
5
0 0
0.1 1 10

Ukuran Saringan (mm)

Grafik 2.1 Kurva Gradasi Agregat Halus Zona I


Sumber: Kementerian PU, 2010

100 100 100 100


90 90 90
Persen Lolos Ayakan (%)

80
75
70
60 59
55
50
40
35
30 30
20 Min. Spec Limit
10 10 8 Max. Spec Limit
0 0
0.1 1 10

Ukuran Saringan (mm)

Grafik 2.2 Kurva Gradasi Agregat Halus Zona II


Sumber: Kementerian PU, 2010
18

100 100 100 100 100

Persen Lolos Ayakan (%)


90 90
85
80 79
75
70
60 60
50
40 40
30
20 Min. Spec Limit
10 10 12 Max. Spec Limit
0 0
0.1 1 10
Ukuran Saringan (mm)

Grafik 2.3 Kurva Gradasi Agregat Halus Zona III


Sumber: Kementerian PU, 2010

100 100 100 100 100 100


90 95 95
90
Persen Lolos Ayakan (%)

80 80
70
60
50 50
40
30
20 Min. Spec Limit
15 15
10
Max. Spec Limit
0 0
0.1 1 10

Ukuran Saringan (mm)


Grafik 2.4 Kurva Gradasi Agregat Halus Zona IV
Sumber: Kementerian PU, 2010

Keterangan:

Zona I = Pasir kasar Zona III = Pasir agak halus

Zona II = Pasir agak kasar Zona IV = Pasir halus


19

2.5.2 Gradasi Agregat Kasar

Tabel 2.2 Syarat batas gradasi agregat kasar

% butir lolos saringan, Besar butir


Lubang saringan
maks. Nominal

mm Inch 40 mm 20,0 mm 14 mm

37,5 11 / 2 90-100 100 -


3
20,0 /4 35-70 90-100 100
1
14,0 /2 - - 90-100

10,0 3/8 10-40 30-60 50-85


5,0 3/16 0-5 0-10 0-10
Sumber: SNI 03-1968-1990

100 100
Persen Lolos Ayakan (%)

90 Min. Spec Limit 90


80
Max. Spec Limit
70 70
60
50
40 40
35
30
20
10 10
5
0 0
1 10 100
Ukuran Saringan (mm)

Grafik 2.5 Kurva Gradasi Agregat Kasar, Besar Butir


Maks. Nominal 40 mm
Sumber: Kementerian PU, 2010
20

100 100 100


90 90

Persen Lolos Ayakan (%)


80
70
60 60
50
40
30 30
20 Min. Spec Limit
10 10
Max. Spec Limit
0 0
1 10 100

Ukuran Saringan (mm)

Grafik 2.6 Kurva Gradasi Agregat Kasar, Besar Butir


Maks. Nominal 20 mm
Sumber: Kementerian PU, 2010

100 100 100


90 90
85
80
70
60
50 50
40
30
20 Min.Spec Limit
10 10
Max. Spec Limit
0 0
1 10 100

Ukuran Saringan (mm)

Grafik 2.7 Kurva Gradasi Agregat Kasar, Besar Butir


Maks. Nominal 14 mm
Sumber: Kementerian PU, 2010
21

2.5.3 Gradasi Agregat Campuran

Dikutip dari Tri Mulyono (2004), gradasi yang baik kadang sangat sulit

didapatkan langsung dari suatu tempat (quarry). Dalam praktek, biasanya

dilakukan pencampuran agar didapatkan gradasi yang baik antara agregat kasar

dengan agregat halus. (SK.SNI T-15-1990-03:21) memberikan batasan gradasi

yang diadopsi dari B.S, yaitu:

Tabel 2.3 Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan
Butir Maksimum 40 mm

Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4


37,5 100 100 100 100
20 50 59 67 75
10 36 44 52 60
5 24 32 40 47
2,36 18 25 31 38
1,18 12 17 24 30
0,6 7 12 17 23
0,3 3 7 11 15
0,15 0 0 2 5
Sumber: Tri Mulyono, 2005

Tabel 2.4 Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan
Butir Maksimum 30 mm

Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3


37,5 100 100 100
20 74 86 93
10 47 70 82
5 28 52 70
2,36 18 40 57
1,18 10 30 46
0,6 6 21 32
0,3 4 11 19
0,15 0 1 4
Sumber: Tri Mulyono, 2005
22

Tabel 2.5 Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan
Butir Maksimum 20 mm

Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4


37,5 100 100 100 100
20 100 100 100 100
10 45 55 65 75
5 30 35 42 48
2,36 23 28 35 42
1,18 16 21 28 34
0,6 9 14 21 27
0,3 2 3 5 12
0,15 0 0 0 2
Sumber: Tri Mulyono, 2005

Tabel 2.6 Persen Butir yang Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan
Butir Maksimum 10 mm

Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4


37,5 100 100 100 100
20 100 100 100 100
10 100 100 100 100
5 30 45 60 75
2,36 20 33 46 60
1,18 16 26 37 46
0,6 12 19 28 34
0,3 4 8 14 20
0,15 0 1 3 6
Sumber: Tri Mulyono, 2005
23

2.5.4 Persyaratan Fisik Untuk Agregat

Tabel 2.7 Persyaratan Fisik Untuk Agregat

Persyaratan
No Jenis Pemeriksaan Agregat Agregat Metode Uji

halus kasar
1 Butiran lebih halus dari # 200, % maks. 3 1 SNI 03 - 4142 - 1996
2 Kotoran organik, Standard No. No. 3 - SNI 03 - 2816 - 1992
3 Berat jenis, min. 2,5 2,5 A.kasar : SNI 03 - 1969 - 1990
A.halus : SNI 03 - 1970 - 1990
4 Resapan, % maks. 5 3 A.kasar : SNI 03 - 1969 - 1990
A.halus : SNI 03 - 1970 - 1990
5 Berat isi, kg/dm3 min. 1,2 1,2 SNI 03 - 4804 - 1998
8 Ketahanan terhadap keausan/ - 40 SNI 2417-2008
Abrasi Test, % maks.
9 Ketahanan terhadap tumbukan/ - 30 SNI 03 - 4426 - 1997
Impact Test, % Maks.
10 Kadar Lumpur, % Maks. 5 1 SNI 03 - 4428 - 1997
Sumber: Kementerian PU, 2010

2.6 Pengombinasian Agregat

Sering diperlukannya pengombinasian beberapa agregat yang ada untuk

mendapatkan gradasi yang baik atau yang diharapkan. Penggabungan agregat bisa

dilakukan dengan metode analitis dan metode grafis. (Kementerian PU, 2010)

2.6.1 Metode Analitis

Menurut Kementerian PU (2010), penggabungan agregat halus + agregat

kasar dengan metode analitis yaitu sebagai berikut:

Y0 = ½ (Min.Spec Limit + Max.Spec Limit)

Y1 = % Kumulatif Lolos Agregat Halus

Y2 = % Kumulatif Lolos Agregat Kasar


24

Y0 = Y1 X + Y2 100 - X (2.1)
100 100

Dari rumus di atas, dapat dijabarkan menjadi sebagai berikut:

Y0 = (0,01 Y1 X) + (Y2 – 0,01 Y2 X)

Y0 – Y2 = 0,01 (Y1 – Y2) X

100 (Y0 – Y2)


X = (2.2)
Y1 – Y2

Jadi, untuk persentase agregat halus adalah nilai X, sedangkan persentase

agregat kasar yaitu 100% - X.

Namun, dalam mencari kombinasi gradasi agregat halus dengan agregat

kasar, keseluruhan nilai X pada masing-masing saringan harus memenuhi nilai

0% < X <100%. Jika salah satu diantara saringan tersebut terdapat nilai agregat

halus < 0% dan ≥ 100% maka agregat halus dan kasar tersebut belum melengkapi

pengombinasiannya.

2.6.2 Metode Grafis

Menurut Kementerian PU (2010), penggabungan agregat halus + agregat

kasar dengan metode grafis yaitu sebagai berikut:

1. Untuk agregat halus, data kumulatif lolos saringan diplot pada sumbu vertikal

sebelah kiri

2. Untuk agregat kasar, data % kumulatif lolos saringan diplot pada sumbu

vertikal sebelah kanan


25

3. Pada nomor saringan yang sama, angka-angka untuk agregat halus dan agregat

kasar dihubungkan dengan garis lurus

4. Nilai-nilai batas gradasi untuk masing-masing nomor saringan diplot pada garis

nomor saringan yang bersangkutan

5. Titik yang paling kanan dari titik-titik yang ada di sebelah kiri dan titik yang

paling kiri dari titik-titik yang ada di sebelah kanan menjadi koridor persentase

agregat halus – agregat kasar.

2.7 Kelecakan (Workability)

Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, di mana menuang

(placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek

negatif berupa pemisahan (segregation) dan perdarahan (bleeding). (Paul Nugraha

& Antoni, 2007)

Menurut Tri Mulyono (2005), kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai

slump yang identik dengan tingkat keplastisan beton. Semakin plastis beton,

semakin mudah pengerjaannya. Unsur-unsur yang mempengaruhinya antara lain:

1. Jumlah air pencampur

Semakin banyak air semakin mudah untuk dikerjakan.

2. Kandungan semen

Jika Faktor Air Semen (FAS) tetap, semakin banyak semen berarti semakin

banyak kebutuhan air sehingga keplastisannya akan lebih tinggi.

3. Gradasi campuran pasir-kerikil

Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar, akan lebih mudah dikerjakan.
26

4. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.

5. Butir maksimum

6. Cara pemadatan dan alat pemadat.

2.8 Pemisahan (Segregasi) dan Bleeding

Segregasi dan bleeding sering terjadi pada beton. Keduanya memengaruhi

mutu beton yang dihasilkan.

2.8.1 Pemisahan (Segregasi)

Beton cair bisa dipandang sebagai suatu suspensi butir agregat di dalam

matriks mortar semen. Bila kohesi tidak cukup untuk menahan partikel dalam

suspensi maka akan terjadi segregasi. Campuran beton yang tersegregasi adalah

sukar atau tidak mungkin dituang, tidak seragam, sehingga kualitasnya jelek.

Segregasi dapat terjadi karena turunnya butiran ke bagian bawah dari beton segar,

atau terpisahnya agregat kasar dari campuran, akibat cara penuangan dan

pemadatan yang salah. Segregasi tidak bisa diujikan sebelumnya, hanya dapat

dilihat setelah semuanya terjadi. (Paul Nugraha & Antoni, 2007)

Faktor-faktor yang menyebabkan segregasi adalah:

a. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm

b. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus

c. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran

d. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat

e. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering.


27

Menurut Tri Mulyono (2005), kecenderungan terjadinya segregasi ini dapat

dicegah jika:

1. Tinggi jatuh diperpendek

2. Penggunaan air sesuai dengan syarat

3. Cukup ruangan antara batang tulangan dengan acuan

4. Ukuran agregat sesuai dengan syarat

5. Pemadatan baik

2.8.2 Bleeding

Menurut Tri Mulyono (2005), kecenderungan air untuk naik ke permukaan

pada beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini

membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton mengeras

nantinya akan membentuk selaput (laitance). Bleeding ini dipengaruhi oleh:

1. Susunan butir agregat

Jika komposisinya sesuai, kemungkinan untuk terjadinya bleeding kecil.

2. Banyaknya air

Semakin banyak air berarti semakin besar pula kemungkinan terjadinya

bleeding.

3. Kecepatan hidrasi

Semakin cepat beton mengeras, semakin kecil kemungkinan terjadinya

bleeding.

4. Proses pemadatan

Pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya bleeding.


28

Bleeding ini dapat dikurangi dengan cara:

1. Memberi lebih banyak semen

2. Menggunakan air sesedikit mungkin

3. Menggunakan butir halus lebih banyak

4. Memasukkan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.

Anda mungkin juga menyukai