Anda di halaman 1dari 10

A.

Latar Belakang
Perkembangan globalisasi yang sedang berlangsung sekarang ini membawa dampak tersendiri
bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Kemajuan teknologi komunikasi telah membabat habis batas-
batas yang mengisolasi kehidupan manusia. Karena itu, lahirlah apa yang disebut masyarakat terbuka
(open society) dimana terjadi aliran bebas informasi, yakni manusia, perdagangan, serta berbagai
bentuk-bentuk aktivitas kehidupan global lainnya yang dapat menyatukan umat manusia dari berbagai
penjuru dunia.
Masyarakat mau tidak mau dengan terpaksa harus mau menyadari bahwa betapa pentingnya
memperjuangkan hak-hak asasinya serta harus mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan dalam
membangun keadaan masyarakatnya sendiri. Oleh karena itu, kelangsungan hidup manusia mendatang
di negara Indonesia ini sudah menjadi kelaziman apabila menjadi tanggung jawab bersama untuk
memajukannya. Tanggung jawab tersebut bukanlah merupakan tanggung jawab dari satu masyarakat
atau oleh negara saja tetapi merupakan tanggung jawab kolaborasi, yakni
pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia.
Masyarakat yang diinginkan tentunya adalah masyarakat yang damai, sejahtera, terbuka, maju,
dan modern atau yang lebih dikenal sebagai “Civil Society” (Masyarakat Madani) bukan sebagai
masyarakat yang totaliter, yakni masyarakat yang menginjak-injak akan hak asasi manusianya sendiri.
Masyarakat madani akan tersusun dari masyarakat-masyarakat madani lokal dengan berdasarkan pada
kebudayaannya masing-masing.
Oleh karena itu, dunia pendidikan sebagai bagian dari pendidikan umat manusia haruslah
senantiasa berpartisipasi untuk membangun terwujudnya masyarakat madani. Baru-baru ini hampir
semua masyarakat diseluruh dunia menginginkan kehidupan demokrasi partisipatoris, yakni kehidupan
masyarakat yang menghendaki rakyatnya supaya berkemampuan untuk ikut serta dalam membangun
masyarakatnya sendiri. Perkembangan demokratisasi masyarakat ini tentunya menuntut suatu
pendidikan yang sesuai. Sebab pendidikan merupakan bagian dari proses memasyarakatkan
masyarakatnya dengan kebudayaan yang konkrit, maka pembentukan masyarakat madani dengan
sistem nilai yang ingin diwujudkan tidak terlepas dari konfigurasi nilai-nilai yang terdapat dalam
kebudayaan setempat. Masalah ini bagi masyarakat dan bangsa Indonesia merupakan hal yang wajar
dengan realitas kebhinnekaan masyarakat dan budayany
1) Pendahuluan
Masyarakat madani sebagai terjemahan dari civil society diperkenalkan pertama kali
oleh Anwar Ibrahim (ketika itu Menteri Keuangan dan Timbalan Perdana Menteri Malaysia)
dalam ceramah pada Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada Festival Istiqlal,
26 September 1995 (Hamim, 2000: 115). Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab
“mujtama’ madani”, yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib Attas, seorang ahli sejarah dan
peradaban Islam dari Malaysia, pendiri ISTAC (Ismail, 2000: 180-181). Kata “madani”
berarti civil atau civilized (beradab). Madani berarti juga peradaban, sebagaimana kata Arab
lainnya seperti hadlari, tsaqafi atau tamaddun. Konsep “madani” bagi orang Arab memang
mengacu pada hal-hal yang ideal dalam kehidupan.
Konsep masyarakat madani itu lahir sebagai hasil dari Festival Islam yang dinamai
Festival Istiqlal, suatu festival yang selenggarakan oleh ICMI (Ikatan Cendekiawan Islam
Muslim Indonesia). ICMI adalah suatu wadah organisasi Islam yang didirikan pada Desember
1991 dengan restu dari Presiden Soeharto dan diketuai oleh BJ Habibie, tangan kanan
Soeharto yang menduduki jabatan Menteri Riset dan Teknologi. Berdirinya ICMI tidak lepas
dari peranan Habibie yang berhasil menyakinkan Presiden Soeharto untuk mengakomodasi
kepentingan golongan menengah Muslim yang sedang berkembang pesat dan memerlukan
sarana untuk menyalurkan aspirasinya. Gayung bersambut karena Soeharto sedang mencari
partner dari golongan Muslim agar mendukung keinginannya menjadi presiden pada tahun
1998. Hal ini dilakukan Soeharto untuk mengurangi tekanan pengaruh dari mereka yang
sangat kritis terhadap kebijakannya, terutama dari kalangan nasionalis yang mendirikan
berbagai LSM dan kelompok Islam yang menempuh jalur sosio-kultural seperti Gus Dur,
Emha, dan Mustafa Bisri.
Mereka mengembangkan gerakan prodemokrasi dengan memperkenalkan konsep civil
society atau masyarakat sipil. Konsep ini ditawarkan sebagai kaunter terhadap hegemoni
negara yang begitu massif melalui aparat militer, birokrasi, dan para teknokratnya. Konsep
Civil society lebih dimaksudkan untuk mengkaunter dominasi ABRI sebagai penyangga
utama eksistensi Orde Baru. ABRI tidak hanya memerankan sebagai unsur pertahanan dan
keamanan saja tetapi juga mencampuri urusan sipil. Untuk keperluan itu ABRI menjustifikasi
tindakannya pada doktrin dwi fungsi ABRI, dimana ABRI ikut memerankan tugas-tugas sipil
baik dalam lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Keterlibatannya dalam politik
sangat menentukan. Akibatnya check and balance dalam sistem pemerintahan tidak berjalan
dan Orde Baru menjelma menjadi regim yang bersifat bureaucratic authoritarian (Arif
Rohman, 52).
Konsep masyarakat madani berkembang belakangan sebagai padanan dari masyarakat
sipil. Istilah masyarakat madani yang diperkenalkan kalangan Islam politik menjadi lebih
populer karena didukung oleh Soeharto yang ingin melakukan perubahan politik secara hati-
hati dengan mengurangi keterlibatan ABRI dalam jabatan sipil atas desakan negara-negara
donor dengan berakhirnya perang dingin pada tahun 1989. Bagi regim Orde Baru, istilah
masyarakat madani lebih netral karena tidak seperti halnya konsep civil society yang ingin
mendesak ABRI sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan sebagaimana yang terjadi di
USA.
Era Reformasi yang melindas rezim Soeharto (1966-1998) dan menampilkan Wakil
Presiden Habibie, yang juga ketua umum ICMI, sebagai presiden dalam masa transisi, telah
mempopulerkan konsep Masyarakat madani karena Presiden beserta kabinetnya selalu
melontarkan diskursus tentang konsep itu pada berbagai kesempatan. Bahkan Habibie
mengeluarkan suatu Keppres No 198 Tahun 1998 tanggal 27 Februari 1999 untuk membentuk
suatu komite dengan tugas untuk merumuskan dan mensosialisasikan konsep masyarakat
madani itu. Konsep masyarakat madani dikembangkan untuk menggantikan paradigma lama
yang menekankan pada stabilitas dan keamanan yang terbukti sudah tidak cocok lagi.

Munculnya konsep masyarakat madani menunjukkan intelektual muslim Melayu

mampu menginterpretasikan ajaran Islam dalam kehidupan modern, persisnya mengawinkan

ajaran Islam dengan konsep civil society yang lahir di Barat pada abad ke-18. Konsep

masyarakat madani tidak langsung terbentuk dalam format seperti yang dikenal sekarang ini.

Konsep masyarakat madani memiliki rentang waktu pembentukan yang sangat panjang

sebagai hasil dari akumulasi pemikiran yang akhirnya membentuk profile konsep normatif

seperti yang dikenal sekarang ini Bahkan konsep ini pun masih akan berkembang terus

sebagai akibat dari proses pengaktualisasian yang dinamis dari konsep tersebut di lapangan.

Like all other vocabularies with a political edge, their meaning is neither self-evident nor

unprejudiced (Curtin, 2002: 1).

Perumusan dan pengembangan konsep masyarakat madani menggunakan projecting


back theory, yang berangkat dari sebuah hadits yang mengatakan “Khayr al-Qurun qarni
thumma al-ladhi yalunahu thumma al-ladhi yalunahu”, yaitu dalam menetapkan ukuran baik
atau buruknya perilaku harus dengan merujuk pada kejadian yang terdapat dalam khazanah
sejarah masa awal Islam (Hamim, 2000: 115-127). Kemudian para cendekiawan muslim
mengislamkan konsep civil society yang lahir di Barat dengan masyarakat madani, suatu
masyarakat kota Madinah bentukan Nabi Muhammad SAW. Mereka mengambil contoh dari
data historis Islam yang secara kualitatif dapat dibandingkan dengan masyarakat ideal dalam
konsep civil society.
Mereka melakukan penyetaraan itu untuk menunjukkan di satu sisi, Islam mempunyai
kemampuan untuk diinterpretasi ulang sesuai dengan perkembangan zaman, dan di sisi lain,
masyarakat kota Madinah merupakan proto-type masyarakat idel produk Islam yang bisa
dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil society. Tentunya penggunaan
konsep masyarakat madani dilakukan setelah teruji validitasnya berdasarkan landasan
normatif (nass) dari sumber primer Islam (al-Qur’an dan Hadits) atau dengan praktek
generasi awal Islam (the Islamic era par exellence).

BAB I
MASYARAKAT MADANI

A. Masyarakat Madani
Wacana masyarakat madani mulai popular sekitar awal tahun 90-an di Indonesia dan
masih terdengar asing pada sebagian dari kita. Konsep ini awalnya berkembang di Barat, dan
berakhir setelah lama terlupakan dalam perdebatan wacana sosial modern, dan kemudian
mengalami revitalisasi terutama ketika Eropa timur dilanda gelombang reformasi di tahun-tahun
pertengahan 80-an hingga 90-an. Mengenai wacana tentang masyarakat madani masih dalam
perdebatan, namun beberapa kalangan ada yang berpendapat bahwa masyarakat madani adalah
persamaan dari kata civil society.1
Civil Society sebagai sebuah konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah
masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju
kehidupan masyarakat industri kapitalis.2 Proses sejarah dari masyarakat Barat, perkembangannya
bisa diruntut mulai dari Cecero sampai pada Antonio Gramsci dan De’Tocquville bahkan menurut
Manfred Ridel, Cohen dan Arato serta M Dawam Raharjo, pada masa Aristoteles wacana civil
society sudah dirumuskan sebagai system kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia
politike yaitu sebuah komunitas politik tempat warga terlibat langsung pada percaturan ekonomi
dan politik serta pengambilan keputusan.
Konsep civil society kemudian dikembangkan oleh filosof John Locke dari istilah
Civillian Govermant (pemerintahan sipil) yang berasal dari bukunya Civilian Goverment pada
tahun 1960. Buku tersebut mempunyai misi menghidupkan pesan masyarakat dalam menghadapi
kekuasaan-kekuasaan mutlak para raja dan hak istimewa para bangsawan.
Locke membangun pemikiran otoritas umat untuk merealisasikan kemerdekaan dan
kekuasaan elit yang memonopoli kekuasaan dan kekayaan dalam misi pembentukan pemerintahan
sipil. Semua itu dapat terwujud melalui demokrasi parlementer, yaitu keberadaan parlemen atau
wakil adalah pengganti otoritas para raja. Sementara John Jack Rosseau dengan bukunya The
Cocial Control memaparkan tentang pemikiran otoritas rakyat dan perjanjian politik yang harus
dilaksanakan antara manusia dan kekuasaan dan pada intinya mempunyai tujuan yang sama
dengan john Locke, yaitu mengajak manusia untuk ikut menentukan hari dan masa depannya serta
menghancurkan monopoli yang dilakukan oleh kaum elit yang berkuasa dengan kepentingan
manusia.4
Locke (1632-1704) dan Rossean (1712-1778) membuka jalan pemberontakan terhadap
dominasi kekuasaan dan kesewenangan dan pada akhirnya melahirkan revolusi Perancis 1789,
sehingga permulaan abad XIX muncul pemikiran-pemikiran cemerlang yang mengobarkan
pembentukan masyarakat madani yang menjadi simbol bagi realita dengan di penuhi berbagai
kontrol terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan elit yang mendominasi kekuasaan Negara
yang mencakup banyak partai, kelompok, perkumpulan, himpunan, ikatan sebagai lembaga
kekuasaan.
Kesulitan dalam mencari padanan kata “ Masyarakat Madani “ dalam literatur bahasa
Indonesia di sebabkan oleh hambatan psikologis untuk menggunakan istilah-istilah Arab-Islam
dan tiadanya pengalaman empiris penerapan nilai-nilai madaniyah dalam tradisi kehidupan politik
bangsa Indonesia akhirnya banyak orang yang memadankan istilah masyarakat madani dengan
civil society, societas civilis (Romawi), atau koinonia politike (Yunani).5
Terjadinya pro dan kontra terhadap pengistilahan civi society dan masyaraka madani
merupakan hal yang menarik untuk dibahas sebagai landasan teori yang dapat digunakan untuk
menentukan keobyekan konsep masyarakat madani.
Tokoh yang mewakili tidak setuju untuk memadukan civil society dengan masyarakat
madani adalah Hikam, dengan alasan bahwa istilah masyarakat madani cenderung telah di
kooptasi oleh Negara karena dipahami sebagai masyarakat ideal yang disponsori atau dibuat oleh
Negara sebagaimana pernah terdengar istilah masyarakat pancasila dan istilah masyarakat madani
secara khusus dipopulerkan oleh pemikir Islamis yang kemudian cenderung menjadi monopoli
kalangan Islam.6 Sementara tokoh yang sepakat terhadap padanan civil society dengan masyarakat
madani adalah Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, dan Bachtiar Efendi serta umumnya pemikir
yang mempunyai latar belakang pendidikan ke-islaman modernitas-sekularis semisal Syafi’i
Ma’arif, Komaruddin Hdayat, bahkan Amien Rais dalam pidato pengukuhan guru besarnya yakni
membahas kuasa, tuna-kuasa dan demokratisasi kekuasaan mendukung terwujudnya masyarakat
madani di Indonesia.7
Menurut Dawam Raharjo pengertian masyarakat madani mengacu kepada integrasi umat
atau masyarakat, gambaran itu misalnya terlihat melalui wujud NU dan Muhammadiyah. Dalam
konteks ini masyarakat madani lebih mengacu pada penciptaan peradaban yang mengacu kepada
al-Din, al-Tamaddun atau al-madinah yang secara harfiah berarti kota, dengan demikian konsep
masyarakat madani mengandung tiga hal yaitu agama sebagai sumbernya, peradaban sebagai
prosesnya, dan masyarakat kota atau perkumpulan sebagai hasilnya. Meskipun demikian akan
timbul interpretasi berbeda jika konsep itu diartikan luas sebagai masyarakat utama atau unggul
(al-Khair al-ummah)8 yang bias berarti masyarakat madani dan bisa pula berarti Negara.
Mengutip Hegel, Suseno berpendapat bahwa masyarakat madani pada hakekatnya adalah
kehidupan masyarakat diluar lingkungan primordial seperti keluarga atau kenalan pribadi yang
diminati secara pribadi yang tidak ditentukan dan diadakan oleh Negara yang berkembang
menurut di namikanya sendiri dan produk dari perkembangan masyarakat tradisional menuju
masyarakat paska tradisional atau modern. 9
Konsep civil society di artikan sama sengan konsep masyarakat madani, dimana sistem
sosial yang ada dalam masyarakat madani di ambilkan dari sejarah Nabi Muhammad sebagai
pemimpin ketika itu yang membangun peradaban tinggi dengan mendirikan Negara-Kota
Madinah dan meletakkan dasar-dasar masyarakat madani dengan menggariskan ketentuan untuk
hidup bersama dalam suatu dokumen yang di kenal dengan Piagam Madinah (Mitsaq al-
Madinah).10 Idealisasi tatanan masyarakat Madinah ini didasarkan pada keberhasilan Nabi dalam
mempraktekkan dan mewujudkan nilai-nilai keadilan, ekualitas, kebebasan, penegakan hukum
dan jaminan terhadap kesejahteraan bagi semua warag serta perlindungan terhadap kaum yang
lemah dan kelompok minoritas, walupun eksistensi masyarakat madani hanya sebentar tetapi
secara historis memberikan makna yang penting sebagai teladan bagi perwujudan masyarakat
yang ideal di kemudian hari untuk membangun tatanan kehidupan yang sama, maka dari itu
tatanan masyarakat Madinah yang telah dibangun oleh Nabi secara kualitatif dipandang oleh
sebagian intelektual muslim sejajar dengan konsep civil society.
Pada dasarnya masyarakat madani yang dicontohkan oleh Nabi adalah reformasi total
terhadap masyarakat yang hanya mengenal supremasi kekuasaan pribadi seorang raja
sebagaimana selama ini menjadi pengertian umum tentang Negara.
Menurut Nurcholish Madjid, kata "Madinah" berasal dari bahasa Arab “Madaniyah” yang
berarti peradaban. Karena itu masyarakat madani berasosiasi pada masyarakat yang beradab. 11
Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa istilah masyarakat madani merujuk kepada masyarakat
Islam yang pernah dibangun oleh Nabi di Madinah yaitu daerah yang bernama Yastrib yang
kemudian di ubah menjadi Madinah yang pada hakekatnya pernyataan niat untuk mendirikan dan
membangun masyarakat yang berperadaban berlandaskan ajaran Islam dan masyarakat yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa di kota itu. ciri-ciri mendasar masyarakat yang dibangun
oleh Nabi adalah egaliterisme, penghargaan terhadap orang berdasarkan prestasi (bukan
kesukuan, keturunan dan ras), keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat penegakan
hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme dan musyawarah.
Istilah masyarakat madani di Indonesia diperkenalkan oleh Dato Anwar Ibrahim ketika
berkunjung ke Indonesia, dalam ceramahnya pada sinponsium nasional dalam rangka forum
ilmiah pada acara festival Istiqlal 26 September 1995, memperkenalkan istilah masyarakat madani
sebagai terjemahan civil society.13 Lebih lanjut Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa masyarakat
madani adalah sistem sosial yang subur yang di asaskan pada prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat. Penerjemahan civil
society menjadi masyarakat madani didasari oleh konsep kota Ilahi, kota peradaban atau
masyarakat kota dan di sisi lain pemaknaan itu juga dilandasi oleh konsep al-Mujtama’ al-Madani
yang dikenalkan oleh Naqwib al-Attas.
Masyarakat madani merupakan konsep tentang masyarakat yang mampu memajukan
dirinya melalui aktifitas mandiri dalam suatu ruang gerak yang tidak mungkin Negara melakukan
intervensi terhadapnya. Hal ini terkait erat dengan konsep masyarakat madani dengan konsep
demokrasi dan demokratisasi, karena demokrasi hanya mungkin tubuh pada masyarakat madani
dan masyarakat madani hanya berkembang pada lingkungan yang demokratis. 15
Dalam perspektif Suseno, terwujudnya masyarakat madani sebagian berjalan sendiri,
tetapi sebagian juga tergantung kepada keputusan-keputusan politik ditingkat struktural, oleh
karena itu kondisi yang kondusif perlu diciptakan, pertama deregulasi ekonomi yang mengarah
pada penghapusan terutama hal-hal seperti kartel, monopoli, dominasi dan sistem koneksi atas
prestasi ekonomi, kedua keterbukaan politik meskipun harus dilakukan dalam konteks tahap
tertentu sesuai dengan perkembangan ekonomi berkelanjutan untuk mendorong terjadinya
demokratisasi. Ketiga perwujudan Negara hukum secara efektif, termasuk jaminan hak asasi
manusia.
Sikap dan prilaku masyarakat madani sebagai citizen yang memiliki hak dan kebebasan
juga harus menjadi equel rights, yaitu memperlakukan sesama warga Negara sebagai pemegang
hak dan kewajiban yang sama, maka pemaksaan kehendak oleh orang atau kelompok masyarakat
kepada orang atau kelompok masyarakat yang lain merupakan pengingkaran terhadap prinsip
masyarakat madani.
Independensi masyarakat madani seringkali ditempatkan pada posisi yang berhadapan
dan bahkan berlawanan dengan konsep kekuasaan Negara yang dapat menimbulkan kecurigaan
para pengendali Negara terhadap keberadaan masyarakat madani hanya menginginkan kesejajaran
hubungan antara warga Negara dengan Negara dengan dasar prinsip saling menghormati dan
membangun hubungan secara konsulatif dan bukan konfrontatif yang terjadi di Negara-Negara
dunia ketiga.

B. Masyarakat Madani di Indonesia


Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara lainnya.
Karakteristik tersebut diantaranya adalah:
1. Pluralistik/keberagaman
2. sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat
3. toleransi yang tinggi
4. memiliki sanksi moral.
Karakteristik-karakteristik tersebut diharapkan senantiasa mewarnai kehidupan
masyarakat madani model Indonesia nantinya. keberadaan masyarakat Indonesia dapat
dicermati melalui perjalanan bangsa Indonesia. Secara historis perwujudan masyarakat
madani di Indonesia sebenarnya sudah mulai dicita-citakan semenjak terjadinya perubahan
sosial ekonomi pada masa kolonial, terutama ketika kapitalisme mulai diperkenalkan oleh
Belanda. Hal ini ikut mendorong terjadinya pembentukan sosial melalui proses
industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hasilnya antara lain munculnya
kesadaran baru di kalangan kaum elit pribumi yang mendorong terbentuknya organisasi
sosial modern. Pada masa demokrasi terpimpin politik Indonesia didominasi oleh
penggunaan mobilisasi massa sebagai alat legitimasi politik. Akibatnya setiap usaha yang
dilakukan masyarakat untuk mencapai kemandirian beresiko dicurigai sebagai kontra
revolusi. Sehingga perkembangan pemikiran menuju masyarakat madani kembali terhambat.
Perkembangan orde lama dan munculnya orde baru memunculkan secercah harapan
bagi perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Pada masa orde baru, dalam bidang
sosial-ekonomi tercipta pertumbuhan ekonomi, tergesernya pola kehidupan masyarakat
agraris, tumbuh dan berkembangnya kelas menengah dan makin tingginya tingkat
pendidikan. Sedangkan dalam bidang politik, orde baru memperkuat posisi negara di segala
bidang, intervensi negara yang kuat dan jauh terutama lewat jaringan birokrasi dan aparat
keamanan. Hal tersebut berakibat pada terjadinya kemerosotan kemandirian dan partisipasi
politik masyarakat serta menyempitkan ruang-ruang bebas yang dahulu pernah ada,
sehingga prospek masyarakat madani kembali mengalami kegelapan.
Setelah orde baru tumbang dan diganti oleh era reformasi, perkembangan
masyarakat madani kembali menorehkan secercah harapan. Hal ini dikarenakan adanya
perluasan jaminan dalam hal pemenuhan hak-hak asasi setiap warga negara yang intinya
mengarahkan pada aspek kemandirian dari setiap warga negara.
Dari zaman orde lama sampai era reformasi saat ini, permasalahan perwujudan
masyarakat madani di Indonesia selalu menunjukkan hal yang sama. Beberapa
permasalahan yang bisa menjadi hambatan sekaligus tantangan dalam mewujudkan
masyarakat madani model Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1. Semakin berkembangnya orang “miskin” dan orang yang merasa miskin.
2. LSM dan partai politik muncul bagaikan jamur yang tumbuh di musim penghujan
sehingga memungkinkan berbagai “ketidakjelasan”.
3. Pers berkembang pesat dan semakin canggih tetapi justru “fesimisme” masyarakat
yang terjadi.
4. Kaum cendikiawan semakin banyak tetapi cenderung berorientasi pada kekuasaan.
5. Kurang pede untuk bersaing dan senantiasa merasa rendah diri.

1
C. Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Masyarakat madani atu civil society merupakan salah satu bentuk konsep ideal menuju
demokrasi, apabila sudah terwujud, masyarakat madani mempunyai indikasi-indikasi yang
sesuai dengan perspektif masyarakat madani itu ditafsiri dan di definisikan.
Secara umum masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat atau
institusi yang mempunyai ciri-ciri antara lain : Kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan
menolong satu sama lain dan menjujung tinggi norma dan etika yang telah disepakati
bersama-sama.17 Secara historis upaya untuk merintis institusi tersebut sudah muncul sejak
masyarakat Indosesia mulai mengenal pendidikan modern dan sisitem kapitlisme global serta
modernisasi yang memunculkan kesadaran untuk mendirikan orgnisasi-orgnisasi modern
seperti Budi Utomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) dan lain-
lain.
Menurut perspektif A.S Hikam, civil society merupakan wacana yang berasal dari
Barat dan lebih mendekati subtansinya apabila tetap di sebutkan dengan istilah aslinya tanpa
menterjemahkan dengan istilah lain atau tetap berpedoman dengan kosep de' Tocquiville
merupakan wilayah sosial

2
Daftar Pustaka
Abdillah, Masykuri. 1999. Islam dan Masyarakat madani. Kompas Online. 27 Februari 1999.

Abdurrahman, Moeslim. 1999. Peran Masyarakat Akademis sebagai Bagian Masyarakat


madani. Kompas Online. 29 dan 30 April 1999.

Ahmadi, H. 2000. Reformasi Sistem Pendidikan Islam dan Era Reformasi: Telaah Filsafat
Pendidikan. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam,
Demokratisasi dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azizi, A Qodri Abdillah. 2000. Masyarakat madani Antara Cita dan Fakta: Kajian Historis-
Normatif. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi
dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamim, Thoha. 2000. Islam dan Civil society (Masyarakat madani): Tinjauan tentang Prinsip
Human Rights, Pluralism dan Religious Tolerance. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti,
Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gamble, Andrew. 1988. An Introduction to Modern Social and Political Thought. Hongkong:
Macmillan Education Ltd.

Ismail SM. 2000. Signifikansi Peran Pesantren dalam Pengembangan Masyarakat madani.
Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan
Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mas’ud, Abdurrahman. 2000. Reformasi Pendidikan Agama Menuju Masyarakat “Madani”.


Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan
Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rumadi. 1999. Civil Society dan NU Pasca-Gus Dur. Kompas Online. 5 November 1999.

Anda mungkin juga menyukai